"istri anda--"
"Istri saya kenapa, Nath?" Seru Allen tak sabar. "Baik-baik saja. Beruntung kandungannya juga dapat diselamatkan. Namun kondisi pasien saat ini masih sangat rentan." Ujar Natalya lembut. Wanita itu menatap Allen dengan sorot penuh kerinduan. Allen bukan tidak menyadari lirikan wanita itu, namun saat ini fokus Allen sedang pecah. Pria itu masih saja tegang. Menanti waktu dia bisa menemui sang istri. "Ehemmmp, jadi kapan saya bisa menemui istri saya?" Ujar Allen tak sabar. Melihat kekhawatiran Allen, wajah Natalya tampak kecewa. "Sekarang juga bisa, namun alangkah lebih baiknya saat pasien telah dipindahkan ke ruangan rawat. Kalau begitu saya permisi. Kalau ada apa-apa cari saya saja!" Ujar Natalya kemudian berlalu dari hadapan mereka semua. Allen berdiri mematung didepan pintu UGD. seolah menghitung menit dan detik yang berganti.<Verona, Italia * * Seorang pria paruh baya tengah berjalan mondar-mandir di hadapan istri dan putrinya. Sesekali pria itu meraup wajahnya dilema. Baru saja seorang pesuruh dari seorang Mafia yang terkenal kejam dan mata keranjang datang menyampaikan pesan yang membuat pria paruh baya itu tidak tenang dan gelisah. "Daddy, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya putrinya bingung. "Yah, benar, jelaskan kepada kami apa yang terjadi! Mengapa Mafia Allen Anthonio mengirim pesan seperti itu kepadamu?" Desak sang istri yang duduk dengan kaki dan tangan saling menyilang menatap nyalang pada sang suami. Pria paruh baya yang bernama Darren itu menghela nafasnya gusar. Kemudian melangkahkan kakinya duduk disofa mewah itu. "Maafkan aku istriku, ini semua salah ku." Jawab pria itu penuh sesal. "Iya, aku tahu ini salah mu. Apa maksudmu berhutang hingga jutaan dollar pada seorang mafia. Apa kamu sudah gila?" Tanya sang istri yang bernama Rara Margaretha. "Maafkan aku, aku terlena pada
Sofia memandang tubuhnya di cermin, gaun hitam bertabur Glitter mewah dengan tali spaghetti pres body yang melekat ditubuhnya membangun kesan seksi di dirinya. Wanita itu cukup risih berpakaian seterbuka itu, pasalnya selama ini dia tidak pernah mengenakan gaun seksi. Sofia harus melewati masa remajanya dengan baju-baju yang dibeli untuknya sebelum kedua orang tuanya meninggal, atau paling tidak dengan baju-baju lungsuran Alea. Ada perasaan takjub juga haru menatap pantulan dirinya dicermin. Kalau gadis-gadis seusianya sibuk dengan party-party dan fashion berganti, Sofia harus berpuas diri untuk tidur lebih cepat untuk menghilangkan penat seharian bekerja diluar rumah, juga didalam rumah Derit pintu kayu yang dibuka dari luar cukup memekakkan telinga, selain karena kayu pintu yang telah tua tanpa perawatan juga karena didorong paksa tanpa kelembutan. "Sofia, aku akan mendandani mu malam ini," ujar Alea seraya berjalan mendekat kearah sang sepupu yang akan menggantikannya menj
