Selena masih terbaring di ranjang, napasnya lemah dan tak beraturan. Waktu seolah berhenti, hanya bunyi mesin monitor jantung yang monoton menjadi satu-satunya suara di dalam kamar itu. Tangannya yang kurus menggenggam selimut dengan erat, tubuhnya yang lemah tampak lebih rapuh dari biasanya. Di balik kelopak matanya yang tertutup, air mata mengalir perlahan, mengkhianati perasaan sakit yang tak tertahankan di hatinya—rasa sakit yang lebih mendalam dibandingkan luka fisik yang merobek tubuhnya. Setiap ingatan tentang Christopher membawa luka yang semakin menganga, luka yang mungkin tidak akan pernah sembuh.Di sudut ruangan, Christopher berdiri dengan gelisah, memandangi Selena dengan campuran perasaan marah, frustasi, dan penyesalan. Dalam benaknya, ia memutar kembali setiap kata kasar yang keluar dari mulutnya, setiap ejekan yang ia lontarkan, dan setiap perlakuan buruk yang ia berikan. Selama ini, dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua itu dilakukan demi cinta, tapi kin
Cahaya redup dari lampu rumah sakit memantulkan bayangan yang panjang di koridor, menciptakan suasana yang suram. Di dalam kamar, suara detak jantung di monitor semakin lemah, menunjukkan kondisi Selena yang kian memburuk. Tubuhnya yang dulu penuh kehidupan kini hanya tinggal bayangan dari apa yang pernah ada, kurus, dan hampir tak berdaya. Para dokter bekerja dengan cepat, namun setiap usaha yang mereka lakukan terasa sia-sia. Di sisi tempat tidur, Selena terus menangis dan mengigau dalam tidur yang terganggu."Christopher...," gumam Selena dengan suara yang serak dan lemah. "Kau... kau menghancurkan hidupku... Kau pria jahat... Kau merenggut semuanya dariku..."Di sudut ruangan, Christopher berdiri dengan wajah pucat, perasaan bersalah yang terus menggerogoti jiwanya. Setiap malam, dia datang ke kamar ini, berharap bisa menemukan sedikit kedamaian di tengah rasa sakit yang semakin menghantui dirinya. Namun, yang dia temukan hanyalah penderitaan yang semakin dalam.Christopher menutu
Christopher memasuki ruang perawatan rumah sakit di Roma dengan hati yang penuh keraguan. Wajah Selena terlihat pucat dan lelah, terbaring di ranjang dengan infus dan alat medis di sekelilingnya. Hanya ada beberapa lampu yang menerangi ruangan itu, menciptakan suasana suram yang menambah kesan kesedihan dan ketegangan. Selena masih dalam keadaan lemah, menganggap setiap suara sebagai ancaman. Christopher berdiri di samping ranjangnya, matanya penuh dengan tekad dan kemauan, meskipun hatinya bergejolak. "Selena," katanya dengan suara lembut, tetapi penuh dengan kepura-puraan yang terampil. "Aku kembali untukmu. Aku tahu aku telah melakukan banyak kesalahan, tetapi aku ingin mencoba memperbaikinya. Aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa berubah." Selena, terbaring dengan tatapan kosong, mengerjap beberapa kali sebelum matanya bertemu dengan mata Christopher. "Mengubah apa? Setelah semua yang Anda lakukan, Anda datang ke sini dan berharap semuanya akan kembali seperti semula?" Christ
Di dalam ruangan rahasia di sebuah mansion tua di luar Paris, suasana dipenuhi oleh aroma cerutu dan asap yang melingkar di udara. Di dalam ruangan itu, Jenderal Pierre Alexandre duduk dengan wajah penuh pertimbangan, sementara Christopher berdiri di dekat jendela yang tertutup tirai tebal. Lampu temaram menerangi ruangan, menciptakan bayangan yang tampak seperti perangkap dari sebuah rencana yang akan segera dilancarkan.Christopher tahu, meski mereka saat ini berada di ruangan yang sama, dia dan Pierre Alexandre bermain di dua sisi yang berbeda. Pierre membutuhkan kekacauan untuk melambungkan karier politiknya, dan Christopher membutuhkan Pierre untuk memperluas kekuasaannya secara global.Pierre mengisap cerutunya, menatap Christopher dengan tajam. “Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Christopher. Kekacauan adalah kuncinya. Masyarakat harus merasa terancam, dan hanya aku yang bisa membawa ketenangan kembali. Dengan cara itu, posisi Menteri di tanganku akan menjadi kenyataan.”Chri
