Share

Lima

Orhan dan Shanum langsung memasuki lift, sementara Emir masih mengikuti keduanya dengan sangat hati-hati. Beruntungnya di dalam lift tak hanya mereka bertiga yang berada dalam ruangan berjalan itu. Sebelumnya, sudah ada empat orang yang ada di dalamnya.

Agar tidak ketahuan, Emir berinisiatif memakai masker yang selalu dia bawa ke mana pun saat sedang menjalani misi seperti ini. Tugasnya tak hanya menjadi asisten Ozkhan, tetapi dia merangkap menjadi mata-mata. Maka dari itu, tugas semacam ini bisa dengan mudah dia kerjakan.

Dari tempatnya berdiri yang hanya berjarak beberapa jengkal saja dengan Shanum, Emir bisa mengamati gerak-gerik pasangan itu. Dari yang Emir lihat, jika Shanum hanya diam dan memasang raut cemas sekaligus khawatir.

Sikap Orhan pun tak lepas dari pantauan Emir. Lelaki berambut ikal itu begitu bengis pada sang istri. Dari caranya memperlakukan Shanum yang tidak sewajarnya membuat Emir menjadi makin penasaran.

"Jaga sikap kamu, Shanum. Aku tidak mau kamu membuat kesalahan lagi. Dan aku akan pastikan, kalau kamu berani kabur lagi, ibumu yang pikun itu akan aku lenyapkan," bisik Orhan, dan dia yakin sekali jika tak ada satu orang pun yang mendengar ancamannya.

Orhan tidak tahu dan tidak menyadari jika ada seseorang yang sedari tadi memantaunya. Sepasang manik Emir memicing sinis pada Orhan yang tidak melihat keberadaannya.

"Ba-baik, Orhan." Shanum menyahut lirih, dan rautnya kian memucat karena cemas.

"Good." Orhan merangkul pinggang Shanum.

Pintu lift akhirnya terbuka, dan satu persatu dari mereka keluar dari benda baja itu. Emir harus lebih berhati-hati lagi agar tidak menimbulkan kecurigaan pada Orhan dan Shanum. Dia berjalan perlahan sambil mengamati situasi yang ada.

Setelah beberapa saat mengikuti, Emir terpaksa berhenti melangkah dan reflek mengambil ponsel dari saku celana untuk berpura-pura menelepon seseorang, karena Orhan dan Shanum yang mendadak berhenti.

"Sebenarnya mereka mau ke mana? Kenapa Shanum seperti orang tertekan?" gumam Emir sambil memerhatikan sepasang suami istri yang berada tak jauh darinya.

Kesempatan bagus bagi Emir untuk mengambil foto Orhan dan Shanum. Setelah berhasil mendapatkan beberapa foto, Emir langsung mengirimkannya pada Ozkhan.

"Sepertinya mereka hendak menemui seseorang, Tuan. Dan dari yang saya lihat, Shanum seperti ketakutan."

Emir pun memberikan keterangan dalam foto tersebut. Samar-samar telinganya juga mendengar pembicaraan antara Orhan dan Shanum.

"Kondisikan muka kamu, Shanum. Kamu mau pria itu menolakmu karena dia malas melihat mukamu yang tidak menyenangkan itu, huh?" kata Orhan dengan raut geram.

Orhan juga mencengkeram kuat lengan Shanum, sambil maniknya mengawasi sekitar. Dia tidak ingin kalau sampai ada orang yang curiga padanya.

Shanum meringis kesakitan lantaran cengkeraman Orhan yang menyakitkan. Saking takutnya dia sampai tergagap."Ma-maafkan aku, Orhan. A-aku hanya gugup karena semalam aku sempat kabur."

"Kamu memang tidak becus!" umpat Orhan.

"Orhan, apa boleh aku izin ke toilet sebentar? Aku… Aku…"

"Tidak! Kamu pasti mau menipuku, Shanum. Kamu pasti mau kabur. Iya'kan?"

Shanum menggeleng. "Tidak. A-aku tidak akan berani melakukan hal konyol itu. Aku jan—"

"Cepatlah! Aku akan mengantarmu. Ayo!"

Orhan tak ada pilihan lain selain mengizinkan Shanum ke toilet. Dan untuk kali ini dia tidak akan melakukan kesalahan lagi. Dia sendiri yang akan mengantar Shanum ke toilet.

Sementara keduanya menuju toilet, Emir memilih menunggu di tempatnya. Tak lama ponselnya berdering.

"Tuan Ozkhan?"

Emir bergegas menerima panggilan tersebut. "Ya, Tuan?"

"Apa kamu yakin kalau mereka ingin menemui seseorang di kamar itu?" tanya Ozkhan.

"Sepertinya iya, Tuan. Saya sempat mendengar Orhan memarahi Shanum agar menjaga sikap."

"Lalu, apa mereka sudah menemui orang itu?"

"Belum, Tuan. Shanum dan suaminya sedang ke toilet. Kemungkinan besar mereka akan kembali lagi ke sini."

Tak ada respon dari ujung telepon. Nampaknya Ozkhan sedang berpikir.

"Emir, apa nomor kamar itu satu kosong enam?" tanya Ozkhan.

"Saya akan memeriksanya Tuan."

Emir pun melangkah untuk memastikan nomor kamar yang akan dimasuki oleh Shanum. Keningnya spontan mengernyit karena tebakan Ozkhan yang tepat.

