“Aku sama sekali tidak menyadari hal itu sampai aku berhasil keluar dari gua, Guru. Jika melihat penjelasan dari siluman itu, sepertinya siluman itu membelot dari Nyi Genit. Siluman itu memberi tahuku ruangan di mana berbagai jenis ramuan buatan Nyi Genit sekaligus gulungan-gulungan yang ada di sana,” ujar Sekar Sari.“Bagaimana wujud siluman itu? Apa kau bisa menggambarkannya, Sekar Sari?”Sekar Sari menggeleng. “Tidak, Guru. Siluman itu berada di dalam kendi selama dia memberitahuku mengenai racun kalong setan dan penawarnya. Saat dia keluar dari kendi, dia hanya berupa asap putih yang menyerupai seorang pria. Siluman itu mengatakan jika tubuhnya berada di tempat yang jauh dari gua. Dari siluman itu juga, aku berhasil mendapatkan racun kalong setan dan penawar racun kalong setan. Siluman itu juga yang membantuku keluar dari gua.”Ganawirya sontak tercekat. “Kau berhasil mendapatkan racun dan penawar racunnya?”Sekar Sari mengangguk. “Benar, Guru. Aku juga sepertinya berhasil mendap
Di alam lain, Lingga masih memusatkan seluruh perasaan, pikiran dan kekuatan untuk mencapai ketenangan batin. Akan tetapi, setiap kali melangkah lebih jauh, bayang-bayang masa silam selalu menghadangnya dan kembali membuatnya ke titik yang sama.Di saat yang sama, air sungai di sekeliling Lingga bergolak seperti sedang dimasak. Letupan-letupannya beberapa kali mengenai Lingga hingga ia kembali tersadar. “Aku sangat kesulitan untuk mencapai ketenangan batin.”Lingga menarik napas panjang, mengembus perlahan. Ia tercekat ketika melihat air sungai kembali bergolak. Pemuda itu segera melompat ke arah air terjun, mengalirkan tenaga dalam pada air yang mengalir turun. Air terjun tiba-tiba menunjukkan pergerakan para siluman di hutan. Bergeser ke arah lain, para pendekar tengah bergerak cukup cepat melewati pepohonan.Tak sampai di sana, Lingga melihat Limbur Kancana tengah bersama seorang pendekar berbaju serba hitam di puncak pohon. Gambaran kembali berub
Lingga memaksakan diri untuk bangkit meski beberapa kali sempat terjatuh. Ia menggerakkan satu kakinya untuk maju dan di saat yang sama angin kencang membuatnya kembali terdorong mundur hingga berguling-guling.Kesadaran Lingga perlahan menghilang. Matanya seperti dipaksa tertutup rapat dan tubuhnya seperti ditekan erat-erat ke dasar. Ia ingin segera berlari dan melewati penghalang di depan, tetapi raganya sama sekali tidak bisa sejalan dengan harapan dan keinginan.Di ambang batas ketidakberdayaannya, Lingga tiba-tiba teringat dengan pembicaraannya dengan Sekar Sari saat keduanya beristirahat setelah pergi meninggalkan Lebak Angin.“Sekar Sari, bagaimana kau bertahan saat kau merasakan sakit karena kehilangan keluargamu? Dan bagaimana kau bisa memaafkanku?” tanya Lingga.Sekar Sari menjawab setelah diam selama beberapa waktu, “Kehilangan seseorang yang sangat kita sayangi dan menyayangi kita akan meninggalkan luka yang begitu dalam. But
“Serang mereka!” perintah Munding Hideung yang berada di tengah-tengah para siluman.Para siluman segera menghimpun kekuatan, lantas melesatkan serangan ke arah depan. Munding Hideung menyusul dengan serangan sabit api. Serangan semua siluman itu tiba-tiba menyatu ke arah sabit dan menjadi sebuah serangan yang dahsyat.Munding Hideung melesatkan serangan dengan sekuat tenaga. Serangan itu melahap dan menghancurkan pepohonan yang dilewatinya dengan cepat. Angin berembus dengan cepat ke arah para pendekar berada.Wirayuda yang pertama kali menyadari serangan tersebut. Ia terkejut saat melihat sebuah titik kecil yang kemudian menjelma menjadi serangan besar yang melesat dengan sangat cepat. “Kita diserang. Persiapkan diri kalian!”Wirayuda mencabut pedangnya di saat para petinggi golong putih yang lain bergerak ke arahnya. Ketujuh pendekar itu segera menghimpun kekuatan dan melakukan serangan dalam waktu bersamaan. Serangan itu menjelma menjadi satu serangan yang langsung menerjang ke ar
