Tangan berjari lentik dengan kuku panjang segera meraba punggung lengan Baraka. Mata sayunya menatapi rajah Naga Emas melingkar di punggung lengan Pendekar Kera Sakti. Saat itu, terciumlah aroma harum cendana bercampur bunga melati dari tubuh Dewi Selimut Malam. Aroma harum yang lembut itu mulai membangkitkan daya khayal kemesraan Baraka.
Pemuda itu gelisah, namun ditutup-tutupi dengan ucapan yang lirih.
"Apakah kau menyukai rajahku ini?"
"Sangat suka" jawabnya mirip orang merengek. "Setahuku hanya satu orang yang punya rajah Naga Emas melingkar seperti ini," kata Dewi Selimut Malam lagi.
"Apakah ada orang selain aku yang ber-rajah seperti ini?" tanya Baraka.
"Ada. Aku pernah menemuinya dalam semadiku. Tapi dia mengaku Sang Pewaris yang bergelar Pendekar Kera Sakti."
Baraka agak kaget, lalu berkata, "Akulah Pendekar Kera Sakti."
"O, ya?" dengan mata sayu ia menatap Baraka, tapi tangannya masih meraba-raba dada ber-rajah itu. "Jika ben
"Lalu apa yang dilakukannya terhadap penyakitmu itu?""Tentu saja aku diobati tanpa operasi. Aku bisa sembuh asal aku mau menjadi pelayannya yang bertugas menjaga Kolam Keringat Bidadari. Pada mulanya aku tak sanggup, karena secara jujur kukatakan kepada beliau, bahwa aku wanita normal yang masih butuh santapan batin, masih butuh cinta dan kehangatan lelaki, jadi aku butuh waktu untuk pergi berpetualang dalam cinta. Tetapi beliau bilang, bahwa aku akan mendapat kepuasan batin sendiri walau tetap berada di dalam gua ini dengan cara, setiap lelaki yang masuk gua ini boleh menjadi pelayan cintaku sepuas hatiku. Tapi tak boleh menahannya apabila lelaki itu ingin pergi.""Sudah ada berapa lelaki yang masuk gua ini?""Baru kau. Selama empat puluh tahun bertapa, baru kau orang yang masuk gua ini.""Gawat!""Nggak apa-apa kok. Aku nggak terlalu buas," bisiknya malu-malu dengan suara serak menggelitik gairah."Tapi kenapa kau melakukan bertapa padaha
Orang yang dihadang Baraka adalah seorang lelaki berusia sekitar lima puluh tahun lebih, rambutnya panjang sepundak warna abu-abu, sama seperti kumisnya yang menempel di bawah hidung besar dari wajah berkesan bengis. Lelaki itu memakai pakaian surjan bergaris-garis. Bagian kancingnya tidak ditutupnya sehingga tampak dada dan perutnya yang berkulit hitam. Orang berbadan agak kurus itu mengenakan celana hitam yang dilapisi kain batik warna putih dengan sabuk besarnya warna hitam pula. Di depan perutnya terselip sebilah keris bergagang kuning dari gading.Orang yang memakai blangkon berias rantai emas itu menatap Baraka penuh sikap permusuhan. Baraka sendiri menampakkan sikap sedikit keras, karena dalam hatinya timbul keyakinan kuat bahwa orang itulah yang membuat Belati Binal babak belur nyaris jadi bubur itu. Baraka sengaja membiarkan orang itu menyapa lebih dulu."Siapa kau, Anak Muda!""Baraka namaku!""Ooo... ya, ya," orang itu mengangguk-angguk dengan
"Edan! Mungkin yang ia gunakan adalah jurus sakti milik tokoh Raden Gatotkaca yang sebenarnya!" pikir Baraka. Pikiran itu baru saja akan dilanjutkan, namun tiba-tiba tubuh Dalang Setan telah melesat terbang menerjangnya.Wuusss...!"'Candradimuka'...!" teriaknya menggema, dan dari kedua tangannya keluar dua larik sinar merah sebesar bumbung bambu.Woosss...!Pendekar Kera Sakti terpaksa bersalto mundur dua kali, lalu segera melepaskan jurus 'Tenaga Matahari Merah' yang keluar dari dua jarinya. Sepasang sinar merah kecil melesat dari kedua jari kanan-kiri yang disentakkan ke depan seperti melemparkan pisau.Clap, clap...! Blegarr, blaarrr...!Kiamat terjadi di alam sekeliling mereka. Ledakan itu mengguncang pohon dan bebatuan, membuat tanaman besar-besar tumbang yang kecil hancur atau mengering bagaikan dilanda lahar. Ledakan maha dahsyat itu membuat langit menjadi berkabut dan berlapis mendung tebal. Kilatan cahaya petir bagaikan ik
"Aku... aku juga masuk ke dalam gua dan... tak bisa keluar. Karena maksudku sebenarnya mencari Kitab Lima Setan yang disimpan dalam gua bekas tempat semadinya Ki Mangut Pedas. Tapi... tapi aku tidak lama. Aku tak sampai seharian di dalam gua itu kok! Cuma sebentar, lalu keluar lagi.""Hemm!" Belati Binal mencibir. "Sebentar bagaimana? Ternyata kau jumpa aku lagi setelah tujuh hari aku terkapar luka parah di tempat tadi! Mungkin dua hari lagi aku tewas karena tak bisa sembuhkan luka racun dari pukulan si Dalang Setan itu!""Benar-benar aneh," gumam Baraka sambil merenung. Lalu, semua kata-kata Dewi Selimut Malam yang berhubungan dengan misteri gua tersebut terngiang kembali di telinga Baraka. Ternyata perputaran waktu benar-benar mengalami perbedaan yang menyolok antara di dalam gua dan di luar gua.Pendekar berpotongan rambut punkrock itu membatin kata di hatinya, "Padahal cuma sebentar lho, kok bisa terpaut sampai satu minggu, ya? Aku bicara dengan Dewi Selimut
