Bima dan Arimbi duduk di lantai dua bangunan kayu itu. Sedangkan para penawar terlihat ramai berada di bawah. Ada beberapa orang yang terlihat seperti bangsawan yang juga duduk di lantai atas. Mereka yang berada di atas adalah orang-orang yang punya pengaruh besar di daerah tersebut. Beberapa orang kaya tersebut melirik Arimbi dengan tatapan penuh nafsu. Bima menyadari itu. Sama halnya dengan Arimbi. Jika bukan di tempat pelelangan, gadis itu ingin mencongkel mata mereka yang menatap dirinya secara tidak sopan. Di bawah sana orang sudah terdengar riuh menanti barang yang akan di lelang hari itu. Seorang wanita pembawa acara bertubuh indah keluar dari balik pintu yang ada di belakang panggung kecil. Dia tersenyum kepada para pengunjung yang akan melelang barang atau hanya sekedar berkunjung. Wanita itu membawa sebuah meja kecil lalu menaruhnya di atas panggung. Saat dia menaruh meja itu, belahan dadanya terlihat jelas m
"Kenapa kamu masih ingin membunuhnya!?" tanya Arimbi kesal. Dia sudah berusaha agar Bima tak membunuh orang di saat pelelangan berlangsung. Bima tak menyahut dan fokus ke arah panggung dimana Arum sedang membawa satu barang lagi yang akan di lelang. Arimbi semakin kesal dengan sifat Bima yang acuh tak acuh. Tiba-tiba salah satu pengawal bangsawan tersebut datang dan bersujud di depan Bima. Matanya terlihat berkaca-kaca. "Terimakasih pendekar! Anda berhati mulia mau menyelamatkan nyawa kakak saya!" ucap pengawal berbadan besar itu histeris. Arimbi terkejut. Dia salah menduga jika Bima telah berbuat hal buruk. Ternyata Bima memberikan pil untuk menyelamatkan nyawa pengawal bangsawan itu. Pil emas yang bernama Pil Jiwa itu sangat sakti. Bahkan orang sekarat pun bisa langsung sembuh dalam sekejap. Bima tak berucap apa-apa. Dia hanya menyuruh pengawal itu kembali ke tempatnya. Dia sudah kesal sebenarnya karena keinginannya
Bangsawan bertubuh tambun itu naik di atas kereta kuda. Dua pengawalnya menaiki kuda dan berjalan di belakang kereta. Sang kusir pun melecut kudanya dan kereta pun bergerak melaju. Dari kejauhan Bima melihat kereta mewah itu pergi meninggalkan rumah pelelangan. Namun ada yang menarik perhatian Bimasena, yaitu segerombolan orang yang mengikuti dari belakang. Bima ingat, Bangsawan itu membawa banyak uang dan kitab Keabadian. Arimbi pun melihat hal tersebut. Dia tidak berkata apa pun. Dia ingin tahu apakah Bima punya rasa peduli pada orang lain. Tentunya Bangsawan gemuk itu sudah menanam budi pada Bima. "Arimbi, aku akan mengikuti mereka, kamu bisa kembali dulu ke penginapan," ucap Bima. "Tidak! Aku akan ikut denganmu!" ucap gadis itu. Bima menyerahkan pedang suci Shang Widi kepada Arimbi. "Mungkin kau butuh, kau bisa gunakan itu," ucap Bima. Tanpa banyak kata lagi meraka pun beranjak dari tempat itu. Dengan ilmu lari cepat yang mereka miliki mereka segera menyusul Bangsawan yang
Bum!Ledakan dahsyat terjadi saat cahaya hitam itu menghantam pohon jati yang ada di pinggir jalan. Asap hitam mengebul dari bekas ledakan tersebut. Bima menoleh ke arah seseorang yang berdiri berkacak pinggang tak jauh darinya. Pendekar yang selamat dari kematian langsung menghampiri orang itu dan membungkuk hormat. "Guru..." ucapnya. "Ada masalah apa kau dan dia sampai terjadi pertarungan gila seperti ini?" tanya orang tua yang baru saja datang. "Muridmu hendak merampok orang di tengah jalan, jadi pantas untuk mereka mendapat hukuman," sahut Bima. "Heh, aku tidak berbicara denganmu? Aku sedang berkata dengan muridku!" hardik orang tua itu. Bima tersenyum sinis. "Orang tua membosankan," ucap Bima membuat orang yang baru datang itu marah. "Dimana kawan-kawanmu!" bentak orang tua itu. "Mereka... tewas guru..." ucap pendekar itu dengan wajah ketakutan. "Apa!? Ber
