Kirana tersenyum melihat tangan Bima yang melingkar di tubuhnya. Meski dia tahu Bima tak mencintainya, namun ada rasa bahagia tersendiri di dalam hatinya. Namun yang membuat gadis itu merasa canggung adalah ada satu benda di bawah tubuhnya yang berdenyut menekan tubuhnya. Benda yang tak lain adalah tongkat milik Bima yang secara tak sengaja telah bangkit karena sentuhan dari tubuhnya. "Sekarang aku akan jelaskan tentang ayahku, Sepasang Gada Kembar itu adalah senjata warisan turun temurun dari keluarga Atmoko. Selama lebih dari empat dekade senjata itu menjadi andalan para ketua Perguruan di masa lampau. Hanya saja, para ketua enggan membuat masalah dengan Perguruan lain. Karena banyak orang yang menginginkan senjata pusaka tersebut," "Bertahun-tahun sebelum ayahku menjadi kepala Perguruan ini, dia adalah seorang pendekar yang berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain. Sama halnya dengan Ketua Kedua yang juga murid Perguruan Katak Merah, mereka menjadi pendekar hebat dan cuk
Setelah sehari semalam Bima bersemedi, dia telah meningkatkan tenaga dalam yang dia miliki. Itu sudah cukup membuatnya yakin untuk menyerang Perguruan Katak Merah malam ini. Kirana Dewi memberi semangat. Dalam sehari semalam dia hanya duduk di dekat Bima dan melihat pemuda itu bersemedi. "Sebaiknya kakang jangan terburu-buru, sesuai yang aku katakan, kakang siapkan semuanya dan lakukan setelah keadaan mulai kacau, maka semua akan menjadi lebih mudah untukmu kakang," kata Kirana. Bima tersenyum. "Kamu benar-benar kejam Kirana, bahkan aku tidak kepikiran sama sekali dengan gudang yang kau bicarakan itu," ucap Bima. "Aku sudah bilang, aku akan menjadi pelayan mu, lain kali kamu juga harus memahami perasaanku, berlatih lah jadi seorang lelaki," kata Kirana sambil memakaikan pakaian hitam pada tubuh Bima. "Bukankah aku sudah seorang lelaki?" tanya Bima. "Iya, kakang memang lelaki, tapi tidak bisa mengerti perasaan wanita itu artinya kakang belum hebat menjadi seorang lelaki," tegas
Suara langkah kakinya terdengar berat. Aura dingin yang menekan membuat beberapa orang murid jatuh terduduk. "Ini lebih kuat dari saat itu..." batin Kirana mulai merasa cemas. Saat sosok Bima keluar, semua mata menatapnya tanpa berkedip. Di depan mereka berdiri satu sosok setengah Iblis dan setengah manusia. Kali ini sosok Iblis nya lebih jelas dari saat Bima bertarung di arena beberapa waktu lalu. "Hati-hati! Dia berada di ranah Keabadian!" teriak Rekso Atmoko. Dia tak percaya dalam waktu singkat itu, Bima menembus ranah yang dia impikan. Namun Rekso menduga bahwa kekuatan Bima ini adalah memaksakan tubuhnya ke ranah itu untuk beberapa saat. "Jangan takut! Serang secara bersamaan!" ucap Rekso lagi. Tapi ucapannya sia-sia, semua murid terlihat ketakutan. Bima menyapu pandangannya ke segala arah. Lalu tubuhnya merunduk mengambil ancang-ancang. Tiba-tiba tubuhnya melesat sangat cepat ke arah ratusan murid. Pedang Darah di tangannya bergerak sangat cepat yang bahaln tak bisa di l
Bimasena menatap tajam. Kakinya mulai menekuk dan mengambil ancang-ancang. Tiga Ketua terlihat berkeringat dingin. Serangan Bima sangatlah berbahaya. Jika dia sudah ancang-ancang, itu artinya dia sudah siap dengan tenaga dalam tinggi. Srak!Terdengar kaki Bima yang menggesek tanah. Dengan sangat cepat tubuhnya melesat ke arah tiga Ketua. Saking cepatnya, yang terlihat di mata adalah kelebatan cahaya biru dari pedang milik Bima. Ketua ke Lima dan Ketua ke Sembilan segera menyongsong serangan. Tangan Bima bergerak, pedang berkiblat dengan cahaya biru. Blar! Dua Ketua itu terkejut dengan ledakan dari pedang milik Bima yang membuat tubuh keduanya terlempar jauh hingga menabrak bangunan rumah. Keduanya terlihat sangat kesakitan karena beberapa bagian tubuhnya hancur. Bima tersenyum sinis. Matanya melirik ke arah Rekso. "Hanya tinggal dirimu..." ucapnya sambil menunjuk. Rekso nampak berusaha menenangkan diri. Dengan segenap kekuatannya Rekso mengangkat kedua gada miliknya ke langit.
