Tiba-tiba Baraka bergerak cepat ke arah lain, kemudian menuju ke arah pintu gerbang. Dadanila berseru bagai luapan amarah yang terlontar dalam kepanikannya.
“Baraka…! Berhenti kau! Heii….! Baraka…!”
Pemuda itu tak mau hiraukan seruan Dadanila. Dengan jengkel sekali Dadanila tetap mengejar Baraka. Ia menggunakan jurus peringan tubuh saat mengejar hingga bisa berlari cepat dalam sekelebat. Tapi Baraka gunakan gerak ‘Gerak Kilat Dewa Kayangan’ yang ternyata lebih cepat dari gerakan Dadanila.
“Lekas kita susul mereka, jangan sampai terjadi pertarungan di jalan!” kata Peluh Harum kepada Kutang Manja. Maka keduanya benar-benar lari menyusul Baraka dan Dadanila.
Pengejaran Dadanila menemui jalan buntu. Bukan karena ia kehilangan jejak Baraka, tapi karena Pengemis Sakti Tongkat Merah tahu-tahu muncul di hadapan Dadanila, merentangkan kedua tangannya seperti anak kecil main gobak-sodor. Wajahnya men
Merasa dirintangi, Pengemis Sakti Tongkat Merah segera berpaling menatap Kutang Manja dan Peluh Harum. Matanya tampak ganas walau masih dalam batas pengekangan emosi di dalam dadanya. Ia melangkah dengan geram dan gigi menggeletuk mendekati Kutang Manja dan Peluh Harum. Tapi yang dipandang tajam justru Kutang Manja. Lalu tiba-tiba pipi Kutang Manja ditamparnya.Plaakk…!“Auh…!” Kutang Manja tidak menangkis atau menghindar kecuali hanya memekik.“Kenapa aku yang ditampar?”“Karena kau berani mencoba menghambat pengejaranku!”“Bukan aku, Paman! Ini nih… si Peluh Harum!”“Tidak mungkin!”“Betul, Paman! Bukan aku!”“Harus kamu!” Pengemis Sakti Tongkat Merah ngotot. “Sudah terlanjur kutampar kok mau bukan kamu, enak saja! Sini kutampar lagi kau!”“Jangan, Paman! Aku tak mau bikin perkara denganmu!”
“He, eh…!” jawab gadis cantik itu. Rupanya gadis itu sengaja duduk di dahan depan Baraka, hingga jaraknya amat dekat dan berhadapan. Tapi kalau Baraka tidak berdiri, jarak mereka berjauhan. Karena Baraka berdiri dan gadis itu duduk, maka wajah dan tinggi tubuh mereka seakan sejajar.Jantung Baraka berdetak-detak manakala ia begitu lama pandangi bibir sang gadis dan turun sampai ke dada yang wow itu. Untuk menghilangkan kekikukkan, Baraka ajukan pertanyaan pada sang gadis.“Ngapain kau ada di sini?”“Nongkrong aja, Kang.”“Kamu anak buahnya Ratu Peri Malam, ya?”Gadis itu gelengkan kepala. “Nggak kok!”“Jadi, kamu siapa?”“Maunya situ siapa?” ia ganti bertanya dalam nada menggoda.Pendekar Kera Sakti sempat salah tingkah sendiri. “Kau pandai membuatku deg-degan. Ah….!”“Kenapa mendesah? Nggak suka ya k
Mereka tertawa lirih dalam desah. Baraka sedikit palingkan wajah dan gadis itu mencaplok bibir Baraka dengan bersemangat.Clup…!Dikunyahnya bibir itu bak permen karet. Baraka merasakan debaran yang lebih indah lagi dari sebelumnya. Tapi sayang si gadis tak mau berlama-lama, sebab kali ini pertarungan di bawah sana timbulkan ledakan lagi yang mengguncangkan pepohonan, merontokkan dedaunan.Blegaaar…!“Yang kucari adalah Ratu kalian! Mana diaaa…!” Dadanila tampak marah sekali walau para pengawal makin bermunculan dari tempat yang tak diketahui pusatnya. Yang lenyappun banyak, tapi yang muncul juga banyak. Dadanila sedikit kewalahan menghadapi keroyokan mereka.“Ratu Peri Malam…! Hadapi aku, akan kulumat habis sekujur tubuhmu! Ini aku, Dadanila! Racun ‘Tua Bangka’mu bisa kusingkirkan. Sekarang nyawamu akan kusingkirkan pula, Ratu Peri Malam! Keluar kau…! Aku tahu kau ada di sekitar sini
“Jurus ‘Penumbuk Tulang’ tak ada yang bisa menandinginya, Dadanila!” kata Ratu Peri Malam membiarkan angin bertiup menyingkap jubahnya sehingga kondisi tubuhnya bagaikan sengaja dibiarkan terbuka dihembus angin.Lalu setelah melangkah dua tindak mendekati Dadanila, sang Ratu Peri Malam serukan suaranya lagi. “Kau boleh bangga bisa lolos dari racun ‘Tua Bangka’-ku itu Dadanila! Tapi kali ini tak akan bisa lolos dari sinar ‘Rajang Raga’-ku ini! Hiaaat…!”Dadanila ingin dirajang dengan sinar yang akan melesat dari sepuluh jari tangan Ratu Peri Malam. Tetapi sebelum sinar itu tampak melesat, dari atas pohon melesat sinar putih perak yang mengarah ke tangan sang Ratu Peri Malam.Zlaaapp…!Kecepatan gerakan sinar putih perak dari jurus ‘Tapak Dewa Kayangan’-nya. Pendekar Kera Sakti hampir saja memotong kedua tangan Ratu Peri Malam. Untung gerak refleks sang Ratu Peri Malam cuk