Christopher melangkah keluar dari jet pribadinya yang baru saja mendarat di Roma. Angin malam yang dingin menerpa wajahnya, tetapi pikiran Christopher jauh lebih kacau daripada cuaca yang menusuk. Matanya menatap lurus, pandangannya tajam dan berbahaya, tetapi di dalam hatinya ada gejolak besar. Selena. Wanita yang mencintainya—dan sekarang membencinya. Dengan langkah berat namun tegas, dia menuju mobil yang sudah menunggunya di landasan. Ketika supir membuka pintu belakang, Christopher segera masuk, tenggelam dalam keheningan. Pikirannya terus terngiang-ngiang pada kata-kata Selena sebelum dia meninggalkannya di rumah sakit. “Berhenti menjadi penjahat, Christopher. Aku sudah cukup menderita karena semua ini... dan aku tak sendirian lagi. Aku mengandung anakmu.” Pernyataan itu seperti bom yang meledak di telinganya, menghancurkan setiap lapisan pertahanan yang dia bangun selama bertahun-tahun. Christopher, sang Ketua Kartel yang ditakuti di seluruh Eropa, yang memutar balikan kead
Selena memandang laut biru yang tenang dari teras rumahnya yang baru. Pantai yang bersih dan bebas dari keramaian kota, berpadu dengan langit cerah yang menyebar di atasnya. Rumah yang Christopher beli terletak di sebuah kota kecil yang terisolasi, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan sebelumnya. Ini adalah awal baru, bukan hanya untuk Selena tetapi juga untuk Christopher, yang telah berjanji untuk meninggalkan dunia kriminal yang selama ini menjadi hidupnya. Selena merasakan hembusan angin laut yang lembut, membelai kulitnya dengan lembut. Kini, dia tampak lebih sehat dan bahagia, meskipun bekas luka masa lalu masih menyisakan jejak di dalam hatinya. Namun, melihat Christopher yang kini lebih santai dan jauh dari dunia gelap yang dulu, memberikan rasa tenang yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Christopher berdiri di samping Selena, matanya mengikuti tatapan Selena ke arah laut. "Bagaimana rasanya? Menjadi seperti ini, jauh dari semua kekacauan itu?" Selena menoleh ke Christophe
Pagi itu, sinar matahari menyelinap melalui tirai jendela kamar mereka yang menghadap pantai, membangunkan Selena dari tidurnya. Suara ombak yang lembut menghantam bibir pantai menjadi musik alam yang menenangkan, membuat setiap detik terasa seperti di surga. Dia membalikkan tubuhnya, melihat Christopher masih tertidur di sampingnya. Wajahnya tenang, tanpa tanda-tanda kekhawatiran yang biasanya tampak di balik ketegasan dan wibawanya sebagai mantan ketua kartel.Selena tersenyum kecil, menyadari betapa beruntungnya dia memiliki Christopher di sisinya sekarang, meskipun dunia mereka dulu penuh dengan kekerasan dan ketegangan. Tapi di sini, di rumah mereka yang terpencil dan damai, semuanya berbeda. Dia merasa aman, terlindungi, dan lebih dari segalanya; dicintai.Pelan-pelan, dia mengulurkan tangan, menyentuh wajah Christopher, jari-jarinya dengan lembut mengusap pipinya. Sentuhan itu membuat Christopher terbangun. Dia membuka matanya dan menemukan Selena menatapnya dengan mata lembut.
Hari-hari yang kini dijalani oleh Selena bersama Christopher terasa seperti mimpi yang indah. Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana namun elegan di tepi pantai, jauh dari hiruk-pikuk kota, jauh dari bayang-bayang masa lalu yang kelam. Angin laut yang sejuk selalu menyapu halaman, membawa suara deburan ombak yang menemani setiap langkah mereka.Pagi itu, Selena bangun lebih dulu. Cahaya matahari pagi menembus tirai tipis di jendela kamar mereka, menghangatkan ruangan dengan lembut. Christopher masih tertidur di sampingnya, wajahnya terlihat tenang—berbeda dengan ketegangan yang dulu sering terlihat ketika dia masih memimpin kartel. Kini, dia lebih damai, lebih rileks. Waktu di rumah pantai ini telah mengubah mereka berdua.Selena menyelinap keluar dari tempat tidur, melangkah perlahan ke balkon yang menghadap ke laut. Dia berdiri di sana, menghirup udara segar pagi sambil merasakan angin laut menerpa wajahnya. Kehidupannya yang dulu penuh dengan kesedihan dan ketakutan terasa begitu