Setelah rasa sakit akibat luka di pundaknya mulai sedikit mereda, Christopher dengan susah payah mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya. Jemarinya gemetar saat dia menekan nomor yang hanya dia gunakan dalam keadaan darurat. Suara berdering beberapa kali sebelum terdengar suara dari seberang. “Christopher di sini,” suaranya terdengar parau. "Posisi saya terungkap. Aktifkan pasukan cadangan sekarang. Lokasi: sudut kota, dekat jalan Mason, rumah tanpa tetangga.” Di seberang sana, suara yang tegas segera menjawab. “Siap, Tuan. Pasukan akan segera dikerahkan. Siapkan diri Anda.” Christopher mematikan panggilan dan menoleh pada Selena, yang masih terisak di sampingnya. Dengan suara yang lebih keras daripada sebelumnya, dia berkata, “Kita harus pergi sekarang. Pasukan akan tiba dalam beberapa menit. Kau ikut denganku.” Selena, yang masih diliputi rasa bersalah dan kebingungan, menatap Christopher dengan tatapan penuh ketakutan. "Bagaimana dengan Maya? Dia ibuku, Christopher…" Chris
Christopher duduk di ruang kerjanya yang megah, memandangi tumpukan dokumen yang harusnya ia periksa. Namun, pikirannya melayang jauh, kembali ke sosok Selena yang kini menjadi pusat kegelisahannya. Sudah beberapa minggu berlalu sejak mereka tiba di Roma, dan Selena tidak menunjukkan tanda-tanda mau bekerjasama. Dia hanya duduk di kamarnya, menangis tanpa henti, menolak makan, dan terus mengabaikan semua upaya Christopher untuk berbicara dengannya.Christopher merasa frustasi, tidak pernah sebelumnya ia menghadapi situasi seperti ini. Selena, wanita yang dulu pernah ia cintai; meskipun ingatannya tentang itu sekarang sangat kabur, kini terlihat seperti bayangan dari dirinya yang dulu. Tubuhnya yang dulu penuh vitalitas, kini tampak kurus kering. Wajahnya yang cantik kini pucat dan lemah, sementara perutnya terlihat semakin membesar seiring waktu berjalan. Dia tahu bahwa sesuatu harus dilakukan. Setiap kali makanan diantarkan ke kamarnya, Selena hanya menatapnya kosong, dan tidak meny
Selena duduk di meja makan yang besar dan mewah, menatap piring yang berisi makanan di depannya. Meskipun perutnya keroncongan karena sudah lama tidak makan, setiap suapan terasa seperti beban yang berat. Tangan-tangannya gemetar saat mencoba membawa garpu ke mulutnya, dan setiap gigitan terasa seolah-olah ingin dimuntahkan kembali. Namun, dia tahu dia tidak punya pilihan lain. Bayi dalam kandungannya membutuhkan nutrisi, dan dia harus bertahan demi kehidupan yang tumbuh di dalam dirinya. Christopher berdiri beberapa meter dari meja, bersandar pada dinding dengan tangan terlipat di depan dadanya. Matanya yang tajam mengamati setiap gerakan Selena, bibirnya menyunggingkan senyum sinis. Tatapannya dingin dan penuh dengan penghinaan, seolah-olah dia sedang menikmati pemandangan penderitaan Selena. Christopher merasa puas melihat bagaimana Selena terpaksa tunduk pada keinginannya, bahkan jika itu hanya untuk memaksa wanita itu makan. Selena bisa merasakan tatapan dingin itu menusuk pun
