Share

Pemuas Hasrat Tuan Atasan
Pemuas Hasrat Tuan Atasan
Author: Na_Vya

Satu

"Tuan, tolong saya. Saya mohon …"

Saat ini di sebuah kamar hotel seorang perempuan berpenampilan acak-acakan sedang merengek pada seorang pria berparas datar dan dingin.

Bukan tanpa alasan perempuan itu merengek meminta pertolongan pada pria yang dikenalnya. Terlebih, setiap hari dia bertemu pria dingin tersebut.

Seandainya dia tak lagi sedang dalam keadaan terdesak. Mana mungkin dia berani meminta hal yang sangat-sangat mustahil dan terkesan murahan.

"Shanum, apa kamu yakin?" Pria beralis tebal dan bermanik hitam itu mencoba meyakinkan sekali lagi. "Saya tidak ingin kamu menyesalinya setelah ini," tegasnya.

Perempuan bernama Shanum itu mengangguk cepat. "Saya yakin, Tuan. Yakin seribu persen. Dari pada saya harus menderita semalaman gara-gara obat sialan itu, lebih baik saya … saya minta bantuan sama Tuan Ozkhan."

Keputusan berat yang harus diambil Shanum, setelah dirinya dijebak oleh suaminya sendiri. Sial! Hidupnya benar-benar sial setelah menikah dengan Orhan—suaminya yang tak tahu diri dan tukang bohong.

"Ini semua gara-gara suami saya. Dia menjual saya, Tuan. Dia bohongi saya. Dia menjadikan saya sebagai penebus utang." Shanum memberikan penjelasan kepada Ozkhan—pria yang merupakan atasannya sendiri.

Ya, entah nasib apa yang digariskan oleh Tuhan pada kehidupan Shanum. Sampai-sampai dia berada di situasi sekarang ini.

Bertemu secara tidak sengaja di sebuah hotel ternama saat dia hendak melarikan diri dari pria 'berengsek' yang mengaku sudah membelinya. Shanum baru sadar jika suaminya lebih dulu mencekoki dirinya dengan obat perangsang.

Ozkhan berdecak keras, melihat sekretarisnya menceritakan kemalangannya. Tangannya secara sadar terulur, menyentuh sudut bibir Shanum yang berdarah. Miris sekali nasib perempuan di hadapannya ini, pikirnya.

"Siapa yang melakukan ini?" tanya Ozkhan, dengan raut datar. Namun, sorot matanya memancarkan kemarahan serta ketidaksukaan.

Shanum mengerjap, hingga cairan bening tak dapat dibendung lagi. Air matanya meleleh seiring isakannya. "Pria itu, Tuan. Dia yang melakukannya," ucap Shanum, sambil menahan rasa sesak yang teramat di dada.

Rahang Ozkhan seketika mengetat. Tatapan datar dan dingin itu berubah menjadi tatapan iba. "Ini juga?" Dia melirik lengan Shanum yang lebam, seperti habis terbentur sesuatu yang keras.

Shanum hanya mengangguk. Maniknya terpejam sesaat, lalu terangkat untuk sekadar menatap Ozkhan. "Tuan …"

Ozkhan menghela napas panjang. Membalas tatapan Shanum yang terlihat mengiba. "Suamimu ke mana?"

Shanum menggeleng, lalu berdiri. Obat perangsang semakin mempengaruhi akal sehatnya. Dengan tak tahu malu, Shanum mengalungkan kedua lengannya di leher Ozkhan. "Tuan … Tubuh saya rasanya sangat panas. Saya sudah tidak bisa menahannya lagi."

"Shanum …" Ozkhan memalingkan wajah ketika Shanum hendak menciumnya. Dia juga menahan pinggang perempuan itu agar tak terlalu dekat dengannya.

"Please, Tuan. Saya mohon …. Saya benar-benar tidak bisa menahannya." Anggaplah kali ini Shanum benar-benar sudah gila. Bagaimana tidak? Jelas-jelas yang dia mintai tolong adalah atasannya yang sudah beristri.

'Aku tidak peduli. Untuk saat ini hanya itu cara yang bisa menangani efek obat sialan ini. Soal ke depannya, kita lihat saja nanti.' Batin Shanum berperang dengan logikanya.

