Verona, Italia
* * Seorang pria paruh baya tengah berjalan mondar-mandir di hadapan istri dan putrinya. Sesekali pria itu meraup wajahnya dilema. Baru saja seorang pesuruh dari seorang Mafia yang terkenal kejam dan mata keranjang datang menyampaikan pesan yang membuat pria paruh baya itu tidak tenang dan gelisah. "Daddy, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya putrinya bingung. "Yah, benar, jelaskan kepada kami apa yang terjadi! Mengapa Mafia Allen Anthonio mengirim pesan seperti itu kepadamu?" Desak sang istri yang duduk dengan kaki dan tangan saling menyilang menatap nyalang pada sang suami. Pria paruh baya yang bernama Darren itu menghela nafasnya gusar. Kemudian melangkahkan kakinya duduk disofa mewah itu. "Maafkan aku istriku, ini semua salah ku." Jawab pria itu penuh sesal. "Iya, aku tahu ini salah mu. Apa maksudmu berhutang hingga jutaan dollar pada seorang mafia. Apa kamu sudah gila?" Tanya sang istri yang bernama Rara Margaretha. "Maafkan aku, aku terlena pada permainan judi itu." Cicit tuan Darren lemah. Rara mendecak kesal, membuang pandangannya dari suami yang telah didampinginya selama dua puluh tiga tahun. Wanita itu kesal bukan main saat mendengar berita yang disampaikan oleh seorang pesuruh Mafia pagi ini. Yang mengatakan akan mengambil putrinya yang berharga untuk menjadi tawanan sekaligus budak hasrat untuk menjadi penebus hutang-hutang suaminya. "Stopp, sekarang bukan saatnya saling menyalahkan. Sebaiknya Daddy dan mommy memikirkan bagaimana caranya keluar dari ancaman Mafia itu. Apa kalian ingin aku menjadi tawanan pelunas hutang Daddy pada mafia itu?" Tanya sang putri yang bernama Alea Gracia Darren. "Hahhh, lihatlah hasil kelakuan bodohmu. Putriku yang berharga harus menanggung akibatnya. Apa otakmu tidak berfungsi sedikit saja, apa jadinya jika putrimu diambil mafia untuk menjadi tawanan dan budak nafsu iblisnya tanpa pernikahan?" Omel Rara terus menerus pada sang suami. "Maafkan aku istriku, maafkan Daddy anakku. Daddy akan menemui tuan Allen agar membatalkan keinginannya." Jawab tuan Darren gusar. Pasalnya pria itu sadar, bahwa menegosiasikan keinginan tuan Allen sama dengan bunuh diri. Pria itu kejam dan berdarah dingin, bukan lagi rahasia didunia bisnis dan dunia bawah, bahwa pria yang dijuluki Mafia iblis itu sangat suka berganti-ganti wanita dan tidak segan-segan melenyapkan siapa saja yang dianggapnya adalah saingan. Namun hebatnya, sejauh ini semua kejahatannya seolah tersusun rapi dan tidak pernah terhembus oleh hukum. Entah para petinggi di negeri itu pura-pura tak tahu, atau memang benar-benar tak tahu apapun saking bersihnya para bawahan sang mafia melaksanakan tugasnya. * * Ditengah kekalutan yang melanda satu keluarga itu, tiba-tiba Sofia berjalan menunduk melewati mereka bertiga dari arah luar. Gadis berusia dua puluh dua tahun itu tampaknya baru saja pulang dari tempatnya bekerja. Yah, Sofia Alexandra Gussel rupanya bekerja sebagai seorang pelayan toko kue terkenal di pusat kota Verona. "Ehmm-- Dari mana saja kamu jam segini baru pulang?" Suara ketus Rara menginterupsi pendengaran Sofia. Membuat gadis muda dengan tubuh kurus dan kulit kusam itu berhenti. Wanita muda itu membalikkan badannya ke arah sang Tante dengan kepala menunduk dan raut wajah ketakutan. "A--aku baru pulang