Malam di Sisilia tampak suram dan mencekam, dengan bayangan gelap yang menyelimuti jalanan sempit dan bangunan-bangunan kuno. Angin laut yang dingin membawa aroma asin yang memotong tulang, namun di balik keheningan malam itu, ada satu suara yang menggema-derap kaki yang berat dan tegas. Jarlath, dengan tekad membara dan darah yang mendidih, menelusuri setiap sudut kota dalam pengejarannya terhadap Frederic. Matanya yang tajam dan penuh dendam mengamati setiap gerak-gerik yang mencurigakan, dan tubuhnya yang tegap bergerak dengan kecepatan seorang pemburu yang tidak akan berhenti sampai mangsanya jatuh. Frederic telah berlari cukup lama, tetapi Jarlath tidak memberinya ruang untuk bersembunyi. Kecepatan dan ketangguhan Jarlath yang legendaris membuat setiap pengejaran menjadi permainan yang singkat dan mematikan. Malam ini, Sisilia menjadi medan perang di mana dua jiwa penuh kebencian bertemu. Di sebuah gudang tua di tepi pantai yang sepi, Frederic akhirnya terpojok. Nafasnya teren
Christopher menatap Selena yang terbaring di ranjang, tubuhnya masih terguncang oleh kenangan yang akhirnya kembali mengalir deras ke dalam pikirannya. Kenangan tentang saat-saat ia bersama Selena-tentang bagaimana ia selalu mendikte, menuntut, dan memaksa kepatuhan dari wanita itu. Bagian dirinya yang kejam dan dingin terpuaskan oleh kepatuhan Selena, sesuatu yang dahulu ia anggap sebagai kelemahan wanita itu. Namun, ada bagian lain yang terabaikan-rasa sakit, ketakutan, dan cinta yang terbungkus dalan semua kekerasan itu. Selena membuka matanya perlahan, bertemu dengan tatapan dingin Christopher. la menegakkan tubuhnya, meski rasa sakit di seluruh badannya membuatnya gemetar. Christopher memandangnya tanpa belas kasihan, dan Selena merasa marah. Amarah yang selama ini ia tahan akhirnya memuncak. "Kenapa?" suaranya serak, menahan tangis yang tertahan. "Kenapa Anda melakukan ini padaku? Apa yang sebenarnya Anda inginkan, Tuan Christopher? Ibuku sedang sakit, dan Anda malah menyeret
Selena masih terbaring di ranjang, napasnya lemah dan tak beraturan. Waktu seolah berhenti, hanya bunyi mesin monitor jantung yang monoton menjadi satu-satunya suara di dalam kamar itu. Tangannya yang kurus menggenggam selimut dengan erat, tubuhnya yang lemah tampak lebih rapuh dari biasanya. Di balik kelopak matanya yang tertutup, air mata mengalir perlahan, mengkhianati perasaan sakit yang tak tertahankan di hatinya—rasa sakit yang lebih mendalam dibandingkan luka fisik yang merobek tubuhnya. Setiap ingatan tentang Christopher membawa luka yang semakin menganga, luka yang mungkin tidak akan pernah sembuh.Di sudut ruangan, Christopher berdiri dengan gelisah, memandangi Selena dengan campuran perasaan marah, frustasi, dan penyesalan. Dalam benaknya, ia memutar kembali setiap kata kasar yang keluar dari mulutnya, setiap ejekan yang ia lontarkan, dan setiap perlakuan buruk yang ia berikan. Selama ini, dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua itu dilakukan demi cinta, tapi kin
Cahaya redup dari lampu rumah sakit memantulkan bayangan yang panjang di koridor, menciptakan suasana yang suram. Di dalam kamar, suara detak jantung di monitor semakin lemah, menunjukkan kondisi Selena yang kian memburuk. Tubuhnya yang dulu penuh kehidupan kini hanya tinggal bayangan dari apa yang pernah ada, kurus, dan hampir tak berdaya. Para dokter bekerja dengan cepat, namun setiap usaha yang mereka lakukan terasa sia-sia. Di sisi tempat tidur, Selena terus menangis dan mengigau dalam tidur yang terganggu."Christopher...," gumam Selena dengan suara yang serak dan lemah. "Kau... kau menghancurkan hidupku... Kau pria jahat... Kau merenggut semuanya dariku..."Di sudut ruangan, Christopher berdiri dengan wajah pucat, perasaan bersalah yang terus menggerogoti jiwanya. Setiap malam, dia datang ke kamar ini, berharap bisa menemukan sedikit kedamaian di tengah rasa sakit yang semakin menghantui dirinya. Namun, yang dia temukan hanyalah penderitaan yang semakin dalam.Christopher menutu