Ozkhan sendiri tak bisa berpikir apa pun untuk saat ini. Di satu sisi dia sudah mengenal Shanum dengan baik, dan di sisi lain Ozkhan tak bisa mengelak jika sang sekretaris memang memiliki daya tarik tersendiri di matanya sebagai laki-laki.

"Saya gerah!" Shanum tiba-tiba menurunkan resleting dress-nya, hingga kain itu luruh ke bawah kakinya. Yang tersisa hanya underwear warna merah yang menutupi kedua aset berisi nan sintal, dan inti tubuhnya.

Melihat tingkah Shanum yang ekstrem, Ozkhan tentu terperanjat. Bola matanya membulat sempurna, ketika pemandangan indah terpampang nyata di hadapan.

Ozkhan mendesah frustrasi. Dia sadar jika saat ini Shanum tidak sadar dengan apa yang diperbuatnya. Pengaruh obat perangsang memang sangat berbahaya.

"Shanum, apa yang kamu lakukan?" Suara Ozkhan bahkan terdengar serak dan berat.

"Saya hanya melakukan yang seharusnya, Tuan. Saya benar-benar tersiksa. Jadi, saya minta, Tuan mau membantu saya." Suara Shanum terdengar serak, dan berkali-kali dia menggosok kedua telapak tangan di depan muka. "Tuan …" Tatapannya semakin sayu.

"Ikut saya!" Ozkhan menarik tangan Shanum, membawanya ke kamar mandi, dan berdiri tepat di bawah shower. "Diam di sini."

Shanum kebingungan saat ini karena Ozkhan malah mengguyurnya dengan air dingin. "Tu- Tuan mau apakan saya? Saya tidak minta dimandikan, tapi …"

"Diamlah. Saya sedang berusaha meredakan efek obat itu," kata Ozkhan, menahan lengan Shanum agar tidak pergi, meski dia sendiri hampir basah karena cipratan air.

Shanum tak tahu kalau Ozkhan adalah pria normal yang tentu akan bereaksi jika disajikan pemandangan erotis semacam ini. Namun, meski pun begitu, Ozkhan masih tetap waras untuk tidak menuruti kemauan gila sekretarisnya.

"Dingin, Tuan." Shanum tidak bohong, saat ini dia benar-benar kedinginan. Tubuhnya yang semula panas kini menjadi dingin.

Ozkhan tak menanggapi. Diam-diam dia menikmati keindahan di depan mata. Kulit Shanum yang putih dan lekukan-lekukan yang pas begitu menggoda. Apalagi di bawah kucuran air seperti sekarang, membuat Shanum terlihat seksi.

Satu hal yang baru Ozkhan sadari—ternyata sekretarisnya itu sangat cantik.

'Sial! Singkirkan pikiran kotormu itu, Ozkhan. Dia sudah bersuami dan kamu juga sudah beristri.' Ozkhan membatin kesal, merutuki dirinya yang sudah lancang berpikiran mesum terhadap sekretarisnya sendiri.

Dan untuk itu, Ozkhan pun memilih menjauh. Demi kebaikan Shanum dan juga dirinya sendiri. Ozkhan berdiri bersandar pada dinding, dan mengalihkan pandangan ke tempat lain. Lama-lama dia sendiri yang tidak bisa mengendalikan diri.

"Tuan, berapa lama saya harus seperti ini?" tanya Shanum, yang mulai kedinginan. Bibirnya menggigil, dan sekujur tubuhnya gemetar.

"Satu jam," jawab Ozkhan tanpa mengalihkan tatapan dari pintu kamar mandi yang terbuka. Mati-matian dia menahan hasrat yang tak tahu malu muncul ke permukaan.

"Apa Tuan, satu jam? Bisa-bisa saya mati kedinginan," cicit Shanum. "Kenapa harus pakai cara seperti ini, kalau ada cara yang lebih menguntungkan," gumam Shanum, merasa jika cara tersebut sama sekali tak membantu.

Tentu saja Ozkhan dapat mendengar omongan Shanum, meski samar-samar. Sudut bibir lelaki tinggi itu berkedut, dadanya tak berhenti berdebar sedari tadi. Dia memilih tak menanggapi perkataan konyol Shanum.