Jaya Dipa, seorang guru di Perguruan Ular Hitam tewas di tangan Bimasena. Setelah membunuh Jaya Dipa, Bima segera mendatangi Arimbi yang tergeletak di dekat kereta kuda. "Hei! Keluarlah!" teriak Bima. Banu segera mengintip. Setelah di rasa aman, dia pun keluar dari kereta. "Kita masukkan dua orang ini ke dalam kereta," kata Bima lagi. Arimbi dan Suli di masukkan ke dalam kereta kuda. Banu menjaga mereka di dalam kereta. Bima segera melecut kuda itu agar segera berjalan. Bima membawa kereta menjauh dari Perguruan Ular Hitam. Dengan keadaan Arimbi yang sedang tak sadarkan diri Bima tak mau menantang bahaya. Kereta itu berhenti di dekat sebuah gubuk kecil. Bima menyembunyikan kereta itu masuk ke dalam pepohonan. Dua tubuh yang sedang terluka itu dia bawa masuk ke dalam gubuk. Bima menemukan gubuk ini saat perjalanan menuju ke Perguruan Ular Hitam. Arimbi dan Suli dibaringkan di atas lantai kayu yang cukup lapuk. Suaranya berderit. "Kamu keluar dulu, aku akan mengobati mereka berd
Keesokan harinya Bima membuka pintu gubuk kecil reyot itu lalu keluar. Langkahnya berjalan menuju ke arah pepohonan di belakang gubuk. Dia melihat kereta kuda yang masih berada di sana tak kurang suatu apa. Arimbi pun keluar setelah memakai pakaiannya. Kini kulitnya sudah kembali ke sedia kala. "Kakang..." panggil gadis itu sambil menenteng pedang suci Shang Widi. Bima berhenti dan menunggu gadis itu berada di dekatnya. "Ada apa?" tanyanya datar. Arimbi menatap wajah Bima dengan wajah malu-malu. "Terimakasih untuk pertolongan mu semalam..." ucap gadis itu. Bima tersenyum kecil lalu kembali melangkah sambil melambai. "Tak usah kau pikirkan," ucapnya. Arimbi mengikuti langkah Bima yang menuju ke kereta kuda. "Hei, apakah kau masih tidur?" seru Bima di dekat kereta. Dari dalam terdengar suara pintu dibuka. Lalu muncullah wajah Banu Wijaya. Bima terkejut melihat sosok yang ada di depannya. "Kau... kau bangsawan tambun yang kemarin kan?" tanya Bima. Sosok itu tersenyum. Dia ad
Kabar kematian Jaya Dipa dan enam murid nya menjadi buah bibir di Perguruan Ular Hitam. Mereka penasaran, siapa yang membunuh secara keji tujuh tersebut. Menyikapi kejadian yang menggemparkan itu, para sesepuh dari Perguruan itu mengadakan rapat dadakan. Mereka tak ingin ada kejadian serupa di Perguruan mereka. Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata ada tiga orang murid yang masih berada di ranah Tubuh Besi melapor. Mereka mengaku telah menyewa kakak seperguruan mereka dengan membayar seribu tail emas untuk merampok seorang Bangsawan. "Jadi kalian yang menyuruh mereka merampok bangsawan dari Kota itu!? Kalian gila apa!? Jika kabar ini sampai ke para penguasa di Negara Angin, desa kita bisa di ratakan! Bodoh!" ucap salah satu sesepuh bernama Ki Kalam. "Kami... kami tidak tahu akan jadi seperti ini Ki... kami kira dua pengawal Bangsawan itu tidak begitu Sakti," ucap si murid. "Aku juga menemukan mayat dari pengawal Bangsawan tersebut. Kemungkinan besar dia yang membantai Jaya Dip