Munding Hideung kembali memanggil sabit apinya. Para siluman untuk kedua kalinya mengumpulkan serangan mereka pada sabit tersebut.Munding Hideung melesatkan sabit api ke arah para pendekar. Serangan itu melesat cepat melibas pepohonan di sekitarnya. Di saat yang sama, para pasukan siluman Wintara dan Nilasari menerjang maju ke arah para pendekar yang masih tercenung di tempat.Sebuah kubah tiba-tiba saja muncul melindungi para pendekar. Serangan para siluman mendadak membentur dinding kubah hingga kubah bergetar. Di saat yang sama, para pasukan siluman Wintara dan Nilasari terpental ke belakang karena menubruk kubah.Serangan para siluman mendorong kubah pelindung setengah tombak ke belakang. Para pendekar yang berada di dalamnya sebagian terpental dan sisinya bertahan hingga serangan para siluman menghilang dengan sendirinya.“Kurang ajar! Apa yang terjadi?” Munding Hideung mendarat di puncak pohon, memelotot tajam saat asap mengitari sekeliling. “Mungkinkah?”Wintara dan Nilasari m
Para tabib tampak sibuk mondar-mandir di sekeliling para pendekar. Sebagian berusaha mengobati mereka, sebagian yang lain hilir mudik mengambil ramuan obat.Galih Jaya, Dharma, Malawati dan pendekar lain tampak sibuk mempersiapkan seluruh persiapan untuk menghadapi kemungkinan penyerangan yang dilakukan Wintara dan Nilasari. Para penjaga tampak sudah bersiap siaga di setiap sudut perbatasan.Limbur Kancana masih duduk di atas gua. Ia melihat keadaan sekeliling hutan dengan bantuan penglihatan para tiruannya. Para tiruan itu sudah diselimuti penawar racun kalong setan yang tersisa sehingga akan bisa bertahan lebih lama jika terkena racun kalong setan.Limbur Kancana bertukar tempat dengan tiruannya yang berada di luar kubah yang melindungi sekeliling gua. Ia melompat tinggi ke atas kubah, lalu membuka kendi berisi penawar racun kalong setan yang diberikan Sekar Sari. Asap putih seketika muncul, lantas menyelimuti sekeliling kubah. Kubah tiba-tiba muncul ke permukaan. Lapisannya tampak
Limbur Kancana menoleh ke samping kiri dan kanan ketika melihat dua bayangan bergerak cepat mengelilingi kubah pelindung.“Bagaimana jika mereka berhasil menembus pertahanan kubah pelindung di saat para pendekar belum sadarkan diri dan para tabib yang belum berhasil menyempurnakan penawar racun kalong setan?” tanya Malawati dengan wajah gelisah, “itu pasti akan menjadi keadaan yang sangat buruk. Dengan kekuatan kita sekarang akan sangat sulit untuk menghadapi mereka.”Limbur Kancana memanggil tiga kendi. “Ambillah kendi-kendi ini.”Galih Jaya, Dharma dan Malawati saling menoleh satu sama lain, kemudian mulai mengambil masing-masing satu kendi.“Kalian bisa memasukkan para pendekar, para tabib atau musuh sekalipun ke dalam kendi untuk menyelamatkan mereka atau menangkap mereka. Pergunakan kendi-kendi itu dengan sebaik mungkin. Kendi-kendi itu memang memiliki kekuatan yang luar biasa, tetapi seperti senjata lain, kendi-kendi itu juga memiliki batasan.”“Kami mengerti,” sahut Galih Jaya,
Semua anggota Cakar Setan bergegas meninggalkan danau siluman. Mereka berlari di atas permukaan air, melompati satu per satu puncak pohon dengan cepat. “Akulah yang akan membunuh Tarusbawa dan menyerahkan kepalanya pada Gusti Totok Surya,” ujar Wulung di tengah tangannya yang melemparkan cambuk dan menarik tubuhnya, “jangan menghalangiku atau kalian akan tersiksa di tanganku.” “Teruslah bermimpi, Wulung.” Argaseni melesatkan tongkat ularnya ke arah depan, menarik dirinya secepat mungkin. “Kau tidak akan bisa menyentuhnya selama masih ada aku.” “Orang-orang bodoh seperti kalian hanya bicara tanpa bukti!” Brajawesi mendengkus seperti kerbau. Kapak merahnya menarik dirinya ke arah perbatasan kubah. “Akulah yang akan membunuh Tarusbawa dengan kapak merahku.” Bangasera menatap tajam Wulung, Argaseni dan Brajawesi yang bergerak di depannya. “Kalian boleh menghajar Tarusbawa sampai sekarat, tapi akulah yang akan membunuhnya dan menyerahkan kepalanya pada Gusti Totok Surya. Tarusbawa, kau