"Masakanmu sangat lezat, Elis. Aku suka. Rasanya mirip makanan yang ada di restoran mahal."Shanum tidak bohong, makanan yang dimasak Elis sungguh mempunyai cita rasa mirip restoran ternama. Menu makanan yang pernah dia cicip saat diajak makan oleh Ozkhan.Pujian Shanum membuat Elis yang sedang mengupas buah apel tersenyum bangga. "Benarkah? Wah... Aku senang kalau kamu suka. Selama di sini, aku akan memasakkanmu makanan yang lezat."Elis menyodorkan apel yang sudah dipotong menjadi enam bagian dan diletakkan ke piring ke hadapan Shanum."Makanlah yang banyak. Biar badanmu tidak terlalu kurus seperti itu." Elis tak bermaksud menyindir Shanum karena waktu pertama kali melihat perempuan bermata teduh itu, dia merasa prihatin. Elis bisa merasakan jika Shanum selama ini banyak menanggung masalah."Tapi aku sangat nyaman dengan ukuran badanku," cicit Shanum, lalu mengambil satu potongan buah apel dan menggigitnya. "Manis.""No!" Elis menggeleng tak setuju. "Berapa berat badanmu?""Terakhir
Dua jam sebelumnya...Sekembali dari rumah ayahnya, Ozkhan langsung menuju ke sebuah Hotel bintang satu, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kantor. Pertemuan rahasia yang seharusnya dilakukan kemarin terpaksa diundur menjadi hari ini karena Ozkhan sibuk membantu Shanum.Tanpa sekretarisnya, Ozkhan masih bisa menghandle meeting tersebut dengan bantuan Emir tentunya. Lelaki itu berencana untuk mengembangkan proyek yang sedang dia persiapkan tanpa sepengetahuan ayahnya.Sebab itu, Ozkhan butuh pasokan dana dari investor luar agar proyeknya dapat segera terealisasi. Beberapa investor yang dia tunjuk semula ragu untuk memberikan bantuan, karena mereka sebelumnya sudah bekerjasama dengan Tuan Baris.Namun, bukan Ozkhan namanya jika tidak mendapat apa yang dia inginkan. Tiga dari lima investor setuju menjalin kerjasama karena percaya dengan kemampuan Ozkhan, yang tidak perlu diragukan lagi.
Paginya, Numa terbangun setelah semalam dia dan sang suami kembali berhubungan setelah sekian lama. Akan tetapi, kesenangan semu itu harus sirna ketika dia tak mendapati Ozkhan di sisinya."Dia bangun sepagi ini?"Perasaan Numa kembali kesal, karena dia pikir akan ada adegan romantis yang berlanjut saat dia membuka mata. Namun, Ozkhan justru sudah tak ada di kamarnya."Semalam dia benar-benar berbeda. Dia seperti bukan Ozkhan yang kukenal."Tentu saja Numa sadar akan perubahan Ozkhan. Meski sudah lama tak berhubungan, dia tetap ingat—bagaimana cara Ozkhan memanjakan dirinya ketika sedang berhubungan.Perlakuan Ozkhan yang begitu hangat dan menggebu-gebu sempat membuat Numa merasa bahagia. Tak pernah dia melihat sorot mendamba semacam itu di mata suaminya."Apa dia berniat memperbaiki hubungan kami? Ah, apa pun alasannya, aku tidak peduli. Yang terpentin