Menjelang malam pemilik penginapan itu membawakan makan malam untuk empat orang tersebut. Karena Banu sudah membayar mahal, maka pelayanannya pun sedikit istimewa. Malam itu mereka makan dengan lauk kambing guling. Pemilik penginapan menyiapkan kambing guling itu seharian lamanya. "Dagingnya sangat empuk dan nikmat," puji Banu sambil mengunyah makanannya. Tak ada yang menyahut karena semua asyik dengan makanannya sendiri. Saat mereka tengah asyik makan, tiba-tiba terdengar keramaian di luar sana. Bima menghentikan makannya. Dia segera meraih pedangnya. "Mereka sudah menemukan kita, bersiap terjadinya serangan," ucap Bima. Arimbi segera menyambar pedang suci. Dia mengikuti langkah Bima. Banu malah tetap asyik makan. Suli menggelengkan kepalanya melihat tuannya malah asyik dengan sendirinya. "Tuan, musuh sudah menemukan kita, ini waktu yang tepat untuk melatih kekuatan baru anda," ucap Suli. Seketika Banu tersentak. Dia jadi ingat dengan kekuatan barunya. "Benar Paman, aku haru
"Jurus Gelombang Es!" teriak Bima. Tubuhnya mengeluarkan aura dingin yang luar biasa. Bertepatan saat Pilar Dewa menghantamkan palunya, Gelombang Es itu juga menghantam Pilar Dewa tersebut. Seketika seluruh altar itu membeku menjadi es termasuk Pilar Dewa. Tapi tidak bagi Ayu Wulan Paradista. Dengan Tongkat miliknya dia mampu menahan Gelombang Es milik Bima. "Kekuatan pemuda ini sangat dahsyat, seperti nya memang dia orangnya," batin Wulan. Tubuh Pilar Dewa kembali bergerak. Semua es yang menyelimuti tubuhnya hancur seketika. Berkat gelombang Es Bima bisa menghindari serangan cepat Pilar Dewa. Blaarrrrr! Palu Neraka milik Pilar Dewa menghantam ke lantai altar dengan keras. Cahaya merah berpijar saat palu merah raksasa itu menghantam lantai yang diiringi suara ledakan. Bima kembali terbang ke atas untuk mengatur siasat. Lawannya benar-benar kuat. "Elemen es tidak berpengaruh padanya..." batin Bima. Wajah Pilar Dewa kembali berubah ke wajah Nyai Sudrawati. Dengan gerakan cepat
Bima melangkah masuk ke dalam altar pemujaan. Altar itu tidak tertutup atap dan sejenisnya. Hanya sebuah lingkaran batu dengan tempat pemujaan yang berada tepat di tengah lingkaran. Lantai altar terbuat dari batu yang halus. Di sisi altar, ada empat pilar besar dengan patung empat sosok yang berbeda. Bima tidak asing dengan wujud empat sosok tersebut. "Iblis Es, apakah kau paham sesuatu?" tanya Bima. Namun seolah dirinya dan ketiga Iblis yang ada di dalam jiwanya telah di sekat oleh benteng tak terlihat. Bima tidak bisa mendengar suara Iblis Es sama sekali. Sesampainya di depan wanita cantik berpakaian ungu itu mereka saling bertatap mata. Tangan Wulan bergerak membuat rapalan. Aura hijau berbentuk bola muncul di tengah-tengah kedua telapak tangan wanita itu. "Berdasarkan penglihatanku,di masa depan kamu adalah Raja yang akan menaklukkan pulau ini. Tapi, aku perlu bukti dan percobaan dari dirimu, apakah kau siap Pendekar Muda?" tanya Wulan. "Maksud kamu apa Nona. Masa depan? T
