"Silahkan di minum kopinya. Mas. Maaf, salam kenal. Sebelumnya kita tidak pernah bertemu," lirih Flora yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Ranti dan juga kedua kakak iparnya.
"Udah, kamu gak usah cari perhatian sama Mas mu! Sana ke dapur, siapin makan malem!" perintah Ranti yang langsung diangguki oleh Flora.
Dia pun pergi ke dapur dengan langkah pincang karena kakinya masih sakit akibat perlakuan Arifin.
"Gak boleh gitu sama Flora, Bu. Mau bagaimana pun dia menantu di rumah ini. Tidak seharusnya dia disuruh-suruh seperti itu, dia bukan pembantu," ucap Abian yang membuat Ranti berdecak kesal. "Ckkk, gak usah kamu belain perempuan itu. Nanti, kalau gak disuruh-suruh, yang ada dia jadi perempuan pemalas." "Aku rasa Flora bukan perempuan seperti itu, dia terlihat seperti perempuan baik-baik dan tahu bagaimana caranya mengabdikan diri di rumah suaminya. Justru. perempuan pemalas itu adalah anak-anak ibu sendiri. Lihat mereka? Bisa apa mereka selain makan?" tanya Abian sambil menunjuk kedua kakaknya. Winda dan Santi. “Abi! Mereka itu Mbak-mu! Wajar saja kalau mereka tinggal di sini karena ini rumah ibu dan mendiang ayahmu." "Wajar ya? Lalu, dulu saat mereka masih punya suami, apa yang mereka lakukan pada Ibu? Apa Ibu sudah lupa? Jangan terlalu memanjakan anak-anakmu ini, Bu. Nanti yang ada mereka pada gak tahu diri," Ucap Abian, lalu beranjak dari duduknya dan pergi ke kamarnya.Dia bahkan tidak menyentuh kopi yang dibuatkan oleh Flora sama sekali.
Dia menenteng tas kerjanya dan menutup pintu dengan kasar, membuat ketiga wanita itu terjengit kaget.Flora yang ada di dapur pun hanya menoleh sekilas dan kembali melakukan pekerjaannya, yaitu memasak. Ia sudah terbiasa tidak dianggap di rumah itu, dan kali ini pun Flora berusaha untuk tidak ikut campur juga. Ia takut dimarahi.
Ia baru saja menyelesaikan ikan gorengnya, ketika seseorang memanggilnya dari belakang.
"Flora," panggil Abian, membuat Flora yang sedang fokus menyajikan makanan di meja pun terlonjak kaget hingga hampir melempar pisau yang tengah dia pegang. "Astaga. Mas, maafin Flora. Flora benar-benar gak sengaja," ucap Flora panik. "Tidak apa-apa. ini oleh-oleh untukmu." Abian mengulurkan paper bag yang entah apa isinya pada Flora.Perempuan itu menatap paper bag itu dengan tatapan heran. "Buat Flora?"
"lya. Buat kamu." "Tapi, Mas...." "Sudahlah, diterima ya. Kalau ada waktu luang, dipakai," ucap Abian sambil tersenyum.Akhirnya mau tak maupun Flora menerima paper bag yang diulurkan oleh kembaran suaminya itu. Ini adalah pertama kalinya Flora mendapat hadiah selain dari keluarganya sendiri. Suaminya bahkan terlalu pelit untuk sekadar memberikannya kado ulang tahun.
"Terima kasih. Mas. Nanti akan saya pakai," Flora berterima kasih. "Tidak usah terlalu formal, Flora. By the way, ini bukan pertama kalinya kita bertemu," ucap Abian membuat Flora terheran-heran. "Maksud Mas apa?" "Kita pernah bertemu di pernikahanmu, kau lupa?" Flora berpikir sejenak, lalu menggeleng. "Sepertinya aku melupakannya. Lagipula Mas Arifin tidak pernah memberi tahu kalau dia memiliki kembaran," jawab Flora lirih. "Hmm, yang penting sekarang kau sudah mengetahuinya. Aku lapar sekali, Flora." "Sebentar biar saya yang menyajikannya dulu," jawab Flora.Dia meletakan paper bag pemberian Abian itu di meja dapur, dan segera menyajikan makanan untuk Abian.
