Suara langkah kakinya terdengar berat. Aura dingin yang menekan membuat beberapa orang murid jatuh terduduk. "Ini lebih kuat dari saat itu..." batin Kirana mulai merasa cemas. Saat sosok Bima keluar, semua mata menatapnya tanpa berkedip. Di depan mereka berdiri satu sosok setengah Iblis dan setengah manusia. Kali ini sosok Iblis nya lebih jelas dari saat Bima bertarung di arena beberapa waktu lalu. "Hati-hati! Dia berada di ranah Keabadian!" teriak Rekso Atmoko. Dia tak percaya dalam waktu singkat itu, Bima menembus ranah yang dia impikan. Namun Rekso menduga bahwa kekuatan Bima ini adalah memaksakan tubuhnya ke ranah itu untuk beberapa saat. "Jangan takut! Serang secara bersamaan!" ucap Rekso lagi. Tapi ucapannya sia-sia, semua murid terlihat ketakutan. Bima menyapu pandangannya ke segala arah. Lalu tubuhnya merunduk mengambil ancang-ancang. Tiba-tiba tubuhnya melesat sangat cepat ke arah ratusan murid. Pedang Darah di tangannya bergerak sangat cepat yang bahaln tak bisa di l
Bimasena menatap tajam. Kakinya mulai menekuk dan mengambil ancang-ancang. Tiga Ketua terlihat berkeringat dingin. Serangan Bima sangatlah berbahaya. Jika dia sudah ancang-ancang, itu artinya dia sudah siap dengan tenaga dalam tinggi. Srak!Terdengar kaki Bima yang menggesek tanah. Dengan sangat cepat tubuhnya melesat ke arah tiga Ketua. Saking cepatnya, yang terlihat di mata adalah kelebatan cahaya biru dari pedang milik Bima. Ketua ke Lima dan Ketua ke Sembilan segera menyongsong serangan. Tangan Bima bergerak, pedang berkiblat dengan cahaya biru. Blar! Dua Ketua itu terkejut dengan ledakan dari pedang milik Bima yang membuat tubuh keduanya terlempar jauh hingga menabrak bangunan rumah. Keduanya terlihat sangat kesakitan karena beberapa bagian tubuhnya hancur. Bima tersenyum sinis. Matanya melirik ke arah Rekso. "Hanya tinggal dirimu..." ucapnya sambil menunjuk. Rekso nampak berusaha menenangkan diri. Dengan segenap kekuatannya Rekso mengangkat kedua gada miliknya ke langit.
Rekso Atmoko mencoba terus merangkak. Namun tubuhnya semakin lemah. Bima sudah mendatangi nya lebih dulu dari belakang. "Mau kemana kau kecoa?"Setelah berucap, Bima langsung menusukkan pedangnya ke kaki kiiri Rekso hingga tembus dan pedang itu menancap di tanah. Rekso menjerit kesakitan. Tubuhnya tak bisa lagi bergerak karena kakinya tertahan oleh pedang yang menembus hingga ke tanah. Rekso tak bisa berbuat apa-apa. Dia mengeluh kesakitan tanpa henti. Kaki kirinya mulai membiru. Bima mengambil dua gada kembar dan mendatangi kembali Rekso Atmoko. "Aku ingin bertanya satu hal, jawab dan kamu tidak akan aku siksa," kata Bima. "Apa yang kau inginkan dariku...?" tanya Rekso pelan. Suaranya sudah seperti suara kakek renta. Tenaga dalamnya sudah habis sama sekali. "Katakan padaku... Klan dan Perguruan apa saja yang telah menghancurkan Perguruan Julang Emas? Aku beri kamu waktu tiga hitungan," ucap Bima. Namun Rekso malah diam tak menjawab. Wajahnya pucat. Dengan kesal Bima tarik tang