bekerja Tante." Jawab Sofia bergetar. Rara memutar bola matanya kesal, wanita paruh baya itu sudah berulang kali mengingatkan pada keponakan suaminya itu agar berhenti memanggilnya tante. "Aku sudah ribuan kali memperingatkan mu agar berhenti memanggil ku Tante. Dirumah maupun diluar rumah kamu harus memanggil ku nyonya. Apa kamu mengerti Sofia?" Ujar Rara menekan nada suaranya setegas mungkin. "I-- iya nyonya. Maafkan saya, saya lupa!" Jawab Sofia ketakutan. "Aku sudah memaafkan mu ribuan kali. Sekali lagi kamu mengulanginya maka kamu boleh angkat kaki dari rumah ini," jawab Rara menatap tajam pada Sofia. Mendengar ucapan istri dari pamannya, Sofia mengangkat kepalanya menatap Rara dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kenapa, kamu tidak terima?" Tanya Rara kesal. Sofia menggelengkan kepalanya lemah. Menarik nafasnya panjang dan berbalik meninggalkan ruang keluarga dimana keluarga sang paman masih duduk. "Sudah lah mom. Jangan membuang tenaga mengurus perempuan bodoh itu." Ujar Alea menenangkan sang ibu. Rara menganggukkan kepalanya setuju. Beberapa saat mereka bertiga larut dalam fikiran masing-masing guna mencari jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapinya. "Aku punya ide." Ujar Alea dengan senyum seringai terpahat dibibirnya yang tebal karena filler "Ide? Ide apa?" Tanya Rara penasaran, begitu pun dengan tuan Darren. Pria itu tampak menegakkan tubuhnya menatap sang putri tak sabar menanti ide apa yang akan dikatakan sang putri. "Bagaimana kalau kita tukar kan Sofia sebagai penebus hutang Daddy. Tuan Allen Anthonio tidak akan tahu mana putri kandung Daddy dan mana yang bukan." Ujar Alea tersenyum sumringah. "Iya, mommy sangat setuju," sahut Rara cepat. Wanita itu tersenyum licik membayangkan rencananya akan berhasil. Selain karena dia tidak harus menyerahkan putrinya yang berharga juga dia akan segera menyingkirkan wanita itu dari rumah ini. Rumah yang sesungguhnya adalah milik Sofia namun mereka kuasai semenjak kedua orang tua gadis malang tersebut meninggal dalam kecelakaan pesawat saat usia Sofia lima belas tahun. Tuan Darren tampak mengangguk anggukkan kepalanya pertanda setuju pada ide putrinya. "Yah kamu benar sayang. Kamu memang pintar seperti Daddy." Jawab tuan Darren senang. "Apa katamu? Pintar seperti mu? Pria pintar tidak akan menghabiskan uangnya dimeja judi sampai-sampai hampir mengorbankan putrinya asal kau tahu saja." Ujar Rara mendelik kesal mendengar ucapan suaminya. Tuan Darren hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal, tidak bisa dan tidak ingin membantah ucapan sang istri. Dirumah ini, semua hal diatur oleh istrinya. Wanita itu banyak memegang kendali atas keluarga. * * Dikamarnya, Sofia menghempaskan penat tubuhnya dikasur buluk ukuran single yang menjadi tempatnya tidur. Bukan, sebenarnya kamar yang ditempatinya sekarang bukanlah kamarnya yang sesungguhnya. Semasa kedua orang tuanya hidup, kamar yang kini ditempatinya sebenarnya adalah kamar pelayan rumah tangga mereka. Kamarnya yang sesungguhnya adalah yang ditempati Alea selama ini. Dia dipaksa merelakan kamar terluas dirumah itu untuk sang sepupu putri dari pamannya. Saat itu enam puluh hari setelah kedua orang tuanya teridentifikasi sebagai korban kecelakaan pesawat yang akan membawanya terbang ke