GEMERISIK dedaunan bambu dihembus angin siang. Gemerisik itu masuk ke telinga Pendekar Kera Sakti ibarat musik penghantar duka. Gundukan tanah di depannya masih dipandangi dengan wajah duka. Gundukan tanah itu adalah kuburan bagi si pelayan setia gurunya. Baraka memberi nama pada kayu patok kuburan itu dengan tulisan besar. Sugiri. Di bawahnya ada tulisan kecil yang berbunyi. Lahir tak diketahui, mati pun tak diketahui.
"Kalau saja aku tidak terbujuk oleh anggapan tentang Hyun Jelita di Bukit Garinda, Paman Sugiri tak akan mati di sana. Kasihan Paman Sugiri, ia mati hanya untuk membela diriku yang tak berharga ini. Mudah-mudahan arwahnya diterima di sisi Dewata," Kata hati Pendekar Kera Sakti yang segera bergegas bangkit dari kesedihan. Ia tak berlarut-larut tenggelam dalam perasaan duka atas kematian Pujangga Kramat.
Baraka memakamkan jenazah Pujangga Kramat di Bukit Kayangan, tak jauh dari pancuran air yang menjadi pintu masuk menuju persinggahan Setan Bodong. Sayang
Betari Ayu tak menjawab. Ia alihkan pembicaraan itu sambil sekali lagi sodorkan cincin tersebut."Terimalah cincin ini. Kau yang berhak memiliki. Bukan aku! Karena kaulah yang punya tugas mengambil dua pusaka di dasar telaga tersebut, yaitu Pusaka Air Mata Malaikat dan Pusaka Cincin Manik Bidari ini.""Mengapa Nyai tidak memilikinya saja, atau membawanya lari?""Bukan sifatku menjadi pencuri, Baraka."Senyum Baraka melebar, bahkan berubah menjadi tawa yang mirip orang menggumam. Tawanya itu pun bagaikan memancarkan daya tarik tersendiri bagi hati yang sudah berbunga indah itu. Ketika Pendekar Kera Sakti menerima cincin itu, tangan Betari Ayu dipegangnya dengan lembut.Betari Ayu menatap dan merasakan aliran hawa hangat di sekujur tubuhnya. Ia segera bertanya dalam nada bisik. "Baraka, apa yang kau salurkan ke dalam tubuhku?""Kasih sayang," Bisik Baraka membalas."Apa maksudnya kasih sayang?""Sampai kapan pun
Di balik air terjun itu ada pintu gua.Slaap...!Baraka masuk ke dalam gua dan segera meletakkan Nyai Betari Ayu di atas pembaringan tak berkaki. Pembaringan itu dulu bekas tempat tidur Baraka selama menjadi murid Setan Bodong.Pendekar Kera Sakti segera menggenggam telapak kaki Nyai Betari Ayu, lalu ia menggumam sendiri. "Hmmm... masih sedikit hangat!"Dengan satu sentakan tangan kanannya, jari tengah Baraka mengeras lurus dan dari ujung jari itu melesat sinar putih bening seperti kaca. Sinar itu menghantam pertengahan dada Nyai Betari Ayu.Clapp...! Dess...!Lebih dari lima helaan napas sinar bening mirip kaca itu dibiarkan menghantam punggung Nyai Betari Ayu. Beberapa saat kemudian, tampak kulit tubuh yang terluka itu bergerak-gerak. Dari berubah warnanya sampai gerakannya membentuk kesatuan seperti semula.Baraka merasa lega. Itu pertanda jiwa Betari Ayu bisa tertolong, tinggal menunggu kesembuhan berikutnya. Andaikata Pendekar Ke
"O, jadi kaulah murid tersisa dari Iblis Pulau Bangkai?!""Ya. Dan bagaimana jika murid bertemu murid untuk membereskan hutang gurunya, hah?! Setelah kubereskan muridnya, segera akan kubereskan gurunya! Biar sama-sama meratap di dasar neraka!" Geram Nagadipa dengan matanya yang menampakkan kebengisan.Sepertinya ia sangat tak sabar ingin segera merobek-robek tubuh Pendekar Kera Sakti dengan kuku-kukunya yang panjang dan runcing itu.Setan Bodong memang pernah bercerita kepada Baraka tentang pertarungannya dengan Iblis Pulau Bangkai. Juga, cerita tentang murid Iblis Pulau Bangkai yang masih penasaran menuntut balas atas kematian gurunya. Tapi seingat Baraka, Setan Bodong menceritakan tentang murid Iblis Pulau Bangkai yang bernama Nagadipa itu sebagai pemuda yang tampan dan menawan.Hati Pendekar Kera Sakti sempat ragu melihat penampilan pak tua yang mengaku sebagai Nagadipa itu. Mulanya Baraka menganggap orang itu hanya mengaku-ngaku saja sebagai Nagadipa