Mobil yang dikendarai oleh para bawahan Mafia Allen Anthonio melaju kencang meninggalkan pusat kota Verona, meninggalkan rumah mewah yang dibangun sang ayah ketika ibunya mengandung Sofia dari hasil toko anggur terkenal yang didirikan Tuan Gussel saat itu. Salah satu toko anggur fermentasi dengan kualitas terbaik di sudut kota Verona, selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan maupun warga lokal apalagi saat musim dingin tiba. Untung saja, resep racikan anggur milik tuan Gussel secara langsung diturunkan pada Sofia kala itu, gadis belia itu diminta sang ayah untuk terus terlibat dalam proses pembuatan minuman anggur dan cara pengolahannya membuat Sofia hapal diluar kepala resep rahasia enaknya anggur fermentasi sang Padre Namun dari tahun ke tahun, kualitas anggur racikan milik keluarga mereka mengalami kemunduran ditangan sang paman Darren. Pasalnya pria paruh baya itu lebih banyak menghabiskan waktunya di pub malam bermain judi dan mencicipi gadis-gadis muda yang menjajakan tubuhnya
"Minta pelayan melayani gadis didalam kamar itu, suruh dia memandikannya dan mendandani, aku akan mengajaknya ke Milan hari ini!" Perintah Allen pada kepala pelayan dimansionnya pagi itu. "Baik Tuan." Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya hormat, kemudian berjalan mundur lalu membalikkan badannya menjauh dari tempat tuan besarnya duduk. Kepala pelayan dimansion itu bernama bibi Emma. Usianya sekitar 58 tahun, sudah begitu lama bekerja pada keluarga Allen. Bibi Emma sudah bekerja sejak usianya dua puluh satu tahun. Bibi Emma adalah pelayan pribadi ibu Allen saat masih hidup. Kini wanita itu telah bekerja selama lebih tiga puluh tahun. Namun demikian kini tugasnya tidak begitu berat, pasalnya wanita paruh baya itu hanya Allen tugaskan untuk mengawasi seluruh pekerja dirumah itu, begitu pula suaminya yang menjadi pengawas untuk perkebunan anggur milik Allen yang membentang luas sejak memasuki kawasan perkebunan. Allen kembali memasuki kamarnya. Menanti Sofia selesai di
Sofia membuka kedua kelopak matanya, sesaat setelah mendengar dentuman keras dipintu kamar saat Allen meninggalkan kamar yang dihuni Sofia. Wanita itu menolehkan kepalanya, memastikan bahwa pria itu benar-benar telah pergi. Sofia dengan cepat membenarkan kembali pakaiannya yang telah meninggalkan tempatnya akibat perbuatan Allen. Wanita itu meraih selimut, menyembunyikan tubuhnya. Sofia meringkuk dibawah selimut, jantungnya masih berdetak kencang, wanita itu masih shock setelah Allen menyentuhnya dengan brutal. Air mata Sofia terus saja mengalir, seolah bendungan jebol. Sakit hatinya bertambah berkali-kali lipat. Suara ketukan dipintu membuat Sofia semakin mengeratkan pelukan pada lututnya yang tengah meringkuk ketakutan. Wanita itu bahkan sampai bergetar dengan keringat dingin mengucur dari tubuhnya. Suara langkah terdengar mendekat, namun terdengar seperti langkah kaki seorang wanita dengan sepatu ber hak tinggi. "Nona, ini makan siang anda, sebaiknya anda makan seg
"Nona, izinkan saya mendandani anda sekarang. Kami tidak tahu bagaimana cara menjelaskan pada tuan Allen kalau anda menolak lagi sekarang." Cicit Lucy dihadapan Sofia. Allen sekali lagi memerintahkannya mengurus wanita itu. Sofia menghela nafas gusar, menatap pelayan wanita itu iba. "Apa dia sekejam itu? Apa dia sudah pernah membunuh seseorang disini?" Tanya Sofia berbisik. Lucy sang pelayan tertegun, pertanyaan sederhana ini baginya bisa saja menjadi alasan nyawanya terancam. "Tidak nona, kalau nona menurut tuan akan sangat baik. Percaya pada saya." Rayu Lucy, berharap Sofia akan luluh untuk mereka urus. "Ya sudah ayo! Kita mulai dari mana?" Tanya Sofia seraya bangkit berjalan kearah meja rias disamping lemari. "Hmmm-- kita mulai dari membersihkan tubuh nona, mandi." Jawab Lucy sungkan. Sofia tampak berfikir, kemudian wanita muda itu menghela nafasnya kasar. "Ya sudah, ayo!" Jawab Sofia pasrah berjalan sendiri menuju kamar mandi. Lucy menganggukkan kepalanya semang
