Ternyata Kitab Lima Setan tidak disembunyikan di dalam rumah. Mungkin takut kalau dibaca para cucunya, Ki Mangut Pedas sembunyikan kitab itu jauh dari rumah. Baraka diajak pergi ke sebuah bukit oleh Ken Warok.
"Kakek pernah ceritakan tempat penyimpanan itu, dan aku pernah ke sana tapi nggak ngapa-ngapain. Soalnya kakek masih hidup sih," katanya sambil melangkah menuju kaki bukit.
"Jadi kitab itu disembunyikan di puncak bukit?"
"Ya, sebab di puncak bukit itulah terdapat gua tempat kakekku dulu bertapa. Namanya gua Panas Dingin."
Baraka tertawa pendek. "Gua kok namanya panas-dingin? Gua penyakitan itu sih!"
"Kata kakek, kalau kita berada di dalam gua itu udaranya bisa jadi panas dan bisa jadi dingin, tergantung kata batin kita. Kalau kita membatin; 'wah, kok gua ini panas, ya"', maka udara di dalam gua akan semakin panas. Kalau batin kita bilang 'dingin', ya dingin."
"Kau pernah masuk ke dalamnya?"
"Nggak berani. Kakek melarangku masuk
Gadis cantik bertubuh seksi dengan bagian dadanya melenuk mirip mangkok bakso itu, mengenakan pakaian serba biru. Biru muda yang cerah. Kontras dengan warna kulitnya yang kuning langsat. Gadis itu mengenakan ikat pinggang yang punya pisau cukup banyak. Hampir seluruh pinggangnya dilingkari dengan pisau, ada yang besar ada yang sedang, ada yang kecil.Andai tak cantik, ia mirip pedagang keliling door to door. Tetapi dengan rambut disanggul kecil di bagian tengah, sisanya dibiarkan meriap sepanjang punggung. Meski wajahnya tanpa senyum tapi kecantikannya justru tampak menggemaskan bagi Baraka. Sejak tadi yang dipandangi bagian bibir si gadis dan permukaan mangkok baksonya itu. Maklum, pendekar yang satu ini memang punya mata nakal dan otak sedikit seronok, sehingga hobinya mengincar tempat-tempat yang mestinya tak boleh dipegang sembarang orang. Jika sudah memandang ke arah sana, Baraka sering lupa daratan dan lupa lautan. Malah kadang-kadang ia sering lupa berkedip."Bi
Seakan begitu cueknya dengan hasil tendangannya tadi. Yang dipandangi adalah Baraka dan pandangan itu tak mau bergeser sedikit pun. Tajam, tapi juga menyimpan tendensi tertentu.Akhirnya pendekar tampan kembali pandangi wajah di depannya yang amat dekat sekali itu. Hanya satu ayunan maju saja bibir bisa langsung nyosor bibir si gadis. Tapi Baraka punya perhitungan, jika saat itu ia langsung menyosorkan diri ke bibir si gadis, maka tangan si gadis dapat bergerak menghantamnya dengan cepat. Karena Baraka tahu, gadis itu punya kecepatan gerak cukup tinggi. Terlihat saat ia menendang Ken Warok, gerakan kakinya nyaris tak terlihat menendang ke dada Ken Warok."Baru sekarang aku melihat kecantikan yang sempurna. Ck, ck, ck...!" Baraka berdecak sambil geleng-geleng kepala. Gadis itu merasa tersanjung, tapi berlagak tak suka sanjungan itu. Ia mencibir sinis, membuang pandangan ke arah lain.Sementara itu Ken Warok bergegas bangkit perlahan-lahan sambil menyeringai, mera
Belati Binal tarik napas. "Sakit juga dada kananku, Setan! Rupanya dia punya ilmu yang boleh diperhitungkan. Gerakan begitu saja dapat menghancurkan pukulan 'Racun Kejujuran'ku. Apakah aku harus gunakan jurus yang lebih tinggi lagi? Nanti kalau dia mati bagaimana?" pikir-nya."Racun apa lagi yang kau punya? Kalau belum puas dan belum percaya bahwa aku bukan Ken Warok, keluarkanlah jurus racunmu lagi," kata Pendekar Kera Sakti dengan agak jengkel. "Ayo, keluarkan lagi racunmu, aku siap mati di tangan gadis secantik kau, Belati Binal. Aku bangga mati di pelukan-mu!"Belati Binal diam. Matanya memandang tajam sekali. Ken Warok cemas, takut kalau Baraka terluka, maka ia segera lepaskan pukulan jarak jauh berupa gelombang dingin.Wusss...! Clapp...!Sinar kuning berbentuk bundar seperti kelereng lebih dulu menghantam dada Ken Warok, menerobos pukulan hawa dingin tersebut.Dess...!Ken Warok jatuh terkulai, tulangnya bagaikan dipresto seperti band
