Abian duduk di sofa ruang tamu, dia menatap tajam kedatangan tiga wanita yang baru selesai belanja itu. Konon katanya belanja bulanan untuk keperluan rumah, tapi Abian malah melihat kalau ketiga memakai barang baru.
"Ehemm!" Abian berdehem, membuat ketiganya seketika menoleh ke arah pria yang tengah duduk dengan memangku laptop. "Abian, sudah makan?" "Sudah." "Ya udah, kami juga sudah tadi makan di luar sekalian." "Ohh untung saja aku makan duluan. Kalau tidak, aku bisa mati kelaparan kalau menunggu kalian berbelanja." Abian tersenyum sinis. Winda tampak ingin marah, tapi Ranti buru-buru memperingatkannya. Semua gerak-gerik itu tertangkap oleh Abian. Bahkan ketika ibunya memamerkan kemeja baru untuknya, Abian sudah tau apa akal bulusnya. "Abi. Ibu beliin kamu kemeja baru lho. Mbak mu juga beli pakaian, masing-masing Ibu belikan satu setel," ungkap Ranti untuk mengubah suasana. "Ibu tidak membelikan untuk Flora juga?" tanya Abian membuat Ranti terdiam. "Kenapa harus dibeliin, kan dia punya uang dari suaminya. Beli aja sendiri," celetuk Santi. "Uangnya aja habis kalian pake foya-foya kalian kan? Gimana Flora bisa beli baju atau make up buat dandan?" "Kamu kenapa sih? Ngebet banget belain si Flora? Jangan-jangan...." "Gak usah berpikiran yang macam-macam!" potong Abian. "Aku bersikap seperti ini karena aku tidak ingin terjadi ketidakadilan di rumah ini."Abian menatap kedua saudarinya dengan tajam. Sedangkan yang ditatap, hanya menunjukkan wajah angkuh mereka, seolah tidak merasa bersalah sama sekali.
"Aku heran dengan kalian berdua, bukannya kalian sesama wanita jadi harus merasa simpati pada Flora? Kalian berdua harus bisa memposisikan diri sebagai Flora, bagaimana perasaannya. Bagaimana kalau kelak, kalian yang merasakan hal itu?" "Buat apa kami harus merasakan seperti Flora? Kami bisa mencegahnya sebelum itu." "Ohh ya? Apa kalian mudah mencari laki-laki yang kepribadiannya sebelum dan sesudah menikah itu tetap sama? Susah, Mbak. Kebanyakan pasti berubah setelah menikah dan menunjukkan sifat aslinya. Jangan jauh-jauh, Arifin contohnya." "Mulai sekarang, aku akan membagi uang secara rata. Ibu. Mbak Winda dan Mbak Santi akan mendapatkan jatah bulanan masing-masing 3 juta. Flora, aku akan memberikannya 5 juta setiap bulan." Putus Abian. "Bagaimana bisa begitu, Abi? Flora itu memiliki suami. Bagaimana bisa dia dijatah sebesar itu, sedangkan suaminya saja juga bekerja dan memberikannya uang!" protes Winda. "Bukankah selama ini gaji Arifin adalah milik kalian? Bahkan Flora tidak pernah diberikan uang untuk kehidupan sehari-harinya sendiri? Itu ulah siapa? Ulah kalian berdua. Mbak!" "Tapi kan...." "Jangan kalian pikir selama ini aku tidak mengawasi kalian semua! Aku tahu semua perbuatan kalian pada Flora. Maka dari itu, jangan macam-macam denganku kalau kalian masih butuh uangku." "Abi...." "Keputusanku sudah bulat dan jangan pernah berani memberitahukan Arifin tentang keputusamku ini atau jatah bulanan kalian semua aku tahan!" tegas pria itu, membuat ketiganya melengos dan pergi ke kamar masing-masing. Jahat? Tentu saja, dia memang jahat karena memperlakukan keluarganya sendiri seperti ini, tapi bagaimana pun juga ketidakadilan itu harus di balas. Dia tidak terima ketika wanita yang dia cintai mendapatkan ketidakadilan dari keluarganya sendiri, rasanya menyakitkan sekali apalagi ketika melihat luka-luka di tubuh Flora. "Langkah balas dendam kita mulai. Aku takkan tinggal diam ketika wanita yang aku cintai mendapatkan intimidasi seperti ini. Kalian akan mendapatkan balasan yang setimpal!" "Terutama kau Arifin. Berani sekali kau menyakiti wanitaku!" gumam pria itu dalam hati sambil mengepalkan tangannya.Setelahnya, Abian mengetuk kamar Flora dan Arifin. Setelah pembicaraan serius tadi, Flora memilih menghidari Abian dan mengunci diri di kamarnya. Sebenarnya, Abian merasa bersalah, tapi tidak juga menyesal karena sudah mengungkapkan perasaannya.