Amerika untuk keperluan bisnis. Namun naasnya kedua orang tuanya tak pernah sampai ke Amerika, bahkan malah pulang dengan tubuh yang tak lagi utuh. Meninggalkan putri mereka seorang diri tanpa pesan tanpa pamit. Sofia memejamkan matanya, berharap segala kesedihannya selama ini hilang berganti mimpi manis walau hanya sekejap. Perlakuan tak adil dan siksaan kerap kali menjadi makanan sehari-harinya dirumah yang seharusnya menjadi miliknya itu. Sofia dipaksa dan terpaksa tak melanjutkan pendidikannya hingga perguruan tinggi, parahnya dia harus bekerja keras membanting tulang sejak usianya tujuh belas tahun hanya untuk memenuhi kebutuhannya sekedar membeli pakaian yang mulai mengecil atau perawatan diri. Padahal jelas-jelas kedua orang tuanya meninggalkan bisnis dan toko sebelum meninggal, namun semua bisnis dan usaha kedua orang tuanya dikelola oleh sang paman. Suara ketukan beradu tak sabaran dipintu kamarnya, membuat Sofia mau tak mau harus segera bangkit. Dia tidak bisa memanjakan penatnya barang sebentar saja. Pasalnya istri dari pamannya selalu marah dan menghardiknya bila malas-malasan. Semua pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan hal-hal kecil lainnya adalah tanggung jawabnya. Kecuali membersihkan rumah, mereka akan mendatangkan pekerja panggilan setiap tiga kali seminggu, mengingat betapa besarnya rumah itu. Sofia melangkah kearah pintu, membuka pintu kamarnya dengan perasaan enggan. "Mengapa membuka pintu saja seolah kamu berjalan dari Roma ke Verona, lelet sekali. Apa begitu juga caramu ditempat kerjamu?" Sambut nyonya Rara kesal. "Maaf tan-- nyonya. Sa-- saya sedikit penat hari ini," jawab Sofia bergetar. "Hahhh alasan saja kamu. Kamu memang selalu seperti itu Sofia, dirumah sok-sokan lelah dan lemas. Diluar sana kamu ceria dan kuat." Sambung Alea mengompori sang ibu. Sofia hanya menundukkan kepalanya, menurutnya percuma menanggapi Omelan, makian dan hardikan yang selalu dilayangkan oleh bibi dan sepupunya. Menurut Sofia, entah mengapa mereka seperti selalu mencari-cari kesalahan gadis itu. "Ambil gaun ini, besok akan datang tamu istimewa. Kamu harus tampil bersih. Nanti aku bantu merias wajahmu!" Ujar Alea seraya melemparkan sebuah gaun berwarna hitam dengan Glitter menyala dibeberapa bagiannya, sangat mewah. Ini adalah pertama kalinya Sofia memegang gaun mewah seperti ini untuk dia gunakan. Biasanya dia hanya memegang gaun Alea yang harus dicuci dengan tangan karena takut rusak atau gaun yang harus segera disetrika dengan penuh kehati-hatian. "Tamu? Ta-- tapi apa hubungannya dengan saya nyonya?" Tanya Sofia ragu. Nyonya Rara dan putrinya memutar bola matanya kesal, wanita itu menatap nyalang pada keponakan suaminya itu. "Kau terlalu banyak bertanya Sofia, lakukan saja apa yang aku katakan!" Ujar wanita paruh baya itu kesal. Sofia menganggukkan kepalanya, tidak berani membantah lagi. Sedari awal dia diasuh oleh keluarga itu, Sofia telah didoktrin untuk takut dan tak berkutik. Kadang kala gadis itu menyemangati dirinya sendiri agar berani melawan keluarga pamannya, namun sayangnya hidup sebatang kara tanpa saudara apalagi orang tua, nyatanya mampu mematahkan segala keberaniannya. "Sudah sana istirahat, jangan sampai mata pandamu memperburuk penampilanmu besok. Bagaimana bisa seorang gadis tak sedikitpun