"Aku sudah siap menghadapi kalian berdua!""O, tak perlu berdua. Cukup aku saja yang membereskan dirimu. Biar istriku jadi penonton yang baik!""Majulah, Nagadipa. Tapi aku tak tanggung jika istrimu kecewa melihat polahmu seperti anak kecil!""Bocah tak tahu diuntung!" Geram Nagadipa."Hiaaat...!"Cepat sekali tangan Nagadipa bergerak berkelebat depan seperti orang melemparkan pasir ke atas. Dan pada saat itu, Pendekar Kera Sakti segera bersalto mundur satu kali, karena ia merasakan akan datangnya gelombang panas yang hampir menyambar tubuhnya.Dengan bersalto ke belakang satu kali, semburan gelombang panas itu terhindar darinya. Melesat mengenai sebatang dahan pohon, dan dahan itu tiba-tiba menjadi kering dalam sekejap. Putri Alam Baka kelihatan kagum dan bangga melihat serangan itu walaupun meleset, ia berkata kepada Nagadipa. "Desak terus dia. Jangan kasih kesempatan sedikit pun!"Baru saja diam mulut Putri Alam Baka, tiba-tiba Bar
Beberapa saat kemudian, badai menjadi reda. Sedikit demi sedikit kabut hitam di angkasa itu menyisih, cahaya matahari kembali tampak menyinari bumi.Suara gemuruh gaduh pun mulai reda. Baraka berdiri dengan mata terbelalak tak berkedip. Ia sama sekali tak menyangka kalau kibasan Suling Naga Krishna-nya dengan kekuatan penuh menjadi sedemikian dahsyat dan mengerikan.Bumi seperti habis dilanda kiamat setempat. Bahkan Baraka melihat tanah yang longsor pada sebuah lereng. Ada yang terbongkah dari keadaan aslinya. Batu-batu yang semula terpendam di tanah dan hanya muncul di permukaan sedikit itu juga ada yang terpental keluar dan menggelinding jauh dari tempat awalnya. Entah berapa yang tumbang dan rusak berat akibat badai dahsyat tadi. Bahkan pohon besar pun sampai sekarang masih meliuk dan tak bisa kembali tegak dari posisinya semula."A.. Apa yang terjadi? Oh, mengerikan sekali?! Lantas bagaimana nasib Nagadipa dan Putri Alam Baka...?! Di mana mereka?!"
Namun dari tempat Baraka berdiri, ia melihat sebatang pohon kelapa tumbang dan beberapa genteng melorot dari atap. Baraka pun segera lari ke desa untuk melihat lebih jelas lagi. Ternyata memang tidak ada korban manusia di sana kecuali dua ekor kerbau yang sedang dilepas di tepian sawah dekat tanah lapang. Dua ekor kerbau itu masing-masing dalam keadaan kepala pecah dan tubuh terkoyak-koyak. Dua ekor kerbau itu mati dalam keadaan telentang, keempat kakinya mengeras ke atas.Dari percakapan orang-orang desa itu terpetik satu kesimpulan dalam benak Baraka, bahwa mereka hanya mengalami rasa takut yang begitu hebat. Bahkan ada yang menyangka langit akan rubuh dan bumi akan mengalami kiamat. Kerugian yang ditimbulkan dan diderita oleh penduduk desa itu tak seberapa banyak, kecuali pemilik dua ekor kerbau yang genteng atap rumahnya hampir melorot semua. Kepada pemilik dua ekor kerbau itu, Baraka memberikan sejumlah uang sebagai ganti ruginya."Uang untuk apa itu, Anak Muda?"