Rekso Atmoko mencoba terus merangkak. Namun tubuhnya semakin lemah. Bima sudah mendatangi nya lebih dulu dari belakang. "Mau kemana kau kecoa?"Setelah berucap, Bima langsung menusukkan pedangnya ke kaki kiiri Rekso hingga tembus dan pedang itu menancap di tanah. Rekso menjerit kesakitan. Tubuhnya tak bisa lagi bergerak karena kakinya tertahan oleh pedang yang menembus hingga ke tanah. Rekso tak bisa berbuat apa-apa. Dia mengeluh kesakitan tanpa henti. Kaki kirinya mulai membiru. Bima mengambil dua gada kembar dan mendatangi kembali Rekso Atmoko. "Aku ingin bertanya satu hal, jawab dan kamu tidak akan aku siksa," kata Bima. "Apa yang kau inginkan dariku...?" tanya Rekso pelan. Suaranya sudah seperti suara kakek renta. Tenaga dalamnya sudah habis sama sekali. "Katakan padaku... Klan dan Perguruan apa saja yang telah menghancurkan Perguruan Julang Emas? Aku beri kamu waktu tiga hitungan," ucap Bima. Namun Rekso malah diam tak menjawab. Wajahnya pucat. Dengan kesal Bima tarik tang
Beberapa hari setelah terjadinya pembantaian di Perguruan Katak Merah, para penduduk sudah mulai tenang. Meski masih ada rasa cemas jika pembunuh itu juga berniat membantai para penduduk yang tak mempunyai ilmu kanuragan. Bima pun mulai sembuh dari lukanya berkat ilmu Ganti Rogo. Meski dia harus bertahap menyembuhkan tulangnya yang patah. Karena tidak mudah dan sangat menyakitkan. Lastri dengan setia melayani semua kebutuhan Bima. Gadis itu sangat telaten dan cekatan. Hari itu Bima membuka semua barang yang dia ambil dari Perguruan Katak Merah. Di dalam kantong kain yang dia gunakan untuk membungkus, terlihat beberapa benda yang bagi Bima adalah benda penting. "Ini ramuan untuk meningkatkan tenaga dalam, dengan ini aku bisa lebih cepat melatih kekuatan Ranah Tubuh Besi untuk naik ke Ranah Pukulan Sakti..." Bima menaruh botol merah yang terbuat dari keramik itu di meja. Lalu dia mengambil satu benda berwujud belati emas. Bima menatap benda itu dengan seksama. Tak ada yang aneh dar
Setelah mempelajari berbagai isi dalam Kitab Keabadian dan meminum ramuan penguat tubuh yang Bima dapat dari Perguruan Katak Merah, kekuatan Bima melesat cepat hingga hampir menembus ke ranah Pukulan Sakti. "Ini luar biasa, hanya dalam waktu yang singkat aku sudah naik dua tingkat sekaligus, satu tahap lagi aku berada di ranah Pukulan Sakti," ucap Bima dengan nafas terengah setelah melakukan olah kanuragan. Malam itu dia terus berlatih hingga fajar menyingsing. Hingga keesokan harinya dia pun pergi meninggalkan penginapan itu. Sebelum pergi Bima memberikan sepuluh tail emas kepada Lastri. "Kamu bisa beli penginapan ini, lain kali aku akan datang berkunjung lagi, terimakasih Lastri untuk selama ini," ucap Bima membuat mata Lastri berkaca-kaca. Namun gadis itu hanya mengangguk tanpa bisa berkata apa-apa. Dia merasa terharu, sedih, dan juga sedikit bahagia karena Bima memperhatikan nya. "Aku akan membeli penginapan ini sehingga tuan bisa bebas jika akan menginap di sini, saya akan m