pandai merawat diri sepertimu." Sindir nyonya Rara seraya berlalu dari hadapan Sofia. Gadis malang itu hanya bisa menghela nafasnya lemah, padahal kalau dibandingkan dengan Alea, Sofia jauh lebih cantik. Dia hanya kurang terawat, kulitnya kusam dan pucat, juga tubuhnya kurus. Walau demikian, sedikitpun tak ada noda dikulitnya yang putih bersih juga bagian tubuhnya yang lain masih tetap padat berisi. Berbeda dengan Alea yang harus melakukan perawatan puluhan dollar sebulan hanya untuk mendapatkan kulit bersih dan terawat, serta beberapa bagian wajah dan tubuhnya yang harus dirombak habis-habisan hanya untuk tampil cantik.Sofia memandang tubuhnya di cermin, gaun hitam bertabur Glitter mewah dengan tali spaghetti pres body yang melekat ditubuhnya membangun kesan seksi di dirinya. Wanita itu cukup risih berpakaian seterbuka itu, pasalnya selama ini dia tidak pernah mengenakan gaun seksi. Sofia harus melewati masa remajanya dengan baju-baju yang dibeli untuknya sebelum kedua orang tuanya meninggal, atau paling tidak dengan baju-baju lungsuran Alea. Ada perasaan takjub juga haru menatap pantulan dirinya dicermin. Kalau gadis-gadis seusianya sibuk dengan party-party dan fashion berganti, Sofia harus berpuas diri untuk tidur lebih cepat untuk menghilangkan penat seharian bekerja diluar rumah, juga didalam rumah Derit pintu kayu yang dibuka dari luar cukup memekakkan telinga, selain karena kayu pintu yang telah tua tanpa perawatan juga karena didorong paksa tanpa kelembutan. "Sofia, aku akan mendandani mu malam ini," ujar Alea seraya berjalan mendekat kearah sang sepupu yang akan menggantikannya menj
Mobil yang dikendarai oleh para bawahan Mafia Allen Anthonio melaju kencang meninggalkan pusat kota Verona, meninggalkan rumah mewah yang dibangun sang ayah ketika ibunya mengandung Sofia dari hasil toko anggur terkenal yang didirikan Tuan Gussel saat itu. Salah satu toko anggur fermentasi dengan kualitas terbaik di sudut kota Verona, selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan maupun warga lokal apalagi saat musim dingin tiba. Untung saja, resep racikan anggur milik tuan Gussel secara langsung diturunkan pada Sofia kala itu, gadis belia itu diminta sang ayah untuk terus terlibat dalam proses pembuatan minuman anggur dan cara pengolahannya membuat Sofia hapal diluar kepala resep rahasia enaknya anggur fermentasi sang Padre Namun dari tahun ke tahun, kualitas anggur racikan milik keluarga mereka mengalami kemunduran ditangan sang paman Darren. Pasalnya pria paruh baya itu lebih banyak menghabiskan waktunya di pub malam bermain judi dan mencicipi gadis-gadis muda yang menjajakan tubuhnya
"Minta pelayan melayani gadis didalam kamar itu, suruh dia memandikannya dan mendandani, aku akan mengajaknya ke Milan hari ini!" Perintah Allen pada kepala pelayan dimansionnya pagi itu. "Baik Tuan." Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya hormat, kemudian berjalan mundur lalu membalikkan badannya menjauh dari tempat tuan besarnya duduk. Kepala pelayan dimansion itu bernama bibi Emma. Usianya sekitar 58 tahun, sudah begitu lama bekerja pada keluarga Allen. Bibi Emma sudah bekerja sejak usianya dua puluh satu tahun. Bibi Emma adalah pelayan pribadi ibu Allen saat masih hidup. Kini wanita itu telah bekerja selama lebih tiga puluh tahun. Namun demikian kini tugasnya tidak begitu berat, pasalnya wanita paruh baya itu hanya Allen tugaskan untuk mengawasi seluruh pekerja dirumah itu, begitu pula suaminya yang menjadi pengawas untuk perkebunan anggur milik Allen yang membentang luas sejak memasuki kawasan perkebunan. Allen kembali memasuki kamarnya. Menanti Sofia selesai di