Tok! Tok!
Abian mengetuk pintu itu pelan.
"Flora...." panggil Abian lembut.Untuk beberapa saat tidak ada jawaban dari dalam. Namun, baru ingin mengetuk lagi, pintu sudah dibuka. Flora muncul dengan wajah tegang. Alisnya tampak berkerut.
"I-iya, Mas."
"Buatin kopi bisa?" tanya Abian sambil tersenyum kecil. "Bisa, Mas. Tunggu sebentar," jawab Flora.Jujur saja suasananya sangat canggung saat ini. Ditambah lagi dengan Abian yang selalu curi-curi pandang pada Flora, membuat perempuan itu merasa tidak nyaman.
'Kenapa Abian terus bersikap seperti ini?' gumamnya dalam hati.
Hingga karena tak fokus, air yang sudah mendidih itu menyiprat mengenai lengannya hingga memerah. Perempuan itu meringis tertahan sambil mengusap-usap tangannya. "Aaasshhhh!" Perempuan itu meringis merasakan panas yang menjalar di lengan.Abian yang melihat hal itu langsung berdiri dari duduknya dan menghampiri Flora yang sedang mengibas-ngibaskan tangannya.
"Kamu kenapa gak hati-hati, Flora?" Abian langsung menarik tangan Flora ke wastafel dan membasuh tangan perempuan itu dengan air dingin."Aku tidak apa-apa, Mas."
"Tidak apa-apa bagaimana? Ini bisa melepuh nanti! Mas belikan salep ke apotik buat ngobatin lengan kamu atau mau ke rumah sakit aja?" tanya Abian sambil melihat lengan Flora yang terlihat memerah dengan khawatir. "Tidak perlu, Mas. Ini gapapa kok, cuma luka kecil begini tidak perlu sampai di bawa ke rumah sakit segala." "Kamu ini kenapa? Niat Mas kan baik." "lya. Flora tahu kok. Tapi hanya luka kecil, nanti diolesin pasta gigi juga sembuh, Mas." "Lalu. ini bekas apa?"Abian dengan berani menyibak pakaian Flora di bagian lengannya. Dia sudah curiga dari tadi pagi, apalagi ketika melihat Flora yang tidak bisa menggerakan tangannya dengan bebas. Dia terlihat kesakitan saat menggerakan tangan nya.
Kedua mata Abian membulat sempurna ketika melihat luka di lengan bagian atas Flora. Ini bukan luka biasa. tapi ini seperti luka karena cambukkan sesuatu.Kedua mata Abian membulat sempurna ketika melihat luka di lengan bagian atas Flora. Ini bukan luka biasa, tapi ini seperti luka karena cambukkan sesuatu."Tidak apa-apa. Mas. Ini bukan bekas apa-apa kok." Flora buru-buru menurunkan kembali lengan bajunya untuk menghindari pertanyaan Abian."Jangan berbohong, Flora. Katakan yang sejujurnya pada Mas, bagaimana pun juga Mas berhak tahu." Abian menatap Flora dengan intens."Maaf, Mas. Tapi ini masalah rumah tangga Flora.""Jadi benar dugaan Mas kalau Arifin yang melakukannya?" tanya pria itu. Flora memalingkan wajahnya ke arah lain untuk menghindari kontak mata dengan Abian. Entahlah, tapi tatapan teduh dan hangat Abian membuatnya luluh. Tatapan itu terasa begitu tulus.Namun, dia tidak boleh terlarut begitu saja, karena dia juga ingat kalau dirinya adalah wanita bersuami."T-tidak....""Tidak ada gunanya kamu berbohong, Flora. Jadi katakan sejujurnya atau Mas yang cari tahu sendiri?""I-iya, Mas," jawab Flora pada akhirnya dengan lirih,
