Setelah 5 hari, belum ada juga tanda-tanda kelompok Dogal datang dan warga makin hari makin antusias latihan silat, sesuai petunjuk Sembara.Pagi hari di hari 6 Sembara dan Soha bertahan di Kampung Bangkirai, pemuda sakti ini pun mulai bertanya soal Nenek Samirah pada Ki Balo, saat bersantai di bale-bale rumah kepala kampung ini sambil menyaksikan para pemuda dan pemudi ini berlatih silat di halaman yang luas.“Nenek Samirah…ya aku memang pernah dengar nama itu, juga ada anak dari nenek Samirah, yang bernama Nyi Larasati…tapi sejak umur 5 tahun, bersama mendiang bapaknya pindah tinggal di kampung yang rame, dengar-dengar sih mereka pisah sebagai suami istri. Lalu Nyi Larasati setelah berumur 16 tahunan jadi istri atau selir seorang pejabat daerah, Nyi Larasati tak pernah berkunjung ke mari lagi, hingga ibunya Nyi Samirah meningga dunia karena sakit!” cerita Ki Balo.Namun Ki Balo tak tahu perjalanan hidup yang tragis dari Nyi Larasati, yang ada kaitannya dengan ayah dan paman Sembara
Jiwa pemarah Sembara seakaan kembali kumat, padahal sebelum merantau dahulu, ayahnya Prabu Malaki sudah memberi peringatan, agar Sembara jangan sembarangan membunuh siapapun.Tapi semenjak dikalahkan dan terkena pukulan pengejar roh dari si kembar setan, sehingga tenaga dalamnya sempat lenyap, dan dua pendekar bayangan serta ingat nasib Ranina yang belum ia ketahui sampai kini, semua nasehat ayahnya itu bak hilang tertiup angin.Sembara kini menatap tajam ke 16 orang ini, Dogal lalu menerjang Sembara diikuti 15 anak buahnya, debu-debu beterbangan, perkelahian terasa sangat tak seimbang, yakni 16 orang melawan 1 orang.Sembara berlompatan ke sana kemari dengan lincahnya, bahkan ia sengaja mempermainkan Dogal cs, dengan sesekali menendang pantat para kawanan perampok ini, Dogal cs makin marah dan makin ngamuk.Andai mereka paham, setelah berkali-kali kena tendang di pantat hingga mereka jatuh terseruduk ke tanah, dan Sembara bak bayangan yang sulit di jangkau, harusnya mereka sadar Semb
Dengan gaya yang gemulai, Nyi Padmasari memperkenalkan diri pada Sembara. Seakan paham kalau klien nya yang mulai suka dengan salah satu primadonanya ini, Nyai Tulip pun permisi keluar dan berlalu dari hadapan Sembara, apalagi setelah dua keping uang emas sudah Sembara berikan padanya.Nyai Tulip makin sumringah, ternyata dugaannya pas, kalau Sembara yang memperkenalkan diri dengan nama Pero ini pasti seorang bangsawan tinggi, karena sangat banyak bawa duit.Di jaman itu tak sembarangan orang bawa uang keping emas, hanya bangsawan tinggi atau pejabat berpengaruh atau pedagang besar saja, yang selalu melakukan pembayaran dengan koin emas.Sedangkan rakyat biasa paling dengan koin perunggu atau yang menengah dengan koin perak.“Tuan Muda Pero…mau saya temani minum atau bagaimana…atau mau dengar saya nyinden?” pancing Nyi Padmasari, sambil memperbaiki bajunya yang seolah sengaja melorot, hingga bahunya yang mulus terlihat jelas.Sembara pura-pura tak melihat, sejak berpisah dengan Soha s
Sembara kini naik kapal lumayan besar dan di temani Nyi Padmasari, serta dua pemain musik, juga dua sais perahu berlayar di Sungai Barito yang luas dan tenang.Walaupun tadi malam tidur di temani Nyi Padmasari, tak apa kejadian apapun di antara keduanya, malah Sembara aseek mendengarkan cerita Nyi Padmasari kenapa dia sampai terdampar di Bunga Tulip ini.Wanita cantik ini ternyata awalnya di janjikan sebagai penyinden doank, namun kalau ada tamu yang berminat dan berani bayar mahal dan Nyi Padmasari suka, maka dia akan dapat di temani, itulah perjanjiannya dengan Nyai Tulip, sang pemilik tempat ini.“Orang kedua yang tidur di kamarku ini adalah Tuan Pero dan yang pertama adalah seorang perwira yang kabarnya sudah tewas saat melawan perampok!” kata Nyi Padmasari, aseek bercerita Nyi Padmasari kaget saat melihat Sembara ngorok halus.Wanita cantik ini lalu ikut merebahkan diri di samping pendekar yang baru dikenalnya dan tertidur pulas sampai pagi. Nyi Padmasari belum bercerita tentang
