BERSAMBUNG
“Soal gampang itu, kapan aku bisa memenggal leher keduanya,” sahut Pendekar Putul kalem seolah tak ada beban.Ki Rawa dan Pendekar Gledek yang baru datang sampai kaget, termasuk Safa yang dari diam saja mendengar ucapan ini.“Heeh si buntung, kamu tahu kan siapa salah satu orang itu? Dia adalah Pangeran Daha, sekaligus putra mahkota kerajaan Muara Sungai, bahkan dia adik ibumu. Nah, satunya lagi adalah Pangeran Akmal, anak kedua dari Prabu Hata dari Kerajaan Loksana,” semprot Pendekar Gledek, yang aslinya sangat dongkol dengan bekas muridnya ini. “Justru karena dia Pangeran Daha makanya aku ingin membunuhnya, kan kamu pernah minta aku bersumpah agar membunuh semua keturunan Prabu Japra,” dengus si Putul tak mau kalah.Dan sama sekali tak tunjukan rasa hormatnya pada orang yang pernah memeliharanya sejak bayi. “He-he-he…rupanya dia belum tobat Gledek, buktinya dia malah ingin penggal leher pamannya sendiri,” ejek Ki Rawa.“Huhh hati-hati Rawa, si buntung ini kadang ajaib, otak sus
Pendekar Putul pun diam saja, bahkan sengaja pasang wajah kaget, sebab saat ini racun apapun yang di recoki ke tubuhnya, tak ada yang mampu membunuhnya.Buah ajaib yang dia makan dan sudah dia baca di kitab dalam gua itu saat dia berlatih seorang diri, ampuh atasi segala macam racun yang paling ganas sekalipun. Namun, agar sandiwaranya makin menyakinkan, dia pun pura-pura terkejut juga bikin wajahnya pucat. Sehingga Pendekar Gledek tak sadar terpengaruh dan tertawa-tawa saja. "Rasain!"ceplosnya.Pendekar Putul tak tanggapi ucapan Pendekar Gledek. Lagian dia pun saat ini belum ada kepikiran lari, tuh orang-orang yang ingin dia selamatkan belum satupun bebas.Apalagi kalau dia ngotot mengamuk saat ini, maka sama saja dengan bunuh diri, tempat ini banyak sekali orang-orang sakti, yang sudah jadi kaki tangan Ki Rawa.sehebat-hebatnya Pendekar Putul, di keroyok puluhan orang sakti, pasti dia keok juga! Si Putul kini bahkan di jamu di sebuah ruangan layaknya tamu agung saja, pendekar in
Singgg…!Pendekar Putul cabut pedang tipisnya yang sempat di rampas Ki Rawa dan dikembalikan lagi padanya, setelah ia di keluarkan dari ruang tahanan.Pedang ini adalah hadiah dari neneknya, Bunda Suri Putri Reswari. Pedang ini merupakan pedang kesayangan sang Putri dan ternyata hadiah dari mendiang Raja Daha.Semua orang tegang bukan main, saat Pendekar Putul melangkah terpincang-pincang dan kini berdiri di belakang Pangeran Daha dan Pangeran Akmal.Tangan kiri si Putul bergerak sambil tarik rambut kepala kedua pangeran ini secara kurang ajar bergantian.Bahkan dia sempat-sempatnya memukul punggung keduanya dengan tongkatnya. Bukkk…bukk…!Sampai terbungkuk kedua pangeran ini menerima pukulan tongkat si Putul ini. Semua orang kaget denga ulah si Putul yang kurang ajar ini.Tetapi Ki Rawa dan Pendekar Gledek senyum-senyum kecil melihat ulah si Putul yang seakan lampiaskan rasa marahnya itu. Mereka malah puas melihat aksi si Putul yang sengaja lecehkan kedua pangeran ini.Tass…tasss….!