Dua pemulung sakti yang tersisa itu terkejut saat Bima bergerak cepat dengan lincah nya menghindari setiap serangan bayangan mareka. "Ini gila! Bagaimana dia bisa menghindar secepat itu!?" teriak salah satu dari mereka berdua. Kawan satunya tak menyahut. Wajahnya saja yang terlihat tegang. Keringat pun sudah membanjiri tubuh mereka. Sementara itu kawan mereka yang tergeletak meracau tidak jelas. Bima bergerak cepat dan dengan mudah menghindari serangan bayangan dua pemulung tersebut meski dengan mata terpejam. Lalu di saat yang tepat dia kembali menggunakan pedangnya untuk menebas bayangan yang menyerangnya secara beruntun.Srak! Dua pemulung sakti itu berteriak keras dan tubuh mereka pun kejang-kejang sebelum akhirnya roboh dengan tubuh yang masih kejang. Bima membuka matanya dan berjalan ke arah tiga pemulung yang masih hidup itu. Sebenarnya tak ada senjata yang bisa menebas bayangan. Namun senjata pusaka Pedang Darah berbeda. Karena di dalam pedang itu terdapat roh yang tak
Enam Pendekar Ranah Tulang Dewa tahap akhir terkejut saat Tangan Darah tiba-tiba datang dan menyerang mereka dengan ganasnya. Tak tanggung-tanggung, Tangan Darah langsung mengeluarkan Ajian Tulang Jiwa Pembunuh! Para pendekar yang mendapat serangan mendadak itu terkejut saat melihat wujud Tangan Darah yang mengerikan. "Apakah dia manusia!?" seru salah satu dari enam pendekar tersebut. "Tak usah pedulikan itu, yang perlu kita waspadai, makhluk ini sudah berada di ranah Cakrawala tahap Tengah! Kita harus bekerjasama dan memperhitungkan langkah!" teriak yang lainnya. Tangan Darah menyeringai dengan lidah menjulur. Tampang membunuh dan aura membunuhnya memang luar biasa menyeramkan. Enam pendekar tersebut sempat bergidik ngeri melihat sorot mata merah Tangan Darah. "Kepung dia! Jangan biarkan dia mendapat celah untuk kabur!" Ke-enam pendekar itu membentuk formasi lingkaran. Lalu dari tangan meraka keluar rantai merah membara yang secara bersamaan menyerang ke arah Tangan Darah. Se
Kereta itu berjalan melewati hutan dan lembah. Aryo dan Abinyana yang berada di atas kuda berjalan paling depan menatap sekeliling hutan jati yang kini tengah mereka lalui. Gerbang Hitam dan Gerbang Biru berjalan paling belakang, tepat di belakang kereta yang membawa Bima, Ratu Azalea dan Putri Lingxia. Sedangkan kereta pertama di isi oleh Nyai Anjani. Delapan murid perguruan berkuda di barisan belakang. Di dalam kereta, Bima dan dua wanita itu saling berbicara. Putri Lingxia tak percaya melihat Bima yang sudah naik ke Ranah Cakrawala. Itu artinya dia sudah bukan lagi lawannya. Bahkan dua Gerbang Penjaga pun sekarang bisa jadi tak akan mampu menahan Bima. "Bagaimana caramu bisa naik begitu cepat? Setahuku belum lama ini kamu masih berada di ranah yang sama denganku, dan berada satu tingkat dari dua paman penjaga," kata Putri Lingxia. Bima tersenyum. "Aku berlatih keras. Hanya dengan latihan keras dan tanpa ampun akan membuatmu melewati batasan. Istriku juga sudah kembali ke keku
Setelah urusan di Lembah Kupu-kupu selesai Bima dan Ratu Azalea kembali ke Perguruan Harimau Perak. Nyai Anjini bertanya-tanya kepada Ratu Azalea dan Bima yang tiba-tiba menghilang. Bima menjelaskan jika dia dan Ratu berlatih di tempat yang bagus untuk meningkatkan kekuatan. Putri Lingxia menggoda Bima yang tiba-tiba pergi lagi setelah pulang beberapa hari yang lalu. "Apakah benar cuma berlatih?" goda gadis itu. Bima tersenyum. "Apakah kamu ingin mencobanya juga?" balas Bima tak mau