Beberapa hari setelah pertemuan dengan wanita cantik yang berpakaian serba terbuka itu, akhirnya wanita berpakaian merah itu datang lagi. Kali ini wujudnya sangat berbeda. Dia terlihat sangat anggun dengan pakaian serba ungu dan tertutup. Kedatangannya kali ini adalah dia akan melepas kekuatan yang mengunci titik meridian pada tubuh Bima. Dari tangannya terlihat aura berbentuk bola berwarna hijau. Bima merasakan aura tersebut membuatnya sangat nyaman. "Kekuatan jiwamu mulai membaik, luka pada rohmu juga telah sembuh, hebat! Dalam dua puluh tiga hari, luka parah mu telah sembuh sepenuh nya. Hanya tenaga dalamnu saja yang masih kurang," Kata wanita cantik berpakaian ungu tersebut. Bima segera duduk. Dia mengangkat kedua tangannya. Rasa sakit yang mendera nya hilang sama sekali. Kemudian dia alirkan tenaga dalam miliknya. "Benar saja, tenaga dalamku sangat tipis, jika aku kehabisan tenaga dalam, bisa berbahaya bagi tubuhku," ucap Bima langsung duduk bersila di atas ranjang. Tapi
Matahari mulai terbit di sebelah timur menampakkan cahaya emas. Tubuh Bima melayang tak tentu arah. Darah menetes dari sela bibirnya tanpa henti. Tubuh bagian dalamnya sudah terluka sangat parah. Di tambah Bima menggunakan tubuh Iblis sempurna membuatnya semakin memburuk. Saat dirinya diserang Ledakan Bintang Ki Ageng dan Ki Gede Pamungkas itu sebenarnya dia sudah terluka. Di tambah dia memaksakan tubuhnya menggunakan wujud Iblis Tanduk Api dan menggunakan ajian Sembilan Kutukan Neraka, itu justru memperparah keadaan tubuhnya. Namun karena ambisinya yang sangat besar, dia tak ingin rencana nya gagal begitu saja. Usahanya sudah cukup berhasil dengan meratakan Perguruan tersebut. Namun dia tak akan puas jika otak dari Perguruan Jalak Perak itu belum tewas. Mata Bima mulai terpejam. Tubuhnya terbang rendah dan akhirnya jatuh ke bawah dengan ketinggian ratusan tombak. Untungnya tubuh Bima jatuh tepat di sebuah telaga kecil yang ada di tengah hutan. Saat dia jatuh ke dalam air, bebe
Bima merasa sangat marah dan kesal dengan Ki Ageng yang baru saja menyelamatkan Ki Gede Pamungkas. "Orang tua sialan!" umpat Bima. Dari dalam sabuk penyimpanan miliknya, dia mengeluarkan Belati Petir miliknya. Dengan mengalirkan tenaga dalam dan memusatkan pikiran, tubuh Bima telah menghilang. "Ki Ageng! Hati-hati!" teriak Ki Gede Pamungkas. Teriakan Ki Gede Pamungkas terlambat, Bima sudah berada tepat di belakang tubuh Ki Ageng dengan palu Neraka yang menyala merah dan siap untuk menghantam. Tanpa menoleh, Ki Ageng langsung mengeluarkan Senjata Roh miliknya berupa Tulang Penyembuhan. Dan juga perisai cahaya yang melindungi tubuhnya. Namun karena perisai cahaya belum sempurna menutupi seluruh tubuh, saat palu besar itu menghantam punggungnya, tubuh Ki Ageng terpental keras hingga belasan tombak jauhnya! Beberapa kali tubuh orang tua itu menghantam tanah. Namun karena saking kerasnya pukulan yang Bima kerahkan membuat Ki Ageng tidak bisa menahan laju tubuhnya. Perisai cahaya m
Ki Gede Pamungkas dan Ki Ageng menatap asap tipis yang masih menutupi tempat ledakan di udara. Mereka yakin Bima telah hancur bersama penghalang tak terlihat yang Ki Ageng pasang sebagai perangkap. Namun, harapan mereka tidak terkabulkan. Bima dengan keadaan yang cukup mengenaskan masih melayang dengan sebagian sayap esnya hancur. Perisai es miliknya pun sebagian hancur dan banyak luka di tubuhnya. Darah mengalir dari sela bibir Bima. Dia tak menyangka akan mengalami kerugian seperti ini. Perlahan Bima mendarat ke tanah. Sayap esnya masuk kembali ke dalam tubuhnya. "Bagaimana bisa dia menahan pukulan sakti milikku secara langsung? Seharusnya tubuhnya sudah hancur berkeping-keping saat ini..." batin Ki Gede Pamungkas. Ki Ageng sendiri mengelus jenggot putihnya. "Pendekar yang hebat, wajar saja jika Alam Sejagat tewas di tangannya, menghadapi serangan langsung Ledakan Bintang milik Ketua saja dia tak tewas, bahkan hanya menderita luka yang tidak terlalu parah... Siapa pemuda ini