Beberapa hari setelah terjadinya pembantaian di Perguruan Katak Merah, para penduduk sudah mulai tenang. Meski masih ada rasa cemas jika pembunuh itu juga berniat membantai para penduduk yang tak mempunyai ilmu kanuragan. Bima pun mulai sembuh dari lukanya berkat ilmu Ganti Rogo. Meski dia harus bertahap menyembuhkan tulangnya yang patah. Karena tidak mudah dan sangat menyakitkan. Lastri dengan setia melayani semua kebutuhan Bima. Gadis itu sangat telaten dan cekatan. Hari itu Bima membuka semua barang yang dia ambil dari Perguruan Katak Merah. Di dalam kantong kain yang dia gunakan untuk membungkus, terlihat beberapa benda yang bagi Bima adalah benda penting. "Ini ramuan untuk meningkatkan tenaga dalam, dengan ini aku bisa lebih cepat melatih kekuatan Ranah Tubuh Besi untuk naik ke Ranah Pukulan Sakti..." Bima menaruh botol merah yang terbuat dari keramik itu di meja. Lalu dia mengambil satu benda berwujud belati emas. Bima menatap benda itu dengan seksama. Tak ada yang aneh dar
Setelah mempelajari berbagai isi dalam Kitab Keabadian dan meminum ramuan penguat tubuh yang Bima dapat dari Perguruan Katak Merah, kekuatan Bima melesat cepat hingga hampir menembus ke ranah Pukulan Sakti. "Ini luar biasa, hanya dalam waktu yang singkat aku sudah naik dua tingkat sekaligus, satu tahap lagi aku berada di ranah Pukulan Sakti," ucap Bima dengan nafas terengah setelah melakukan olah kanuragan. Malam itu dia terus berlatih hingga fajar menyingsing. Hingga keesokan harinya dia pun pergi meninggalkan penginapan itu. Sebelum pergi Bima memberikan sepuluh tail emas kepada Lastri. "Kamu bisa beli penginapan ini, lain kali aku akan datang berkunjung lagi, terimakasih Lastri untuk selama ini," ucap Bima membuat mata Lastri berkaca-kaca. Namun gadis itu hanya mengangguk tanpa bisa berkata apa-apa. Dia merasa terharu, sedih, dan juga sedikit bahagia karena Bima memperhatikan nya. "Aku akan membeli penginapan ini sehingga tuan bisa bebas jika akan menginap di sini, saya akan m
Dua pemulung sakti yang tersisa itu terkejut saat Bima bergerak cepat dengan lincah nya menghindari setiap serangan bayangan mareka. "Ini gila! Bagaimana dia bisa menghindar secepat itu!?" teriak salah satu dari mereka berdua. Kawan satunya tak menyahut. Wajahnya saja yang terlihat tegang. Keringat pun sudah membanjiri tubuh mereka. Sementara itu kawan mereka yang tergeletak meracau tidak jelas. Bima bergerak cepat dan dengan mudah menghindari serangan bayangan dua pemulung tersebut meski dengan mata terpejam. Lalu di saat yang tepat dia kembali menggunakan pedangnya untuk menebas bayangan yang menyerangnya secara beruntun.Srak! Dua pemulung sakti itu berteriak keras dan tubuh mereka pun kejang-kejang sebelum akhirnya roboh dengan tubuh yang masih kejang. Bima membuka matanya dan berjalan ke arah tiga pemulung yang masih hidup itu. Sebenarnya tak ada senjata yang bisa menebas bayangan. Namun senjata pusaka Pedang Darah berbeda. Karena di dalam pedang itu terdapat roh yang tak
Malam itu Bima menyewa satu kamar untuk menginap. Penginapan nya tidak jauh dari Perguruan. Menurut kabar yang dia dengar besok adalah hari pelelangan barang antik dan pusaka digelar. Bima tak menyadari seorang wanita berpakaian serba putih yang sedari tadi mengamati Bima juga menyewa kamar di sebelahnya. Di dalam kamar Bima membuka gulungan kitab Keabadian. Dia kembali membaca dan memperagakan isi kitab tersebut. Paling tidak dalam sewaktu semalam Bima harus bisa mencapai ranah Pukulan Sakti. Itu karena dia tahu dari sebuah kabar, bahwa beberapa ketua di di Perguruan Ular Hitam sudah mencapai Ranah Keabadian tahap awal dan ada juga yang masih di ranah Pukulan Sakti tahap akhir. Meski di ranah Pukulan Sakti tahap akhir, itu sudah cukup menyulitkan jika mereka main keroyokan seperti saat Bima berada di Perguruan Katak Merah. "Jika aku sudah menembus ranah Pukulan Sakti, aku penasaran ajian apa yang akan aku miliki... beberapa waktu lalu saat aku secara paksa berada di Ranah Keabad
