Limbur Kancana segera bertukar tempat dengan tiruannya yang bersama Tarusbawa. Ia terkejut ketika mendapati Sekar Sari. “Sekar Sari, kau berhasil melarikan diri dari hutan siluman? Bagaimana keadaanmu sekarang?”“Iya, Kakang Guru. Aku baik-baik saja sekarang. Banyak hal yang sudah terjadi padaku, tapi aku bersyukur karena aku bisa keluar dari hutan siluman tanpa terluka parah.”“Syukurlah, Raka Tarusbawa menolongmu.” Limbur Kancana merasa sangat lega. Ia begitu khawatir karena tidak bisa menghubungi Tarusbawa, ditambah tidak bisa melihat bagaimana keadaan tiruan-tiruannya. “Bukan aku yang sudah menolong Sekar Sari, tapi Sekar Sari-lah yang sudah menolongku,” kata Tarusbawa.“Benarkah itu, Sekar Sari?” Limbur Kancana kembali terkejut. “Nyi Genit memenjarakanku di sebuh penjara. Untungnya aku berhasil lolos denga bantuan kendi yang diberikan Kakang Guru padaku. Selain itu, aku juga berhasil mendapatkan racun kalong setan, penawar racun kalong setan sekaligus kendi ramuan dan gulungan-
Sekar Sari dan Malawati tiba di tempat para tabib yang tengah berkutat dengan bahan-bahan penawar racun kalong setan. Keduanya melewati barisan para tabib untuk sampi ke hadapan Kancana yang tidak lain adalah Ganawirya yang sedang menyamar. Ganawirya sontak terkejut ketika melihat keberadaan Sekar Sari. Kedua tangannya tampak gemetar karena tidak menyangka jika muridnya itu berhasil lolos dari hutan siluman dan penjagaan Nyi Genit. Berdasarkan cerita yang didengar, aku sangat sulit bagi siapa pun untuk keluar dari hutan siluman dan lolos dari cengekeraman siluman wanita itu hidup-hidup. “Bukankah itu, Sekar Dewi?” tanya seorang tabib. Para tabib mulai mendekat pada Sekar Sari dan Malawati.“Bukankah dia diculik oleh para siluman beberapa waktu lalu?”“Syukurlah, dia berhasil selamat. Aku sempat mengkhawatirkannya.”“Para pendekar berhasil menyelamatkannya.”“Itu bagus. Dengan begini, kita memiliki bantuan yang cukup untuk segera menyelesaikan penawar racun kalong setan.”“Sekar De
“Aku sama sekali tidak menyadari hal itu sampai aku berhasil keluar dari gua, Guru. Jika melihat penjelasan dari siluman itu, sepertinya siluman itu membelot dari Nyi Genit. Siluman itu memberi tahuku ruangan di mana berbagai jenis ramuan buatan Nyi Genit sekaligus gulungan-gulungan yang ada di sana,” ujar Sekar Sari.“Bagaimana wujud siluman itu? Apa kau bisa menggambarkannya, Sekar Sari?”Sekar Sari menggeleng. “Tidak, Guru. Siluman itu berada di dalam kendi selama dia memberitahuku mengenai racun kalong setan dan penawarnya. Saat dia keluar dari kendi, dia hanya berupa asap putih yang menyerupai seorang pria. Siluman itu mengatakan jika tubuhnya berada di tempat yang jauh dari gua. Dari siluman itu juga, aku berhasil mendapatkan racun kalong setan dan penawar racun kalong setan. Siluman itu juga yang membantuku keluar dari gua.”Ganawirya sontak tercekat. “Kau berhasil mendapatkan racun dan penawar racunnya?”Sekar Sari mengangguk. “Benar, Guru. Aku juga sepertinya berhasil mendap
Di alam lain, Lingga masih memusatkan seluruh perasaan, pikiran dan kekuatan untuk mencapai ketenangan batin. Akan tetapi, setiap kali melangkah lebih jauh, bayang-bayang masa silam selalu menghadangnya dan kembali membuatnya ke titik yang sama.Di saat yang sama, air sungai di sekeliling Lingga bergolak seperti sedang dimasak. Letupan-letupannya beberapa kali mengenai Lingga hingga ia kembali tersadar. “Aku sangat kesulitan untuk mencapai ketenangan batin.”Lingga menarik napas panjang, mengembus perlahan. Ia tercekat ketika melihat air sungai kembali bergolak. Pemuda itu segera melompat ke arah air terjun, mengalirkan tenaga dalam pada air yang mengalir turun. Air terjun tiba-tiba menunjukkan pergerakan para siluman di hutan. Bergeser ke arah lain, para pendekar tengah bergerak cukup cepat melewati pepohonan.Tak sampai di sana, Lingga melihat Limbur Kancana tengah bersama seorang pendekar berbaju serba hitam di puncak pohon. Gambaran kembali berub