Namun 5 bule langsung melongo, bukan Sembara yang terluka oleh serangan dahsyat ke 5 orang ini, tapi lima orang inilah yang terjengkang, hebatnya lagi.Lima pedang mereka terlepas semua, di tangkis Sembara menggunakan pedang milik salah satu prajurit, yang dengan kecepatan luar biasa Sembara ambil dari tangannya, tanpa prajurit itu sadari dan tahu-tahu dia melihat pedangnya sudah di tangan pendekar sakti ini, sehingga prajurit bule ini langsung melongo takjub.Saking takjubnya dia berkali-kali mengusap matannya dan masih tak percaya, bagaimana cepatnya Sembara bergerak mengambil pedang miliknya.“Pergilah…ku harap kalian jangan salah sangka, aku tetap cinta tanah air kita, tapi kita tak boleh bunuh orang tak bersalah, itu bukan sikap seorang pendekar, selama mereka belum melakukan gerakan-gerakan makar, kita biarkan saja!” sindir Sembara, ingat lagi dengan pembicaraan tiga orang saat di bunga tulip.“Hmmm…aku kenal kamu…kayaknya kamu adalah Pendekar Romantis, aku akan laporkan soal in
Sembara kini sudah berada di halaman Padepokan Ki Sapuan, setelah tadi malam bercinta hingga tengah malam dengan Nyi Padmasari yang denok, agak siangan Sembara berkunjung ke padepokan ini. Ia merasa pasti ada hal yang sangat penting dan ia harus menemui pendekar tua tersebut. Setelah memberi hormat, Sembara lalu diantar masuk ke dalam, rada aneh juga pendekar ini, karena kedatangannya sepertinya sudah di tunggu-tunggu. Begitu masuk ke dalam ruangan rapat, Sembara kaget melihat gadis cantik yang dia hadapi kemarin, termasuk 4 temannya juga ada, kini mereka berdiri dan memberi hormat padanya, sehingga Sembara pun otomatis langsung balas penghormatan ini. Bahkan ada 5 orang lainnya yang tak Sembara kenal juga memberi hormat padanya, seolah-olah ia merupakan seorang tamu kehormatan. Dan jawaban itu semua terbongkar juga, saat Ki Sapuan memanggilnya. “Pendekar Romantis…yang mulia Pangeran Sembara, silahkan duduk di sini!” panggil Ki Sapuan, hingga Sembara sempat terdiam, ternyata jati
“Pangeran…!” barulah Sembara kaget dari lamunannya, dia langsung tergagap sambil menoleh ke Ki Jaja.“Iya…maaf Ki Jaja..!” pikiran Sembara kini normal kembali, ia lalu menatap semuanya satu persatu.“Sekali lagi mohon maaf pangeran, kalau kisah saya tadi bikin pangeran jadi kepikiran, sebetulnya sejak pangeran mampir di Penginapan Bunga Tulip, kami sudah memantau pangeran…dan kami tak akan membahas itu…kami hanya ingin harus ada orang dalam Istana untuk mengantisipasi persoalan gawat ini, yakni rencana makar tersebut…kami juga rada ragu dengan kepala Kadipaten Pangsa ini, kami curiga dia main dua kaki dan jadi mata-mata para pembuat makar ini!” Ki Jaja menyambung kalimatnya.Wajah Sembara sedikit bersemu merah, agak malu juga dia kenapa sampai ‘terdampar’ ke tempat itu.Padahal dia bukan orang sembarangan dan seorang bangsawan tinggi, tapi karena sudah terlanjur dan Sembara sama sekali tak menyadari kalau kini sedang di pantau, kini hanya bisa menghela nafas panjang, sambil minum arak
Kini Sembara memeluk tubuh denok dan harum Nyi Padmasari, tak ia sangka begitu tragisnya nasib mantan selir cantik ini, matanya memerah sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang pendekar sakti ini.“Apakah kamu ingin kembali ke kampung halaman kamu Nyi…aku akan menebus kamu dari Nyai Tulip? Dan akan aku carikan kapal yang bisa membawa kembali ke kampung halaman!” Sembara menatap wajah Nyi Padmasari.Nyi Padmasari langsung menggeleng. “Bulan lalu aku bertemu dengan seorang pelancong yang memboking aku nyanyi, dia bilang kini kerajaan lama sudah musnah. Seluruh keluarga Istana terdahulu di basmi habis, kalau aku pulang siapa yang akan aku temui di sana…!” Nyi Padmasari hanya tersenyum pahit, dia tidak lagi menangis, sudah terlalu sering menangis dan kini sudah kebal.“Apa rencana kamu selanjutnya…tak mungkin kamu di sini selamanya bukan?” pancing Sembara.“Aku ingin tinggal di sebuah kampung yang damai dan bercocok tanam di sana, aku sudah bosan tinggal di kota seperti ini…!” dalam h