Abian memilih menyusul masuk ke dalam. Di ruang tengah sangat ramai sekali karena Anya ikut menangis sebab Hendra menangis. Astaga kebisingan ini semakin menjadi dan para ibu hanya bisa membujuk anak masing-masing.
"Dek Anya jangan nangis." Hendra mengusap air matanya sambil menatap Anya. "Kak Hendra aja yang nangis, Dek Anya jangan," lanjutnya seraya menggelengkan kepalanya."Kak Hendra juga nggak boleh nangis. Kalau Kak Hendra nangis, Anya juga makin nangis," balas Anya di sela sesenggukan nya.Lantas Hendra turun dari pangkuan Flora dan menghampiri Anya yang duduk di pangkuan Hana. "Kak Hendra sudah tidak nangis lagi, kok," ujarnya tapi bibirnya masih mengeluarkan sesenggukan."Anya juga udah Ndak nangis." Anya buru-buru mengusap air matanya kemudian tersenyum pada Hendra.Abian tersenyum geli melihat itu, lalu berbisik pada Kala setelah dia duduk di sebelah asistennya itu."Kalau kita jodohkan mereka berdua. Pasti seru ya, KaHanan tidak puas dengan perilakunya dengan Arkan tadi. Sehingag saat pulang sekolah, dia meninggalkan Hanin di mobil bersama sopir mereka yang sudah tiba sejak awal. Lalu setelah itu Hanan berpura-pura kebelet pipis, jadi pamit ke toilet sebentar. Dia harus memberikan pelajaran kecil pada kakak kelasnya satu itu, sebab sudah lancang mencium punggung tangan Hanin dan juga membuat pergelangan tangan Hanin merah.Hanan tahu kebiasan Arkan setiap pulang sekolah, dia suka berkumpul bersama teman-temannya di bawa tangga lantai dua, mengingat sekolah mereka ini terdiri dari tiga lantai. Hanan tidak bodoh untuk menyerang Arkan di depan banyak teman-temannya. Jadi, dia berpura-pura atau lebih tepatnya berakting."Apa Kak Arkan ada di sini?" tanya Hanan sopan pada segerombolan anak kelas delapan itu.Arkan langsung bergerak maju kala tahu ada yang mencarinya, cukup terkejut melihat kedatangan Hanan. "Ada apa?" tanya Arkan tidak suka."Kak Arkkan di cari wal
Abian panas dingin mendengar cerita Hanan yang terjadi di sekolah tadi. Sungguh tidak menyangka kalau putri kesayangannya di pegang oleh remaja ingusan yang ingin mengajak Hanin berpacaran. Ah, anak zaman sekarang, cepat sekali mengenal cintanya. Abian tidak siap kalau semisalnya salah satu dari si kembar nantinya akan berpacaran. Ya, Abian sudah mewanti-wanti itu sejak lama. Larangan berpacaran selama bersekolah, nanti setelah lulus baru keduanya Abian bebaskan untuk mencari pacar dan pasangan masing-masing."Mana tangan mu, Hanin?" tanya Abian setelah keluar dari ruang kerja yang di ikuti oleh Hanan dari belakang. Mereka baru tiba di ruang keluarga, di mana Hanin sibuk mengajari Hendra membaca tadinya.Hanin yang ditanya begitu mendadak bingung. "Tangan Hanin kenapa, Dad?" tanyanya polos."Sudah sini saja." Abian langsung duduk lesehan di depan Hanin dan mengambil tangan putrinya itu. Walau kata Hanan, Hanin sudah membersihkan jejak ciuman dari anak rema
Pukul 09.05.Hanin keluar dari kamarnya dengan cara mengendap-endap. Lima menit yang lalu Mommynya sudah selesai mengecek kamarnya dan Hanan. Maka itu dia berjalan keluar dan masuk ke dalam kamar Hanan. Hanan yang saat itu sudah memejamkan matanya kembali terusik karena merasakan lampu kamarnya di hidupkan."Mom, ada yang ketinggalan?" tanya Hanan tanpa membuka matanya, dia pikir mommynya yang datang."Heh, bangun kamu!" Hanin memukul kaki Hanan.Langsung saja Hanan membuka matanya karena mendengar suara kembaranya. "Ngapain kamu ke sini? Nanti ketahuan Mommy kita pasti kena khutbah," ujarnya.Namun, setelah itu Hanan memekik tertahan karena telinganya di jewer oleh Hanin. "Ih, apa-apaan, sih? Sakit tahu!" ketus Hanan, menyentak tangan Hanin sehingga tangan kembarannya itu terlepas dari telinganya."Itu akibat kamu ngadu ke Daddy." Hanin bersedekap dada. Besok Daddy bakal datang ke sekolah kita dan masalah tadi bakal makin panjan
