“Jurus selendang bidadari.” Sekar Sari melompat ke atas dengan gerakan memutar. Seluruh bagian selendangnya tiba-tiba tertarik ke arahnya, membentuk sebuah kubah pelindung dalam rupa kuncup bunga. Selendang-selendang itu kemudian menyebar ke sekeliling dan menepis semua serangan hingga tulang belulang dan tengkorak terpental ke sekeliling.“Ini kesempatanku.” Sekar Sari mengentak udara dengan kuat, melesat menuju titik lubang yang perlahan diselimuti kembali oleh tengkorak dan tulang belulang. Seluruh bagian selendangnya mengelinginginya dan menepis serangan yang kembali datang.Sekar Sari segera menghimpun kekuatan, menyatukan kedua tangan di depan dada. Seluruh bagian selendangnya tiba-tiba diselimuti cahaya keperakan. Dalam gerakan sangat cepat, gadis itu melesatkan serangan ke arah dinding tengkorak dan tulang belulang dengan kedua tangan. Di saat yang sama seluruh bagian selendangnya ikut menyerang.Sekar Sari menambah kekuatan ketika dinding mulai retak dan menciptakan sebuah lu
Serangan Nyi Genit melesat cepat melintasi permukaan air danau. Wintara dan Nilasari yang menyadari hal itu segera melompat ke atas, lantas melayangkan serangan jarak jauh. Tumbukan serangan-serangan itu seketika meledak dan menyebarkan gelombang kekuatan ke sekeliling hingga permukaan air memercik. Sementara itu, kelima anggota Cakar Setan tetap memustakan pikiran pada pemulihan diri mereka masing-masing. Tubuh mereka melayang di atas permukaan air danau di mana tubuh mereka diselimuti cahaya merah kehitaman. Wintara dan Nilasari mendarat di pinggiran danau, mengawasi keadaan sekeliling di mana asap putih masih menyelimuti sekeliling. “Siapa yang berani menyerang kita, Kakang?” Nilasari menggerakkan selendangnya ke depan dan belakang. Sapuan angin seketika menerbangkan asap ke samping kiri dan kanan sehingga pemandangan di depan terlihat lebih jelas. Wintara mengamati kelima anggota Cakar Setan yang masih memulihkan diri. “Aku tidak mendapati tanda-tanda jika kelima anggota Cakar
Wintara memelotot tajam pada Nilasari. “Jangan membuatku marah lebih dari ini, Nilasari. Tunjukkan rasa hormatmu pada Nyi Genit.”Nilasari menoleh ke sisi lain. “Baiklah, Kakang.”Nyi Genit tertawa puas saat melihat kekalahan di wajah Nilasari. Ia segera melepaskan jeratan selendangnya di tubuh dua siluman kembar itu. “Berlututlah dan berterimakasihlah padaku sekarang juga.”Wintara dan Nilasari segera berlutut, nyaris bersujud hingga kening mereka hampir menyentuh permukaan air danau. “Terima kasih karena sudah menolong kami, Nyi.”“Berdirilah dan mendekatlah padaku,” perintah Nyi Genit. Wintara dan Nilasari segera bangkit, berjalan mendekat ke arah Nyi Genit.“Apa kalian berdua sudah mendapatkan racun kalong setan?”“Kami sudah mendapatkan, Nyi,” jawab Wintara seraya mengambil kendi dari balik pinggangnya. “Munding Hideung dan Bangkong Bodas yang sudah memberikannya pada kami” “Dengarkan aku baik-baik. Racun kalong setan itu berbeda dari racun kalong setan yang aku berikan pada ke
“Sekarang pergi dari hadapanku dan hancurkan para pendekar golongan putih. Buktikan jika kalian berdua layak di hadapan Gusti Totok Surya,” perintah Nyi Genit. Wintara dan Nilasari mengangguk, melompat ke atas dan secara tiba-tiba menghilang dari hadapan Nyi Genit. Keduanya kembali muncul di perbatasan hutan siluman, tepatnya di puncak sebuah pohon. “Hutan siluman ini penuh dengan racun kalong setan. Hanya dengan berdiam diri di sini, kita bisa memperoleh kekuatan,” ucap Wintara.“Kakang, segera keluarkan racun kalong setan dan lakukan seperti yang sudah kita rencanakan. Aku tidak sabar untuk membalas para pendekar bodoh itu.”“Baiklah.” Wintara mengeluarkan kendi racun kalong setan. Ia menggerakkan satu tangannya untuk menarik sesuatu dari dalam kendi. Sebuah batu berwarha hitam kemerahan tertarik keluar dan Wintara dengan segera menelannya. Wintara merasakan kekuatan yang meluap di sekujur tubuhnya. Mustika siluman dalam dadanya mendadak bersinar terang. Seluruh sisik ular di ked