"Bukan. Perempuan! Ya, aku dengar kau cari-cari pe... perempuan yang ber... bernama Hyun Jelita." Tersentak kaget Pendekar Kera Sakti mendengarnya.Senyumnya hilang seketika begitu mendengar nama Hyun Jelita disebutkan oleh Dewa Racun. Ia maju setindak dan rendahkan badan, setengah jongkok di depan Dewa Racun agar wajahnya sejajar dengan wajah si kerdil itu."Apakah kau mengenal Hyun Jelita?""Ya. Ak... aku kenal nama itu," Jawab Dewa Racun."Tap... tap... tapi aku tidak tahu siapa dia dan di mana dia.""Dari siapa kau tahu nama Hyun Jelita?""Dar... dar... dar... dar....""Cepat katakan! Jangan hanya main dar-daran saja?!" Sentak Baraka tak sabar."Maksudku, dar... dari mulut Peramal Pikun!"Pendekar Kera Sakti tertegun sejenak, ia berdiri dari jongkoknya. Terbayang wajah bermata cekung bertubuh kurus kering milik Peramal Pikun. Baraka hampir saja melupakan seraut wajah pikun. Dialah orang yang menjadi kunci tentang rah
Kemudian, Pendekar Kera Sakti maju setindak dan berkata kepada Perawan Sesat. "Apa maksudmu menghadang langkahku, Perawan Sesat?!"Dengan mata tajam bersikap bermusuhan, Perawan Sesat menjawab. "Aku hanya ingatkan kamu, dua hari lagi purnama tiba!""Apa maksudmu dengan purnama tiba?""Kau punya janji pertarungan dengan Manusia Sontoloyo yang bernama Dirgo Mukti itu! Apakah kau masih ingat dengan pertarungan yang akan terjadi di Bukit Jagal itu?"Pendekar Kera Sakti tertawa berkesan meremehkan. "Ya, ya... sekarang aku ingat. Hampir saja aku lupa kalau aku mendapat tantangan dari Dirgo Mukti. Tapi... sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi. Masalahnya tidak penting dipertarungkan!""Buat Dirgo Mukti kau punya urusan dengannya yang amat penting! Menentukan siapa yang berhak menerima cinta Peri Malam, itu adalah masalah yang sangat penting buat Dirgo Mukti!"Sekali lagi Baraka lontarkan tawa meremehkan. "Bilang kepada Dirgo, suruh dia ambil perem
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak
Kini kelihatannya Ki Bwana Sekarat mulai memperhatikan segala sikap Baraka yang tadi terjadi saat ia menceritakan kehebatan pedang maha sakti itu. Ki Bwana Sekarat bertanya pada pemuda dari lembah kera itu, "Tadi kudengar kau mengatakan 'persis', maksudnya persis bagaimana?""Aku melihat pedang itu ada di tangan muridmu."Ki Bwana Sekarat kerutkan dahi, pandangi Baraka penuh curiga dan keheranan."Aku tak punya murid. Semua muridku sudah mati ketika Pulau Mayat diobrak-abrik oleh Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa!"Baraka tersenyum. "Kau mempunyai murid baru yang hanya mempunyai satu ilmu, yaitu ilmu 'Genggam Buana'. Apakah kau sudah tak ingat lagi?"Segera raut wajah Ki Bwana Sekarat berubah tegang. "Maksudmu... maksudmu pedang itu ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu?""Benar!" lalu Baraka pun ceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya saat Angon Luwak bermain perang-perangan dengan Saladin dan yang lainnya.
Wuuuss...! Kabut itu membungkus sekeliling mereka berdua. Kejap berikut kabut itu lenyap. Kedua tubuh mereka pun lenyap. Tak terlihat oleh mata siapa pun."Kita lenyap dari pandang mata siapa pun, Gusti Manggala. Suara kita pun tak akan didengar oleh siapa pun walau orang itu berilmu tinggi."Baraka memandangi alam sekeliling dengan kagum, sebab dalam pandangannya alam sekeliling bercahaya hijau semua. Mulut Baraka pun menggumam heran. "Luar biasa! Hebat sekali! Ilmu apa namanya, Ki?""Namanya ilmu... jurus 'Surya Kasmaran'.""Aneh sekali namanya itu?""Jurus ini untuk menutupi kita jika sewaktu-waktu kita ingin bermesraan dengan kekasih."Gelak tawa Baraka terlepas tak terlalu panjang. "Agaknya jurus ini adalah jurus baru. Aku baru sekarang tahu kau memiliki ilmu ini, Ki!""Memang jurus baru! Calon istrimu itulah yang menghadiahkan jurus ini padaku sebagai hadiah kesetiaanku yang menjadi penghubung antara kau dan dia!""Menakj
"Apa maksudmu bertepuk tangan, Bwana Sekarat?" tegur Pendeta Mata Lima.Dengan suara parau karena dalam keadaan tidur, KI Bwana Sekarat menjawab, "Aku memuji kehebatan Gusti Manggala-ku ini!" seraya tangannya menuding Baraka dengan lemas. "Masih muda, tapi justru akan menjadi pelindung kalian yang sudah tua dan berilmu tinggi!""Jaga bicaramu agar jangan menyinggung perasaanku, Bwana Sekarat!" hardik Pendeta Mata Lima.Ki Bwana Sekarat tertawa pendek, seperti orang mengigau, ia menepuk pundak Baraka dan berkata, "Pendeta yang satu ini memang cepat panas hati dan mudah tersinggung!""Ki Bwana Sekarat, apa maksud Ki Bwana Sekarat datang menemuiku di sini? Apakah ada utusan dari Puri Gerbang Kayangan?"Mendengar nama Puri Gerbang Kayangan disebutkan, kedua pendeta itu tetap tenang. Sebab mereka tahu, bahwa Baraka adalah orang Puri Gerbang Kayangan. Noda merah di kening Baraka sudah dilihat sejak awal jumpa. Semestinya mereka merasa sungkan, karena mer
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l