Munding Hideung menggerakkan satu jarinya ke bawah. Sabit api tiba-tiba muncul dari balik pohon dan langsung menyerang Kolot Raga dan Tapasena hingga kedua petinggi golingan putih itu berhasil dipukul mundur. Sabit api terus memutar, memotong cambuk hingga Munding Hideung dan Bangkong Bodas berhasil terlepas.Tiruan-tiruan Limbur Kancana segera bermunculan dan menyerang Munding Hideung dan Bangkong Bodas. Di saat yang sama, Limbur Kancana kembali mengerahkan kekuatan untuk menarik kedua siluman itu ke dalam kendi.Limbur Kancana tiba-tiba tercekat ketika mendapati sekelebat penglihatan dari salah satu tiruannya di suatu tempat yang melihat tanah berguncang dengan keadaan tak biasa. “Apa mungkin itu adalah Wintara dan Nilasari? Dari ciri-ciri yang kulihat, tempat itu berada di sekitar perbatasan antara hutan ini dengan hutan siluman. Ini gawat.”Munding Hideung dan Bangkong Bodas berusaha untuk bertahan dari isapan kendi. Kedua siluman itu segera menarik diri ke arah berlawanan. Di saa
Munding Hideung segera berjongkok, menempatkan kedua telapak tangan di tanah. Ia merasakan aliran kekuatan yang berada di balik tanah. “Aku sempat merasakan hawa keberadaan Brajawesi di sekitar tempat ini. Aku tidak mengira jika dia terkurung di tempat ini bersama anggota Cakar Setan yang lain. Apakah ini ulah si Pendekar Hitam?”“Kau benar.” Bangasera tiba-tiba terbatuk, menekan dadanya untuk mengurangi rasa sakit. “Lebih tepatnya ini adalah ulah dari Tarusbawa. Dia sengaja mengurung anggota Cakar Setan agar kami tidak ikut terlibat dalam pertarungan ini.”“Tarusbawa?” Munding Hideung terdiam sesaat. Untuk kedua kalinya ia merasakan getaran kuat dari bawah tanah. “Aku sepertinya pernah mendengar nama itu sebelumnya.”“Tarusbawa adalah salah satu dari pendekar Sayap Putih. Dia jugalah sosok Pendekar Hitam yang menyerang dengan rantai putih dan tombak perak,” terang Bangasera.“Pendekar Sayap Putih?” Munding Hideung dan Bangkong Bodas sontak terkejut.“Ini aneh sekali. Sosok Pendekar H
Sementara itu, Bangkong Bodas melesatkan serangan angin dari mulut ke arah rantai putih berkali-kali. Siluman itu menghindar dengan gesit dari serangan ranati, melompat tinggi, mendarat di atas rantai, kemudian berlari menuju arah kubah. Bangkong Bodas mengeluarkan racun kalong setan dari tubuhnya. Asap hitam seketika menyebar sehingga kedua rantai mulai tertarik mundur ke arah kubah. “Rantai itu nyatanya sudah diselimuti penawar racun kalong setan.” “Bergunalah sedikit, Bangasera,” ucap Munding Hideung di saat dirinya mengendalikan sabit api untuk menghancurkan bebatuan yang terus meluncur dari langit. Ia melompat mundur, mendarat di dekat Bangasera, lalu melemparkan kendi racun kalong setan pada Bangasera. “Tutup mulutmu, Munding Hideung!” Bangasera menangkap kendi dengan segera, duduk bersemedi, membiarkan asap racun kalong setan mengelilinginya. Bebatuan besar masih terus bermunculan dari langit. Munding Hideung kembali melesatkan sabit apinya untuk mengatasi serangan tersebut.