"Mas, ini bekal buat kamu," ucap Flora sambil memberikan wadah bekal pada suaminya.Bukannya menerima dengan senang hati. Arifin malah menatap sinis ke arah sang istri yang masih mengembangkan senyumnya. "Gak usah, aku bukan anak kecil yang harus bawa bekal." Arifin meninggalkan Flora begitu saja. Flora sudah seringkali menerima penolakan seperti ini, tapi kali ini rasanya sangat menyakitkan. Padahal ia berharap, sekotak bekal ini bisa membuat sang suami memperlakukannya sedikit lebih baik.Namun, jangankan menerima, melirik saja tidak mau."Sampai kapan kamu akan memperlakukan aku seperti ini, Mas? Apa kamu masih menganggap kalau aku ini istrimu?""Kita menikah atas dasar cinta, bukan perjodohan seperti di novel-novel, tapi kenapa kamu tidak pernah memperlakukan aku dengan baik. Mas? Bolehkah aku cemburu ketika melihat wanita lain diperlakukan dengan istimewa oleh suaminya?" gumam Flora sambil menatap kepergian Arifin yang sudah mengendarai motornya menjauh dari rumah.Perempuan it
Abian meneliti kendaraan yang berada di depannya dan dia yakin kalau motor ini adalah milik Arifin. Dia hafal benar apa yang merupakan barang miliknya. Bukan miliknya, tapi dia yang membelikan motor ini untuk Arifin saat dia berulang tahun."Ini benar milik Arifin...." lirih Abian. Dia pun masuk ke penginapan dan menanyakan beberapa hal pada receptionist yang berjaga disana."Maaf. permisi. Saya ingin bertanya, apakah ada pasangan yang melakukan check in baru-baru ini? Eemm, wajahnya mirip seperti saya?""Maaf. Tuan. Tapi kami....""Saya bersedia membayar untuk informasi itu. karena saya kakaknya."Pegawai hotel itu tampak ragu pada awalnya, tapi karena wajah Abian cukup dingin dan galak, ia semakin gemetaran. Apalagi ketika Abian langsung menyodorkan beberapa lembar uang seratus ribuan ke hadapan pegawai itu.Akhirnya, pegawai itu memberitahukan nomor kamar Arifin. Ia juga setuju dengan rencana Abian yang memintanya untuk memeriksa kamera pengawas dan memfoto Arifin jika lewat nanti.
"Aku harus berubah kan? Tidak seharusnya aku sehancur ini padahal suamiku sedang bersenang-senang dengan wanita lain di luar sana." Gumam Flora. Matanya menatap lurus ke arah hamparan lautan yang luas seolah tiada memiliki ujung itu."Benar, kamu harus berubah. Jangan bodoh dengan menangisi pria murahan seperti Arifin."Flora menoleh. "Dan Mas berjanji akan membantuku membalaskan dendam, kan?"Abian tersenyum lebar, dan mengangguk. "Tentu.""Kenapa Mas seolah mendukungku untuk melakukan hal itu. sedangkan Arifin adalah saudaramu sendiri?" Tanya Flora."Aku tidak mungkin mendukung orang yang salah. Flora. Sampai kapanpun. dengan apapun alasan nya, perselingkuhan tidak pernah di benarkan. Lagipula, kamu tahu benar apa alasanku melakukan hal ini bukan?" Tanya Abian sambil tersenyum kecil."Bukankah kata Mas tadi perselingkuhan itu tidak dibenarkan? Kalau Mas mengajak aku selingkuh, bukankah artinya Mas sama murahan nya dengan suamiku?" Tanya perempuan itu membuat Abian terdiam seketika.
