Jelang siang Remibara kembali ke rumah Ki Pura, mata pemuda ini memerah tanda kurang tidur, Kertamalaki langsung memanggil adiknya ini agar bergabung makan siang.Inilah Remibara, kalau sudah kakaknya ini yang memanggil tak ada alasan baginya menolak, ia pun langsung memasang wajah ceria dan saat melihat Renicia, Remibara tetap bercanda dengan gadis jelita ini, seolah-olah dia tak tahu kalau sepupunya ini sudah jadian dengan abangnya ini.“Remibara…masa nggak lihat ibunda Amanda di depan!” tegur Kertamalaki, alangkah kagetnya Remibara saat melihat istri ke 4 ayahnya ini geleng-geleng kepala melihat kelakuannya.Remibara yang kaget langsung bangkit dari kursi dan bersujud di lantai menghadap permaisuri ini, pikiran yang lagi kalut dan tak fokus membuat pemuda sakti ini tak menyadari kalau permaisuri Amanda ada di meja makan lumayan besar ini, dipikirnya itu istri Ki Pura.“Mohon maaf bunda, Remibara benar-benar tak melihat kehadiran bunda!” Remibara ternyata tetap menjaga attitudenya,
Pangeran Kertamalaki termangu, lagi-lagi Remibara meninggalkan sebuah surat buatnya, sekaligus kembali Remibara tak mau bertemu ayah kandungnya Prabu Sembara dan Remibara telah pergi diam-diam tanpa pamit.Inti surat itu Remibara mengucapkan selamat buat abangnya dan Renicia, karena Renicia telah memilih Kertamalaki sebagai pendamping hidupnya.Remibara juga minta maaf telah berlaku lancang menemui Renicia secara pribadi, dengan tujuan hanya ingin menyakinkan hatinya, dengan bertanya langsung pada Renicia, siapa di antara Remibara dan kakaknya yang dipilih sepupu mereka ini.Sempat jengkel juga Kertamalaki atas kelancangan adiknya ini, yang berani nyelonong memasuki kamar Renicia.Namun setelah bertemu gadis jelita ini, Kertamalaki berbalik trenyuh dan kasian dengan adiknya.“Setelah aku menjelaskan kalau hanya mencintai kamu, Remibara langsung minta maaf dan mengucapkan selama buat kita…setelah itu dia bilang selalu berdoa buat kebahagian kita…dan bilang akan mengusahakan datang saat
Remibara sempat ingin marah, namun ia menekan hatinya, karena mulai penasaran juga, apa maksud 3 orang ini mencari ibundanya, apakah mereka tak tahu kalau ibundanya sudah 18 tahun meninggal dunia.“Aku Remibara, putra tunggal mendiang bundaku Putri Remi…nah siapa kalian dan kenapa kalian tiba-tiba datang ke sini!” Remibara kini berhadapan dengan 3 orang ini dari jarak hanya 3 meteran.“Hahhh…putra tunggal dan sudah mati katamu…eh siapa suami Putri Remi yaa…dari sekian ratus atau malah sekian ribu pria yang selama ini dia gandolin kok nyangkut salah satunya, tapi kok tampan banget yaaa hasilnya!” si wanita parobaya ini tertawa terbahak, dia tak sadar wajah Remibara langsung merah padam, tangannya sudah tergenggam.Namun pemuda ini mampu menahan hatinya dan ia hanya diam melihat si wanita ini tertawa, tapi si wanita cantik dan pria parobaya itu hanya senyum kecil.“Hei Remibara dengar yaa, aku Nyai Suli dan suamiku Ki Kola serta adik seperguruan kami Nyi Sindi tak mau tahu siapa bapak k
Kini mereka berempat ngobrol bak sahabat lama, Ki Kola dan istrinya Nyai Suli serta Nyi Sindi. Tiba-tiba ke empatnya kaget, di depan mereka sudah muncul 5 orang yang agaknya bersikap tak bersahabat. Yang bikin Ki Kola, Nyai Suli dan Nyi Sindi kaget, 5 orang ini bak hantu saja, tiba-tiba nongol dan kehadiran mereka menandakan ilmu silat mereka ini bukan kaleng-kaleng. Tapi sepintas Remibara sudah tahu, ke 5 orang ini bukan sebangsa tokoh-tokoh golongan hitam, gaya mereka menunjukan sebalinya, hanya gaya mereka agak pongah. Tapi Remibara tak gentar, dengan santai ia bangkit dan menatap 5 orang yang tak di kenalnya ini, pandangannya tajam menusuk mata, sehingga 5 orang ini agak gentar juga, karena di balik wajahnya yang tampan dan rupawan, matanya menunjukan ada kekejaman yang sedang tidur, dan bisa saja sewaktu-waktu meledak. “Siapa kalian dan apa tujuan kalian datang ke mari..?” Remibara bertanya pelan saja, sambil menatap satu persatu ajah ke 5 orang ini. “Kami 5 Pendekar Pedang S