Nyi Genit perlahan membuka mata. “Apa yang ingin kau sampaikan, Simet Koneng?” Simet Koneng menunduk dalam, merasa gemetar karena kabar yang akan disampaikannya bisa saja membuat Nyi Genit marah besar. “Munding Hideung memberitahuku bahwa ada kemungkinan pendekar yang bernama Tarusbawa berada di hutan ini.”“Tarusbawa?” Nyi Genit segera melompat dari tempat semedi. Tatapannya memelot jauh ke depan. Sejak tadi, ia merasakan kekuatan besar yang timbul dan menghilang di hutan ini. “Dia adalah pendekar yang tergabung dalam pendekar Sayap Putih. Dia bukanlah pendekar yang bisa dikalahkan dengan mudah. Tarusbawa sudah menghilang berpuluh-puluh tahun lamanya. Aku tidak tahu jika dia akan muncul di saat-saat seperti ini.”Simet Koneng mendongak. “Keberadaan Tarusbawa di hutan ini bisa menjadi jawaban kenapa banyak siluman yang menghilang.”“Kurang ajar!” Nyi Genit memekik kencang gua dan tanah bergetar hebat. “Bisa jadi Tarusbawa adalah sosok yang menyelinap masuk dan
Nyi Genit membuka tutup kendi berisi racun kalong setan. Asap hitam seketika mengelilingi para siluman. “Sekarang pergilah dari hadapanku dan bunuh para pendekar itu.”“Baik, Nyi.” Para siluman menjawab serempak, melompat ke atas dan secara tiba-tiba menghilang dan muncul kembali di perbatasan hutan. Mereka mulai melompat keluar dari hutan siluman, menyebar ke sekeliling. Nyi Gening memejam mata, menghimpun kekuatan di kedua tangan hingga telapak tangannya disinari cahaya hitam kemerahan. Siluman wanita itu melesatkan kekuatan ke atas langit. Secara tiba-tiba, kekuatannya menyebar di sekeliling kubah pelindung hutan siluman. “Dengan ini kau tidak bisa melarikan diri dari hutan ini. Bersiaplah untuk mati, Tarusbawa.”Nyi Genit mengamati semua sudut hutan dengan saksama. Ia tiba-tiba tertawa ketika mendapati keberadaan Tarusbawa di dekat pinggiran hutan siluman. “Jadi di sinilah kau berada, Tarusbawa. Aku pasti akan melenyapkanmu dan mempersembahkan kepalamu untuk Gusti Totok Surya.”N
Wintara, Nilasari dan Simet Koneng mendarat di tanah hutan siluman setelah berhasil selamat dari serangan para petinggi golongan putih dan para pendekar. "Ah!" Nilasari tiba-tiba menjerit ketika merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ia nyaris ambruk jika tidak ditahan oleh Wintara. "Kakang, sekujur tubuhku terasa sangat sakit. Para petinggi golongan putih dan para pendekar itu harus mendapatkan balasan karena sudah membuat kita sangat kesulitan dan hampir saja membuat kita mati." "Bertahanlah, Nilasari." Wintara menoleh ke sekeliling sesaat, mendudukkan Nilasari di tanah. "Segera pulihkan dirimu. Sepertinya ada seseorang yang sudah menolong kita dan membawa kita ke hutan siluman."Wintara kembali mengawasi keadaan sekeliling. "Jadi inilah yang dinamakan hutan siluman. Hanya dengan menghirup udaranya saja aku merasakan kekuatanku perlahan pulih. Hutan ini penuh bau racun kalomg setan. Aku penasaran di mana Nyi Genit berada saat ini." Nilasari segera memejamkan mata untuk memulihk
Pertarungan antara Tarusbawa dan Nyi Genit terus berlangsung di bawah tanah. Serangan-serangan mereka saling berbenturan hingga keadaan sekeliling berguncang hebat. Rantai putih Tarusbawa dan selendang kuning Nyi Genit terus berkelebat di udara, menyerang satu sama lain hingga menimbulkan sapuan angin kuat yang menyebar ke sekitar. Di saat yang sama, Tarusbawa dan Nyi Genit saling berbenturan seperti dua bayangan yang mengamuk, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tarusbawa dan Nyi Genit meluncur ke atas hingga keluar dari dalam tanah. Rantai dan selendang mereka saling berbenturan di saat pukulan dan tendangan mereka saling beradu dalam jarak dekat.Tarusbawa dan Nyi Genit mundur dengan cara salto ke belakang setelah tendangan mereka bertemu di satu titik. Keduanya kembali saling melempar dan menepis serangan hingga gelombang angin kembali tercipta. Tarusbawa dan Nyi Genit meluncur menembus tanah hingga muncul di atas permukaan. Keduanya saling berbenturan di udara, saling
Kubah pelindung penjara keempat anggota Cakar Setan tampak bergetar beberapa kali. Beberapa retakan tercipta setelah mendapat gempuran serangan gabungan Bangasera, Munding Hideung dan Bangkong Bodas. Dari retakan itu muncul lubang-lubang kecil yang perlahan membesar.“Kubah pelindung itu terus melemas. Tampaknya Tarusbawa kesulitan dalam menghadapi Nyi Genit. Ini kesempatan kita untuk menghancurkan kubah pelindung itu, Bangkong Bodas,” ujar Munding Hideung.“Aku mengerti.” Bangkong Bodas segera menghimpun serangan.Munding Hideung dan Bangkong Bodas melompat ke udara dalam waktu persamaan. Sabit api milik Munding Hideung tampak membesar hingga keadaan sekitar menjadi terang. Di saat yang sama, muncul sebuah palu besar di tangan Bankong Bodas.“Sekarang!” Munding Hideung melemparkan sabit apinya ke arah kubah.Kubah pelindung seketika terbakar dan retak di beberapa bagian. Tak sampai di sana, Bangkong Bodas melesat cepat dari atas menuju puncak kubah dengan serangan palu yang sangat ku