"Tapi di tanganmu mereka mati, Bangsat!" Bentak Selendang Maut. Rupanya ia semakin terpancing dendam kesumatnya hingga bergegas untuk melepas kain selendang pusakanya.
"Tahan...!"
Peri Malam mencoba menengahi perselisihan itu dengan maju satu tindak berada di antara Perawan Sesat dan Selendang Maut. Peri Malam pun ucapkan kata. "Kalau kalian berdua punya perhitungan pribadi, lakukan perhitungan itu setelah kita selesaikan masalah Baraka!"
Perawan Sesat tarik napas sesaat, lalu berkata dengan suara serak. "Aku tak keberatan kalau memang kau ngotot ingin nuntut balas padaku, Selendang Maut! Aku siap menghadapimu kapan saja! Tapi jangan salahkan diriku jika kau harus kehilangan kepalamu!"
Selendang Maut menggeram. Matanya menyipit benci saat ia ucapkan kata. "Kalau bukan karena tujuan yang sama, sudah kuhancurkan mulut busukmu itu, Perawan Sesat!"
Peri Malam menyahut. "Hancurkan nanti saja!"
Akhirnya Selendang Maut kendurkan ketegangannya. Mata
GEMERISIK dedaunan bambu dihembus angin siang. Gemerisik itu masuk ke telinga Pendekar Kera Sakti ibarat musik penghantar duka. Gundukan tanah di depannya masih dipandangi dengan wajah duka. Gundukan tanah itu adalah kuburan bagi si pelayan setia gurunya. Baraka memberi nama pada kayu patok kuburan itu dengan tulisan besar. Sugiri. Di bawahnya ada tulisan kecil yang berbunyi. Lahir tak diketahui, mati pun tak diketahui."Kalau saja aku tidak terbujuk oleh anggapan tentang Hyun Jelita di Bukit Garinda, Paman Sugiri tak akan mati di sana. Kasihan Paman Sugiri, ia mati hanya untuk membela diriku yang tak berharga ini. Mudah-mudahan arwahnya diterima di sisi Dewata," Kata hati Pendekar Kera Sakti yang segera bergegas bangkit dari kesedihan. Ia tak berlarut-larut tenggelam dalam perasaan duka atas kematian Pujangga Kramat.Baraka memakamkan jenazah Pujangga Kramat di Bukit Kayangan, tak jauh dari pancuran air yang menjadi pintu masuk menuju persinggahan Setan Bodong. Sayang
Betari Ayu tak menjawab. Ia alihkan pembicaraan itu sambil sekali lagi sodorkan cincin tersebut."Terimalah cincin ini. Kau yang berhak memiliki. Bukan aku! Karena kaulah yang punya tugas mengambil dua pusaka di dasar telaga tersebut, yaitu Pusaka Air Mata Malaikat dan Pusaka Cincin Manik Bidari ini.""Mengapa Nyai tidak memilikinya saja, atau membawanya lari?""Bukan sifatku menjadi pencuri, Baraka."Senyum Baraka melebar, bahkan berubah menjadi tawa yang mirip orang menggumam. Tawanya itu pun bagaikan memancarkan daya tarik tersendiri bagi hati yang sudah berbunga indah itu. Ketika Pendekar Kera Sakti menerima cincin itu, tangan Betari Ayu dipegangnya dengan lembut.Betari Ayu menatap dan merasakan aliran hawa hangat di sekujur tubuhnya. Ia segera bertanya dalam nada bisik. "Baraka, apa yang kau salurkan ke dalam tubuhku?""Kasih sayang," Bisik Baraka membalas."Apa maksudnya kasih sayang?""Sampai kapan pun
Di balik air terjun itu ada pintu gua.Slaap...!Baraka masuk ke dalam gua dan segera meletakkan Nyai Betari Ayu di atas pembaringan tak berkaki. Pembaringan itu dulu bekas tempat tidur Baraka selama menjadi murid Setan Bodong.Pendekar Kera Sakti segera menggenggam telapak kaki Nyai Betari Ayu, lalu ia menggumam sendiri. "Hmmm... masih sedikit hangat!"Dengan satu sentakan tangan kanannya, jari tengah Baraka mengeras lurus dan dari ujung jari itu melesat sinar putih bening seperti kaca. Sinar itu menghantam pertengahan dada Nyai Betari Ayu.Clapp...! Dess...!Lebih dari lima helaan napas sinar bening mirip kaca itu dibiarkan menghantam punggung Nyai Betari Ayu. Beberapa saat kemudian, tampak kulit tubuh yang terluka itu bergerak-gerak. Dari berubah warnanya sampai gerakannya membentuk kesatuan seperti semula.Baraka merasa lega. Itu pertanda jiwa Betari Ayu bisa tertolong, tinggal menunggu kesembuhan berikutnya. Andaikata Pendekar Ke
"O, jadi kaulah murid tersisa dari Iblis Pulau Bangkai?!""Ya. Dan bagaimana jika murid bertemu murid untuk membereskan hutang gurunya, hah?! Setelah kubereskan muridnya, segera akan kubereskan gurunya! Biar sama-sama meratap di dasar neraka!" Geram Nagadipa dengan matanya yang menampakkan kebengisan.Sepertinya ia sangat tak sabar ingin segera merobek-robek tubuh Pendekar Kera Sakti dengan kuku-kukunya yang panjang dan runcing itu.Setan Bodong memang pernah bercerita kepada Baraka tentang pertarungannya dengan Iblis Pulau Bangkai. Juga, cerita tentang murid Iblis Pulau Bangkai yang masih penasaran menuntut balas atas kematian gurunya. Tapi seingat Baraka, Setan Bodong menceritakan tentang murid Iblis Pulau Bangkai yang bernama Nagadipa itu sebagai pemuda yang tampan dan menawan.Hati Pendekar Kera Sakti sempat ragu melihat penampilan pak tua yang mengaku sebagai Nagadipa itu. Mulanya Baraka menganggap orang itu hanya mengaku-ngaku saja sebagai Nagadipa
