“Rupanya dia membayang-bayangiku selalu,” pikir Pendekar Kera Sakti dalam renungannya. “Dia pernah bilang, ‘Carilah aku di antara kecantikan-kecantikan yang menyebar di sekelilingmu. Aku ada di antara mereka’. Rupanya dengan cara seperti itulah aku diuji untuk membedakan mana yang calon istri mana yang calon korban cinta. Ah, unik sekali percintaan warga kayangan itu. Tapi secara jujur kuakui, dia memang cantik dan sangat menggairahkan semangatku. Tapi alangkah sukarnya memperoleh dirinya? Oke deh, kalau memang dia jodohku, tetap harus kukejar bagaimanapun caranya. Masa’ iya Pendekar Kera Sakti tak mampu menaklukkan bidadari secantik dia? Hmmm…. Awas nanti kalau berhasil kutangkap, habislah kau punya bibir, Non!”
Tiba-tiba terdengar suara sapaan orang dalam merintih, “Hoi, hoi….tolong dong kakiku ini! Uuh…! Sakitnya bukan main nih!”
Pengemis Sakti Tongkat Merah ternyata semakin tak bisa jalan. B
“Tidak,” jawab Sanjung Jelita setelah mempertajam telinganya dengan berkerut dahi dan sedikit memiringkan kepala.“Tapi aku mendengarnya, Jelita! Aku mendengar jawaban Ayahmu!” Baraka tampak berapi-api.“Paduka, bicaralah lagi padaku!”“Kau memang mendengar suaraku, Baraka. Hanya kau yang mendengar. Orang lain tak bisa mendengarnya.”“Berteriaklah, Paduka! Teriak yang keras biar Jelita mendengar suaramu!”“Menantu kurang ajar, Aku disuruh teriak-teriak! Nggak mau!”“Yaah, Paduka… Sekali saja, Kek. Biar Jelita lega dan ikut gembira! Ayo, berteriaklah sekeras-kerasnya, Paduka!”“Dasar Menantu bandel. Biar aku teriak sampai mulutku robek tetap saja tak ada yang mendengarnya kecuali dirimu sendiri. Sebab tali ikatan batin yang ada hanya antara kau dan aku. Sudah, masukkan lagi aku ke dalam kakimu! Cari si Ratu Peri Malam di Hutan Kulit Setan,
“Terkena racun ‘Tua Bangka’. Wajahnya berubah buruk dan tua juga hilang ingatan.”“Milik siapa racun itu?”“Yang jelas bukan milikku,” sahut si baju coklat.Baju hitam menjawab pula, “Racun ‘Tua Bangka’ adalah milik Ratu Peri Malam. Ratu kami bertarung dengan Ratu Peri Malam beberapa waktu yang lalu, dan….”“Sudahlah, bawa aku secepatnya pada ratumu!” desak Baraka tak sabar.-o0o-PENGUASA Benteng Geledek Hitam yang bernama asli Dadanila itu cantik. Selain cantik juga sexy dan menggairahkan. (Kalau mau mengintip kecantikan Dadanila, bacalah serial Pendekar Kera Sakti dalam kisah: (‘Kitab Jayabadra’ dan ‘Raja Dedemit Kala Coro’).Ketika Baraka diantar dua penjaga gerbang setelah terlebih dulu diantar si baju hitam dari pantai tadi, keadaan di dalam ruang pertemuan itu masih bersuasana serius. Di ruang pertemuan yang dulu
“Sebenarnya….” Kata Dadanila setelah berpikir sesaat. “Aku bisa membantumu melawan Ratu Peri Malam jika keadaanku pulih seperti sediakala, tidak menjadi setua ini dalam waktu dua bulan saja.”Baraka merasakan kata-kata itu sebuah pancingan dari sang Ratu Geledek Hitam. Jelasnya, sang Ratu minta diobati oleh Baraka. Tapi Baraka pikir-pikir dulu.Kutang Manja berkata kepada Baraka, “Ratu Peri Malam bukan tandingan kita. Dia sukar dibunuh karena tentunya kekuatan gaibnya sangat tinggi, apalagi ditambah hasil pengolahan kekuatan dari tanah Kapur Gaib. Jika kau melawannya, kau akan binasa, Baraka. Ada baiknya kalau kau lupakan saja tentang Ratu Peri Malam itu. Jaga dan kendalikan emosimu biar tidak membunuh dirimu sendiri!”“Tapi aku tahu kelemahan si Ratu Peri Malam itu!” sahut Dadanila. Baraka berpaling memandangnya. Dadanila langsung berkata, “Tolong bantu aku melenyapkan racun ‘Tua Bangka’ i