Gerakan ratusan pedang semakin cepat berputar melawan arah putaran angin biru milik Juwanda. Angin biru itu semakin tersedot oleh Pusaran Petir milik Bima. "Saat gesekan angin dan pedang semakin kuat, maka akan mengundang elemen petir yang sangat dahsyat ke tengah pusaran. Manusia itu akan terpanggang hidup-hidup disana!" ucap Balaraja. Bima tersenyum. Selama berada di tubuh pedang, dia merasakan tubuhnya sangat ringan dan mudah sekali bergerak. "Kekuatan yang luar biasa," batin Bima. "Ini juga berkat kekuatan milikmu yang seharusnya naik ke tahap tengah, namun justru membuatku naik ke ranah Tulang Dewa," kata Balaraja. Kekuatan angin biru mulai menghilang tersedot ke pusaran pedang. Juanda tak bisa berbuat apa-apa berada di tengah pusaran. Dia hanya bisa mengandalkan perisai gaib miliknya. Namun dia masih berupaya mengeluarkan pukulan sakti meski tidak berguna sama sekali saat menghantam pusaran pedang. Justru pukulan itu malah membuat pusaran semakin besar. Ki Gede Pamungkas
Sementara itu Ratu Azalea tengah tertidur lelap. Dia tak menyadari kedatangan tiga sosok orang yang mengendap-endap di dekat kamarnya. "Kamu benar ini kamarnya?" tanya salah satu sosok dengan suara berbisik. "Benar, tidak salah lagi, dia ada di dalam kamar..." sahut kawannya. "Kalau begitu, cepat keluarkan racun asap itu agar dia tak terbangun... Kita akan bersenang-senang," ucap sosok pertama. "Setelah sekian lama aku menanti ini, akhirnya datang kesempatan untuk membalas perlakuan gadis ini," "Gara-gara dia kita tersingkirkan," sahut yang lain. Tiga sosok itu mendekati pintu. Mereka mengenakan cadar sehingga tidak takut dengan racun asap yang akan mereka lepas ke dalam kamar melalui celah pintu. Asap itu pun masuk ke dalam kamar secara perlahan. Saat racun itu tercium oleh hidung Ratu Azalea, dengan sendiri nya perisai kuning melindungi seluruh tubuhnya. "Asap beracun? Siapa yang berani melakukan ini di dalam kediaman Nyai Anjani?" batin Ratu Azalea. Setelah cukup lama, tig
Setelah mendengar penjelasan tentang tiga api abadi dari Iblis Es, Bima terkejut saat mendengar nama Iblis Neraka yang lolos dari ujian Dewa Yama. "Kakakku itu sangat kuat dan mengerikan, meski aku juga tidak kalah mengerikan darinya hahaha!" kata Iblis Es. "Hmmm... Kalian adalah Iblis yang sudah melewati batas hidup dan mati, dengan kekuatan yang setara dengan Dewa, akan tetapi... Bagaimana kalian bisa kalah melawan para dewa?" tanya Bima. "Kamu ini bodoh atau sengaja menjadi orang bodoh!?" tanya Iblis Es membuat alis Bima terangkat. "Apa maksudmu!?" tanya Bima. "Neraka adalah ciptaan Dewa. Dan dewa yang menciptakan itu saat ini sedang berleha-leha di surga, apa kau pikir kami berdua bisa menang melawan para dewa dengan kekuatan yang kami dapat dari mereka!? Apakah kau tak pernah dengar, sungai yang bertemu dengan air laut? Kau pikir sungai itu akan terus mengalir membuat jalurnya sendiri saat mereka bertemu dengan laut!? Sungai itu akan lebur saat bertemu dengan laut. Kekuatan