Sucubus, iblis penggoda laki-laki, tersenyum kecil kala ia berdiri di salah satu gedung tertinggi di kota itu.
Tubuh moleknya gagal disembunyikan dengan gaun pendek warna merah yang dikenakannya saat ini. Rambut hitam panjangnya menari-nari karena belaian angin. Wajah cantiknya tidak bisa ditandingi oleh manusia manapun. "Kakak, kau lihat itu?"
Incubus, saudara kembarnya yang bertugas untuk menggoda para wanita, mengangguk malas. Laki-laki bertubuh kekar itu hanya memakai celana hitam selutut, memamerkan otot perut dan lengannya yang sempurna.
Kulitnya putih bersih sama seperti adiknya. Rambutnya dipotong pendek dan ada satu tanduk di dahinya. Raut wajahnya yang maskulin nampak begitu sempurna.
Seolah-olah, Tuhan menghabiskan waktu khusus untuk menciptakan dua iblis bersaudara itu."Yah, begitulah. Aku terkejut dengan iman milik laki-laki."
"Aah♡! Aku jadi bergairah sekali saat melihatnya!" Desah Sucubus sambil menggigit ujung telunjuknya. "Menggoda laki-laki beriman itu sangat menantang. Tapi, aku juga ingin menolong Tuan Asmodeus. Siapa tahu beliau mungkin akan berterima kasih dan mau menghabiskan waktu denganku... Aih! Mana yang harus kupilih?"
"Jangan bermimpi di siang bolong."
"Bisakah Kakak bayangkan anak-anak yang akan terlahir dari hubungan kami? Mereka akan menjadi sekuat ayahnya." Senyum Sucubus mengembang. Hasratnya sudah membumbung tinggi hingga ia nyaris tak mampu menahannya.
"Kau tahu itu mustahil. Iblis rendahan seperti kita takkan mampu menampung benih dari para pangeran kegelapan. Lagipula, anak-anakmu sudah cukup merepotkan."
Sucubus dapat bereproduksi dengan manusia saat ia menyusup ke dalam mimpi-mimpi erotis milik para pria dan menggoda mereka untuk melepaskan hasrat biologis yang terpendam.
Setelah anak-anak iblis itu lahir, mereka akan berpencar ke seluruh pelosok dunia.
Membisikkan rayuan untuk berbuat dosa yang berhubungan dengan syahwat mereka seperti berselingkuh, menggunakan jasa prostitusi atau malah bersetubuh dengan anggota keluarga sendiri.
"Kakak juga sama saja, 'kan! Suka menyamar menyerupai manusia sebelum menyetubuhi wanita-wanita malang itu! Ah, sudahlah. Aku tak tahan lagi! Kita bagi tugas, ya. Kakak hancurkan lelaki tua itu. Biar kutangani tubuh Tuan Asmodeus."
Incubus menjawabnya dengan mengepakkan sayap hitam besarnya dan melompat menyusuri langit berawan.
Sementara Sucubus menjilat bibir bawahnya sebelum ia membungkus dirinya dalam sayap merah yang tertanam di punggungnya. Tak sampai dua detik, iblis betina itu menghilang dari atap gedung pencakar langit tersebut.
Begitu sampai di rumah Arjen, Sucubus membulatkan mata hitamnya saat melihat tubuh Asmodeus yang terbelit tasbih.
Suaranya berubah menjadi semanis madu saat menyapanya, "Aduh, apa yang terjadi disini, Tuan Asmodeus?"
"Kau…Aaargh!! Ke, kenapa?" Tanyanya saat melihat wajah anak buahnya tersebut.
Sucubus menahan diri agar tidak terlihat sedang menikmati pemandangan langka ini. Mendengar suara tuannya yang mendesah membuat hasratnya semakin membuncah. Iblis betina itu mulai membayangkan bagaimana rasanya menindih tubuh sempurna milik si pangeran.
"Tentu saja saya ingin membantu anda, Tuanku. Tentu saja dengan satu syarat."
Jikalau kekuatan Asmodeus masih utuh, ia akan menghancurkan iblis binal itu dengan satu pukulan. Bagaimana bisa iblis rendahan itu berani mengajukan penawaran pada dirinya yang notabene salah satu pangeran kegelapan?
"Saya pernah melihat gentong itu suatu waktu di masa lalu. Yah, membuka rahasia dari mulut lelaki adalah keahlian saya, Tuan. Ia juga membeberkan cara untuk menghancurkannya. Harusnya saya hancurkan saat itu juga agar tidak menyebabkan masalah pada Tuan."
"Ka, kalau begitu…Aargh! SIAL!"
Sucubus tersenyum ramah, "Tentu saja akan saya lakukan. Asal Tuan berjanji untuk memenuhi hasrat saya."
Asmodeus mengangguk tidak sabar karena merasa tak memiliki pilihan.
"Aaah, baiklah! Tolong tunggu sebentar." Jawab Sucubus sebelum mengubah dirinya menjadi seorang wanita muda yang cantik, berpakaian agak terbuka. "Gentong itu hanya bisa dihancurkan oleh manusia. Konon, penguasa kegelapan bahkan takkan mampu menyentuhnya. Karena semakin kuat iblis yang akan disegel, maka kekuatan gentong tersebut akan semakin kuat."
Asmadeus mengerang semakin keras. Disaat seperti ini, ia tak butuh penjelasan. Ia ingin segera terlepas dari jeratan jebakan ini.
Sucubus segera keluar dari pintu rumah dan mengedarkan pandangannya, mencari mangsa. Senyumnya mengembang saat melihat seorang laki-laki remaja berusia tanggung berjalan santai sambil bersiul.