Hutan ini sangat lebat dan terkenal angker, tapi anak bertubuh kecil kurus dengan pakaian mirip pengemis ini agaknya sudah terbiasa ke sini mencari kayu bakar, yang dikumpulkan lalu di jual ke pasar.Di usianya yang baru jalan 8 tahunan, dia harus bekerja keras seperti orang dewasa, karena keadaannya yang miskin. Wajahnya sebenarnya tampan, matanya bulat bersih, hidungnya kecil mancung. Krusaaakk….si anak kecil ini lalu refleks menoleh ke arah suara itu. “Jangan-jangan ular besar,” batinnya mulai waspada, sambil menghunus golok pendeknya yang selalu menemaninya bila ke hutan.Tiba-tiba hampir copot jantungnya, seolah melihat hantu di siang bolong, di depannya sudah berdiri seorang laki-laki yang tak dikenalnya. Tak sadar goloknya sampai terlepas dari tangan, saking kagetnya.Pandangan laki-laki itu menusuk mata polosnya, hingga hati si anak kecil ini mengkerek, ketakutan langsung melanda hati. Kok muncul tiba-tiba saja, batinnya.“Kamu…bawa benda ini, lalu pergii cepat…arghh…aku tak
Dengan kaki gemetaran menahan takut, Japra mendekati jasad Ki Palung. Nekat, dia pun memegang tubuh yang sudah taak bernyawa ini.“Astaga, benaran sudah mati, tubuhnya tak gerak lagi?” batin Japra dan kembali ketakutan melanda hatinya.Tiba-tiba Japra mendengar suara dari kejauhan, tanpa buang waktu, Japra berlari bersembunyi menjauhi jasad Ki Palung, dengan langkah ngos-ngosan saking gugupnya, sambil melihat-lihat situasi.Dia pikir pasti orang jahat yang sudah membuat Ki Palung tewas ini yang datang kembali. Apa yang dia khawatirkan benar adanya!“Ha-ha-ha…si pentolan perampok ini sudah mati!” tiba-tiba terdengar suara orang terbahak.Japra langsung gemetaran tubuhnya. Ternyata yang datang salah satu dari 3 pendekar golok putih, musuh Ki Palung.“Ya Tuhan, itu musuh Ki Palung moga dia tak lihat aku,” batin Japra makin merunduk tubuhnya ke tanah dan terhalang semak belukar yang lebat.Hatinya tentu saja ketakutan, di pikirannya orang itu pasti jahat..! Dari tempat persembunyiannya,
Dengan polosnya Japra pun mengangguk, dia bahkan tak ragu sebutkan isi sumpah tersebut. Hingga Ki Boka dan dua orang tadi saling pandang, takjub sekaligus keheranan.“Ini sumpah rahasia padepokan kita, agaknya anak kecil ini tak bohong Ki Boka,” bisik pria yang bernama Agur ini. Ki Boka menganggukan kepala sambil menaksir-naksir tubuh Japra.Tapi…tanpa setahu ke 3 orang ini, Japra sengaja tak ceritakan soal peta Pusaka Bukit Meratus!Ki Boka lagi-lagi bikin nyali Japra hampir menciut, orang yang menjadi wakil Ki Palung ini tak kalah seramnya dengan Ki Palung dan kedua orang yang membawanya ke sini.Wajah brewokan, tubuh Ki Boka tinggi kokoh dengan urat-urat kekar menonjol di kedua lengannya, ditambah golok yang lumayan besar di pinggangnya, lebih besar dari golok Agur dan Icok.Kini dia menatap tajam wajah Japra, kisah yang baru Japra sampaikan membuat wajahnya terlihat keruh, ada kemarahan serta dendam kesumat terlihat di sana. “Hmm…jadi ketua kami, Ki Palung sudah tewas di tangan 3
