Kini mereka berempat ngobrol bak sahabat lama, Ki Kola dan istrinya Nyai Suli serta Nyi Sindi. Tiba-tiba ke empatnya kaget, di depan mereka sudah muncul 5 orang yang agaknya bersikap tak bersahabat. Yang bikin Ki Kola, Nyai Suli dan Nyi Sindi kaget, 5 orang ini bak hantu saja, tiba-tiba nongol dan kehadiran mereka menandakan ilmu silat mereka ini bukan kaleng-kaleng. Tapi sepintas Remibara sudah tahu, ke 5 orang ini bukan sebangsa tokoh-tokoh golongan hitam, gaya mereka menunjukan sebalinya, hanya gaya mereka agak pongah. Tapi Remibara tak gentar, dengan santai ia bangkit dan menatap 5 orang yang tak di kenalnya ini, pandangannya tajam menusuk mata, sehingga 5 orang ini agak gentar juga, karena di balik wajahnya yang tampan dan rupawan, matanya menunjukan ada kekejaman yang sedang tidur, dan bisa saja sewaktu-waktu meledak. “Siapa kalian dan apa tujuan kalian datang ke mari..?” Remibara bertanya pelan saja, sambil menatap satu persatu ajah ke 5 orang ini. “Kami 5 Pendekar Pedang S
Bukannya takut, orang yang bercaping lebar ini melepas caping itu dan kini mereka saling tatap, keduanya sama tinggi dan berbadan tegap, hanya pria itu terlihat lebih gagah dengan kumis tipis di atas bibirnya. Wajahnya juga tampan, tapi ketampanan itu lebih macho, di bandingkan Remibara yang tampan manis dan sangat rupawan bak wanita. “Siapa kamu..?” Remibara memandang lagi pria ini, dia sudaha bertekad, sekali lagi tak mengaku ia langsung akan menyerangnya. “Aku Rosada, aku kenal dengan pangeran karena memang sudah mengikuti pangeran saat membantai sarang perampok beberapa waktu yang lalu. Adapun ke 5 orang ini, mereka kelompok pendekar golongan putih yang sejak dulu memang mengejar Putri Remi, ibunda pangeran, karena sudah mengobrak-abrik padepokan mereka!” pria bernama Rosada ini memperkenalkan dirinya serta alasannya ke 5 orang ini dendam dengan ibundanya. “Hmm…begitu, lantas setelah ku katakan ibundaku meninggal apakah kalian tetap ngotot ingin bongkar makam ibuku untuk cari b
“Pangeran memang hebat, maaf kalau sudah bikin pangeran marah, aku percaya pangeran pasti akan memenuhi janji. Ayo kita pergi, tak perlu macam-macam bongkar makam ibunda pangeran ini, karena benda itu pasti tak ada di sana. Kita serahkan saja dengan Pangeran Remibara yang sudah berjanji akan mengembalikan benda pusaka padepokan kalian!” Rosada dan diikuti 5 pendekar pedang sakti lalu menjura dalam-dalam memberi hormat pada pemuda ini, sekaligus minta maaf sudah berlaku kasar tadi.Kemudian ke 6 nya menghilang dengan cepat dari hadapan Remibara. Remibara menghela nafas panjang.“Untung aku bisa menahan emosi, hampir saja aku menurunkan tangan maut buat mereka tersebut!” gumam Remibara, tapi kaget saat mendegar suara Ki Kola di sampingnya, baru sadar Ki Kola, Nyai Suli dan Nyi Sindi masidh berada di sini.“Luar biasa…! Kehebatan pangeran memang hebat, oh ya pangeran ini sudah mulai gelap, bagaimana kalau kita turun ke kota terdekat, di sana ada penginapan bagus dan kita bisa nginap di s
Remibara kini mejalankan kudanya dengan santai, baginya tak ada di dunia ini yang perlu di kejar.Setelah 5 hari 5 malam bersama Nyi Sindi, kini sang ‘petualang asmara’ ini kembali melanjutkan perjalanannya mencari musuh-musuh besarnya, sesuai petunjuk Ki Kola.Kini sudah 2 minggu dia berpisah dengan janda denok itu dan janji kelak sewaktu-waktu akan kembali bertemu.“Kami bikin aku kepingin terus, hebat banget sih jurus bercinta kamu,” Nyi Sindi seakan enggan berpisah dengan pemuda tampan ini.Namun setelah Remibara mengisahkan petualangannya sangat berbahaya, Nyi Sindi akhirnya mengalah, karena dia juga masih punya tugas dari guru mereka, di padepokan Bunga Rampai, yakni mencari Kitab Jurus Sukma, di samping berharap Remibara juga menemukan kitab itu, sehingga mereka bisa bertemu kembali suatu hari nanti.Tiba-tiba Remibara kaget, di depannya sudah berdiri dua orang berpakaian pendekar dan langsung berlutut dan bersujud padanya.“Mohon maaf pangeran, hamba Ki Jaro dan Ki Kani, kami