"Dari mana gurumu dapat kabar tentang kematian Ki Mangut Pedas? Karena akulah orang yang menguburkan jenazah Ki Mangut Pedas! Beliau ditemukan terkapar sendirian dalam keadaan sekarat. Masa' gurumu bisa tahu kalau Ki Mangut Pedas tewas? Padahal aku belum bicara kepada siapa pun sebelum aku tiba di desanya Ken Warok."Gadis tanpa senyum itu bicara bernada ketus, tapi sebenarnya serius, "Sehabis Tengkorak Tobat yang bertarung dengan Ki Mangut Pedas berhasil melukai lawannya, ia lari dalam keadaan luka beracun. Ia bertemu dengan Guru yang saat itu sedang pulang dari lawatannya ke Pulau Kelambu. Tengkorak Tobat sujud di depan Guru dan mohon pertolongan atas luka racunnya, karena menurut perkiraan Tengkorak Tobat, racun itu akan merenggut nyawanya sebelum ia sampai di Bukit Gulana. Tengkorak Tobat berjanji akan damaikan pertikaian lama antara Guru dengan adik tirinya itu. Guru pun obati Tengkorak Tobat, lalu ia ceritakan sendiri bagaimana pertarungannya dengan Ki Mangut Pedas yang
"Kalau kau tak mencuri dengar percakapanku, aku tak akan menyerangmu, Dupa Dulang!"Dupa Dulang diam tak membalas ucapan. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Baraka untuk bertanya kepada Belati Binal dalam suara berbisik, "Siapa orang itu?""Namanya Dupa Dulang, orang Perguruan Tanduk Singa. Gurunya yang bernama Dalang Setan adalah orang yang sedang berusaha menundukkan hati Ratu Cadar Jenazah. Tentunya dia ada di pihak Ratu Cadar Jenazah untuk mengambil perhatian perempuan tersebut.""O, jadi Ratu Cadar Jenazah dapat bantuan dari Dalang Setan?""Benar. Apakah kau ciut nyali?"Baraka tidak menjawab selain tersenyum kalem, masih menggigit-gigit rumput. Ia sempat berbisik, "Apakah kau merasa sanggup hadapi dia?""Kenapa tidak! Mundurlah, biar ku-selesaikan urusan ini dengannya!"Pendekar Kera Sakti bukan pendekar yang gila bertarung. Ia selalu memberi kesempatan kepada pihak lain untuk lakukan pertarungan semasa pihak lain itu merasa sangg
"Celaka! Aku kena racun di ujung pisau itu. Wah, gawat nih kalau begini! Oh, badanku jadi menggigil seperti orang kedinginan. Kulitku..., ya ampun, kulitku malah jadi seperti kulit kodok! Hemm..., sebaiknya aku pulang ke perguruan dulu, selain melaporkan hal ini juga meminta obat pada Guru untuk melawan kekuatan racun yang sudah telanjur mengalir bersama darahku ini!"Wuuuts...!Ia melesat seperti seekor rusa melesat masuk ke persembunyiannya manakala didatangi manusia."Hei, jangan lari kau! Tanggung nih...!" seru Belati Binal, tapi seruan itu tidak dihiraukan oleh Dupa Dulang. Lelaki itu tetap berlari dengan secepat-cepatnya. Kalau bisa sih maunya terbang saja, tapi mengingat biaya penerbangan mahal dan tak terjangkau olehnya, maka Dupa Dulang harus kerahkan tenaga untuk berlari sambil menahan sakit dalam tubuhnya.Sayang sekali Baraka terburu-buru pergi. Coba kalau tidak, ia akan dapat melihat jurus lincahnya si Belati Binal. Melihat di situ tak ada Ba
"Lho, lorong ini bergetar!" Baraka mendelik tegang. Lorong memang bergetar. Batuan di langit-langit lorong gemeretak, menerbangkan serbuk tanah, seakan mau runtuh. Baraka jadi ketakutan dan bermaksud keluar dari lorong itu. Tetapi getaran dinding dan atap segera berhenti. Suasana menjadi tenang dan hening kembali."Ooo... rupanya dinding lorong ini peka oleh suara" Ada suara keras sedikit akan menimbulkan getaran yang mungkin bi-sa sampai meruntuhkan atap lorong ini. Pantas di sana tadi ada tulisan: 'Harap Tenang', maksudnya kalau berisik bisa bikin dinding lorong menjadi runtuh dan jalanan ini tertutup reruntuhannya. Hmmm... ya, ya... ternyata semua tulisan tadi ada maknanya."Kini lorong itu membelok ke kanan. Dindingnya masih memancarkan cahaya fosfor hijau muda bening. Tapi suhu udaranya sudah tidak sedingin di lorong yang tadi. Semakin melangkah ke dalam Baraka semakin rasakan udara menjadi hangat, namun bukan berarti gerah. Masih ada sisa kesejukan yang nyaman di
Tangan berjari lentik dengan kuku panjang segera meraba punggung lengan Baraka. Mata sayunya menatapi rajah Naga Emas melingkar di punggung lengan Pendekar Kera Sakti. Saat itu, terciumlah aroma harum cendana bercampur bunga melati dari tubuh Dewi Selimut Malam. Aroma harum yang lembut itu mulai membangkitkan daya khayal kemesraan Baraka.Pemuda itu gelisah, namun ditutup-tutupi dengan ucapan yang lirih."Apakah kau menyukai rajahku ini?""Sangat suka" jawabnya mirip orang merengek. "Setahuku hanya satu orang yang punya rajah Naga Emas melingkar seperti ini," kata Dewi Selimut Malam lagi."Apakah ada orang selain aku yang ber-rajah seperti ini?" tanya Baraka."Ada. Aku pernah menemuinya dalam semadiku. Tapi dia mengaku Sang Pewaris yang bergelar Pendekar Kera Sakti."Baraka agak kaget, lalu berkata, "Akulah Pendekar Kera Sakti.""O, ya?" dengan mata sayu ia menatap Baraka, tapi tangannya masih meraba-raba dada ber-rajah itu. "Jika ben