Setelah menghilangkan lelahnya, Allen terbangun, pria itu bangkit dari ranjang. Niatnya untuk membersihkan tubuhnya yang lengket dikamar mandi urung saat menatap Sofia yang tengah tertidur dengan kaki terkangkang tak berdaya. Pria itu menatap Sofia.Disana mengalir cairan putih kental bercampur dengan darah. "Darah? Darah apa ini, apa darah menstruasi, atau keguguran?" Tanya Allen bingung pada dirinya sendiri. Pria itu meraih ponselnya, menyalakan blits dan menyorot bagian tubuh Sofia. Allen menatap wanita itu dengan bimbang , disingkapnya selimut wanita itu, bekas darah mengering terlihat jelas. "Pe--perawan?" Gumam Allen terkejut. Pria itu segera menjauhkan tubuhnya dari Sofia, berdiri disamping ranjang menatap nanar pada Sofia. "Dasar gadis bodoh. Kenapa tak bilang kalau dirinya masih perawan. Sial... sial.." Allen menjambak rambutnya bingung, terus menatap tubuh polos tanpa sehelai benang yang sedang tertidur di ranjang. "Dasar bodoh. Pasti tadi itu sakit sekali."
"Tuan... Tuan besar Alfonso berada di kota Milan. Tadi pagi beliau mengirimkan email agar anda menghadiri pertemuan keluarga." Ujar James serius. "Pertemuan keluarga?" "Yah, benar tuan, ini untuk membahas siapa yang paling berhak memegang kendali atas perusahaan Royal Europa Company." Allen mendengus kesal, pria itu paling malas bila harus menghadiri pertemuan keluarga dari ayahnya. Pasalnya pria itu tidak begitu dekat dengan sang ayah dimasa lalu saat ayahnya masih hidup. Sang ayah, lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja. Sayangnya saat sang ayah meninggal dunia, Allen enggan mengurus perusahaan sang ayah. Jadilah perusahaan itu diurus oleh sang kakek kembali, Alfonso. "Aku tidak tertarik mengurus dan memiliki perusahaan itu. Apa kau fikir usahaku tidak cukup membuatku kaya, James?" "Yah, itu tidak diragukan lagi tuan. Namun ada yang harus anda ketahui, bahwa Royal Europa Company bukan semata-mata perusahaan milik keluarga ayah anda. Disana saham nyonya Leana s
"istri anda--" "Istri saya kenapa, Nath?" Seru Allen tak sabar. "Baik-baik saja. Beruntung kandungannya juga dapat diselamatkan. Namun kondisi pasien saat ini masih sangat rentan." Ujar Natalya lembut. Wanita itu menatap Allen dengan sorot penuh kerinduan. Allen bukan tidak menyadari lirikan wanita itu, namun saat ini fokus Allen sedang pecah. Pria itu masih saja tegang. Menanti waktu dia bisa menemui sang istri. "Ehemmmp, jadi kapan saya bisa menemui istri saya?" Ujar Allen tak sabar. Melihat kekhawatiran Allen, wajah Natalya tampak kecewa. "Sekarang juga bisa, namun alangkah lebih baiknya saat pasien telah dipindahkan ke ruangan rawat. Kalau begitu saya permisi. Kalau ada apa-apa cari saya saja!" Ujar Natalya kemudian berlalu dari hadapan mereka semua. Allen berdiri mematung didepan pintu UGD. seolah menghitung menit dan detik yang berganti.