Sofia membuka kedua kelopak matanya, sesaat setelah mendengar dentuman keras dipintu kamar saat Allen meninggalkan kamar yang dihuni Sofia. Wanita itu menolehkan kepalanya, memastikan bahwa pria itu benar-benar telah pergi. Sofia dengan cepat membenarkan kembali pakaiannya yang telah meninggalkan tempatnya akibat perbuatan Allen. Wanita itu meraih selimut, menyembunyikan tubuhnya. Sofia meringkuk dibawah selimut, jantungnya masih berdetak kencang, wanita itu masih shock setelah Allen menyentuhnya dengan brutal. Air mata Sofia terus saja mengalir, seolah bendungan jebol. Sakit hatinya bertambah berkali-kali lipat. Suara ketukan dipintu membuat Sofia semakin mengeratkan pelukan pada lututnya yang tengah meringkuk ketakutan. Wanita itu bahkan sampai bergetar dengan keringat dingin mengucur dari tubuhnya. Suara langkah terdengar mendekat, namun terdengar seperti langkah kaki seorang wanita dengan sepatu ber hak tinggi. "Nona, ini makan siang anda, sebaiknya anda makan seg
"Nona, izinkan saya mendandani anda sekarang. Kami tidak tahu bagaimana cara menjelaskan pada tuan Allen kalau anda menolak lagi sekarang." Cicit Lucy dihadapan Sofia. Allen sekali lagi memerintahkannya mengurus wanita itu. Sofia menghela nafas gusar, menatap pelayan wanita itu iba. "Apa dia sekejam itu? Apa dia sudah pernah membunuh seseorang disini?" Tanya Sofia berbisik. Lucy sang pelayan tertegun, pertanyaan sederhana ini baginya bisa saja menjadi alasan nyawanya terancam. "Tidak nona, kalau nona menurut tuan akan sangat baik. Percaya pada saya." Rayu Lucy, berharap Sofia akan luluh untuk mereka urus. "Ya sudah ayo! Kita mulai dari mana?" Tanya Sofia seraya bangkit berjalan kearah meja rias disamping lemari. "Hmmm-- kita mulai dari membersihkan tubuh nona, mandi." Jawab Lucy sungkan. Sofia tampak berfikir, kemudian wanita muda itu menghela nafasnya kasar. "Ya sudah, ayo!" Jawab Sofia pasrah berjalan sendiri menuju kamar mandi. Lucy menganggukkan kepalanya semang
Setelah menghilangkan lelahnya, Allen terbangun, pria itu bangkit dari ranjang. Niatnya untuk membersihkan tubuhnya yang lengket dikamar mandi urung saat menatap Sofia yang tengah tertidur dengan kaki terkangkang tak berdaya. Pria itu menatap Sofia.Disana mengalir cairan putih kental bercampur dengan darah. "Darah? Darah apa ini, apa darah menstruasi, atau keguguran?" Tanya Allen bingung pada dirinya sendiri. Pria itu meraih ponselnya, menyalakan blits dan menyorot bagian tubuh Sofia. Allen menatap wanita itu dengan bimbang , disingkapnya selimut wanita itu, bekas darah mengering terlihat jelas. "Pe--perawan?" Gumam Allen terkejut. Pria itu segera menjauhkan tubuhnya dari Sofia, berdiri disamping ranjang menatap nanar pada Sofia. "Dasar gadis bodoh. Kenapa tak bilang kalau dirinya masih perawan. Sial... sial.." Allen menjambak rambutnya bingung, terus menatap tubuh polos tanpa sehelai benang yang sedang tertidur di ranjang. "Dasar bodoh. Pasti tadi itu sakit sekali."