“Kurang ajar, heii jongos, kamu ternyata diam-diam ngintip saat kami latihan yaa. Kamu patut di hajar,” bentak Sawon, ditambah kompor dari 3 temannya, yang sebut Japra pencuri ilmu silat, makin murkalah Sawon.Tanpa menunggu Japra bicara. Hiattt….hiatttt…Sawon langsung keluarkan jurus-jurus terhebatnya, dia seolah ingin hajar Japra dalam satu gebrakan.Japra tentu saja kaget tak kepalang dengan serangan ganas Sawon ini. Tapi anak kecil ini tak gentar, dengan gesit dia mampu menghindar semua serangan ganas Sawon.Walaupun baru 6 bulanan berlatih seorang diri, dengan lincah semua serangan Sawon berhasil Japra elakan.Tapi Japra tak punya kesempatan membalas, kadang ada juga pukulan Sawon yang kena ke badan kurusnya. Japra menahan nyeri, tapi dia tak mau menyerah begitu saja."Aku tak salah apa-apa," batinnya mulai marah juga dengan kelakuan Sawon ini. Tanpa Japra sadari, jiwa pantang menyerang dan ingin membalas kalau disakiti mulai keluar tanpa dia sadari.Japra bertekad akan melawan ap
“Japra aku ikut berlatih yaa!”Japra yang sedang bergerak lincah langsung berhenti, mendengar suara bening dari seorang gadis kecil.Matanya bulat bersinar terang, kulitnya putih bersih, dengan bulu-bulu halus di sekujur lengannya, menambah kecantikannya.“Aura…boleh, ayoo kita berlatih bareng, mengulang pelajaran dari Mahaguru kemarin,” sahut Japra dengan wajah berbinar.'Siapa yang tak senang berlatih ditemani bocil cantik ini-' pikir Japra sumringah. Kebiasaan berlatih seorang diri sudah jadi rutinitas Japra sejak jadi murid di sini.Japra tak pernah pedulikan apapun kelakuan Ki Boka dan anak buahnya, yang kadang berpesta usai sukses melakukan perampokan pada korban-korbannya. Ia hanya fokus berlatih!Keduanya pun berlatih dengan riang gembira. Tubuh Japra yang kini bergerak gesit dan luwes, 2 tahun lalu dan saat ini sudah berubah.Di usianya yang sudah 10 tahunan, badannya berisi tak lagi kurus, tubuhnya pun makin jangkung. Ditunjang pakaian hitam yang dia kenakan. Menambah ketampa
Singgg…!Pendekar Putul cabut pedang tipisnya yang sempat di rampas Ki Rawa dan dikembalikan lagi padanya, setelah ia di keluarkan dari ruang tahanan.Pedang ini adalah hadiah dari neneknya, Bunda Suri Putri Reswari. Pedang ini merupakan pedang kesayangan sang Putri dan ternyata hadiah dari mendiang Raja Daha.Semua orang tegang bukan main, saat Pendekar Putul melangkah terpincang-pincang dan kini berdiri di belakang Pangeran Daha dan Pangeran Akmal.Tangan kiri si Putul bergerak sambil tarik rambut kepala kedua pangeran ini secara kurang ajar bergantian.Bahkan dia sempat-sempatnya memukul punggung keduanya dengan tongkatnya. Bukkk…bukk…!Sampai terbungkuk kedua pangeran ini menerima pukulan tongkat si Putul ini. Semua orang kaget denga ulah si Putul yang kurang ajar ini.Tetapi Ki Rawa dan Pendekar Gledek senyum-senyum kecil melihat ulah si Putul yang seakan lampiaskan rasa marahnya itu. Mereka malah puas melihat aksi si Putul yang sengaja lecehkan kedua pangeran ini.Tass…tasss….!
Pendekar Putul pun diam saja, bahkan sengaja pasang wajah kaget, sebab saat ini racun apapun yang di recoki ke tubuhnya, tak ada yang mampu membunuhnya.Buah ajaib yang dia makan dan sudah dia baca di kitab dalam gua itu saat dia berlatih seorang diri, ampuh atasi segala macam racun yang paling ganas sekalipun. Namun, agar sandiwaranya makin menyakinkan, dia pun pura-pura terkejut juga bikin wajahnya pucat. Sehingga Pendekar Gledek tak sadar terpengaruh dan tertawa-tawa saja. "Rasain!"ceplosnya.Pendekar Putul tak tanggapi ucapan Pendekar Gledek. Lagian dia pun saat ini belum ada kepikiran lari, tuh orang-orang yang ingin dia selamatkan belum satupun bebas.Apalagi kalau dia ngotot mengamuk saat ini, maka sama saja dengan bunuh diri, tempat ini banyak sekali orang-orang sakti, yang sudah jadi kaki tangan Ki Rawa.sehebat-hebatnya Pendekar Putul, di keroyok puluhan orang sakti, pasti dia keok juga! Si Putul kini bahkan di jamu di sebuah ruangan layaknya tamu agung saja, pendekar in