"Anda benar, Tuan. Nomornya satu kosong enam," papar Emir, seraya melangkah menjauh dari depan pintu tersebut lalu memutar punggung, sebab bertepatan dengan itu, Shanum dan suaminya muncul. "Tuan, Shanum dan suaminya sudah kembali."

"Emir dengarkan saya baik-baik …"

****

Ozkhan mengakhiri panggilan. Napasnya terdengar berat. Untuk saat ini pikirannya benar-benar sangat terganggu dengan masalah yang sedang dihadapi oleh Shanum.

"Apa suaminya berniat mengembalikan Shanum pada pria itu?"

Entah mengapa Ozkhan berfirasat demikian. Anehnya lagi niat menolong Shanum pun terbesit di benak Ozkhan. Lelaki itu lantas tak membuang waktu lagi, bergegas turun dari mobil untuk menyusul Emir yang dia perintahkan untuk mengulur waktu sebentar, sampai dia tiba di sana.

***

"Tuan Emir?"

Sepasang manik Shanum membelalak ketika sosok pria menjulang di hadapannya membuka masker.

Begitu pun dengan Orhan yang langsung memberi tatapan tajam ke arah Emir. Lebih tepatnya, dia marah sebab pria tak dikenal ini berani mencampuri urusannya.

"Siapa kamu? Kenapa kamu mencampuri urusan saya?" Raut Orhan amat geram karena Emir hanya memberinya tatapan sinis. Orhan lantas bertanya pada Shanum yang dia pikir mengenali pria asing serta kurang ajar di hadapannya. "Dan kamu Shanum, apa kamu mengenal pria ini, huh? Ada hubungan apa antara kalian?"

Manik Shanum mengerjap. Sialnya lagi, otaknya begitu lambat untuk mencerna apa yang dilihat saat ini. Sebuah kejutan karena Emir ternyata berada di hotel ini.

"Di-Dia …" 

Belum selesai Shanum menjawab, Emir sudah lebih dulu mengulurkan tangan ke hadapan Orhan. "Perkenalkan, saya Emir. Saya teman kantor Shanum." 

"Apa? Teman kantor?" Tatapan Orhan makin tajam, dia bahkan tak berminat membalas uluran tangan Emir. "Apa dia teman kantormu yang sudah menolongmu semalam, Shanum?" cecar Orhan tanpa melepas tatapannya pada Emir. 

Shanum membeku seraya menelan ludah. Lagi-lagi dia tergagap, "Itu … Dia ... Emmm …" 

Sungguh, Orhan tidak suka dengan cara Shanum menjawab pertanyaannya. Dia pun mencengkeram lengan istrinya itu dan berkata, "Jawab yang jelas, Shanum. Jangan ada yang kamu tutup-tutupi dariku. Mengerti, huh?" 

"Sakit, Orhan," rintih Shanum. 

Melihat teman sekantornya diperlakukan semena-mena tentu Emir merasa geram. Sebagai pria sejati dia tidak bisa tinggal diam melihat semua itu. Dengan kasar, Emir menepis tangan Orhan dari lengan Shanum. "Anda menyakiti istri Anda, Tuan." 

Shanum terkejut, sedangkan Orhan lebih terkejut lagi. Lelaki berambut ikal itu melangkah maju kemudian menarik kerah jas Emir. 

Orhan bersungut-sungut, dengan tatapan penuh amarah. "Apa-apaan ini? Anda sudah melewati batas, Tuan. Anda tidak perlu repot-repot ikut campur urusan saya dan istri saya. Dan karena sikap Anda yang sok tahu, kami jadi buang-buang waktu karena meladeni Anda." 

Emir menyeringai, lalu menyingkirkan tangan Orhan dari kerah jasnya. Dia sama sekali tidak takut dengan Orhan. "Maaf kalau saya sudah membuang waktu Anda," ujar Emir, lebih bersikap tenang agar tidak memancing keributan. 

Orhan mendengkus. 

"Sebenarnya, saya hanya ingin menawarkan sebuah kesepakatan pada Anda," lanjut Emir. 

Sepasang alis Orhan spontan naik. "Kesepakatan? Apa Anda pikir saya akan tertarik?" cibirnya sambil berkacak pinggang. 

"Saya yakin Anda akan tertarik, Tuan. Karena ini menyangkut uang." 

Orhan berdecak keras, dan melengos ke arah lain. "Anda pikir saya akan percaya dengan Anda? Sedangkan kita baru saja kenal. Sudahlah! Saya sudah tidak punya banyak waktu. Saya harus segera membawa istri saya pada pria itu." 

Orhan meraih pergelangan tangan Shanum, bersiap membawa istrinya itu pada pria yang sudah memberinya pinjaman. 

Namun, perkataan Emir membuat Orhan seketika urung dengan niatnya. "Bos saya yang akan mengganti rugi uang Anda. Tiga kali lipat dari uang pinjaman yang sudah Anda terima. Dengan kata lain, dia yang akan membeli istri Anda." 

"A-apa?" Bola mata Shanum membulat, antara terkejut dan shock bercampur menjadi satu di wajahnya detik ini. Dia tentu tahu siapa 'Bos' yang dimaksud Emir. 

'Apa Tuan Ozkhan masih berada di hotel ini?' batin Shanum. 

Saat pintu lift terbuka, ketiga pasang mata itu seketika tertuju pada sosok yang melangkah keluar dari sana. 

'Tuan Ozkhan …' 

***

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status