Share

Bab 3

"Sudah pulang, Mas?" tanya Flora kepada Arifin.

Ia menyambut suaminya di ambang pintu. Namun, bukannya tersenyum ketika mendapatkan sambutan dari sang istri, Arifin malah melengos menatap wajah istrinya.

"Bisa gak sih pas aku pulang, kamu tuh dandan gitu? Pake make up kayak wanita kebanyakan. Ini suami pulang, wajah kusut mana badan bau bawang gini!" celetuk Arifin dengan sinis. Setelahnya, dia pun pergi ke kamar sambil membanting pintu kamar dengan keras.

"Ada apa sih?"  Winda keluar dari kamarnya ketika mendengar suara pintu yang dibanting keras.

"Biasa, pasti Arifin marah tuh." Santi tahu-tahu sudah bergabung dengan saudaranya. "Ya gimana gak marah, nyambut suami dengan wajah kayak gitu. Gimana gak muak coba?"

Flora menundukkan kepalanya. Bagaimana dia bisa punya waktu untuk membersihkan badan dan berdandan, kalau sedari tadi terus disuruh ini-itu oleh mertua dan iparnya. Belum lagi, kosmetik yang dimiliki Flora tidak lebih dari sebatang lipstik, handbody, dan bedak padat yang sudah retak. Bahkan uang belanja dari Arifin tidak cukup untuk dibelikan baju baru.

"Lain kali, kalau mau nyambut suami pulang tuh dandan kek, biar suamimu seneng. Ini wajah kek gitu, yang ada suami tuh marah. Mbak juga gitu dulu, selalu nyambut suami tuh wangi, cantik," ucap Winda nyinyir.

"Bagaimana aku bisa pakai make up, uang buat beli make up nya aja gak ada. Kan, habis sama Mbak," ucap Flora lirih.

"Hah, apa kamu bilang? Uang habis sama Mbak? Denger ya, Flora. Wajar saja kalau suamimu ngasih uang sama Mbaknya sendiri! Kamu tuh makin lama, kok makin gak tau diri heh!" Winda marah menunjukkan sifat aslinya jika dia merasa tersinggung.

Flora tidak menjawab lagi, karena dibantah pun kakak iparnya pasti tidak akan terima. Dibanding dirinya sebagai istri Arifin, justru kakak-kakak iparnya yang paling sering minta uang kepada Arifin.

"Ada apa sih ini ribut-ribut?" tanya Ranti.

"Tuh si Flora, pake bilang uangnya Arifin habis sama aku."

"Bener kamu bilang kayak gitu. Flora? Beneran gak tahu diri ya kamu!" Ucap Ranti, membuat Flora menundukkan kepalanya.

"Maaf, Bu...."

"Ingat kamu di sini itu numpang! Wajar aja kalau Arifin ngasih uang sama Mbak nya, dia keluarganya! Sedangkan kamu? Cuma orang asing di sini."

"Tapi, Bu...."

"Kalian ini kenapa sih? Berisik tau gak? Mau istirahat aja gak tenang!" Abian keluar dari kamarnya, dengan wajah kusut. Dia lelah, karena baru saja pulang dari perjalanan jauh, tapi tidak bisa beristirahat dengan tenang.

"Ini nih si Flora, gak tahu diri!" ucap Winda. "Masa dia bilang kalau uang dari Arifin habis sama Mbak."

"Padahal kan iya?" tanya Abian membuat Winda terdiam.

"Mana ada! Mbak cuma minta secukupnya sama Arifin. Wajar kalau Mbak minta sama adik Mbak sendiri," jawab Winda seolah tak terima dengan ucapan Abian.

"Wajar? Mbak bilang wajar? Mbak ini perempuan lho, gimana kalau Mbak punya suami terus si suaminya lebih mementingkan kebutuhan kakaknya dibandingkan kebutuhan istrinya sendiri? Jangan egois, Mbak! Arifin sudah menikah, dia wajib memberikan nafkah pada istrinya bukan pada mbaknya." Ucap Abian membuat Winda menatap tajam adiknya itu.