"Elis, ada yang bisa aku bantu?"Shanum yang baru saja keluar dari kamar menghampiri Elis yang sedang sibuk menata meja makan.Elis menatap Shanum, lalu tersenyum dan berkata, "Tidak perlu, Shanum. Semuanya sudah siap. Kamu hanya perlu duduk dan menikmati masakanku."Menu makan malam ini cukup simpel. Elis sengaja tidak masak terlalu banyak karena di Villa ini hanya ada empat orang saja."Aku sepertinya tidak berguna di sini," cicit Shanum, ketika Elis menolak bantuannya. Dia lantas menarik kursi dan mendudukinya. Hidungnya langsung mencium aroma butter dan rempah. "Kamu membuat Pilav, Elis?" tanya Shanum, bola matanya berbinar memandang masakan yang jarang dia cicipi."Ya. Aku yakin kamu menyukainya, Shanum. Makanlah yang banyak." Elis duduk di samping Shanum, lalu menuangkan air di gelas kosong.Karena sudah merasa lapar, Shanum segera menyendok Pilav ke piring kosong. Pilav sendiri merupakan nasi yang dimasak dengan butter, berbagai rempah dan dicampur kacang polong."Dari aromanya
Shanum mengira jika Pedro hanya bercanda. Namun, sosok yang ada di hadapannya saat ini benar-benar nyata. Dia bahkan dapat menatap puas wajah Ozkhan yang tampan, tetapi datar.Hfuuh...'Kenapa Tuan Ozkhan tidak mengabariku kalau dia akan datang ke sini?' benak Shanum bertanya-tanya sambil memandang pria bermantel hitam dengan tatanan rambut seperti biasa.Dari jarak kurang satu meter, parfum Ozkhan yang maskulin menggelitik penciuman Shanum, hingga tanpa sadar sekelebat adegan malam panas mereka pun terlintas di ingatan perempuan itu.Akan tetapi, suara berat Ozkhan membuyarkan lamunan Shanum. "Bagaimana kabarmu, Shanum?"Perempuan bermanik teduh itu terperanjat, segera tersadar dari lamunan kotornya. Ck!"Saya baik, Tuan. Sangat baik." Bibir Shanum tersenyum kaku. "Anda sendiri, bagaimana?"Oh, ya ampun... Semoga Ozkhan tak menyadari jika saat ini pipi Shanum memanas dan kemungkinan memerah akibat menahan malu."Saya baik." Tatapan Ozkhan tak lepas dari Shanum.Butuh waktu lama untuk
"Itu..."Shanum membeku ketika melihat benda yang selama beberapa hari ini dia cari berada di tangan Ozkhan. Dia pun bertanya-tanya—Mengapa gelangnya bisa ada pada atasannya itu.Reaksi Shanum membuat Ozkhan sedikit terhibur, karena wajah polos perempuan itu begitu menggemaskan."Ada apa, Shanum? Apakah gelang ini bukan milikmu?" tanya Ozkhan sekadar mengetes Shanum yang sama sekali belum berminat mengambil barang miliknya.Apa mungkin Shanum memang sengaja? Pikir Ozkhan.Shanum menggeleng sambil mengibaskan tangan. "Bukan begitu maksudnya. Gelang itu memang punya saya," ucapnya meralat."Lalu? Kenapa reaksimu seperti itu? Saya pikir benda ini memang bukan milikmu." Ozkhan lantas meletakkan gelang tersebut ke meja, lalu menyesap wine sedikit demi sedikit sambil memerhatikan sikap Shanum."Tadi saya hanya kaget, Tuan. Kenapa gelang saya bisa ada pada Anda," papar Shanum sambil meletakkan gelasnya. "Dua hari ini saya mencarinya." Maniknya memandang sedih gelang emas pemberian sang ayah.