Christopher memasuki ruang perawatan rumah sakit di Roma dengan hati yang penuh keraguan. Wajah Selena terlihat pucat dan lelah, terbaring di ranjang dengan infus dan alat medis di sekelilingnya. Hanya ada beberapa lampu yang menerangi ruangan itu, menciptakan suasana suram yang menambah kesan kesedihan dan ketegangan. Selena masih dalam keadaan lemah, menganggap setiap suara sebagai ancaman. Christopher berdiri di samping ranjangnya, matanya penuh dengan tekad dan kemauan, meskipun hatinya bergejolak. "Selena," katanya dengan suara lembut, tetapi penuh dengan kepura-puraan yang terampil. "Aku kembali untukmu. Aku tahu aku telah melakukan banyak kesalahan, tetapi aku ingin mencoba memperbaikinya. Aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa berubah." Selena, terbaring dengan tatapan kosong, mengerjap beberapa kali sebelum matanya bertemu dengan mata Christopher. "Mengubah apa? Setelah semua yang Anda lakukan, Anda datang ke sini dan berharap semuanya akan kembali seperti semula?" Christ
Hujan belum berhenti ketika Christopher dan Selena meninggalkan mansion itu, meninggalkan darah, mayat, dan masa lalu yang ingin mereka lupakan. Namun, di balik janji kebebasan yang mereka buat, ada kenyataan yang tak terhindarkan-dunia mafia tidak akan pernah membiarkan mereka pergi begitu saja.Christopher menyetir mobil dengan kecepatan konstan. Wajahnya tenang, namun di balik matanya yang gelap, ada ketegangan yang tak terlihat. Selena duduk di sampingnya, memeluk dirinya sendiri dalam diam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini lebih dari sekadar melarikan diri. Ini adalah perang yang baru saja dimulai."Apa kau yakin kita bisa meninggalkan semua ini?" tanya Selena dengan suara yang hampir tenggelam oleh suara hujan yang memukul-mukul atap mobil. "Kamu tahu mereka akan mengejarmu."Christopher menatap lurus ke depan, tangannya memegang kemudi dengan erat. "Aku sudah menghabiskan seluruh hidupku dalam bayang-bayang kekejaman ini, Selena. Kalau kita terus di sını, kita tidak akan pernah
Rumah itu sepi meskipun malam telah larut. Christopher terbaring di tempat tidur, dengan Selena berada di sisinya. Mata Christopher menatap langit-langit, pikirannya melayang-layang, terngiang oleh kata-kata terakhir Helena. Ia tahu ada sesuatu yang besar dan berbahaya yang akan datang, tapi ia tidak tahu kapan atau bagaimana. Semua tampak tenang sekarang, namun ketenangan ini, dia tahu, hanya akan berlangsung sejenak. Christopher merasakan badai yang akan segera menghantamnya.Dengan napas berat, Christopher bangkit dari tempat tidurnya. Duduk di tepi ranjang, dia meremas rambutnya, wajahnya tegang, dan tatapannya lurus ke arah jendela yang menghadap ke laut yang gelap. Di luar, deburan ombak terdengar pelan, menciptakan suasana damai, tapi di dalam dirinya, semuanya kacau. Selena, yang baru saja terbangun dari tidur lelapnya, menatap Christopher dengan pandangan yang masih buram karena kantuk.“Kamu baik-baik saja?” tanya Selena dengan suara serak, mencoba menyesuaikan diri dengan k