Mario bergegas mengangkat Sofia, mimik wajah pria itu panik tidak terkira. Sedangkan bodyguard bernama Max dengan cepat meringkus Alea yang masih berdiri dengan wajah melongo tak percaya. Tatapan wanita itu membelalak ngeri, melihat darah yang merembes dari sela paha Sofia. Alea sadar bahwa nasibnya kini telah ditentukan oleh Allen Anthonio. Mario berlari diikuti oleh Lucy yang menggendong El. Sedangkan Max kini telah menyeret Alea keluar dari pusat perbelanjaan. Semua orang yang menyaksikan mereka menjadi heboh. Namun tak ada yang menyangka bahwa wanita itu adalah istri pria paling kejam di kota mereka. Mario membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga dia bahkan lupa bahwa ada El dan Lucy bersamanya. Lucy menopang kepala sang nona dan El disisi lainnya. "Lucy-- ini sakit sekali." Rintih Sofia lemah. Wajah wanita itu pucat pasi.
James mengetuk pintu ragu-ragu. Tadinya dia ingin menemui Allen lebih awal, namun melihat istri tuannya masuk dan tak kunjung keluar membuat James mengurungkan niatnya. Pria itu hanya bisa terus memantau dari jauh kapan kiranya Sofia keluar. Nyatanya, sejam telah berlalu namun tak ada tanda-tanda wanita itu meninggalkan ruangan suaminya. Sebagai pria yang telah merasakan indahnya pernikahan, tentu saja James mengerti apa yang terjadi didalam sana.James mengetuk pintu ruang kerja Allen. James berdiri didepan pintu, menunggu Allen membuka pintu, biasanya dia akan langsung masuk setelah mengetuk pintu, namun setelah dia melihat istri Tuannya masuk kesana. Itu artinya tempat itu telah menjadi ranah pribadi sekarang. Klekkk... "Masuk!" James mengangguk, mengikuti langkah pria itu, tampilannya tetap rapi seperti sedia kala. membuat James mengeryitkan keningnya bingung. '
Allen melepaskan pelukannya pada Sofia, pria itu menggulingkan tubuhnya hingga jatuh terlentang. Ditatapnya langit-langit kamar, seolah dia sedang merangkai kalimat diatas sana. Hening, tak ada satupun yang bersuara. Hanya helaian nafas keduanya yang bersahut-sahutan berat. Sofia memilih tidak peduli, wanita itu berusaha memejamkan matanya. Hingga dengkuran halus khas wanita hamil mulai terdengar dari bibirnya. Allen menoleh, menatap intens punggung sang istri. Punggung yang begitu dia sukai untuk bersandar dan memeluk Sofia dari belakang. Mendengar sang istri telah jatuh tertidur, pria itu kembali keluar dari kamar. Melangkah turun kelantai bawah dan berjalan ke arah taman belakang. Taman yang sama dimana dia mengacaukan ciuman pertama James dan lucy malam itu. Allen duduk dibangku taman, pria itu menghisap dalam cerutunya. Menguarkan asapnya bersama dengan kegelisahan yang ditanggungnya. Anda
Kediaman tuan Darren ~~~ Nyonya Rara memijat kepalanya yang terasa seperti ingin pecah, berita pernikahan Sofia membuat keluarga itu pusing tujuh keliling. Tuan Darren tak menyangka bahwa tuan Allen Anthonio pada akhirnya akan menikahi Sofia, keponakan perempuannya yang selama ini dia siksa. Ada rasa takut dan was-was yang kini menyelimuti hati pria tua serakah itu. Bagaimana tidak, dia menyerahkan surat-surat berharga kepemilikan properti miliknya pada Allen Anthonio. Dia fikir saat itu pria itu akan mengambil putrinya yang berharga untuk menjadi nyonya. Dia telah menawarkan Alea pada Allen Anthonio, dan sepertinya saat itu pria itu setuju-setuju saja. Lima tahun berlalu tanpa pernah pihak Allen Anthonio menemuinya. Dia fikir dia telah lolos begitu saja. Namun pernikahan Sofia dan Allen Anthonio sepertinya akan menjadi awal kehancuran mereka. "Daddy, bagaimana ini