Saat sedang sibuk menyajikan makanan itu, tak lama Ranti dan juga kedua putrinya masuk ke area dapur dan langsung menduduki kursi mereka masing-masing. Mereka melayangkan tatapan tajam pada Flora dan hal itu disadari oleh Abian.
"Tidak baik menatap orang seperti itu!" Abian langsung membuat ketiganya kelimpungan untuk mencari alasan. "T-tidak, maksud kami." "Diam dan makanlah. Bu," ucap Abian, membuat Ranti bungkam seketika, begitu juga dengan kedua putri kesayangannya itu. 'Maaf-maaf saja. Bu. Tapi aku bukan Arifin yang dengan mudah mengiyakan setiap perintah kalian bertiga' Batin Abian sambil menyeringai. Tapi seringaian itu sangat kecil hingga tidak ada yang menyadarinya. Flora menyendok nasi dan juga lauknya. Dia melayani semua orang, tapi yang lebih membuat Abian keheranan adalah Flora tidak kunjung duduk untuk makan bersama mereka semua d isini. "Kau tidak makan, Flora?" tanya Abian yang membuat Ranti memberikan kode lewat matanya.Memang, selama ini Flora tidak pernah makan bersama mereka di meja makan. Tapi dia akan makan terakhir setelah suami, ibu mertua dan kakak iparnya selesai makan. Itu adalah aturan yang di buat oleh Arifin, suaminya sendiri.
"A-aku nanti saja makannya, Mas," jawab Flora yang paham benar akan kode yang di berikan ibu mertuanya. "Duduk dan makanlah." Abian mengulurkan piring pada Flora, membuat perempuan itu ragu-ragu untuk menerima piring itu dari tangan Abian. "Makanlah yang banyak, sampai kenyang. Ada banyak makanan dan lauk, siapa yang memasak makanan sebanyak ini?" "Mbak dong," jawab Winda dengan percaya dirinya. "Setahuku, Mbak gak bisa masak kan?" "Tapi kan...." "Jujur, siapa yang memasak semua ini?" tanya Abian lagi dengan suara datar nan beratnya. membuat Winda terdiam seketika. "Flora!" jawab Ranti dengan ketus. "Masakanmu enak, Flora." Puji Abian.Padahal dari awal saja dia sudah bisa menebak kalau Flora yang memasak semua ini sendirian. Tentunya, dia tahu benar seperti apa karakter ibu dan juga kedua kakaknya itu.
"Sudah pulang, Mas?" tanya Flora kepada Arifin.Ia menyambut suaminya di ambang pintu. Namun, bukannya tersenyum ketika mendapatkan sambutan dari sang istri, Arifin malah melengos menatap wajah istrinya."Bisa gak sih pas aku pulang, kamu tuh dandan gitu? Pake make up kayak wanita kebanyakan. Ini suami pulang, wajah kusut mana badan bau bawang gini!" celetuk Arifin dengan sinis. Setelahnya, dia pun pergi ke kamar sambil membanting pintu kamar dengan keras."Ada apa sih?" Winda keluar dari kamarnya ketika mendengar suara pintu yang dibanting keras."Biasa, pasti Arifin marah tuh." Santi tahu-tahu sudah bergabung dengan saudaranya. "Ya gimana gak marah, nyambut suami dengan wajah kayak gitu. Gimana gak muak coba?"Flora menundukkan kepalanya. Bagaimana dia bisa punya waktu untuk membersihkan badan dan berdandan, kalau sedari tadi terus disuruh ini-itu oleh mertua dan iparnya. Belum lagi, kosmetik yang dimiliki Flora tidak lebih dari sebatang lipstik, handbody, dan bedak padat yang suda