Dalang Setan pun segera melamar Ratu Cadar Jenazah, tapi lamarannya selalu ditolak dengan cara halus. Bahkan ketika Dalang Setan kerahkan murid-muridnya untuk menyerang pihak Ratu Cadar Jenazah, ternyata kekuatannya kalah. Padahal semula ia ingin persunting sang Ratu dengan cara paksa. Sekarang karena ada kasus Kitab Lima Setan, tentunya Dalang Setan tak mau sia-siakan kesempatan itu. Ketika Dupa Dulang belum 'wassalam' alias mati, Dupa Dulang pernah kasih saran sama sang Guru dalam acara santai bersama setelah ujian selesai."Mengapa Guru harus memburu Ratu Cadar Jenazah? Toh masih banyak wanita lain yang nilai kecantikannya sama dengan Ratu Cadar Jenazah, bahkan yang lebih cantik pun ada. Guru tinggal pilih yang mana, nanti kami sebagai murid setia Guru yang akan melamarkannya.""Dupa Dulang, kau tidak tahu arti cinta yang sejati. Bagiku, biarpun seribu bidadari berdiri di depanku tanpa busana, aku tetap akan memilih Ratu Cadar Jenazah. Kenapa begitu? Karena yang mem
Tuungngng...!"Aaahg...!" Tengkorak Tobat mengejang dalam keadaan jatuh berlutut. Ia memejamkan mata kuat-kuat karena menahan rasa sakit yang luar biasa hebatnya. Tapi anehnya Dewa Dungdung sendiri tidak merasakan sakit sedikit pun, demikian pula Baraka yang ada di persembunyiannya.Rupanya gema suara bende tersebut hanya menyerang lawan yang dituju oleh mata si Dewa Dungdung. Orang yang bukan lawan Dewa Dungdung biar mendengar suara bende dari jarak sejengkal tidak akan merasa kesakitan, cuma bikin budek aja.Hampir saja Tengkorak Tobat mati dengan kepala pecah karena getaran gelombang suara bertenaga dalam tinggi dari bende tersebut. Untung ia segera atasi kekuatan itu dengan tenaga dalamnya yang dikerahkan hingga tubuh gemetaran. Wajah yang memerah, urat yang menegang bertonjolan keluar dari kulit leher membuat suara bende tak mampu memecahkan kepalanya."Heaaat...!" Tengkorak Tobat sentakkan kakinya ke tanah dan tubuhnya melesat lurus ke atas. Pada sa
Brakk...!Tulang dada terasa patah semua. Orang berbaju hitam dengan lengan bajunya yang putih itu ternyata termasuk orang yang kuat. Biar tubuhnya tinggal tulang-belulang tapi ia mampu bertahan menghadapi serangan sekeras itu. Dalam waktu sekejap ia mampu bangkit dari jatuhnya. Walau wajahnya menyeringai menahan rasa sakit di bagian dada, tapi ia masih mampu melompat ke arah Baraka dengan menghantamkam kapaknya.Wuung...!Baraka melompat ke samping, kapak pun menghantam tempat kosong. Karena gerakannya dari atas ke bawah, maka kapak itu pun menancap di pasir pantai. Tapi dengan sekali sentak, kapak berantai itu mampu melesat mundur dan ditangkap dengan satu tangan oleh Tengkorak Tobat.Rupanya orang berambut kucai yang mengenakan ikat kepala merah dengan usia sekitar empat puluh tahun itu termasuk orang yang tak mau memberi kesempatan pada lawan seriusnya untuk bertobat dalam arti melarikan diri. Baraka yang sebenarnya ingin mengejar Ranting Kumis jadi t
HATI siapa yang nggak sedih melihat seorang teman digantung mirip kentongan? Cuma hati robot yang nggak sedih, sebab hati robot terbuat dari besi baja. Tapi hatinya Baraka nggak seperti robot. Waktu ia mendengar kabar dari mulut orang dalam kedai tentang hal itu saja hatinya langsung teriris menjadi beberapa bagian. Perih sekali."Hei, apa kalian tak ingin lihat orang mati digantung?" ujar lelaki kurus yang baru masuk kedai itu."Siapa yang mati digantung itu?""Ken Warok, cucunya almarhum Ki Mangut Pedas!""Hahh...!" beberapa orang kedai kaget secara spontan. Demikian pula halnya dengan Baraka yang hendak mencaplok ketan bakar. Ketan bakar itu sempat pula lompat dari depan mulut gara-gara kuping si tampan Baraka mendengar kabar itu."Di mana anak itu digantungnya?" tanya seseorang, entah siapa, Baraka nggak kenal.Si pembawa berita menjawab, "Di hutan tepi desa!""Ah, masa' sih? Kedengarannya nggak masuk akal deh, soalnya kemarin sor