Bukannya takut, orang yang bercaping lebar ini melepas caping itu dan kini mereka saling tatap, keduanya sama tinggi dan berbadan tegap, hanya pria itu terlihat lebih gagah dengan kumis tipis di atas bibirnya. Wajahnya juga tampan, tapi ketampanan itu lebih macho, di bandingkan Remibara yang tampan manis dan sangat rupawan bak wanita. “Siapa kamu..?” Remibara memandang lagi pria ini, dia sudaha bertekad, sekali lagi tak mengaku ia langsung akan menyerangnya. “Aku Rosada, aku kenal dengan pangeran karena memang sudah mengikuti pangeran saat membantai sarang perampok beberapa waktu yang lalu. Adapun ke 5 orang ini, mereka kelompok pendekar golongan putih yang sejak dulu memang mengejar Putri Remi, ibunda pangeran, karena sudah mengobrak-abrik padepokan mereka!” pria bernama Rosada ini memperkenalkan dirinya serta alasannya ke 5 orang ini dendam dengan ibundanya. “Hmm…begitu, lantas setelah ku katakan ibundaku meninggal apakah kalian tetap ngotot ingin bongkar makam ibuku untuk cari b
“Pangeran memang hebat, maaf kalau sudah bikin pangeran marah, aku percaya pangeran pasti akan memenuhi janji. Ayo kita pergi, tak perlu macam-macam bongkar makam ibunda pangeran ini, karena benda itu pasti tak ada di sana. Kita serahkan saja dengan Pangeran Remibara yang sudah berjanji akan mengembalikan benda pusaka padepokan kalian!” Rosada dan diikuti 5 pendekar pedang sakti lalu menjura dalam-dalam memberi hormat pada pemuda ini, sekaligus minta maaf sudah berlaku kasar tadi.Kemudian ke 6 nya menghilang dengan cepat dari hadapan Remibara. Remibara menghela nafas panjang.“Untung aku bisa menahan emosi, hampir saja aku menurunkan tangan maut buat mereka tersebut!” gumam Remibara, tapi kaget saat mendegar suara Ki Kola di sampingnya, baru sadar Ki Kola, Nyai Suli dan Nyi Sindi masidh berada di sini.“Luar biasa…! Kehebatan pangeran memang hebat, oh ya pangeran ini sudah mulai gelap, bagaimana kalau kita turun ke kota terdekat, di sana ada penginapan bagus dan kita bisa nginap di s
Remibara kini mejalankan kudanya dengan santai, baginya tak ada di dunia ini yang perlu di kejar.Setelah 5 hari 5 malam bersama Nyi Sindi, kini sang ‘petualang asmara’ ini kembali melanjutkan perjalanannya mencari musuh-musuh besarnya, sesuai petunjuk Ki Kola.Kini sudah 2 minggu dia berpisah dengan janda denok itu dan janji kelak sewaktu-waktu akan kembali bertemu.“Kami bikin aku kepingin terus, hebat banget sih jurus bercinta kamu,” Nyi Sindi seakan enggan berpisah dengan pemuda tampan ini.Namun setelah Remibara mengisahkan petualangannya sangat berbahaya, Nyi Sindi akhirnya mengalah, karena dia juga masih punya tugas dari guru mereka, di padepokan Bunga Rampai, yakni mencari Kitab Jurus Sukma, di samping berharap Remibara juga menemukan kitab itu, sehingga mereka bisa bertemu kembali suatu hari nanti.Tiba-tiba Remibara kaget, di depannya sudah berdiri dua orang berpakaian pendekar dan langsung berlutut dan bersujud padanya.“Mohon maaf pangeran, hamba Ki Jaro dan Ki Kani, kami
Namun saat akan menuju ke tempat di mana dua wanita yang dikatakan ditahan Remibara menahan langkah kakinya, karena mendengar suara orang berbicara.Remibara pun bersembunyi agak jauh, khawatir orang itu berilmu tinggi dan pastinya akan tahu kehadirannya.Tebakannya tepat, ternyata yang datang adalah si gendut, salah satu dari dua pendekar bayangan, orang yang tadi sore menghajar Rosada hingga pingsan.Teman si gendut seorang yang berbadan kurus dan pendek yang tak Remibara kenal, keduanya terlihat masuk ke ruangan ini dan Remibara naik ke atas atap bangunan yang tinggi itu dan mengintip dari atas kelakuan dua orang ini.Dalam ruangan itu terdapat dua wanita yang terikat di sebuah tiang, walaupun tak jelas wajahnya karena agak gelap, Remibara yakin keduanya tertotok, sehingga terlihat pingsan keduanya.“Hmm…kalau aku angkut satu persatu, pasti ketahuan, kalau ku angkat dua-duanya, sulit juga…!” pikir Remibara sambil terus melihat-lihat kelakuan si gendut dan temannya yang terlihat ngi