Kediaman Ozkhan. Sudah hampir dua jam, Numa terlihat mondar-mandir di kamar sambil sesekali dia menyingkap tirai jendela untuk melihat ke bawah. Saat ini dia tengah menunggu kepulangan Ozkhan. Numa menunggu sampai sepasang kakinya terasa pegal. "Kenapa Ozkhan belum pulang? Ini sudah hampir tengah malam."Baru semalam hatinya menghangat dan mengharap pada suaminya, yang sudah lama tak pernah menyentuhnya. Numa bahkan mulai berandai-andai jika hubungannya yang dingin akan kembali hangat seperti sedia kala. Akan tetapi, sikap Ozkhan cepat sekali berubah. Numa hampir tak percaya jika dalam semalam, suaminya seolah menjelma sebagai pria lain. "Kamu ke mana, Ozkhan?" Berkali-kali Numa mengecek layar ponsel, berharap Ozkhan membalas pesan darinya. Bahkan, Ozkhan tidak menghubunginya balik. "Ponsel Emir juga tidak bisa dihubungi. Sebenarnya, apa yang mereka kerjakan sampai selarut ini?" Terdengar helaan frustrasi dari hidung Numa. Perempuan berbaju tidur satin warna hitam itu melangkah
Paginya, Shanum yang hanya bisa tidur selama tiga jam terpaksa bangun lebih dulu dari Ozkhan. Sementara sang atasan masih terlelap, perempuan itu buru-buru memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.Tak membutuhkan banyak waktu Shanum mandi, setelahnya dia berganti baju. Namun, pada saat dia keluar dari kamar ganti yang terhubung dengan kamar mandi, dia sudah tidak melihat keberadaan Ozkhan di ranjang."Ke mana Tuan Ozkhan?" Pandangan Shanum mengedar ke seluruh penjuru kamar yang luas itu. Akan tetapi Ozkhan nampaknya sudah tak berada di kamar."Siapa yang membereskan tempat tidur? Tidak mungkin Tuan Ozkhan?" Kondisi ranjang yang sudah rapi, membuat Shanum terheran-heran. Bekas sprei dan selimut semalam pun sudah terganti dengan yang baru.Tak ingin didera rasa penasaran, Shanum memutuskan keluar dari kamar dan turun. Dia bahkan tidak sempat menyisir rambut mau pun merias wajah. Hal utama yang ada di pikirannya saat ini adalah Ozkhan. Shanum merasa tidak enak apabila benar atasanny
"Asisten saya sudah mentransfer sejumlah uang yang saya janjikan ke rekeningmu. Saya juga sudah mengurus visa baru untukmu. Kamu bisa meninggalkan negara ini secepatnya."Ozkhan nampak serius berbicara pada seseorang yang dia hubungi satu menit yang lalu. Dia selalu menepati janji pada orang-orang yang bersedia bekerja sama dengannya. Dan kali ini orang suruhannya itu telah melakukan tugasnya dengan sangat baik. Tentunya, Ozkhan wajib memberikan apresiasi untuk hasil yang maksimal dan memuaskan."Terima kasih, Tuan. Senang bekerja sama dengan Anda. Saya akan pergi malam ini ke tempat yang sangat jauh.""Saya harap kamu tidak meninggalkan jejak.""Pasti. Tidak akan ada yang curiga dengan kematian ibu tiri Anda. Saya bisa menjaminnya.""Bagus." Ozkhan menyeringai mendengarnya, lantas buru-buru mengakhiri pembicaraan sebab ada seseorang yang mendekatinya. "Saya tutup teleponnya."Ozkhan memasukkan ponsel ke saku jas, sambil melirik sang ibu yang sudah berada di sampingnya.Nyonya Jihan m
Sore itu cuacanya terlihat sangat cerah. Namun, berbanding terbalik dengan proses pemakaman yang dihadiri oleh seluruh anggota keluarga Muchtar, yang berlangsung hening. Tak ada isak tangis yang biasa terdengar. Nampaknya, masing-masing anggota keluarga terlihat tegar menerima duka ini.Sementara itu di sisi lain yakni di sebuah mobil yang letaknya tidak jauh dari lokasi pemakaman, Shanum rupanya tidak berani menampakkan diri di sana. Dia memilih berada di dalam mobil bersama Elis.Canggung rasanya apabila dia terlalu nekad muncul bersama Ozkhan. Shanum juga tidak siap menerima konsekuensi dari hubungan yang saat ini sedang dia jalani—menjadi wanita simpanan atasannya."Sepertinya yang menghadiri pemakaman hanya orang-orang terdekat saja," ucap Shanum, yang sedari tadi melihat prosesi pemakaman tersebut dari dalam mobil.Wajah-wajah orang yang berada di depan makam tidak familiar di ingatan perempuan itu. Dari beberapa orang yang ada di sana, Shanum hanya mengenal Numa. Lainnya dia ti