"Kamu ini kenapa malah belain Flora? Ingat, aku ini Mbak mu sedangkan dia hanya orang asing. Abian!"

"Justru karena dia orang asing, maka kita harus memperlakukan dia dengan baik, Mbak," sahut Abian. "Mulai sekarang, esok dan seterusnya aku takkan diam saja jika kalian melakukan hal ini pada Flora. Mulai besok, tugas bersih-bersih, memasak, dibagi rata!"

"Tapi bersih-bersih itu sudah tugas menantu, Abian," ucap Ranti, membuat putranya itu menatap wajah ibunya.

"Dia menantu di keluarga ini, bukan pembantu. Aku tidak mau tahu, mulai besok kalian harus saling bahu membahu mengerjakan semua pekerjaan rumah disini. Kalau tidak, aku akan berhenti mengirimkan uang bulanan pada kalian semua!" tegasnya membuat semua orang terdiam.

Benar, kekuatan uang memang bisa mengubah segalanya. Bahkan, mereka langsung terdiam ketika mendengar ucapan Abian.

"Satu lagi, kalian tidak perlu meminta uang dari Arifin. Biarkan gaji pria itu diberikan sepenuhnya pada Flora sebagai istri. Kalian mengata-ngatai Flora tidak bisa menjaga tubuh dan wajahnya, tapi uang Arifin kalian habiskan. Otak kalian di mana hah?!"

"Jangan karena kamu memiliki uang, jadi kau bisa semena-mena pada kami, Abian!" ucap Santi.

"Oke, Mbak Santi takkan mendapatkan uang bulanan dariku mulai bulan ini. Ingat itu!" tegas Abian, membuat Santi gelagapan.

"Tapi...."

"Kenapa? Kau masih membutuhkan uangku bukan? Jadi jangan membantah perintahku!"

"Sebegitunya kau membela orang asing ini ketimbang keluargamu sendiri, Abian? Mbak mu ini janda, kalau dia tidak mendapatkan uang darimu, lalu dari siapa?" tanya Ranti.

"Mereka hanya janda, bukan tunawisma. Jangan terlalu memanjakan anak-anakmu ini, Bu. Justru mereka yang akan terlihat gak tahu diri, bukan Flora. Menyalahkan wanita lain, padahal akar permasalahan ada pada diri mereka."

"Cukup, Abian! Kami berdua saudaramu, kenapa kau menghina kami sebegininya hanya karena orang asing?"

"Flora? Dia bukan orang asing di rumah ini, dia menantu di keluarga ini. Lalu kau? Kau memang putri di rumah ini tapi bukan berarti kau bisa berbuat seenaknya. Selama ini Flora diam karena dia menghormati kalian, tapi ternyata kediaman Flora malah membuat kalian semakin tidak tahu diri." Ucap Abian lagi membuat keduanya kompak menatap tajam adik mereka. Abian.

Pria itu benar-benar sudah keterlaluan, bahkan mereka tidak bisa berkata-kata lagi sekarang.

"Aku harap kalian segera menikah dan pergi dari rumah ini. Jujur, aku sumpek melihat wajah kedua perempuan munafik ini. Tapi tunggu, apa masih ada pria yang mau dengan wanita semacam kalian? Sudah bulat, ditambah egois dan matre. Ck!." Abian berdecak, lalu tersenyum meremehkan dan meninggalkan ruang tamu dengan langkah tegapnya.

"Sialan kau, Abian!" Teriak Winda namun segera di bungkam oleh Ranti.

"Sudah-sudah, malu sudah malam. Sana masuk ke kamar masing-masing dan tidurlah."

"Ini semua gara-gara kamu. Flora! Kalau saja dulu Arifin tidak menikahimu, mungkin sekarang kejadian nya tidak akan seperti ini!" ucap Santi lalu pergi ke kamarnya bersama Winda.

Begitu juga dengan Ranti. Dia juga masuk ke kamarnya tanpa sepatah katapun.

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Azka Azka raffasya
Abian membela flora tgl tertindas
goodnovel comment avatar
Tina Tina
jadi ikut sedih
goodnovel comment avatar
Zenal Arifin
mantap abian lnjut
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status