Namun 5 bule langsung melongo, bukan Sembara yang terluka oleh serangan dahsyat ke 5 orang ini, tapi lima orang inilah yang terjengkang, hebatnya lagi.Lima pedang mereka terlepas semua, di tangkis Sembara menggunakan pedang milik salah satu prajurit, yang dengan kecepatan luar biasa Sembara ambil dari tangannya, tanpa prajurit itu sadari dan tahu-tahu dia melihat pedangnya sudah di tangan pendekar sakti ini, sehingga prajurit bule ini langsung melongo takjub.Saking takjubnya dia berkali-kali mengusap matannya dan masih tak percaya, bagaimana cepatnya Sembara bergerak mengambil pedang miliknya.“Pergilah…ku harap kalian jangan salah sangka, aku tetap cinta tanah air kita, tapi kita tak boleh bunuh orang tak bersalah, itu bukan sikap seorang pendekar, selama mereka belum melakukan gerakan-gerakan makar, kita biarkan saja!” sindir Sembara, ingat lagi dengan pembicaraan tiga orang saat di bunga tulip.“Hmmm…aku kenal kamu…kayaknya kamu adalah Pendekar Romantis, aku akan laporkan soal in
Sembara kini sudah berada di halaman Padepokan Ki Sapuan, setelah tadi malam bercinta hingga tengah malam dengan Nyi Padmasari yang denok, agak siangan Sembara berkunjung ke padepokan ini. Ia merasa pasti ada hal yang sangat penting dan ia harus menemui pendekar tua tersebut. Setelah memberi hormat, Sembara lalu diantar masuk ke dalam, rada aneh juga pendekar ini, karena kedatangannya sepertinya sudah di tunggu-tunggu. Begitu masuk ke dalam ruangan rapat, Sembara kaget melihat gadis cantik yang dia hadapi kemarin, termasuk 4 temannya juga ada, kini mereka berdiri dan memberi hormat padanya, sehingga Sembara pun otomatis langsung balas penghormatan ini. Bahkan ada 5 orang lainnya yang tak Sembara kenal juga memberi hormat padanya, seolah-olah ia merupakan seorang tamu kehormatan. Dan jawaban itu semua terbongkar juga, saat Ki Sapuan memanggilnya. “Pendekar Romantis…yang mulia Pangeran Sembara, silahkan duduk di sini!” panggil Ki Sapuan, hingga Sembara sempat terdiam, ternyata jati
“Pangeran…!” barulah Sembara kaget dari lamunannya, dia langsung tergagap sambil menoleh ke Ki Jaja.“Iya…maaf Ki Jaja..!” pikiran Sembara kini normal kembali, ia lalu menatap semuanya satu persatu.“Sekali lagi mohon maaf pangeran, kalau kisah saya tadi bikin pangeran jadi kepikiran, sebetulnya sejak pangeran mampir di Penginapan Bunga Tulip, kami sudah memantau pangeran…dan kami tak akan membahas itu…kami hanya ingin harus ada orang dalam Istana untuk mengantisipasi persoalan gawat ini, yakni rencana makar tersebut…kami juga rada ragu dengan kepala Kadipaten Pangsa ini, kami curiga dia main dua kaki dan jadi mata-mata para pembuat makar ini!” Ki Jaja menyambung kalimatnya.Wajah Sembara sedikit bersemu merah, agak malu juga dia kenapa sampai ‘terdampar’ ke tempat itu.Padahal dia bukan orang sembarangan dan seorang bangsawan tinggi, tapi karena sudah terlanjur dan Sembara sama sekali tak menyadari kalau kini sedang di pantau, kini hanya bisa menghela nafas panjang, sambil minum arak
Kini Sembara memeluk tubuh denok dan harum Nyi Padmasari, tak ia sangka begitu tragisnya nasib mantan selir cantik ini, matanya memerah sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang pendekar sakti ini.“Apakah kamu ingin kembali ke kampung halaman kamu Nyi…aku akan menebus kamu dari Nyai Tulip? Dan akan aku carikan kapal yang bisa membawa kembali ke kampung halaman!” Sembara menatap wajah Nyi Padmasari.Nyi Padmasari langsung menggeleng. “Bulan lalu aku bertemu dengan seorang pelancong yang memboking aku nyanyi, dia bilang kini kerajaan lama sudah musnah. Seluruh keluarga Istana terdahulu di basmi habis, kalau aku pulang siapa yang akan aku temui di sana…!” Nyi Padmasari hanya tersenyum pahit, dia tidak lagi menangis, sudah terlalu sering menangis dan kini sudah kebal.“Apa rencana kamu selanjutnya…tak mungkin kamu di sini selamanya bukan?” pancing Sembara.“Aku ingin tinggal di sebuah kampung yang damai dan bercocok tanam di sana, aku sudah bosan tinggal di kota seperti ini…!” dalam h