Suasana rumah terasa sunyi meskipun malam sudah larut. Christopher berbaring di tempat tidur, dengan Selena berada di sisinya. Pikirannya masih terngiang-ngiang oleh kata-kata terakhir Helena. Dia tahu ada sesuatu yang besar yang akan datang, tapi dia tidak tahu apa. Semua terasa tenang, tapi dia juga sadar bahwa badai akan segera menyusul.Christopher duduk di tepi tempat tidur, tangannya meremas rambutnya. Wajahnya tegang, matanya menatap lurus ke arah jendela yang menghadap ke laut yang gelap. Selena, yang baru saja terbangun dari tidurnya, menyadari kegelisahan Christopher.“Kamu baik-baik saja?” tanya Selena dengan suara lembut, matanya menyipit karena mengantuk.Christopher tidak langsung menjawab. Dia memandang Selena sejenak, lalu berbalik memandang ke arah jendela lagi. “Ada sesuatu yang tidak beres, Sel. Kata-kata Helena… dia bukan tipe orang yang hanya mengancam tanpa rencana. Aku merasa dia menyiapkan sesuatu yang besar.”Selena duduk, menarik selimut ke tubuhnya sambil me
Malam itu terasa dingin di tepi pantai. Langit gelap tanpa bintang, seolah memberikan tanda bahwa sesuatu besar akan segera terjadi. Christopher tahu waktunya telah tiba. Semua masalah yang ditinggalkan di masa lalu kini menuntut penyelesaian, namun kali ini dia tidak akan menyerah pada amarah atau kekerasan. Dia sudah cukup belajar untuk memahami bahwa kekuasaan sejati bukan hanya tentang siapa yang paling kuat, tetapi tentang siapa yang paling bijak.Christopher duduk di ruang kerjanya, di depan meja kayu besar yang menghadap ke jendela besar yang memperlihatkan lautan yang tenang. Di tangannya, sebuah ponsel berdering pelan. Di layar tertera nama yang tidak asing: Helena. Dia tahu panggilan itu akan datang, dan dia sudah siap.Christopher mengangkat telepon dan mendengarkan suara sinis dari Helena di ujung sana."Christopher," suara Helena terdengar begitu dingin, "Sudah cukup bermain. Aku tahu kamu tidak akan bisa bertahan lama tanpa kembali ke duniamu yang sebenarnya. Waktunya un
Pagi di tepi pantai yang biasanya damai kini terasa begitu ganjil. Setelah malam penuh ketegangan itu, Christopher dan Selena seolah-olah tidak bisa sepenuhnya kembali ke ketenangan yang pernah mereka miliki. Meskipun mereka masih berusaha hidup normal, ada sesuatu di udara yang membuat segalanya terasa rapuh. Ancaman dari masa lalu Christopher telah kembali, dan kali ini tampaknya semakin sulit untuk dihindari.Christopher, yang biasanya tenang, mulai menjadi lebih waspada. Dia berjalan mondar-mandir di teras rumah, pikirannya dipenuhi berbagai rencana dan kemungkinan. Selena memperhatikannya dari dalam, duduk di meja makan, berusaha menyibukkan diri dengan secangkir kopi yang kini sudah dingin.Selena tidak bisa mengabaikan perasaannya. Sesuatu tidak beres, dan kali ini dia tahu bahwa mereka tidak bisa terus melarikan diri. Ketika Christopher masuk ke dalam rumah, wajahnya tegang. Dia duduk di kursi di seberang Selena, tetapi tatapannya kosong, seakan dia sedang memikirkan sesuatu y
Malam itu, udara di tepi pantai terasa sejuk, dengan angin malam yang berhembus lembut melalui jendela kamar. Kamar itu gelap, hanya disinari oleh cahaya bulan yang menerobos tirai tipis, menciptakan bayangan samar di dinding. Selena telah lama tertidur dalam dekapan Christopher, sementara dia berbaring di sampingnya, tetapi pikirannya terusik oleh kenangan yang mulai menghantuinya kembali. Dalam tidurnya, Christopher mengerang pelan, tubuhnya bergerak gelisah di bawah selimut. Wajahnya yang biasanya tenang kini terlihat tegang, dengan alis berkerut seakan terjebak dalam mimpi yang buruk. Dia kembali ke masa lalu dalam pikirannya, masa ketika darah, kekacauan, dan pengkhianatan adalah bagian dari hidupnya sehari-hari. Terbayang kembali saat-saat ia mengarahkan senjatanya, terlibat dalam kesepakatan gelap, dan mengorbankan apa pun demi kekuasaan. Dalam mimpinya, dia melihat Helena, tersenyum licik sambil membisikkan kata-kata penghancuran. Tawa sinisnya menggema, mengingatkannya pada