Flora mendongakkan wajahnya yang sembab. Sedari tadi, dia menangis dalam diam. Dia tidak bisa menunjukkan kesedihannya pada siapapun. Percuma saja jika dia menunjukkannya, mereka pasti akan mengatakan kalau dia sedang berdrama untuk mendapatkan simpati dari Abian."Terima kasih. Mas. Andai saja yang bisa membelaku seperti ini adalah suamiku, aku pasti akan sangat bahagia," lirih Flora dalam hati, sambil berjalan pelan ke kamarnya. Ia pikir, setelah ini ia bisa beristirahat dengan tenang. Tapi ternyata semuanya belum selesai. Di dalam kamar rupanya Arifin sudah menunggunya dengan tatapan tak bersahabat."B-belum tidur. Mas?" Flora terbata."Bagaimana bisa aku tidur dengan semua kebisingan yang kau perbuat, Flora?! Kemari kau!" bentak Arifin. Flora beringsut mundur, tapi tangan besar itu dengan cepat meraih kepala Flora dan menjambak rambut panjang istrinya."Kau pikir, dengan Abian membelamu, kau bisa berbuat dan mengatakan hal itu pada kedua saudariku hah?! Tidak! kau salah!""M-mas
Abian duduk di sofa ruang tamu, dia menatap tajam kedatangan tiga wanita yang baru selesai belanja itu. Konon katanya belanja bulanan untuk keperluan rumah, tapi Abian malah melihat kalau ketiga memakai barang baru."Ehemm!" Abian berdehem, membuat ketiganya seketika menoleh ke arah pria yang tengah duduk dengan memangku laptop."Abian, sudah makan?""Sudah.""Ya udah, kami juga sudah tadi makan di luar sekalian.""Ohh untung saja aku makan duluan. Kalau tidak, aku bisa mati kelaparan kalau menunggu kalian berbelanja." Abian tersenyum sinis.Winda tampak ingin marah, tapi Ranti buru-buru memperingatkannya. Semua gerak-gerik itu tertangkap oleh Abian. Bahkan ketika ibunya memamerkan kemeja baru untuknya, Abian sudah tau apa akal bulusnya."Abi. Ibu beliin kamu kemeja baru lho. Mbak mu juga beli pakaian, masing-masing Ibu belikan satu setel," ungkap Ranti untuk mengubah suasana."Ibu tidak membelikan untuk Flora juga?" tanya Abian membuat Ranti terdiam."Kenapa harus dibeliin, kan dia p
Kedua mata Abian membulat sempurna ketika melihat luka di lengan bagian atas Flora. Ini bukan luka biasa, tapi ini seperti luka karena cambukkan sesuatu."Tidak apa-apa. Mas. Ini bukan bekas apa-apa kok." Flora buru-buru menurunkan kembali lengan bajunya untuk menghindari pertanyaan Abian."Jangan berbohong, Flora. Katakan yang sejujurnya pada Mas, bagaimana pun juga Mas berhak tahu." Abian menatap Flora dengan intens."Maaf, Mas. Tapi ini masalah rumah tangga Flora.""Jadi benar dugaan Mas kalau Arifin yang melakukannya?" tanya pria itu. Flora memalingkan wajahnya ke arah lain untuk menghindari kontak mata dengan Abian. Entahlah, tapi tatapan teduh dan hangat Abian membuatnya luluh. Tatapan itu terasa begitu tulus.Namun, dia tidak boleh terlarut begitu saja, karena dia juga ingat kalau dirinya adalah wanita bersuami."T-tidak....""Tidak ada gunanya kamu berbohong, Flora. Jadi katakan sejujurnya atau Mas yang cari tahu sendiri?""I-iya, Mas," jawab Flora pada akhirnya dengan lirih,
"Mas, ini bekal buat kamu," ucap Flora sambil memberikan wadah bekal pada suaminya.Bukannya menerima dengan senang hati. Arifin malah menatap sinis ke arah sang istri yang masih mengembangkan senyumnya. "Gak usah, aku bukan anak kecil yang harus bawa bekal." Arifin meninggalkan Flora begitu saja. Flora sudah seringkali menerima penolakan seperti ini, tapi kali ini rasanya sangat menyakitkan. Padahal ia berharap, sekotak bekal ini bisa membuat sang suami memperlakukannya sedikit lebih baik.Namun, jangankan menerima, melirik saja tidak mau."Sampai kapan kamu akan memperlakukan aku seperti ini, Mas? Apa kamu masih menganggap kalau aku ini istrimu?""Kita menikah atas dasar cinta, bukan perjodohan seperti di novel-novel, tapi kenapa kamu tidak pernah memperlakukan aku dengan baik. Mas? Bolehkah aku cemburu ketika melihat wanita lain diperlakukan dengan istimewa oleh suaminya?" gumam Flora sambil menatap kepergian Arifin yang sudah mengendarai motornya menjauh dari rumah.Perempuan it