"pasti sekarang James sedang melakukan malam pertama dengan Lucy." Gumam Allen menerawang. Pria itu duduk menyandar disamping Sofia. "Kenapa memikirkan rumah tangga orang lain?" Jawab Sofia kesal. "Tidak apa-apa, hanya iri saja. Sayang, kapan kita bisa melakukannya?" Rengek Allen seperti anak kecil. "Dokter bilang belum bisa kan?" "Iya," wajah pria itu tertekuk kesal, sudah beberapa malam dia menahan diri tidak menyentuh Sofia. Rasanya kepalanya sudah sangat sakit sekarang. "Besok kita kerumah sakit untuk periksa yah sayang." Ujar Sofia tenang. "Periksa? Wahhh itu ide yang sangat bagus. Aku tak sabar ingin melihat wajah anakku" jawab Allen begitu semangat. "Mana bisa? Belum kelihatan." Sergah Sofia makin kesal. Allen menggaruk kepalanya yang tak gatal, merasa sedih sekaligus menyesal. Lihatlah karena dirinya melewatkan momen ketika El masih didalam k
Lucy dan James akhirnya resmi menjadi pasangan suami istri. Pria kaku itu tak menyangka, bahwa dia akhirnya menikah dengan wanita yang dinantinya selama lima tahun. Setelah pesta pernikahan, Lucy dan James kembali ke hotel yang telah dipersiapkan untuk menginap. Hotel yang sama yang dipilih Allen dan Sofia setelah mereka menikah. Keduanya tampak begitu canggung, belum pernah berinteraksi sedekat ini selain malam dimana Pria itu mencuri ciuman pertama Lucy ditaman. "Emhh-- James, bisa tolong bantu menarik resleting gaunku?" Lucy bertanya ragu-ragu. "Iya, berbalik biar aku membukanya." Pria itu berjalan kearah sang istri, berdiri dibelakangnya. James menarik resleting gaun pengantin Lucy, tangan pria itu bergetar. Tubuhnya terasa begitu panas dingin menatap punggung mulus istri yang baru saja di nikahinya. Tak jauh berb
"iya Smith, aku sedang hamil." Jawab. Sofia lirih. Wanita itu tersenyum sendu menatap Smith. Pria baik yang Sofia anggap malaikat. Sofia bukan tak tahu tentang perasaan pria itu meski kata-kata cinta tak pernah terucap dari bibirnya. Hanya saja, sejak awal Sofia memang sudah memberi jarak. Padahal, Sofia tanpa Smith tidak akan menjadi seperti sekarang. Allen memperhatikan raut kecewa pria yang duduk dihadapannya. Entah mengapa ada rasa iba yang menyusup kedalam hati pria itu. Namun dengan cepat pria itu menepisnya. Baginya siapapun yang ingin memiliki wanitanya adalah lawan yang berani mati. Lama, Smith maupun Sofia dan Allen terdiam. Hanya celoteh El yang sesekali terdengar. Ketiganya larut dalam fikiran masing-masing.
Selesai makan, Allen dan Sofia duduk di ruang keluarga. Wanita itu dilarang kemanapun oleh Allen, membuat Sofia semakin menahan kekesalannya pada sang suami. Allen terus saja ingin menempel pada Sofia, begitu pun dengan El. Sayangnya Sofia sangat tak suka dekat-dekat dengan Allen. Wanita itu akan langsung mual dan kesal saat Allen duduk disampingnya. Mau tak mau pria itu duduk dengan jarak dua kursi dari sang istri. "Nona--" Lucy berdiri dihadapan Sofia, membuat wanita itu mendongak. "Lucy--, ada apa? Ayo duduk!" "Tidak perlu nona." Ujar Lucy segan. Sofia mengulurkan tangannya, menarik Lucy duduk disampingnya. "Ada apa?" "Ak--aku ingin mengatakan sesuatu," "Sesuatu apa?" Tanya Sofia penasaran.