kalah. Merah wajah Putri Lingxia mendengar Bima membalas ucapan nya. Dua Gerbang tersenyum penuh arti. Ki Cokro dan guru Aryo datang lalu mengajak semua yang sedang berkumpul itu masuk ke dalam aula pertemuan. "Besok kita berangkat menuju Ibukota. Jarak tempat kita ke Ibukota butuh perjalanan selama dua hari, kalian persiapkan diri, dan ingat... Perjalanan ini berbahaya seperti sebelum-sebelumnya. Karena turnamen ini adalah ajang besar yang mengangkat Perguruan, maka akan ada Perguruan yang menjaga
Ratu Azalea mengamati tongkat hijau milik Ayu Wulan Paradista. "Aku ingat! Aura tongkat ini sama persis dengan tombak yang kau gunakan saat menolongku di Kerajaan Peri," kata Ratu. Bima tersenyum. "Benar, itu adalah tongkat penyembuh. Nona Wulan tidak begitu ahli dalam pertarungan, namun soal penyembuhan, dia adalah Ratunya, nyawaku selamat berkat dirinya," kata Bima. Wulan tersenyum mendengar pujian dari Bima. Dia merasa senang karena Bima memujinya di depan istrinya sendiri. "Setelah ini kita kembali ke Perguruan Harimau Perak. Beberapa hari lagi kita harus berangkat ke Ibukota Kerajaan," kata Ratu Azalea. Bima mengangguk. "Kurasa kekuatan kita untuk menghancurkan lawan sudah meningkat," sahut Bima. "Tapi... Aku dengar dari Nyai Anjani, bahwa di Kerajaan Negara Angin Timur, ada beberapa pendekar kuat yang sudah mencapai tingkat Cakrawala. Aku hanya selangkah lagi menuju Ranah Batara. Mungkin aku hanya bisa menahan beberapa pendekar Ranah Cakrawala, sisanya kuserahkan padamu
Bima yang tengah menyerap kekuatan jiwa dari roh-roh yang ada di atasnya terkejut saat dia merasakan aura yang sangat kuat terpancar hingga menggetarkan goa. "Ratu telah kembali!" seru Bima dalam hati. Semangatnya seketika muncul. Bima yang tengah berusaha keras melawan rasa sakit yang hampir membuat putus asa seketika bangkit kembali saat merasakan aura kekuatan istrinya. Rasa bahagia di dalam hatinya meluap. "Kekuatan Ratu Azalea sangat dahsyat," ucap Iblis Es. "Selangkah lagi menuju Ranah Batara, bukan begitu?" tanya Iblis Bayangan yang sudah muncul di sebelah Iblis Es. "Benar, jika dia bisa menembus ranah itu, artinya Ratu adalah manusia pertama yang mampu mencapai ranah itu dengan kekuatannya sendiri," kata Iblis Es. "Lalu, mengenai manusia di luar pulau yang konon menjadi momok para dewa itu apakah dia juga berada di ranah Barata?" tanya Iblis Bayangan. "Huh! Jangan bandingkan dengan manusia setengah dewa itu dengan Ratu Azalea. Selain dia kuat dia juga didukung para dewa
Bima bisa merasakan semua roh itu mengumpat dan mengutuk dirinya. Kutukan-kutukan roh itu menyerang tulisan sihir yang melindunginya. "Roh-roh ini sangat kuat.. Mereka masih berusaha menyerang! Jika tidak ada tulisan sihir dan pilar pemecah roh itu, sudah pasti tubuhku tidak akan mampu menyerap mereka... Kenapa baru kali ini Iblis Es memberitahu tempat sehebat ini di dalam pedang?" batin Bima. Iblis Es menatap ke tengah altar dimana Bima sedang berjuang menyerap kekuatan jiwa dari semua roh yang ada di sekitar tubuhnya tersebut. "Sekarang kamu harus berjuang sendiri menyerap semua kekuatan itu," kata Iblis Es sambil duduk bersila menghadap altar. "Bima, tulisan sihir itu hanya mampu menahan sementara. Dia menahan kekuatan jiwa yang paling kuat saja, sedangkan yang lain, hanya kamu yang bisa menentukan. Jadi, kamu harus berjuang sekuat tenaga jika ingin menjadi pendekar yang kuat," kata Iblis Es melalui telepati. Bima tak percaya jika tulisan sihir hanya menahan sementara. Itu art