Abian meneliti kendaraan yang berada di depannya dan dia yakin kalau motor ini adalah milik Arifin. Dia hafal benar apa yang merupakan barang miliknya. Bukan miliknya, tapi dia yang membelikan motor ini untuk Arifin saat dia berulang tahun."Ini benar milik Arifin...." lirih Abian. Dia pun masuk ke penginapan dan menanyakan beberapa hal pada receptionist yang berjaga disana."Maaf. permisi. Saya ingin bertanya, apakah ada pasangan yang melakukan check in baru-baru ini? Eemm, wajahnya mirip seperti saya?""Maaf. Tuan. Tapi kami....""Saya bersedia membayar untuk informasi itu. karena saya kakaknya."Pegawai hotel itu tampak ragu pada awalnya, tapi karena wajah Abian cukup dingin dan galak, ia semakin gemetaran. Apalagi ketika Abian langsung menyodorkan beberapa lembar uang seratus ribuan ke hadapan pegawai itu.Akhirnya, pegawai itu memberitahukan nomor kamar Arifin. Ia juga setuju dengan rencana Abian yang memintanya untuk memeriksa kamera pengawas dan memfoto Arifin jika lewat nanti.
"Aku harus berubah kan? Tidak seharusnya aku sehancur ini padahal suamiku sedang bersenang-senang dengan wanita lain di luar sana." Gumam Flora. Matanya menatap lurus ke arah hamparan lautan yang luas seolah tiada memiliki ujung itu."Benar, kamu harus berubah. Jangan bodoh dengan menangisi pria murahan seperti Arifin."Flora menoleh. "Dan Mas berjanji akan membantuku membalaskan dendam, kan?"Abian tersenyum lebar, dan mengangguk. "Tentu.""Kenapa Mas seolah mendukungku untuk melakukan hal itu. sedangkan Arifin adalah saudaramu sendiri?" Tanya Flora."Aku tidak mungkin mendukung orang yang salah. Flora. Sampai kapanpun. dengan apapun alasan nya, perselingkuhan tidak pernah di benarkan. Lagipula, kamu tahu benar apa alasanku melakukan hal ini bukan?" Tanya Abian sambil tersenyum kecil."Bukankah kata Mas tadi perselingkuhan itu tidak dibenarkan? Kalau Mas mengajak aku selingkuh, bukankah artinya Mas sama murahan nya dengan suamiku?" Tanya perempuan itu membuat Abian terdiam seketika.
"Bagus ya kamu. bukan sambut suami di rumah pulang kerja, malah enak-enakan pergi sama pria lain." Arifin menatap sinis ke arah Flora dan juga Abian.Dia benar-benar tidak suka ketika melihat istrinya pergi dari rumah meskipun bersama saudaranya sendiri."T-tapi biasanya kalau aku sambut pun, k-kamu terlihat tidak peduli. Mas. Aku pikir untuk apa menyambutmu?" yanya Flora yang membuat Arifin membulatkan kedua matanya. Sejak kapan Flora bisa menjawab perkataannya seperti ini."Sudah-sudah. Flora, kamu dari mana?""Tadi habis ngikutin Mas ke kantor, sekalian mergokin orang selingkuh!" jawab Flora cukup keras hingga membuat raut wajah Arifin berubah seketika. Dia menatap wajah Flora yang terlihat tenang, begitu juga dengan Abian."Orang selingkuh di mana?""Tadi di jalan ada motor yang boncengan gitu. Lakinya bawa motor, terus ceweknya meluk kenceng banget. Eehh terus ketahuan sama istri sah nya lagi gituan di penginapan," jawab Flora membuat Ranti terkejut."Astaga. kamu ngapain sampai