“Soal gampang itu, kapan aku bisa memenggal leher keduanya,” sahut Pendekar Putul kalem seolah tak ada beban.Ki Rawa dan Pendekar Gledek yang baru datang sampai kaget, termasuk Safa yang dari diam saja mendengar ucapan ini.“Heeh si buntung, kamu tahu kan siapa salah satu orang itu? Dia adalah Pangeran Daha, sekaligus putra mahkota kerajaan Muara Sungai, bahkan dia adik ibumu. Nah, satunya lagi adalah Pangeran Akmal, anak kedua dari Prabu Hata dari Kerajaan Loksana,” semprot Pendekar Gledek, yang aslinya sangat dongkol dengan bekas muridnya ini. “Justru karena dia Pangeran Daha makanya aku ingin membunuhnya, kan kamu pernah minta aku bersumpah agar membunuh semua keturunan Prabu Japra,” dengus si Putul tak mau kalah.Dan sama sekali tak tunjukan rasa hormatnya pada orang yang pernah memeliharanya sejak bayi. “He-he-he…rupanya dia belum tobat Gledek, buktinya dia malah ingin penggal leher pamannya sendiri,” ejek Ki Rawa.“Huhh hati-hati Rawa, si buntung ini kadang ajaib, otak sus
Awalnya memang hanya berpelukan, namun setan burik mulai menari-nari di dalam hati Pendekar Putul.Cukup lama remaja yang kini sudah hampir jadi pemuda ini tidak berdekatan dengan wanita, saat ini tanpa di sangka-sangka, dia dapat ‘duren’ jinak."Kapan lagi dapat 'benda' jinak ini," batin Pendekar Putul, mulai terpancing.Apalagi tanpa ragu Safa mulai menggeser wajahnya dan saat Putul berpaling, tak terelakan lagi bibir mereka bertemu.Keduanya sama-sama kaget (walaupun Safa agaknya sengaja di buat-buat kagetnya).Sesaat Putul terpana, tapi sejurus kemudian secara alami, bibirnya mulai melumat bibir merah Safa.Sesaat adu gelut mulut bikin keduanya terlena, kini bahkan tanpa malu-malu lagi, Safa menarik tangan si Putul ke dadanya yang sudah terbuka sejak tadi tanpa di sadari si Putul.Putul bukanlah remaja kemarin sore, dia paham apa tujuan Safa menarik tangannya, apalagi kalau bukan minta diremas.Sebagai mantan pemain wanita, Pendekar Putul mulai lupa diri, tapi tidak lupa pelajaran
“Di-dimana aku…siapa kamu?” wanita cantik ini malah balik bertanya dan dia sampai mundur dan mepet ke dinding gua, sambil sedapatnya rapikan pakaianya, agar tubuh mulusnya tak terlihat si Putul.Apalagi cahaya di dalam gua ini remang-remang, sehingga wanita cantik ini makin ketakutan.“Aku bukan orang jahat, aku justru mau tanya, siapa kamu dan kenapa kamu sampai di bawa ke sini,” sahut Putul perlahan, sehingga ketakutan di wajah wanita ini agak berkurang, apalai suara si Putul halus dan sopan.“Namaku Safa, aku di culik seorang dari kampung kami dan di bawa ke sini, aku nggak sadar sampai akhirnya di bawa ke gua ini,” katanya dengan wajah masih ketakutan.Walaupun sudah kenyang makan asam garam soal wanita, tapi entah kenapa Pendekar Putul kali ini agak lengah.Dia percaya saja apa yang barusan di katakan perempuan misterius ini.Pendekar Putul bahkan agak lupa, kalau dia sebenarnya datang ke tempat ini untuk bertarung dengan Ki Rawa.“Baiklah, mari kita keluar dari gua ini, kamu kini
Setelah cukup lama berbincang dengan Lihan dan Bombon, ketiganya lalu sepakat cari penginapan di kampung ini.Apalagi sampai malam mereka berada di warung ini, Ki Rawa dan Pendekar Gledek tak muncul, termasuk kaki tangannya."Mungkin dua orang yang aku hajar itu belum tiba di padepokan, sehingga Ki Rawa atau Pendekar Gledek belum muncul," ceplos Pendekar Putul, yang diiyakan Lihan dan Bombon. Pendekar Putul sepintas tahu, kedua pemuda yang seumuran dengannya ini bukan pendekar sembarangan, langkah kaki mereka menunjukan ke 2 nya memiliki ilmu kanuragan yang cukup tinggi.Pendekar Putul tak masalah keduanya kini jadi sahabatnya, apalagi keduanya juga sopan dan tidak menganggapnya ‘orang’ cacat.Dalam hati dia memuji sikap keduanya ini, yang dianggapnya berpendidikan, juga keduanya kadang suka melucu, sehingga hatinya terhibur juga mempunyai dua sahabat baru.Baru saja merebahkan tubuhnya, Pendekar Putul waspada saat ada gerakan mencurigakan di depan pintu.Lalu ada sesuatu yang di sodo