"Tuan... Tuan besar Alfonso berada di kota Milan. Tadi pagi beliau mengirimkan email agar anda menghadiri pertemuan keluarga." Ujar James serius. "Pertemuan keluarga?" "Yah, benar tuan, ini untuk membahas siapa yang paling berhak memegang kendali atas perusahaan Royal Europa Company." Allen mendengus kesal, pria itu paling malas bila harus menghadiri pertemuan keluarga dari ayahnya. Pasalnya pria itu tidak begitu dekat dengan sang ayah dimasa lalu saat ayahnya masih hidup. Sang ayah, lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja. Sayangnya saat sang ayah meninggal dunia, Allen enggan mengurus perusahaan sang ayah. Jadilah perusahaan itu diurus oleh sang kakek kembali, Alfonso. "Aku tidak tertarik mengurus dan memiliki perusahaan itu. Apa kau fikir usahaku tidak cukup membuatku kaya, James?" "Yah, itu tidak diragukan lagi tuan. Namun ada yang harus anda ketahui, bahwa Royal Europa Company bukan semata-mata perusahaan milik keluarga ayah anda. Disana saham nyonya Leana s
"aku ingin gadis terbaik, tercantik dan terseksi dalam sepuluh menit ditempat biasa!" Ujar James pada seorang mucikari kelas atas. "Baik tuan, saya pastikan tiba sebelum sepuluh menit." Jawab wanita diseberang. "Oke." Klik Sambungan telepon diputus oleh James, pria itu menyandarkan punggungnya dikursi. Meski percaya bahwa sang mucikari akan mengirimkan gadis terbaik, namun James juga mesti memeriksanya sendiri. Apalagi tuannya meminta hal tak masuk akal, harus yang cantiknya mirip Sofia. Yah, James akui Sofia memang sangat cantik. Apalagi malam itu saat James membawanya. Pria itu menggelengkan kepalanya tak habis fikir, bisa-bisanya otaknya malah terkontaminasi oleh tuan Allen. James bangkit, meninggalkan kamarnya dan berjalan memasuki lift. Pria itu akan turun menanti wanita yang akan menemani malam tuannya. * * "Anda tuan James?" Sapa seorang wanita pada James. Wanita itu cantik, dengan rambut hitam lurus hingga hampir mencapai bokongnya. Kulitnya putih namun
"istri anda--" "Istri saya kenapa, Nath?" Seru Allen tak sabar. "Baik-baik saja. Beruntung kandungannya juga dapat diselamatkan. Namun kondisi pasien saat ini masih sangat rentan." Ujar Natalya lembut. Wanita itu menatap Allen dengan sorot penuh kerinduan. Allen bukan tidak menyadari lirikan wanita itu, namun saat ini fokus Allen sedang pecah. Pria itu masih saja tegang. Menanti waktu dia bisa menemui sang istri. "Ehemmmp, jadi kapan saya bisa menemui istri saya?" Ujar Allen tak sabar. Melihat kekhawatiran Allen, wajah Natalya tampak kecewa. "Sekarang juga bisa, namun alangkah lebih baiknya saat pasien telah dipindahkan ke ruangan rawat. Kalau begitu saya permisi. Kalau ada apa-apa cari saya saja!" Ujar Natalya kemudian berlalu dari hadapan mereka semua. Allen berdiri mematung didepan pintu UGD. seolah menghitung menit dan detik yang berganti.