Kedua ular dari arah itu bergerak pelan-pelan mendekati Pendekar Kera Sakti, seakan menunggu peluang bagus untuk menyerang. Melihat si jantan bergerak lebih cepat dan beberapa kali menyemburkan uap racun yang dapat menghanguskan dinding batu itu, tangan Baraka segera bergerak menyentak ke depan.Wuutt…! Claapp…!Sinar putih perak melesat dari tangan itu. Jurus ‘Tapak Dewa Kayangan’ digunakan dengan cepat dan refleks sekali. Sinar putih itu menghantam kepala si jantan dan ….Daar!Kepala ular hancur bersama badannya menjadi serpihan serat-serat pendek seperti abon. Melihat si jantan dihancurkan, ular betina marah. Ia mampu melompat bagaikan terbang menyerang Baraka dengan badan gemuk dan kepala besarnya.Wuuss…Pendekar Kera Sakti tak punya kesempatan untuk menghindar ke samping kanan-kiri. Ia hanya melompat mundur tiga tindak menghindari serangan ular aneh tersebut. Kilatan cahaya putih perak diperguna
HATI Pendekar Kera Sakti sempat rasakan penyesalan cukup dalam setelah tuntutan batinnya tersalurkan bagai curahan air mancur di tengah kolam. Gemericik memawakan irama kedamaian. Tapi kedamaian di hati itulah yang segera berubah menjadi penyesalan yang menjengkelkan.“Brengsek betul air kolam itu, bikin aku jadi budak cintanya Dadanila! Kalau tahu begitu aku tak mau cuci muka dengan air kolam itu! Tapi… ya sudahlah. Toh segalanya sudah terlanjur, sudah terbuang tuntas, tak mungkin kutarik kembali. Ini juga karena kesalahanku, ceroboh dan kurang hati-hati dalam bertindak.”Beda lagi dengan pendapat hati wanita bermata jalang itu, “Luar biasa indahnya bercinta dengan Pendekar Kera Sakti. Kalau saja tiap saat dia mau cuci muka dengan air kolamku, atau tanpa menyentuh air kolam mau seperti tadi, wow….! Mungkin aku tak akan sempat menikmati sarapan hari ini sampai sarapan besok pagi. Dia lain daripada yang lain! Sampai sekarang tubuhku masih
Tiba-tiba Baraka bergerak cepat ke arah lain, kemudian menuju ke arah pintu gerbang. Dadanila berseru bagai luapan amarah yang terlontar dalam kepanikannya.“Baraka…! Berhenti kau! Heii….! Baraka…!”Pemuda itu tak mau hiraukan seruan Dadanila. Dengan jengkel sekali Dadanila tetap mengejar Baraka. Ia menggunakan jurus peringan tubuh saat mengejar hingga bisa berlari cepat dalam sekelebat. Tapi Baraka gunakan gerak ‘Gerak Kilat Dewa Kayangan’ yang ternyata lebih cepat dari gerakan Dadanila.“Lekas kita susul mereka, jangan sampai terjadi pertarungan di jalan!” kata Peluh Harum kepada Kutang Manja. Maka keduanya benar-benar lari menyusul Baraka dan Dadanila.Pengejaran Dadanila menemui jalan buntu. Bukan karena ia kehilangan jejak Baraka, tapi karena Pengemis Sakti Tongkat Merah tahu-tahu muncul di hadapan Dadanila, merentangkan kedua tangannya seperti anak kecil main gobak-sodor. Wajahnya men
Merasa dirintangi, Pengemis Sakti Tongkat Merah segera berpaling menatap Kutang Manja dan Peluh Harum. Matanya tampak ganas walau masih dalam batas pengekangan emosi di dalam dadanya. Ia melangkah dengan geram dan gigi menggeletuk mendekati Kutang Manja dan Peluh Harum. Tapi yang dipandang tajam justru Kutang Manja. Lalu tiba-tiba pipi Kutang Manja ditamparnya.Plaakk…!“Auh…!” Kutang Manja tidak menangkis atau menghindar kecuali hanya memekik.“Kenapa aku yang ditampar?”“Karena kau berani mencoba menghambat pengejaranku!”“Bukan aku, Paman! Ini nih… si Peluh Harum!”“Tidak mungkin!”“Betul, Paman! Bukan aku!”“Harus kamu!” Pengemis Sakti Tongkat Merah ngotot. “Sudah terlanjur kutampar kok mau bukan kamu, enak saja! Sini kutampar lagi kau!”“Jangan, Paman! Aku tak mau bikin perkara denganmu!”
“He, eh…!” jawab gadis cantik itu. Rupanya gadis itu sengaja duduk di dahan depan Baraka, hingga jaraknya amat dekat dan berhadapan. Tapi kalau Baraka tidak berdiri, jarak mereka berjauhan. Karena Baraka berdiri dan gadis itu duduk, maka wajah dan tinggi tubuh mereka seakan sejajar.Jantung Baraka berdetak-detak manakala ia begitu lama pandangi bibir sang gadis dan turun sampai ke dada yang wow itu. Untuk menghilangkan kekikukkan, Baraka ajukan pertanyaan pada sang gadis.“Ngapain kau ada di sini?”“Nongkrong aja, Kang.”“Kamu anak buahnya Ratu Peri Malam, ya?”Gadis itu gelengkan kepala. “Nggak kok!”“Jadi, kamu siapa?”“Maunya situ siapa?” ia ganti bertanya dalam nada menggoda.Pendekar Kera Sakti sempat salah tingkah sendiri. “Kau pandai membuatku deg-degan. Ah….!”“Kenapa mendesah? Nggak suka ya k