Lelaki yang tengah kesakitan itu berteriak mohon ampun pada gadis yang masih saja duduk diam tak bergerak sama sekali. "Ampuni aku nona...! Sungguh aku minta maaf dan tak akan mengulanginya lagi!" ucap lelaki itu. Namun agaknya si gadis tak peduli dengan ucapan lelaki itu. Karena setelah lelaki itu memohon ampun, dari tangannya terdengar lagi suara tulang patah. Suaranya membuat merinding siapa pun yang mendengarnya. "Kejam dan sangat dingin, luar biasa..." puji Bima sambil asik makan. Setelah orang itu terlihat lemas karena dari tadi berteriak dan kesakitan gadis cantik itu baru melepaskan cengkraman bayangan miliknya. Tatapan matanya kembali seperti semula. Lelaki itu terkapar di bawah lantai sambil pegangin tangan kanannya yang remuk. Dia mengerang kesakitan. Gadis itu menoleh ke arah Bima. Pemuda itu terkejut karena dia tengah menatap wajah gadis itu. Seketika Bima mengalihkan pandangan ke arah lain sambil pura-pura tak melihat. Dia pun tetap makan dengan lahap meski tiba-ti
Blaaarrr! Ledakan keras mengguncang seluruh kerajaan Peri Pelindung saat bola merah raksasa milik Kadal Monster itu menghantam perisai roh milik Ratu Azalea. Sang Ratu terpental mundur oleh tekanan kekuatan besar itu. Darah keluar dari mulutnya. Dia terlihat sangat kepayahan. "Lesmana, tembak!" perintah Ratu dengan suara parau. Lesmana yang sempat teralihkan pandangannya karena melihat Ratu yang terluka segera membidik kepala Kadal Raksasa tersebut. Panah roh gabungan seratus Peri petarung itu melesat di iringi aura petir kuning. Kecepatan panah tersebut membuat Kadal Raksasa tak bisa menghindar. Namun bidikan Lesmana meleset sedikit. Panah itu hanya mengenai sebagian kecil kepala Kadal Raksasa itu hingga berlubang dan membuat luka besar yang menganga. Kadal raksasa itu berteriak kesakitan. Meski tidak membuatnya mati, namun luka sebesar itu membuat dia kalap dan menerjang membabi buta. Ratu Azalea menoleh kearah Lesmana yang tangah menatap tak percaya karena bidikannya gagal.
Bima menahan tekanan kuat dari makam lantai terakhir. Sesampainya di sana dia melihat satu peti besar si tengah arena. "Apalagi kali ini," batin Bima sambil mengambil kertas di atas meja batu."Datang dan bukalah peti! Tahan kekuatan asli milikku! Jika kamu berhasil, maka warisan ini adalah milikmu dan kamu harus menjaga murid ku dengan jiwa dan ragamu!""Seperti yang Ratu katakan, tujuan warisan ini memang untuk mencarikan dia jodoh..." batin Bima. Ujian terakhir ini baginya cukup mudah. Namun Iblis Es sudah memperingatkan bahwa lantai terakhir ini adalah tekanan Iblis Tanduk Api yang asli. Tekanan seorang Iblis ranah Batara! "Baiklah... Siapkan tenaga dalam dan perisai es, kita akan mencobanya," kata Bima. Dia melangkah mendekati peti besar di tengah arena. Sebelum sampai pada peti, ada satu lingkaran kecil yang mengelilingi peti. Saat kakinya melangkah ke dalam lingkaran tersebut, Bima terkejut. Satu kekuatan tak terlihat, dengan sangat kuat menekan tubuhnya hingga dia jatuh t