Mario bergegas mengangkat Sofia, mimik wajah pria itu panik tidak terkira. Sedangkan bodyguard bernama Max dengan cepat meringkus Alea yang masih berdiri dengan wajah melongo tak percaya. Tatapan wanita itu membelalak ngeri, melihat darah yang merembes dari sela paha Sofia. Alea sadar bahwa nasibnya kini telah ditentukan oleh Allen Anthonio. Mario berlari diikuti oleh Lucy yang menggendong El. Sedangkan Max kini telah menyeret Alea keluar dari pusat perbelanjaan. Semua orang yang menyaksikan mereka menjadi heboh. Namun tak ada yang menyangka bahwa wanita itu adalah istri pria paling kejam di kota mereka. Mario membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga dia bahkan lupa bahwa ada El dan Lucy bersamanya. Lucy menopang kepala sang nona dan El disisi lainnya. "Lucy-- ini sakit sekali." Rintih Sofia lemah. Wajah wanita itu pucat pasi.
James mengetuk pintu ragu-ragu. Tadinya dia ingin menemui Allen lebih awal, namun melihat istri tuannya masuk dan tak kunjung keluar membuat James mengurungkan niatnya. Pria itu hanya bisa terus memantau dari jauh kapan kiranya Sofia keluar. Nyatanya, sejam telah berlalu namun tak ada tanda-tanda wanita itu meninggalkan ruangan suaminya. Sebagai pria yang telah merasakan indahnya pernikahan, tentu saja James mengerti apa yang terjadi didalam sana.James mengetuk pintu ruang kerja Allen. James berdiri didepan pintu, menunggu Allen membuka pintu, biasanya dia akan langsung masuk setelah mengetuk pintu, namun setelah dia melihat istri Tuannya masuk kesana. Itu artinya tempat itu telah menjadi ranah pribadi sekarang. Klekkk... "Masuk!" James mengangguk, mengikuti langkah pria itu, tampilannya tetap rapi seperti sedia kala. membuat James mengeryitkan keningnya bingung. '
Allen melepaskan pelukannya pada Sofia, pria itu menggulingkan tubuhnya hingga jatuh terlentang. Ditatapnya langit-langit kamar, seolah dia sedang merangkai kalimat diatas sana. Hening, tak ada satupun yang bersuara. Hanya helaian nafas keduanya yang bersahut-sahutan berat. Sofia memilih tidak peduli, wanita itu berusaha memejamkan matanya. Hingga dengkuran halus khas wanita hamil mulai terdengar dari bibirnya. Allen menoleh, menatap intens punggung sang istri. Punggung yang begitu dia sukai untuk bersandar dan memeluk Sofia dari belakang. Mendengar sang istri telah jatuh tertidur, pria itu kembali keluar dari kamar. Melangkah turun kelantai bawah dan berjalan ke arah taman belakang. Taman yang sama dimana dia mengacaukan ciuman pertama James dan lucy malam itu. Allen duduk dibangku taman, pria itu menghisap dalam cerutunya. Menguarkan asapnya bersama dengan kegelisahan yang ditanggungnya. Anda
Kediaman tuan Darren ~~~ Nyonya Rara memijat kepalanya yang terasa seperti ingin pecah, berita pernikahan Sofia membuat keluarga itu pusing tujuh keliling. Tuan Darren tak menyangka bahwa tuan Allen Anthonio pada akhirnya akan menikahi Sofia, keponakan perempuannya yang selama ini dia siksa. Ada rasa takut dan was-was yang kini menyelimuti hati pria tua serakah itu. Bagaimana tidak, dia menyerahkan surat-surat berharga kepemilikan properti miliknya pada Allen Anthonio. Dia fikir saat itu pria itu akan mengambil putrinya yang berharga untuk menjadi nyonya. Dia telah menawarkan Alea pada Allen Anthonio, dan sepertinya saat itu pria itu setuju-setuju saja. Lima tahun berlalu tanpa pernah pihak Allen Anthonio menemuinya. Dia fikir dia telah lolos begitu saja. Namun pernikahan Sofia dan Allen Anthonio sepertinya akan menjadi awal kehancuran mereka. "Daddy, bagaimana ini