"Bagus ya kamu. bukan sambut suami di rumah pulang kerja, malah enak-enakan pergi sama pria lain." Arifin menatap sinis ke arah Flora dan juga Abian.Dia benar-benar tidak suka ketika melihat istrinya pergi dari rumah meskipun bersama saudaranya sendiri."T-tapi biasanya kalau aku sambut pun, k-kamu terlihat tidak peduli. Mas. Aku pikir untuk apa menyambutmu?" yanya Flora yang membuat Arifin membulatkan kedua matanya. Sejak kapan Flora bisa menjawab perkataannya seperti ini."Sudah-sudah. Flora, kamu dari mana?""Tadi habis ngikutin Mas ke kantor, sekalian mergokin orang selingkuh!" jawab Flora cukup keras hingga membuat raut wajah Arifin berubah seketika. Dia menatap wajah Flora yang terlihat tenang, begitu juga dengan Abian."Orang selingkuh di mana?""Tadi di jalan ada motor yang boncengan gitu. Lakinya bawa motor, terus ceweknya meluk kenceng banget. Eehh terus ketahuan sama istri sah nya lagi gituan di penginapan," jawab Flora membuat Ranti terkejut."Astaga. kamu ngapain sampai
Flora membuka pintu kamar dengan perlahan, kemudian masuk dan kembali menutup pintu kamar secara perlahan. Dia melihat Arifin tengah duduk di pinggir ranjang membelakanginya."mas.""Sudah selesai makan nya?" Tanya Arifin lalu berbalik dan menatap intens ke arah sang istri."Sudah. Mas. Ada apa? Apa ada hal penting yang ingin Mas bicarakan?""Kau tadi pergi kemana dengan Abian?" Pria itu beranjak dari duduknya lalu berjalan mendekat ke arah Flora, membuat perempuan itu refleks mundur. Jujur, dia takut kalau Arifin sudah seperti ini.Perempuan itu memejamkan matanya ketika tangan Arifin mulai terangkat, dia kira pria itu akan memukulnya seperti biasa. Tapi ternyata tidak, tangan itu malah terulur untuk merapikan rambut Flora ke belakang telinga nya."Katakan, kamu habis dari mana aja sama Abian?""Eeee, aku hanya ke kantor terus pulang ke rumah. Tadi ada mampir dulu sih ke warung bakso." Jawab perempuan itu."Kau tidak berbohong kan?""T-tidak. Mas." Jawab Flora. Dia tidak mungkin menga
"Flora.." panggil Abian membuat perempuan itu menoleh. Seperti biasa, jantungnya berdetak tak karuan ketika pria itu memanggil dirinya. Jujur, dia takut kalau Abian melakukan hal yang tidak-tidak padanya. Apalagi di rumah hanya ada dirinya dan Juga Abian."I-iya, Mas.""Bagaimana tawaran ku hari itu? Kamu sudah memikirkan nya dengan baik?" Tanya pria itu membuat sekujur tubuh perempuan itu merinding seketika."M-mas. tolong jangan mendekat." Pinto Flora. Dia refleks mundur ketika Abian semakin mendekat ke arahnya, dia mematikan kran air dan mengunci pergerakan perempuan itu.Pria itu menunduk dan mendekatkan wajahnya pada Flora, dia tersenyum manis lalu mengangkat dagu perempuan itu."Kamu cantik, hanya saja kamu kurang beruntung karena mendapatkan suami brengsek seperti Arifin.""Mas, tolong menjauhlah.""Tidak. Mas suka berdekatan denganmu." Jawab Abian sambil tersenyum, dia menarik tubuh Flora hingga posisi mereka sangat berdekatan saat ini bahkan nyaris menempel. Flora menahan perg
Abian tersenyum, dia berhasil membuat Flora menggila menginginkan sentuhannya, saat ini saja wanita itu terlihat menikmati apa yang dia lakukan di bagian bawah tubuh perempuan cantik itu."aahhh, yaahh disitu Mas." Perempuan itu benar-benar sudah kehilangan rasa malu nya karena nafsu yang mengambil alih akal sehatnya. Bodo amat dengan siapa dia melakukan hal ini, dia tidak peduli. Resiko nya akan dia tanggung nanti, setelah dia mendapatkan apa yang dia inginkan."Mas, hisap lebih kuat. Aahhhh." Flora meracau, dia mendesaah kuat sambil meremas-remas rambut belakang Abian yang berada di bagian bawah tubuhnya.Pria itu memanjakan area sensitif miliknya dengan luar biasa, dia sangat bisa membuat miliknya berdenyut hebat menginginkan sebuah klimaks."Mas, a-aku sampai.""Keluarkan saja, sayang. Aku akan menerima nya." Jawab Abian. Dia pun kembali menghisap kacang kecil itu dengan bernafsu, dia juga memainkan lidahnya memutar-mutar di area itu. membuat perempuan itu kelojotan saking nikmatny