Ada banyak sekali panggilan masuk dari Numa, ketika Ozkhan baru sempat mengecek ponsel di pagi harinya. Lelaki itu terlihat baru saja selesai mandi dan sudah sangat rapi.Pesan singkat dari sang istri cukup membuat Ozkhan menyeringai kecil di kursinya.[Ozkhan, ibumu meningal dunia tadi malam. Aku pergi lebih dulu ke rumah duka. Kamu bisa menyusul.]Begitulah kira-kira isi pesan tersebut. Ozkhan lantas membalasnya.[Aku ke sana agak siang.]Setelah membalas pesan, Ozkhan kemudian menghubungi Emir yang kebetulan masih berada di sana."Siapkan mobil, setelah sarapan kita ke rumah duka."Shanum yang kebetulan berada di sana sontak memandang Ozkhan. Pun dengan Elis yang sedang menuangkan susu ke gelas majikannya. Kedua perempuan itu lantas saling memandang satu sama lain, dengan raut penasaran.Karena tak ingin didera penasaran, Shanum pun memberanikan diri untuk bertanya, "Siapa yang meninggal, Tuan?""Ibu saya," jawab Ozkhan tanpa terlihat sedih sama sekali di wajahnya yang tegas dan ta
Tak pernah jantung Shanum berdebar sekencang ini. Beberapa hari bersama dengan sang atasan, membuatnya selalu merasa nyaman dan aman. Perlakuan lelaki yang sedang membopongnya ini begitu lembut.Ozkhan menurunkan Shanum perlahan begitu tiba di kamar mandi yang luasnya dua kali lipat dari kamarnya yang ada di rumah.Selanjutnya, Shanum membantu Ozkhan meloloskan kancing kemeja lelaki itu mulai dari atas. Tatapan keduanya beradu, sorot mendambakan begitu kentara.Jemari Ozkhan tak tinggal diam. Mengusap wajah Shanum yang sangat lugu dan cantik tanpa riasan. Dia tak pernah mengira akan memiliki sekretarisnya dengan leluasa."Kamu sangat cantik, Shanum," puji Ozkhan, membuat Shanum tersenyum. "Bagaimana bisa kamu mempunyai wajah yang sesempurna ini. Saya sangat beruntung bisa memilikimu, Shanum." Ibu jari Ozkhan membelai bibir Shanum yang terlihat selalu menggoda."Apa sekarang Tuanku ini pandai menggombal?" Kedua telapak Shanum masih aktif. Melepas kemeja hitam dari tubuh kekar atasannya
Elis terlihat sibuk menyiapkan makan malam untuk Shanum. Perempuan berusia empat puluh tahun itu benar-benar menjaga Shanum seperti dia menjaga orang terdekatnya.Apa lagi saat dia mengetahui jika perempuan kesayangan sang majikan tengah sakit. Elis dengan segenap hati berjanji akan merawatnya.Sejak dia dihubungi oleh Ozkhan malam itu, Elis mengira jika perempuan yang sedang dilindungi oleh majikannya hanya sekretaris biasa. Namun, siapa sangka, jika si Tuan majikannya yang terkenal penurut dan pendiam, rupanya memiliki perasaan tak biasa terhadap sekretarisnya.Awalnya Elis ragu membantu Ozkhan, mengingat jika majikannya yang terkenal dingin itu adalah keturunan dari Tuan Baris yang terkenal keji dan kejam. Ozkhan hampir gagal membujuk Elis.Akan tetapi, entah kenapa ketika Ozkhan mengatakan jika dia membutuhkan bantuan Elis untuk menjaga seseorang. Hati Elis tergugah dengan sendirinya, kendati dia sama sekali belum pernah bertemu dengan Shanum.Dan pada hari ini, Elis tidak menyesa