Ratu Azalea meluncur ke atas langit menggunakan Tombak Emas miliknya. Semua kesatria pun bersiap di tembok pertama menanti kedatangan Kadal Monster bersama siluman-siluman lainnya. Ratu berkata di atas langit Kota Peri. Suaranya menggema ke seluruh penjuru kota. Bersama dengan suaranya, dari tubuh Ratu keluar cahaya kuning. "Pertarungan kali ini adalah pertarungan hidup atau mati! Tidak ada kata menyerah sebelum musuh pergi atau mati!" seru Ratu Azalea di atas langit kota. Ratu itu melayang di udara dengan bantuan Tombak Emas nya yang mempunyai kemampuan terbang. Tombak itu adalah senjata roh milik Ratu sendiri. Kemampuan milik Ratu Azalea ini sangat lah langka dan hanya sedikit pendekar yang mempunyai kesaktian yang sama dengan diri nya di seluruh dunia. Dari kejauhan terdengar raungan makhluk raksasa yang sangat besar. Saking besarnya langkah kaki makhluk itu terdengar hingga ke kerajaan. Ratu menoleh kearah para Dewan yang berkuda. "Pertahan kan tembok pertama sebisa mungkin
Bima ke arah Arimbi yang sudah siap menggorok lehernya sendiri. "Arimbi jangan!" teriak Bima. Iblis Es yang tidak bisa terhubung dengan jiwa Bima karena pengaruh kekuatan Cermin Hati Kembar hanya bisa membantu dengan menyegel kaki Bima menggunakan elemen es. Namun segel itu hancur saat Bima dengan kuat melompat ke arah Arimbi. Tekatnya untuk menolong Arimbi lebih besar. "Celaka! Dia terpengaruh ilusi dari cermin!" seru Iblis Es. Iblis Bayangan mendengus marah. "Saudara kita Iblis Tanduk Api sepertinya meremehkan ilusi milikku akan aku tunjukkan kehebatan ku dalam urusan jurus ilusi! Haaah!" umpat Iblis Bayangan lalu mengeluarkan ilusi miliknya. Medan di sekitar Bima perlahan menjadi gelap. Saat Bima telah dekat dengan Arimbi, tiba-tiba gadis itu menjelma menjadi sosok Gadis Tengkorak! Bima terkejut setengah mati dan langsung melepas ajian Bola Iblis ke arah Siluman Gadis Tengkorak. Blaaarrrr!Siluman itu berhasil menghindari serangan meski sebagian tubuhnya terkena dampak da
Bima bergerak cepat dengan membawa Pedang Hantu Biru. Dia pun melompat ke arah empat Iblis Tanduk Api. "Iblis Bayangan! Jurus ilusi!" teriak Bima. Sekejap kemudian tubuh separuh nya yang tadi di tempati Iblis Tanduk Emas berubah cepat menjadi Iblis Bayangan. "Hooo! Ilusi milikku tak ada yang menandingi!" ucap Iblis Bayangan. Seketika arena tersebut berubah menjadi hitam. Empat Iblis Tanduk Api terlihat bingung. Mereka tak bisa bergerak. Bima tersenyum. "Jurus Ilusi ini bisa bertahan cukup lama, sangat cukup waktu bagiku untuk memusnahkan nya sekaligus," batin Bima. Bima mengangkat tangannya. Dari dalam lantai muncul empat sosok hitam berwujud ular. Dengan menggerakkan tangannya satu kali, sosok hitam itu langsung menerkam empat Iblis itu secara bersamaan. "Sekarang, Iblis Es! Jurus kedua dari Senjata Roh, Gelombang Es!" teriak Bima lalu menghantam ke lantai arena. Sosok Iblis Es kembali muncul. Dengan jurus ilusi, empat Iblis itu masih tak bisa bergerak karena ilusi itu masih
Bima menatap tajam ke arah Iblis Tanduk Api. Matanya bersinar biru. Tanduk di kening kanannya tumbuh secara perlahan. Hingga memanjang. "Tanduk kita sudah mendekati sempurna!" seru Iblis Es. Bima tersenyum. Setelah naik ke ranah Keabadian dia merasa lebih bertenaga. "Ini waktunya menjajal senjata roh!" kata Bima lalu mengangkat tangannya ke udara. "Jurus pertama dari Senjata Roh Iblis Es, Seribu Duri Es!" teriak Bima. Dari tangan hingga ke tubuhnya mencuat es-es tajam. Aura dingin pun sontak menguasai arena tersebut. Dari punggung Bima muncul duri-duri es. Tubuhnya sudah seperti landak yang di penuhi duri. Senyum kecil menyeruak di bibir Bima. Dengan kekuatan dahsyat Bima berteriak dan melepas semua diri di tubuhnya. Empat Iblis Tanduk Api terkejut. Mereka menahan semua serangan es yang sangat cepat itu. Namun tubuh mereka perlahan membeku karena serangan dingin dari ribuan diri es tersebut. "Ini adalah serangan yang bisa mengalahkan banyak musuh sekaligus! Bagus Bima!" ucap I