Namun saat akan menuju ke tempat di mana dua wanita yang dikatakan ditahan Remibara menahan langkah kakinya, karena mendengar suara orang berbicara.Remibara pun bersembunyi agak jauh, khawatir orang itu berilmu tinggi dan pastinya akan tahu kehadirannya.Tebakannya tepat, ternyata yang datang adalah si gendut, salah satu dari dua pendekar bayangan, orang yang tadi sore menghajar Rosada hingga pingsan.Teman si gendut seorang yang berbadan kurus dan pendek yang tak Remibara kenal, keduanya terlihat masuk ke ruangan ini dan Remibara naik ke atas atap bangunan yang tinggi itu dan mengintip dari atas kelakuan dua orang ini.Dalam ruangan itu terdapat dua wanita yang terikat di sebuah tiang, walaupun tak jelas wajahnya karena agak gelap, Remibara yakin keduanya tertotok, sehingga terlihat pingsan keduanya.“Hmm…kalau aku angkut satu persatu, pasti ketahuan, kalau ku angkat dua-duanya, sulit juga…!” pikir Remibara sambil terus melihat-lihat kelakuan si gendut dan temannya yang terlihat ngi
Menjelang pagi, Rosada mengajak Remibara beristirahat dan mereka pun meletakan perlahan-lahan tubuh Putri Gea dan Dafina.Hampir setengah malaman mereka berlari tanpa kenal lelah, agar tak terkejar Ki Pandit dan anak buahnya.Rosada berkali-kali menarik nafas untuk menyalurkan hawa murni dalam tubuhnya, sedangkan Remibara terlihat biasa-biasa saja, tidak terlihat ia kelelahan.Ini membuktikan soal tenaga dalam, Rosada kalah jauh, walaupun tubuh Rosada lebih kekar dari Remibara.“Rosada, kamu salurkan hawa sakti ke tubuh Putri Gea,” perintah Remibara, lalu Remibara menyalurkan juga hawa saktinya ke Dafina, Rosada mengangguk dan dia dengan hati-hati menekan punggung Putri Gea setelah tadi memaksanya agar duduk.Remibara sengaja berbuat begitu, karena ia masih sungkan dengan dengan kakaknya ini, ‘rasa’ itu belum 100 persen hilang dari hatinya, sehingga ia sengaja meminta Rosada yang menyadarkan Putri Gea.Walaupun Remibara tahu, Rosada masih kepayahan setelah berlari setengah malaman, ap
“Tak apa, lanjutkan saja cerita kamu pangeran…eh Remibara!” Dafina mencoba bersikap biasa lagi, tapi Putri Gea tahu ada sesuatu yang di sembunyikan gadis ini, yang secara tak sengaja di kenalnya ini.“Jadi…begitulah kisahku…sekarang giliran kamu…eh Kak Putri Gea, ceritalah, kenapa sampai di sekap Ki Pandit!” Putri Gea tersenyum menatap tampanya wajah mantan kekasih sekaligus adiknya ini.Agak asing sebenarnya panggilan itu baginya, dulu Remibara memanggilnya Gea saja, tak ada embel-embel kaka.“Ini sebenarnya sangat menyesakan dan bikin kesal kalau di ceritakan, tapi baiklah, biar kalian semua tahu,” Putri Gea pun mulai bercerita.Dengan apa adanya dia cerita kalau merantau tanpa izin ayahanda Prabu Sembara dan bunda-bundanya. Remibara sampai tersenyum mengetahui kenakalan saudaranya ini.Putri Gea percaya diri karena merasa memiliki kesaktian yang dianggapnya sangat tinggi, apalagi dia sudah mempelajari kitab menembus awan yang diberikan Remibara dan di bimbing ke 4 bundanya sekalig
Lima orang yang tadi keok melawan si dara baju merah kini ikut mengeroyok, sehingga keduanya agak repot juga. Di satu sisi ke 5 nya mengganggu pergerakan Putri Gea dan si dara baju merah, sedangkan di sisi lain Ki Kurus terus bergerak sangat cepat dan lincah dan melancarkan jurus-jurus lihainya yang sangat panas.Si kurus kini enak-enakan mengincar titik lemah Putri Gea dan si dara baju merah.“Keparat!” seru si dara merah dengan nada marah, karena hampir saja tubuhnya kena sabetan pedang dari salah satu dari 5 orang ini. Karena saat itu dia lagi menghindari pukulan keras si kurus.“Dinda, kamu habisi saja 5 orang itu, aku akan hadapi si kurus ini,” bisik Putri Gea, si dara baju merah mengangguk, lalu dia memutar pedangnya dan langsung melompat dan membabat 5 orang ini. Babatan pedang si dara baju merah ini tak kuasa di hadang ke 5 orang ini, 2 orang langsung terkena sabetan pedangnya dan tewas seketika dengan luka menganga di perut.Tiba-tiba datang seorang pria berbadan gendut d