Lingga memaksakan diri untuk bangkit meski beberapa kali sempat terjatuh. Ia menggerakkan satu kakinya untuk maju dan di saat yang sama angin kencang membuatnya kembali terdorong mundur hingga berguling-guling.Kesadaran Lingga perlahan menghilang. Matanya seperti dipaksa tertutup rapat dan tubuhnya seperti ditekan erat-erat ke dasar. Ia ingin segera berlari dan melewati penghalang di depan, tetapi raganya sama sekali tidak bisa sejalan dengan harapan dan keinginan.Di ambang batas ketidakberdayaannya, Lingga tiba-tiba teringat dengan pembicaraannya dengan Sekar Sari saat keduanya beristirahat setelah pergi meninggalkan Lebak Angin.“Sekar Sari, bagaimana kau bertahan saat kau merasakan sakit karena kehilangan keluargamu? Dan bagaimana kau bisa memaafkanku?” tanya Lingga.Sekar Sari menjawab setelah diam selama beberapa waktu, “Kehilangan seseorang yang sangat kita sayangi dan menyayangi kita akan meninggalkan luka yang begitu dalam. But
“Serang mereka!” perintah Munding Hideung yang berada di tengah-tengah para siluman.Para siluman segera menghimpun kekuatan, lantas melesatkan serangan ke arah depan. Munding Hideung menyusul dengan serangan sabit api. Serangan semua siluman itu tiba-tiba menyatu ke arah sabit dan menjadi sebuah serangan yang dahsyat.Munding Hideung melesatkan serangan dengan sekuat tenaga. Serangan itu melahap dan menghancurkan pepohonan yang dilewatinya dengan cepat. Angin berembus dengan cepat ke arah para pendekar berada.Wirayuda yang pertama kali menyadari serangan tersebut. Ia terkejut saat melihat sebuah titik kecil yang kemudian menjelma menjadi serangan besar yang melesat dengan sangat cepat. “Kita diserang. Persiapkan diri kalian!”Wirayuda mencabut pedangnya di saat para petinggi golong putih yang lain bergerak ke arahnya. Ketujuh pendekar itu segera menghimpun kekuatan dan melakukan serangan dalam waktu bersamaan. Serangan itu menjelma menjadi satu serangan yang langsung menerjang ke ar
Munding Hideung kembali memanggil sabit apinya. Para siluman untuk kedua kalinya mengumpulkan serangan mereka pada sabit tersebut.Munding Hideung melesatkan sabit api ke arah para pendekar. Serangan itu melesat cepat melibas pepohonan di sekitarnya. Di saat yang sama, para pasukan siluman Wintara dan Nilasari menerjang maju ke arah para pendekar yang masih tercenung di tempat.Sebuah kubah tiba-tiba saja muncul melindungi para pendekar. Serangan para siluman mendadak membentur dinding kubah hingga kubah bergetar. Di saat yang sama, para pasukan siluman Wintara dan Nilasari terpental ke belakang karena menubruk kubah.Serangan para siluman mendorong kubah pelindung setengah tombak ke belakang. Para pendekar yang berada di dalamnya sebagian terpental dan sisinya bertahan hingga serangan para siluman menghilang dengan sendirinya.“Kurang ajar! Apa yang terjadi?” Munding Hideung mendarat di puncak pohon, memelotot tajam saat asap mengitari sekeliling. “Mungkinkah?”Wintara dan Nilasari m
Para tabib tampak sibuk mondar-mandir di sekeliling para pendekar. Sebagian berusaha mengobati mereka, sebagian yang lain hilir mudik mengambil ramuan obat.Galih Jaya, Dharma, Malawati dan pendekar lain tampak sibuk mempersiapkan seluruh persiapan untuk menghadapi kemungkinan penyerangan yang dilakukan Wintara dan Nilasari. Para penjaga tampak sudah bersiap siaga di setiap sudut perbatasan.Limbur Kancana masih duduk di atas gua. Ia melihat keadaan sekeliling hutan dengan bantuan penglihatan para tiruannya. Para tiruan itu sudah diselimuti penawar racun kalong setan yang tersisa sehingga akan bisa bertahan lebih lama jika terkena racun kalong setan.Limbur Kancana bertukar tempat dengan tiruannya yang berada di luar kubah yang melindungi sekeliling gua. Ia melompat tinggi ke atas kubah, lalu membuka kendi berisi penawar racun kalong setan yang diberikan Sekar Sari. Asap putih seketika muncul, lantas menyelimuti sekeliling kubah. Kubah tiba-tiba muncul ke permukaan. Lapisannya tampak