Bima terpaku mendengar perkataan Ratu Azalea yang tak pernah dia duga. Perasaannya bercampur aduk. Pemuda itu terkejut dengan pernyataan Ratu yang tiba-tiba itu. Entah bagaimana dia akan menanggapinya. "Ratu... Apakah warisan itu sungguh untuk mendapatkan calon suami untukmu?" tanya Bima. Ratu Azalea mengangguk. "Guru tak ingin aku menikah dengan orang lemah. Dan benar apa yang dia katakan, banyak pendekar yang berada di ranah Keabadian datang tapi gugur di jembatan ilusi. Di ujian terakhir saat kamu berbicara padaku, itu adalah ujian kelayakan yang hanya aku penentu lolos dan tidaknya pewaris tersebut. Jika aku tidak menyukai nya ataupun mencintainya, itu sudah di anggap tidak lolos..." kata Ratu masih dengan posisi menghadap dinding. Bima melihat tangan Ratu yang terkepal. Perasaannya bimbang. Dia tak menampik bahwa Ratu itu membuatnya jatuh cinta karena kecantikan nya yang luar biasa. Namun, dia juga mencintai Arimbi.
Keesokan harinya Bima telah berada di Istana bersama Ratu Azalea dan beberapa Dewan. Lesmana dan Dwarawati juga ada di sana. "Hari ini adalah pertama kalinya selama aku menjadi Ratu, akan membuka pintu gerbang makam Raja Iblis Tanduk Api... Sekali lagi aku ucapkan selamat kepada Pendekar Bima yang akhirnya menjadi orang yang paling ditunggu Guru." ucap Ratu Azalea lalu membuka pintu gerbang itu menggunakan kekuatan miliknya. Pintu itu adalah pintu dengan segel tak terlihat. Hanya Ratu yang bisa membukanya karena dia adalah satu-satunya murid Iblis Tanduk Api. "Ingat nak, kekuatan Iblis Tanduk Api ini utuh dan murni, karena dia tidak terpecah dan juga tidak ternoda seperti Iblis Bayangan ini. Jadi, kamu adalah satu-satunya manusia yang paling beruntung jika berhasil menyerap kekuatan saudara kami..." kata Iblis Es. Bima mengangguk. Matanya menatap ke arah gerbang besi yang di selimuti aura merah. Saat gerbang itu terbuka, aura Iblis Tanduk Api menyebar keluar. Semua yang ada di te
Bima duduk bersila di atas lantai. Matanya terpejam. Dia mulai memusatkan pikiran. Saat itulah dia bertemu ribuan aura berbagai warna. "Hm... Warna hitam besar itu, pasti punya Sanca Banteng Hitam..." Pikir Bima. Dia segera melayang mendekati aura hitam yang sangat pekat. "Kekuatan yang terpancar sangat pekat... Kekuatan ini sangat besar,"Bima menaruh tangan kanannya ke dalam aura gelap tersebut. Tiba-tiba dia merasa tangannya tersedot ke dalam aura. Dengan sekuat tenaga Bima bertahan. Dari dalam aura gelap itu muncul sepasang mata bercahaya merah. "Sanca Banteng Hitam!?" Seru Bima sambil terus menahan tangannya. "Lucu sekali... Aku adalah makhluk kelas atas, bagaimana bisa berakhir di dalam tubuh bocah ini... Hmmmm..." ucap Sanca Banteng Hitam. "Aku tidak tahu, salahkan sendiri Nyai Sri Wedari yang tak bisa merawat mu dengan baik!" balas Bima. "Hmm? Kau berani menjawab perkataan ku!? Makhluk lemah!" gertak Sanca Banteng Hitam marah. Bima merasakan tarikan yang sangat kuat. D