Tranggg…!"Iiihh...kenapa jadi ularrr!" teriak si Kumis terkejut setengah mampus.Kedua orang ini serentak lepas goloknya dan jatuh berdenting di lantai warung makan ini. Golok mereka tiba-tiba berubah jadi ular kobra yang mematuk wajah mereka.Pendekar Putul lalu berdiri dan berjalan dengan langkah terpincang-pincang dibantu tongkatnya.Kemudian golok tadi dia ambil dan tongkatnya di kempit, dia ancam keduanya dengan golok tadi tepat di leher masing-masing.“A-ampunnnn….ampunn…tuan pendekar,” kata keduanya tak malu-malu lagi, sebab kalau golok di tebaskan, maka amsionglah nyawa keduanya.Apalagi tubuh mereka mendadak lumpuh, saking lihai Pendekar Putul ini menotok leher mereka melalui ujung golok tersebut.Sebal juga hati Pendekar Putul melihat kepengecutan keduanya, tadi sok jagoan mengancam-ancam dirinya.“Kalian bilang ke Ki Rawa atau Pendekar Gledek sekalian, aku Pendekar Putul menantang mereka duel sampai mati, di manapun tempatnya, silahkan tentukan tempatnya,” kata Si Putul den
2,5 bulan kemudian, Pendekar Putul sudah tiba di kaki bukit meratus bagian barat, di mana padepokan ular hitam berada.Apa yang dikatakan Pangeran Boon Me benar adanya, kini di mana-mana berkibar bendera Ular Hitam dan banyak sekali orang-orang berpakaian hitam dengan sulaman ular di pakaian mereka, baik pria maupun wanita dan rata-rata masih muda.Dipinggang mereka pun terselip golok-golok dan jalan bak jagoan saja, seolah daerah ini wilayah yang mereka jaga.Ini seklaigus menandakan, daerah ini sudah di kuasai kelompok Ki Rawa dan Pandekar Gledek, sekaligus anak buahnya makin hari makin bertambah banyak saja dan datang dari 9 penjuru angin.Tapi Pendekar Putul yang terlanjur marah mendengar ibunya tertawan, sama sekali tidak gentar.Dirinya bahkan sengaja duduk berterang di sebuah warung di desa kaki bukit meratus ini.Padahal desa ini sudah masuk dalam kekuasaan kelompok Ular Hitam.Pendekar Putul sengaja, untuk pancing sang ular besarnya keluar, dia percaya diri dengan kemampuan si
Setelah berhari-hari menunggu, Pendekar Putul pun dapat kesempatan menziarahi makan neneknya, walaupun kuburan ini di jaga sangat ketat prajurit kerajaan.Tapi dengan mudah si Putul masuk dan kini bersimpuh di depan makam yang di hiasi indah, sebagai penghormatan bagi pendiri kerajaan ini.Ingat kebaikan neneknya selama seminggu dan di beri jurus yang sangat hebat, tak terasa Pendekar Putul meneteskan airmata.“Maafkan aku nek…aku bersumpah mulai kini akan jadi pendekar yang baik seperti pesan nenek dan akan seperti kakek Prabu Japra. Aku juga tak bakal lepaskan 5 orang bertopeng, kemanapun akan aku cari” lirih sekali suara Pendekar Putul.Tanpa sadar dari tadi sikapnya di perhatikan seseorang yang mendiamkan saja ulahnya, kakinya saat menginjak lantai kompleks pekuburan khusus keluarga kerajaan sama sekali tak menimbulkan suara apapun, saking lihainya.Walaupun si Putul saat ini sangat sakti, tapi orang yang memperhatikannya jauh lebih sakti.Buktinya walaupun jaraknya hanya 10 metera