"Aku sudah siap menghadapi kalian berdua!""O, tak perlu berdua. Cukup aku saja yang membereskan dirimu. Biar istriku jadi penonton yang baik!""Majulah, Nagadipa. Tapi aku tak tanggung jika istrimu kecewa melihat polahmu seperti anak kecil!""Bocah tak tahu diuntung!" Geram Nagadipa."Hiaaat...!"Cepat sekali tangan Nagadipa bergerak berkelebat depan seperti orang melemparkan pasir ke atas. Dan pada saat itu, Pendekar Kera Sakti segera bersalto mundur satu kali, karena ia merasakan akan datangnya gelombang panas yang hampir menyambar tubuhnya.Dengan bersalto ke belakang satu kali, semburan gelombang panas itu terhindar darinya. Melesat mengenai sebatang dahan pohon, dan dahan itu tiba-tiba menjadi kering dalam sekejap. Putri Alam Baka kelihatan kagum dan bangga melihat serangan itu walaupun meleset, ia berkata kepada Nagadipa. "Desak terus dia. Jangan kasih kesempatan sedikit pun!"Baru saja diam mulut Putri Alam Baka, tiba-tiba Bar
Beberapa saat kemudian, badai menjadi reda. Sedikit demi sedikit kabut hitam di angkasa itu menyisih, cahaya matahari kembali tampak menyinari bumi.Suara gemuruh gaduh pun mulai reda. Baraka berdiri dengan mata terbelalak tak berkedip. Ia sama sekali tak menyangka kalau kibasan Suling Naga Krishna-nya dengan kekuatan penuh menjadi sedemikian dahsyat dan mengerikan.Bumi seperti habis dilanda kiamat setempat. Bahkan Baraka melihat tanah yang longsor pada sebuah lereng. Ada yang terbongkah dari keadaan aslinya. Batu-batu yang semula terpendam di tanah dan hanya muncul di permukaan sedikit itu juga ada yang terpental keluar dan menggelinding jauh dari tempat awalnya. Entah berapa yang tumbang dan rusak berat akibat badai dahsyat tadi. Bahkan pohon besar pun sampai sekarang masih meliuk dan tak bisa kembali tegak dari posisinya semula."A.. Apa yang terjadi? Oh, mengerikan sekali?! Lantas bagaimana nasib Nagadipa dan Putri Alam Baka...?! Di mana mereka?!"
Namun dari tempat Baraka berdiri, ia melihat sebatang pohon kelapa tumbang dan beberapa genteng melorot dari atap. Baraka pun segera lari ke desa untuk melihat lebih jelas lagi. Ternyata memang tidak ada korban manusia di sana kecuali dua ekor kerbau yang sedang dilepas di tepian sawah dekat tanah lapang. Dua ekor kerbau itu masing-masing dalam keadaan kepala pecah dan tubuh terkoyak-koyak. Dua ekor kerbau itu mati dalam keadaan telentang, keempat kakinya mengeras ke atas.Dari percakapan orang-orang desa itu terpetik satu kesimpulan dalam benak Baraka, bahwa mereka hanya mengalami rasa takut yang begitu hebat. Bahkan ada yang menyangka langit akan rubuh dan bumi akan mengalami kiamat. Kerugian yang ditimbulkan dan diderita oleh penduduk desa itu tak seberapa banyak, kecuali pemilik dua ekor kerbau yang genteng atap rumahnya hampir melorot semua. Kepada pemilik dua ekor kerbau itu, Baraka memberikan sejumlah uang sebagai ganti ruginya."Uang untuk apa itu, Anak Muda?"
"Bukan. Perempuan! Ya, aku dengar kau cari-cari pe... perempuan yang ber... bernama Hyun Jelita." Tersentak kaget Pendekar Kera Sakti mendengarnya.Senyumnya hilang seketika begitu mendengar nama Hyun Jelita disebutkan oleh Dewa Racun. Ia maju setindak dan rendahkan badan, setengah jongkok di depan Dewa Racun agar wajahnya sejajar dengan wajah si kerdil itu."Apakah kau mengenal Hyun Jelita?""Ya. Ak... aku kenal nama itu," Jawab Dewa Racun."Tap... tap... tapi aku tidak tahu siapa dia dan di mana dia.""Dari siapa kau tahu nama Hyun Jelita?""Dar... dar... dar... dar....""Cepat katakan! Jangan hanya main dar-daran saja?!" Sentak Baraka tak sabar."Maksudku, dar... dari mulut Peramal Pikun!"Pendekar Kera Sakti tertegun sejenak, ia berdiri dari jongkoknya. Terbayang wajah bermata cekung bertubuh kurus kering milik Peramal Pikun. Baraka hampir saja melupakan seraut wajah pikun. Dialah orang yang menjadi kunci tentang rah