Ozkhan berdeham berat, seraya bersedekap, sementara Shanum tertunduk lesu sambil menatap dirinya sendiri. Dari ujung kaki sampai ke dadanya yang berukuran cukup berisi.

Tiba-tiba saja Shanum berceletuk, "Tuan … Setidaknya Anda menatap saya. Apa Anda tidak tergoda dengan saya? Atau memang tubuh saya kalah jauh dengan tubuh istri Anda?"

Ozkhan masih diam, meski dia ingin sekali membalas celetukkan Shanum. Yang dikatakan perempuan itu tidaklah benar.

Andai saja Ozkhan bisa bicara blak-blakan kepada sekretarisnya itu. Namun, Ozkhan harus tetap menjaga imej-nya sebagai atasan, bukan?

'Dia tidak tahu kalau sejak tadi aku mati-matian menahan hasrat ini. Sial!' Ozkhan membatin.

"Tuan … seandainya Anda mau membantu saya. Saya janji akan merahasiakan hal ini. Saya pastikan ini yang pertama dan yang terakhir," ujar Shanum, yang sebenarnya dia sendiri merasa malu berkata demikian. "Saya pastikan, Nyonya Numa tidak akan pernah tahu soal ini."

Shanum menggigit bibir bawahnya, sambil melirik Ozkhan yang tak bergeming sedikit pun dari tempatnya. Entah apa yang sedang dipikirkan lelaki itu.

Sejurus kemudian, ponsel Ozkhan berdering. Dan dengan cepat dia menjawab panggilan telepon dari seseorang yang dia percayai.

"Ya. Bagaimana? Apa kamu sudah mendapatkan buktinya?" tanya Ozkhan yang nampak serius.

'Saya sudah mendapatkan buktinya, Tuan. Saya sudah mengirim beberapa fotonya.'

"Oke. Terima kasih. Kamu boleh pergi dari sana."

Ozkhan mengakhiri pembicaraan, lalu mengecek beberapa foto yang dikirimkan oleh orang kepercayaannya di ponselnya.

Tatapan Ozkhan menajam ketika melihat foto-foto tersebut. Dia hanya menyeringai, lalu menonaktifkan ponselnya.

"Shanum …" panggil Ozkhan, sambil meletakkan ponsel ke pinggir wastafel.

"Ya, Tuan." Shanum melihat Ozkhan melepas jas, dan menatapnya dengan tatapan berbeda.

Ozkhan lantas mendekat pada Shanum dengan seringai penuh arti. "Apa kamu masih membutuhkan bantuan saya?"

Shanum mengerjap lambat ketika tahu-tahu Ozkhan sudah berdiri di hadapan dan merengkuh pinggangnya. "Apa Tuan mau membantu saya?"

Tak ada jawaban dari mulut Ozkhan, karena saat ini lelaki itu sedang diliputi perasaan kesal bukan main. Pikirannya pun sudah tidak bisa dikendalikan. Saat ini yang dia butuhkan hanyalah pelampiasan.

"Maaf Shanum, kalau saya sudah kurang ajar. Tapi, menurut saya, ini tidak ada salahnya. Kita bisa merahasiakan hal ini. Kamu butuh saya, dan saya juga butuh kamu," kata Ozkhan, tanpa sungkan meraba bibir Shanum yang menggoda dengan ibu jari. Dan kali ini tubuhnya sudah benar-benar basah serta menginginkan Shanum.

Shanum mendongak lalu menelan ludah. Dia tak pernah membayangkan jika dia akan berada di posisi sekarang ini. Berada sangat dekat dengan atasannya.

"I-Iya, Tuan. Tidak masalah. Saya—"

"Kalau begitu, kita bisa memulainya."

Ozkhan lantas meraup bibir Shanum, menciumnya tanpa permisi. Perlahan dia mendorong tubuh Shanum agar merapat pada dinding kamar mandi. Awalnya Shanum cukup kewalahan, tetapi perlahan dia bisa mengimbangi permainan lidah sang atasan yang sangat liar.

Dan dari sinilah kisah mereka dimulai!

****

Bersambung....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status