Sekar Sari berjalan agak cepat menuju bekas pertarungan, mengawasi keadaan sekeliling, melompat ke puncak pohon. “Aku secara samar merasakan hawa kehadiran Nyi Genit dan seseorang yang asing bagiku di tempat ini.” Sekar Sari tercekat ketika melihat sebuah titik cahaya di balik rerimbunan pohon. Setelah mengawasi keadaan dan memastikan aman, gadis itu melompati satu per satu dahan pohon hingga berada di sebuah tanah lapang. “Itu ….” Sekar Sari terdiam ketika melihat seseorang tengah bersemedi di dalam sebuah kubah. “Siapa sosok itu? Apa mungkin dia yang bernama Tarusbawa? Tapi bagaimana jika dugaanku salah?”Sekar Sari tiba-tiba melompat ke dahan samping ketika merasakan hawa kehadiran seseorang di belakangnya. “Tiruan Kakang Guru?”Sekar Sari dengan cepat menahan tubuh tiruan itu yang akan terjatuh ke bawah. Sosok tiruan itu mulai menghilang dari bagian bawah dan terus naik hingga ke atas. “Ini pasti karena racun kalong setan.”Sekar Sari segera membuka kendi penawar racun kalong se
Sekar Sari segera membungkuk hormat. “Benar, Tuan Guru. Namaku Sekar Sari, murid dari Guru Ganawirya dan Kakang Guru Limbur Kancana.”“Bagaimana kau bisa selamat dari gua Nyi Genit?” tanya Tarusbawa, “aku mendengar dari Limbur Kancana jika kau sengaja diculik oleh siluman-siluman suruhan Nyi Genit.”Sekar Sari mengambil kendi pengisap, menunjukkan pada Tarusbawa. “Aku berhasil selamat setelah memasuki kendi ini, Tuan Guru. Aku juga berhasil mendapatkan racun kalong setan, penawar racun kalong setan serta gulungan-gulungan dan kendi-kendi yang dibuat oleh Nyi Genit sebelum keluar dari gua. Aku dibantu oleh seseorang untuk mendapatkannya sekaligus keluar dari gua.”“Seseorang?” Tarusbawa menatap kendi miliknya yang berada di tangan Sekar Sari. Kendi itu adalah miliknya yang berasal dari alam lain sehingga bisa memiliki kekuatan mengisap benda apa pun. “Seseorang itu terjebak di sebuah kendi yang berada di samping penjara yang mengurungku. Dia mengatakan bahwa dia sudah lama terkurung d
Limbur Kancana segera bertukar tempat dengan tiruannya yang bersama Tarusbawa. Ia terkejut ketika mendapati Sekar Sari. “Sekar Sari, kau berhasil melarikan diri dari hutan siluman? Bagaimana keadaanmu sekarang?”“Iya, Kakang Guru. Aku baik-baik saja sekarang. Banyak hal yang sudah terjadi padaku, tapi aku bersyukur karena aku bisa keluar dari hutan siluman tanpa terluka parah.”“Syukurlah, Raka Tarusbawa menolongmu.” Limbur Kancana merasa sangat lega. Ia begitu khawatir karena tidak bisa menghubungi Tarusbawa, ditambah tidak bisa melihat bagaimana keadaan tiruan-tiruannya. “Bukan aku yang sudah menolong Sekar Sari, tapi Sekar Sari-lah yang sudah menolongku,” kata Tarusbawa.“Benarkah itu, Sekar Sari?” Limbur Kancana kembali terkejut. “Nyi Genit memenjarakanku di sebuh penjara. Untungnya aku berhasil lolos denga bantuan kendi yang diberikan Kakang Guru padaku. Selain itu, aku juga berhasil mendapatkan racun kalong setan, penawar racun kalong setan sekaligus kendi ramuan dan gulungan-
Sekar Sari dan Malawati tiba di tempat para tabib yang tengah berkutat dengan bahan-bahan penawar racun kalong setan. Keduanya melewati barisan para tabib untuk sampi ke hadapan Kancana yang tidak lain adalah Ganawirya yang sedang menyamar. Ganawirya sontak terkejut ketika melihat keberadaan Sekar Sari. Kedua tangannya tampak gemetar karena tidak menyangka jika muridnya itu berhasil lolos dari hutan siluman dan penjagaan Nyi Genit. Berdasarkan cerita yang didengar, aku sangat sulit bagi siapa pun untuk keluar dari hutan siluman dan lolos dari cengekeraman siluman wanita itu hidup-hidup. “Bukankah itu, Sekar Dewi?” tanya seorang tabib. Para tabib mulai mendekat pada Sekar Sari dan Malawati.“Bukankah dia diculik oleh para siluman beberapa waktu lalu?”“Syukurlah, dia berhasil selamat. Aku sempat mengkhawatirkannya.”“Para pendekar berhasil menyelamatkannya.”“Itu bagus. Dengan begini, kita memiliki bantuan yang cukup untuk segera menyelesaikan penawar racun kalong setan.”“Sekar De