Kutang Manja melepaskan sinar kuning melesat di langit. Peluh Harum segera menghantam sinar kuningnya Kutang Manja dengan cahaya merah membara dari telapak tangannya. Maka meledaklah benturan itu dengan keras.Blegaaarrr…!Ledakan dahsyat itu mengguncangkan alam sekeliling. Kesadaran Baraka diperolehnya kembali akibat kejutan keras atas suara ledakan tadi. Kekuatan gaib yang telah merasuk dalam jiwa dan alam pikirannya terlepas lagi. Dan hal itu membuat Baraka buru-buru tarik diri ke belakang.“Monyet! Minta dibelah dua perempuan itu!” geram Ratu Peri Malam sambil memandang Kutang Manja dan Peluh Harum. Ia baru ingin lepaskan pukulan berbahayanya untuk Kutang Manja dan Peluh Harum. tetapi tiba-tiba Baraka berseru memanggil.“Arlina…!”Dengan spontan Ratu Peri Malam berpaling ke arah Baraka, langsung ingatannya tertuju kepada cumbuan mesra di atas pohon. Ratu Peri Malam pandangi Baraka dan tak jadi lepaskan puku
“Kenapa kau malah memberi spirit lawan! Ketua kita dong yang diberi semangat, goblok!”“O, iya…! Maaf, maaf… aku latah sih!”Baraka segera mendorong kedua tangannya dan menguatkan ototnya. Ratu Peri Malam sendiri juga ikut bersiap.Hyyaatttt...!Ratu Peri Malam mendahului menyerang kearah Baraka. Barakapun tak ingin ketinggalan.Heaaaa...!Baraka ikut melesat kedepan dan langsung melesatkan Gelang Brahmananda ditangannya kearah Ratu Peri Malam.Wings... Wings... Wings... Wings... Wings...!Gelang Brahmananda melesat cepat mengeluarkan sinar-sinar keemasan, berterbangan keberbagai arah menuju kearah Ratu Peri Malam. Ratu Peri Malam yang saat itu tengah melesat kearah Baraka dibuat terkejut melihat serangan aneh dan gencar yang dilancarkan oleh Baraka.Selagi di udara, Ratu Peri Malam berusaha untuk bergerak menghindari serangan-serangan Gelang Brahmananda yang berseliweran mengarah ke
TUBUH kurus mirip tulang dibungkus kulit segera naik ke atas sebongkah batu datar lebar. Rimbunan dedaunan bambu hutan membentuk lengkung bagai lorong beratap rimbun. Di bawah rimbunan dedaunan bambu hutan itulah batu datar setinggi dada orang dewasa itu tergeletak berlumut. Dan tubuh kurus tanpa baju kecuali hanya celana pangsi hitam segera duduk bersila dl atas batu tersebut."Kurasa tempat ini sangat cocok untuk bertapa! Selain suasananya tenang, hawa angkernya terasa meniup-niup tengkuk kepalaku," pikir orang tersebut.Lalu ia mulai memejamkan mata perlahan-lahan setelah posisi duduknya terasa enak. Tapi pikirannya masih sempat bicara pada diri sendiri, "Wah, kalau tadi dari rumah bawa bantal enak juga, ya? Jadi pantatku tidak sakit duduk di atas batu ini. Sayang sekali aku tadi lupa membawa bekal nasi dan oseng-oseng pete. Coba kalau aku tak lupa membawanya, pasti tempat bersuasana ini sangat cocok sekali buat dipakai menikmati nasi putih dan oseng-oseng pete saja
Sambil melangkah dan membatin, Baraka kembali berseru dalam keadaan menengok ke kiri,"Banjiirr..!"Rombongan sesepuh desa dan si orang kurus mendekati Baraka. Pendekar Kera Sakti mulai kerutkan dahi sedikit sebagai tanda bahwa ia menaruh curiga dengan mendekatnya rombongan orang tua itu."Anak muda, benarkah kau melihat tanggul sungai jebol?!" sapa sesepuh desa itu.Baraka makin kerutkan dahinya."Jebol?! Siapa bilang tanggul sungai jebol?!"Rombongan sesepuh desa saling pandang. Orang kurus yang tadi mau bertapa itu jadi sorotan mata mereka. Orang itu bingung sendiri. Ia berkata kepada sesepuh desa, "Sumpah mati, Wak Kober! Pemuda inilah yang tadi mengabarkan bencana tersebut pertama kalinya. Aku dengar sendiri, Wak!"Sesepuh desa berkata lagi kepada Baraka, "Anak muda, kumohon kau jangan berlagak bego, nanti bego tujuh turunan baru tahu rasa kau! Katakan saja yang sejujurnya, apa yang telah kau lihat di daerah selatan sana?!"