Hanin tidak tahu bagaimana kelanjutan masalah itu. Yang dia tahu Hanan dipanggil ke ruang BK saat jam istirahat pertama, entah kenapa Hanan di panggil ke sana. Hanin ingin ikut ke sana juga, tapi tidak diizinkan Daddynya masuk saat Daddynya sudah datang saat itu.Alhasil di menunggu di luar saja. Hingga ada setengah jam kemudian, bahkan Hanin tidak peduli kalau bel masuk sudah berbunyi, dia tetap menunggu di sana dengan perasaan resah. Karena Arkan datang bersama orang tuanya tadi. Masalah ini semakin melebar saja."Eh, kok di sini, sayang?" Abian terkejut melihat Hanin yang ternyata masih menunggu mereka."Gimana, Dad? Kok Hanan dipanggil ke sini?" tanya Hanin langsung, melihat Daddynya dan kembarannya yang malah terlihat santai saja. Dia mengalihkan pandangannya kala melihat Arkan keluar dengan kepala tertunduk.Abian tersenyum kecil seraya mengusap puncak kepala Hanin. "Semuanya sudah selesai, sayang. Kamu tidak perlu khawatir." Kemudian menata
"Sayang..., aku pergi ke kantor lagi, ya," bisik Abian.Flora yang ternyata belum tidur pun membuka matanya. " Hm, hati-hati, ya. Kamu udah makan siang?" tanyanya takut suaminya ini melewatkan makan siangnya."Nanti makan di kantor saja. Tadi sudah nyuruh asisten ku beli bento box," jawabnya.Flora lega jadinya. Namun, Flora sedikit heran karena Abian tak kunjung beranjak pergi. "Kenapa, Mas?""Ciumannya mana?" tanya Abian sembari menunjuk bibirnya sendiri. Ah, ternyata Abian masih menagih itu.Flora tersenyum geli kemudian mengode Abian agar menunduk dan Abian langsung saja menurutinya."Udah," ujar Flora setelah cukup lama mereka berciuman. Senyuman Abian terlihat seperti iklan pasta gigi di televisi.Pria itu dengan semangat berdiri seraya mengusap puncak kepala Flora. "Kamu istirahat yang cukup. Jangan banyak gerak, kalau butuh apa-apa langsung panggil pelayan saja," pesannya."Iya, Mas."Di teras r
"Tante Santi udah setuju, nih." Hanin tersenyum lebar sembari menatap mommynya. "Katanya mau siap-siap ke sini," ucapnya lagi. Ini sudah jam lima, dia pun sebentar lagi akan mandi sore."Mommy mau lihat Hendra dulu." Flora perlahan berdiri dari duduknya. "Mau mandi sekalian juga. Dari pagi Mommy nggak mandi, gerah ini.""Eh, Mommy beneran udah nggak apa-apa?" tanya Hanin kembali memastikan.Flora tersenyum meyakinkan. "Iya, sayang," jawabnya sembari mengusap puncak kepala Hanin. "Kakak mandi juga sana !" suruhnya."Siap, Mom!"Hanin berjalan keluar bersama Mommynya. Kalau sang mommy berbelok ke kamar Hendra yang letaknya di sebelah kamar Daddy dan Mommy. Maka Hanin malah pergi menuruni tangga, mengurungkan niatnya hendak mandi dulu. Diam mau mencari Hanan, untung-untung bisa membuat kembarannya itu kesal."Hanan!" Hanin tersenyum miring. Dengan santai dia mengambil kue kering yang hendak Hanan suapkan ke dalam mulutnya sendiri. L
"Tante Santiiiii."Hendra berlari menghampiri tantenya itu dengan kedua tangannya terbuka lebar berharap di gendong oleh tante kesayangannya itu. Namun, belum sempat sang tante menggendongnya, dari belakang sana ada seorang pria menghadang Hendra dengan cepat."Eits, Tante Santi nggak bisa gendong kamu untuk sementara waktu," larang pria itu tegas.Sontak Hendra melangkah mundur secara perlahan, sejak dulu dia cukup takut dengan suami tantenya ini. Bibirnya sudah melengkung ke bawah dengan bola mata berkaca-kaca. Melihat keponakannya itu ketakutan, menjadikan Santi mendecak pelan."Maaas, kamu buat ponakan kesayanganku jadi takut nih," erangnya, menatap sebal suaminya yang berada di depannya. Tanpa aba-aba dia langsung menghampiri Hendra dan berjongkok di depan anak itu. Dia pun tersenyum tipis sembari mengusap puncak kepala Hendra. "Maafin suami tante, ya? Benar kata Paman, Tante lagi nggak bisa gendong kamu. Karena di sini," tunjuknya dengan men
Di ruang makan."Daddy nggak jawab telepon Mommy lagi?" tanya Hanan, berulang kali Flora terus meneleponn suaminya itu. Tapi, tetap saja tak diangkat suaminya itu. Padahal kalau pulang telat, Abian selalu memberitahunya dulu."Belum." Flora menggeleng pelan."Mungkin memang banyak kerjaan di kantor, Mom. Jadi, Daddy nggak sempat ngecek ponsel," sahut Hanin, ikut menenangkan mommynya yang terlihat resah sekarang.Flora pun menghela napas pelan, "lya, mungkin aja," berupaya tidak berpikir negative sekarang. Perasaannya selalu tidak enak bila suaminya terlambat pulang begini."Coba telepon asistennya Abian aja, Flo." Roby menyarankan dan Flora tidak teringat akan hal itu sejak tadi.Wanita itu langsung saja menepuk dahinya pelan. Kembali mengambil ponselnya. "Lupa aku, tuh," terangnya. Menghiraukan sepiring nasi serta ayam goreng di depannya itu. Karena nafsu makannya mendadak hilang karena sang pujaan hati belum pulang."H