Beberapa hari di Lembah Kupu-Kupu, Ratu Azalea mengalami peningkatan kekuatan jiwa yang luar biasa. Bahkan peningkatan yang menurut Bima tidak wajar. "Apakah mungkin karena dia pernah berada di ranah Cakrawala sebelumnya?" batin Bima. Namun dia tak akan banyak berpikir. Dia pun ingin meningkatkan kekuatan miliknya sebisa mungkin hingga mencapai tahap akhir. "Iblis Es, apakah aku bisa menyerap semua kekuatan yang sudah terkumpul di dalam pedang itu?" tanya Bima sambil mencari buah-buahan yang ada di Lembah dekat Telaga. "Tidak," sahut Iblis Es pendek. "Kenapa!? Kenapa tidak bisa aku menyerap semua roh itu? Bukankah aku bisa menyerap roh dari Sanca Banteng Hitam itu?" tanya Bima. "Hm, di dalam pedang itu terkumpul banyak sekali roh. Semuanya juga bukan roh yang lemah, kau pikir, jika tubuh kecilmu ini di masuki roh-roh dengan kekuatan jiwa yang besar, apakah tubuhmu mampu menahan? Jika kamu tidak bisa menahan, tubuhmu akan meledak!" kata Iblis Es membuat Bima terdiam. Tinjunya m
Setelah sarapan di kedai tempat dia menginap, Bima segera membayar sewa penginapan dan makanannya. Si pemilik kedai berbisik pada Bima. "Pendekar, sebaiknya kamu berhati-hati. Karena pihak Kerajaan sekarang sudah datang dan menangkapi para pendekar di sekitar Perguruan Bangau Surga. Jadi, saranku, jangan datangi kerumunan," bisik Pemilik kedai. Bima tersenyum. "Terimakasih ki sudah mengingatkanku, ambil saja kembaliannya," ucap Bima sambil memberikan satu tail emas kepada pemilik kedai. "Terimakasih kembali pendekar, anda sungguh baik hati," ucap Pemilik kedai. Bima mengangguk. Dia pun berjalan meninggalkan penginapan tersebut. Di luar penginapan tampak banyak orang yang masih penasaran dengan keadaan Perguruan Bangau Surga. Mayat-mayat yang berserakan di dalam benteng di kubur secara masal oleh penduduk setempat. Bima akan segera beranjak dari depan penginapan, namun tiba-tiba satu tangan menyambar lengannya. "Tertangkap kau!"Bima menoleh ke arah orang yang baru saja menceng
Sepanjang sejarah dunia persilatan Negara Angin, hanya segelintir pendekar yang mempunyai keberuntungan mendapatkan sebuah kekuatan yang bisa mengendalikan Ruang dan Waktu. Karena kekuatan itu sangat langka, mereka yang mendapatkan kekuatan Ruang dan Waktu menjadi orang paling istimewa di tanah Negara Angin. Bima teringat pada Ratu Agung penguasa Klan Elang Dewa yang juga mempunyai hukum Ruang dan Waktu. Saat dia melawannya waktu itu, tak ada kesempatan untuk menang sama sekali. Dia belum tahu jika Ratu itu adalah Arimbi, kekasihnya. "Kekuatan Ruang dan Waktu ini sangat berguna di pertarungan. Bahkan sangat berbahaya bagi musuh," batin Bima. Tubuhnya tengah menyerap inti darah dari pendekar Kerajaan itu. Ada hawa aneh yang Bima rasakan saat menyerap kekuatan dari inti darah tersebut. Sekujur tubuhnya terasa sangat kaku tak bisa di gerakkan. Saat menyerap kekuatan itulah saat-saat tubuhnya lemah dari segala serangan. Jika ada musuh yang tiba-tiba menyerang dirinya, itu akan sang