Ozkhan baru sempat mengecek ponsel, setelah hampir dua jam dia meeting dengan para pemegang saham di perusahaan ayahnya.Belakangan ini Ozkhan harus ekstra hati-hati serta bekerja keras untuk mengambil hati orang-orang yang selama ini berada di sisi Tuan Baris. Ozkhan memerlukan dukungan untuk mencapai tujuannya.Muak karena selama ini dia hanya dijadikan boneka oleh sang ayah dan kakaknya yang tidak berguna. Kali ini Ozkhan akan memutar balik keadaan demi membalas rasa sakit yang diperoleh ibunya di rumah itu."Ada pesan dari Shanum." Senyum Ozkhan terukir samar ketika melihat pesan dari sekretarisnya.Pesan dari Shanum dibaca oleh Ozkhan. Lelaki itu kemudian segera mengetik pesan balasan.[Saya penasaran, Shanum. Saya ingin mendengar ceritanya langsung dari kamu. Tunggu saya malam ini.]Selesai mengirim pesan, Ozkhan lantas kembali fokus pada laporan yang baru saja dikirim oleh asistennya. Beberapa Minggu ke depan lelaki itu akan ke luar kota untuk meninjau lokasi.."Apa lebih baik
Setelah hampir dua bulan tidak menginjakkan kaki ke kamar ini, perasaan Shanum kian berkecamuk. Bisa menatap sang ibu dari jarak dekat seperti ini, dan melihatnya baik-baik saja, sudah sangat cukup bagi Shanum.Namun, meski sang ibu tak mengenalinya, Shanum tetap akan menghampiri dan memberinya pelukan. Rasa rindu sudah menumpuk di dada.Mendengar suara langkah kaki mendekat, perempuan yang separuh rambutnya berwarna putih itu mengalihkan perhatian kepada seseorang yang nampak asing di ingatan. Sorot matanya penuh dengan pertanyaan.Nyonya Dilara—ibunda Shanum mengerutkan kening, lantas bertanya, "Siapa Anda?"Langkah Shanum seketika berhenti dengan jarak kurang dari satu meter dari tempat sang ibu berdiri. Di tengah rasa sesak yang melanda, perempuan itu berusaha tersenyum manis."Saya... Shanum. Anda masih ingat saya?" ujar Shanum.Nyonya Dilara mengerjap, mencoba mengenali wajah Shanum yang memang tidak dia ingat sama sekali. Dia pun menggeleng, membuat Shanum hanya bisa menghela p
Langkah Ozkhan sontak berhenti. Dia membeku di tempatnya kemudian mendesah frustrasi. Apa yang dikatakan Numa sudah Ozkhan perkirakan sebelumnya. Sang istri pasti akan menyinggung masalah tersebut.Ozkhan lantas berbalik, dengan raut datar dan tatapan yang selalu dingin, lelaki itu berkata, "Aku akan menunggu kabar itu. Secepatnya."Numa jelas tak menyangka jika respon Ozkhan akan demikian. Dia mengira sang suami akan berkata sebaliknya. "Itu pasti. Kamu tunggu saja," balasnya dengan nada bicara penuh percaya diri.Sepasang alis Ozkhan naik, terkesan dengan kepercayaan diri istrinya. Tanpa berminat membalas, lelaki itu berbalik untuk melanjutkan niatnya, yang ingin mandi.Sepeninggal Ozkhan, otot-otot wajah Numa yang awalnya menegang perlahan mengendur. Terdengar helaan panjang dari perempuan berbaju tidur itu.Jujur saja dia sendiri tidak terlalu berharap dengan apa yang terjadi tempo hari. Mengingat usianya yang memasuki usia rentan.Lagipula, selama ini Numa dan kekasihnya memilih
Mobil yang membawa Ozkhan berhenti di halaman rumah bergaya Eropa klasik. Dia sengaja pulang lebih cepat lantaran merindukan Ghul—putrinya.Emir keluar lebih dulu, kemudian membukakan pintu untuk Ozkhan."Kamu boleh langsung pulang. Terima kasih untuk hari ini," kata Ozkhan.Emir hanya mengangguk, lantas menunggu Ozkhan melangkah masuk, baru dia kembali ke mobil dan segera pergi dari sana.Pelayan wanita membukakan pintu untuk majikannya yang kemarin tidak pulang. Rautnya nampak tegang. "Selamat malam, Tuan," sapanya, seraya menunduk sekilas.Ozkhan dapat membaca ketegangan di wajah pelayannya. Pasti ada sesuatu yang terjadi di dalam sana. Akan tetapi, dia memilih untuk tidak bertanya, dan hanya membalas sapaan dengan anggukan.Dan firasatnya benar. Baru satu langkah kakinya melangkah. Dari arah ruang tamu sudah terdengar keributan.prang!Suara pecahan menyambut kedatangannya beserta suara teriakan Numa yang tengah memaki pelayan."Bodoh! Kalian semua tidak becus bekerja! Apa susahnya