"pasti sekarang James sedang melakukan malam pertama dengan Lucy." Gumam Allen menerawang. Pria itu duduk menyandar disamping Sofia. "Kenapa memikirkan rumah tangga orang lain?" Jawab Sofia kesal. "Tidak apa-apa, hanya iri saja. Sayang, kapan kita bisa melakukannya?" Rengek Allen seperti anak kecil. "Dokter bilang belum bisa kan?" "Iya," wajah pria itu tertekuk kesal, sudah beberapa malam dia menahan diri tidak menyentuh Sofia. Rasanya kepalanya sudah sangat sakit sekarang. "Besok kita kerumah sakit untuk periksa yah sayang." Ujar Sofia tenang. "Periksa? Wahhh itu ide yang sangat bagus. Aku tak sabar ingin melihat wajah anakku" jawab Allen begitu semangat. "Mana bisa? Belum kelihatan." Sergah Sofia makin kesal. Allen menggaruk kepalanya yang tak gatal, merasa sedih sekaligus menyesal. Lihatlah karena dirinya melewatkan momen ketika El masih didalam k
Lucy dan James akhirnya resmi menjadi pasangan suami istri. Pria kaku itu tak menyangka, bahwa dia akhirnya menikah dengan wanita yang dinantinya selama lima tahun. Setelah pesta pernikahan, Lucy dan James kembali ke hotel yang telah dipersiapkan untuk menginap. Hotel yang sama yang dipilih Allen dan Sofia setelah mereka menikah. Keduanya tampak begitu canggung, belum pernah berinteraksi sedekat ini selain malam dimana Pria itu mencuri ciuman pertama Lucy ditaman. "Emhh-- James, bisa tolong bantu menarik resleting gaunku?" Lucy bertanya ragu-ragu. "Iya, berbalik biar aku membukanya." Pria itu berjalan kearah sang istri, berdiri dibelakangnya. James menarik resleting gaun pengantin Lucy, tangan pria itu bergetar. Tubuhnya terasa begitu panas dingin menatap punggung mulus istri yang baru saja di nikahinya. Tak jauh berb
"iya Smith, aku sedang hamil." Jawab. Sofia lirih. Wanita itu tersenyum sendu menatap Smith. Pria baik yang Sofia anggap malaikat. Sofia bukan tak tahu tentang perasaan pria itu meski kata-kata cinta tak pernah terucap dari bibirnya. Hanya saja, sejak awal Sofia memang sudah memberi jarak. Padahal, Sofia tanpa Smith tidak akan menjadi seperti sekarang. Allen memperhatikan raut kecewa pria yang duduk dihadapannya. Entah mengapa ada rasa iba yang menyusup kedalam hati pria itu. Namun dengan cepat pria itu menepisnya. Baginya siapapun yang ingin memiliki wanitanya adalah lawan yang berani mati. Lama, Smith maupun Sofia dan Allen terdiam. Hanya celoteh El yang sesekali terdengar. Ketiganya larut dalam fikiran masing-masing.
Selesai makan, Allen dan Sofia duduk di ruang keluarga. Wanita itu dilarang kemanapun oleh Allen, membuat Sofia semakin menahan kekesalannya pada sang suami. Allen terus saja ingin menempel pada Sofia, begitu pun dengan El. Sayangnya Sofia sangat tak suka dekat-dekat dengan Allen. Wanita itu akan langsung mual dan kesal saat Allen duduk disampingnya. Mau tak mau pria itu duduk dengan jarak dua kursi dari sang istri. "Nona--" Lucy berdiri dihadapan Sofia, membuat wanita itu mendongak. "Lucy--, ada apa? Ayo duduk!" "Tidak perlu nona." Ujar Lucy segan. Sofia mengulurkan tangannya, menarik Lucy duduk disampingnya. "Ada apa?" "Ak--aku ingin mengatakan sesuatu," "Sesuatu apa?" Tanya Sofia penasaran.