Christopher dan Selena sedang menikmati sore indah di sebuah resor mewah yang terletak di tepi pantai Italia. Udara laut segar bercampur dengan angin sepoi-sepoi membelai wajah mereka. Di sinilah mereka merasa menemukan kedamaian yang sesungguhnya, jauh dari hiruk-pikuk masa lalu yang kelam. Seiring dengan detik yang berlalu, hubungan mereka semakin erat dan kuat. Christopher telah menjauhkan dirinya dari dunia kriminal, sepenuhnya untuk Selena. Itu bukan hal mudah, tetapi cintanya padanya membuat semua pengorbanan layak dilakukan.“Apakah kamu bahagia, Chris?” tanya Selena pelan sambil menatap laut, suaranya halus seperti desiran ombak. Dia selalu memanggilnya dengan nada yang lebih lembut akhir-akhir ini, dan Christopher menyukainya.Christopher menoleh padanya, senyum tipis tersungging di wajahnya yang selama ini penuh amarah dan kesedihan. “Setiap hari bersamamu, Selena, adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidupku. Aku tak pernah membayangkan bisa hidup seperti ini… damai,
Helena duduk di ruang tamu mansion megahnya, sebuah bangunan yang masih memancarkan kekayaan dan kejayaan dari masa lalu, namun kini terasa seperti kuburan megah bagi seorang ratu tanpa kerajaan. Kakinya disilangkan, sepatu hak tingginya menekan lantai marmer yang dingin. Tangan Helena yang lentik menggenggam segelas anggur merah, meski bibirnya jarang menyentuh tepi gelas. Matanya kosong, mengembara ke arah jendela besar yang menghadap ke taman belakang. Sejauh mata memandang, semuanya tampak sempurna; tapi tidak baginya.Semua yang Helena miliki masih ada: rumah mewah, perhiasan berharga, kekayaan yang melimpah. Namun, tidak ada satu pun dari itu yang bisa menggantikan kehancuran yang telah merampas jiwanya. Kartel yang dulu dipimpinnya dengan tangan besi kini runtuh. Kekuasaan yang dulu membuat orang-orang tunduk dan gemetar di hadapannya kini hilang seiring dengan nama besar yang terkubur dalam kekacauan.Helena menatap pantulan dirinya di cermin besar di sudut ruangan. Gaun mahal
Hari-hari yang kini dijalani oleh Selena bersama Christopher terasa seperti mimpi yang indah. Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana namun elegan di tepi pantai, jauh dari hiruk-pikuk kota, jauh dari bayang-bayang masa lalu yang kelam. Angin laut yang sejuk selalu menyapu halaman, membawa suara deburan ombak yang menemani setiap langkah mereka.Pagi itu, Selena bangun lebih dulu. Cahaya matahari pagi menembus tirai tipis di jendela kamar mereka, menghangatkan ruangan dengan lembut. Christopher masih tertidur di sampingnya, wajahnya terlihat tenang—berbeda dengan ketegangan yang dulu sering terlihat ketika dia masih memimpin kartel. Kini, dia lebih damai, lebih rileks. Waktu di rumah pantai ini telah mengubah mereka berdua.Selena menyelinap keluar dari tempat tidur, melangkah perlahan ke balkon yang menghadap ke laut. Dia berdiri di sana, menghirup udara segar pagi sambil merasakan angin laut menerpa wajahnya. Kehidupannya yang dulu penuh dengan kesedihan dan ketakutan terasa begitu