Amanda menarik Sembara dan dengan berbisik bertanya kenapa Sembara sampai tersesat di kapal mereka dan apa yang dia cari.Tak ingin berbohong pada gadis bule cantik ini, Sembara lalu mengisahkan secara singkat soal peta itu.Amanda langsung kaget. “Gila…ternyata benar gosip itu, ayah dan beberapa orang berniat mau kuasai kerajaan ini…!” Amanda terlihat gelisah.Sembara sampai terdiam, dan tak menduga gadis bule ini ternyata tak tahu menahu soal rencana makar kelompok yang dianggap Ki Sapuan sangat berbahaya ini.Keduanya kemudian berbicara mengatur siasat, saat itulah tiba-tiba ada ketukan di pintu kamar yang agak keras, Amanda dan Sembara saling pandang, Sembara lalu memberi kode agar Amanda segera buka pintu kamarnya.Dengan agak ragu Amanda pun membuka. “Amanda kamu tak apa-apa, kamu sama siapa di kamar?” tanya seorang pria bule tinggi besar sambil menatap gadis bule ini.“Emmhh…!” Amanda gugup menjawab.“Maaf tuan…saya teman Amanda?” si bule tinggi besar dan Amanda sama-sama kaget
Besoknya, Sembara duduk santai di sebuah warung makan yang tak terlalu rame, hampir dua jam menunggu seseorang. Tak lama terlihat sebuah kereta kuda, dan keluarlah seorang wanita bule yang sangat cantik dengan rambut jagungnya.Kali ini si bule yang ternyata Amanda datang sendiri, di tangannya dia membawa semacam bakul belanjaan.Amanda terus saja masuk dan kini duduk berhadapan dengan Sembara, dia kemudian menyodorkan bakul berisi sayur pada Sembara.Pendekar ini tersenyum dan mengambil sesuatu dari bakul itu, yakni senjatanya berupa pedang bengkok serta sebuah gulungan peta. “Terima kasih Amanda, jasa kamu tak akan aku lupakan, kamu telah turut membantu aku mencegah perbuatan makar para kelompok jahat tersebut,” Sembara sampai berdiri dan membungkuk hormat, hingga wanita bule ini tertawa kecil.Itulah siasat keduanya tadi malam, Sembara sengaja menitip atau menyembunyikan pedang bengkoknya juga peta yang ia curi di sebuah ruangan kapal itu, lalu Sembara pura-pura ‘nginap’ di kamar
Belum sempat Sembara bicara, tiba-tiba Ki Sapuan datang, dia pun langsung menengahi pertikaian warga dengan Sembara.“Tenang para warga, kalian sedang berhadapan dengan Pendekar Romantis, beliau sama kayak kita, sama-sama cinta tanah air. Ada apa sebenarnya?” cetus Ki Sapuan, sambil mengedarkan pandangannya pada para warga yang masih marah ini.Semua orang kini memandang Sembara, hampir saja Sembara ketar-ketir, kalau Ki Sapuan membuka jati dirinya sebagai Pangeran.Sembara tak ingin gerakannya malah akan menjadi kacau kalau jatidirnya di buka, ia pikir belum saatnya, dan untungnya Ki Sapuan ternyata bukan pendekar kemarin sore.Orang tua ini sangat lama malang melintang di dunia persilatan, termasuk membantu ayah Sembara menggulingkan Prabu Durja dahulu, sehingga dia paham, pangeran ini tak ingin gelar ke bangsawanannya diketahui orang.Akhirnya silih berganti warga menjelaskan tentang penculikan warganya oleh orang-orang bule alias berkulit putih, termasuk beberapa orang pribumi yan
Setelah tak ada lagi yang menggunakan senjata api, Sembara kini menampakan diri, semuanya menatap Sembara yang muncul samar-samar di balik hutan yang gelap.Penampilan pendekar ini dengan baju khasnya abu-abu gelap, dengan senyum yang selalu menghias di bibir, membuat semua yang menatapnya makin keder.Walaupun tampan, tapi bagi 13 orang ini, wajah Sembara bak malaikat maut yang akan mencabut nyawa mereka.“Serang dia..!” teriak Alfred yang langsung menembakan pistolnya ke arah Sembara, tapi kali ini dengan gerakan sangat cepat Sembara berhasil menghindar, lalu serentak 12 orang menyerbu pendekar ini.Saat itulah dengan licik sambil sesekali melepaskan tembakan Alfred berlari ke arah kudanya dan kabur secepat-cepatnya dari sana, dia tak peduli 5 anak buahnya tewas, termasuk yang lain-lain.Sembara sangat jengkel dedengkotnya kabur, namun dia tak mungkin meninggalkan gelanggang pertarungan, apalagi ia ingat banyaknya wanita-wanita yang di sekap dalam pondok di tengah hutan ini.Dengan