"Hei, nak! Bisa kau bantu kakak cantik ini?"
****
Incubus, dalam wujud pria muda yang tampan, menyenderkan kepalanya di jok penumpang dalam sebuah mobil sedan mewah yang disetir oleh seorang wanita berusia paruh baya.
Kedua mata wanita itu nampak kosong saat mengendarai mobil dengan ugal-ugalan di jalan tol yang lengang.
"Tambah kecepatan lagi sampai kau bisa mengejar mobil sedan itu. Kalau ada yang menghalangi, tabrak saja."
"Baik, Tuan." Kata wanita itu sambil menginjak gas.
Incubus melipat kedua lengannya ke depan dada. Hanya dengan satu kecupan, siapapun akan terhipnotis olehnya dan bersedia melakukan segala hal yang ia perintahkan.
Sementara itu, Hendro mulai menyadari bahwa ada yang mengikutinya. Ia melihat wajah Arjen dari kaca mobil.
Anak itu nampak panik meski tak tahu apa yang sedang terjadi. Sementara Sandra, yang duduk di sebelahnya, memasang raut muka yang tegang sambil terus memeluk kantong belanjaannya.
"Arjen," Panggil Hendro tanpa mengalihkan pandangan dari jalan. "Kau bawa ponsel? Buatlah panggilan dari nomor yang aku sebutkan."
Anak bermata cokelat muda itu mengangguk sambil mengetikkan nomor telepon yang sudah dihapal Hendro sejak lama.
Begitu tersambung, Arjen menaruh ponsel itu ke bawah telinga Hendro dan terus memeganginya agar ia tetap fokus dalam mengemudi.
"Halo, ini aku." Sapa Hendro.
"[EH? EEEH! Jangan-jangan ini Master Mataram yang tersohor itu! Wah, sudah lama sekali!]"
Hendro menghela nafas keras, "Jangan mengejekku terus, Hanzo. Begini, aku mau minta tolong. Bukakan portal menuju Atrazal dan panggil beberapa pengawas tingkat dua, aku mencium bau iblis penggoda sedang mengikutiku."
Tidak ada jawaban dari seberang telepon.
"Han, kau masih ada disana?"
"[Master, apa yang sedang terjadi?]"
"Kacau sekali. Aku sampai menggunakan kekuatan Gentong Suci."
Lawan bicaranya mendesis dengan kesal, "[Iblis sialan mana--,]"
"Kau tahu aku takkan sebutkan namanya. Kekuatan sebuah nama itu sangat mengerikan. Jadi kusebutkan inisialnya saja. Pangeran A baru saja berkunjung. Mungkin, antek-anteknya akan menyusul."
Keheningan kembali menyelimuti sekeliling mereka. Sandra bahkan melongo saat mendengar inisial tersebut.
"[Satu belum selesai, sekarang muncul lagi! Aduh! Sial! Si Pemimpin juga sedang hilang entah kemana! Master, tolong pastikan bahwa anda tetap hidup! Akan saya persiapkan segalanya.]"
"Baik. Akan kututup panggilannya."
Arjen langsung menekan tombol merah sebelum memasukan ponsel pintarnya ke saku. "Kakek, Nenek, sebenarnya apa yang terjadi?"
Sandra tiba-tiba menyela sebelum Hendro sempat menjawab. Tangan wanita itu terulur setelah mengeluarkan sebuah kotak kayu dari tas jinjingnya, "Arjen, berikan setetes darahmu pada benda dalam kotak ini."
"Sandra! Kau, bagaimana bisa?" Tanya Hendro sambil mengangkat kedua alisnya.
"Tolong perhatikan saja jalan di depan. Kau sedang membawa dua orang nyawa, Suamiku." Perintah Sandra yang langsung dituruti oleh Hendro. Kemudian wanita itu segera melanjutkan, "Sebelum aku berangkat, wali kelas Arjen menelpon. Kupikir mereka menyerangnya di sekolah. Jadi, kubawa saja untuk berjaga-jaga. Ternyata, tidak terjadi apapun disana."
"Yah, kalau begitu, terima kasih. Aku hampir menyesal karena tak sempat membawa apapun dari rumah." Kata Hendro sambil menghela nafas lega.
Arjen membuka kotak dan menemukan sebuah kalung dari rantai perak dengan sebatang besi hitam legam sebagai bandul. Ia mengigit sisi kiri jari telunjuknya hingga mengeluarkan darah dan meneteskannya ke atas besi itu.
Tidak terjadi apa-apa selama beberapa detik, membuat Arjen yang kebingungan mulai bertanya pada neneknya.
Sandra mengangguk sebelum menjawab, "Tidak masalah. Pakai selalu benda itu dan jangan sampai kau melepaskannya meski sedetik."
"Bahkan saat aku mandi?"
"Bahkan saat kau mandi." Kata perempuan itu sambil mengangguk mantap.
Hendro berdeham untuk menarik perhatian cucunya yang sedang memasang kalung itu ke lehernya. "Jen, ada yang ingin kakek sampaikan. Mengenai orang tuamu."
"Orang tuaku? Bukankah mereka meninggal karena kecelakaan."
"Sebenarn--,"
BRAAAAAAK!
Nafas Arjen tercekat karena kaget saat mendengar suara keras itu. Matanya menangkap sesosok laki-laki yang berjongkok di depan kaca mobil.
"SANDRA!" Teriak Hendro keras-keras sambil berusaha untuk terus mengemudi.
Wanita itu lantas melepaskan kantung belanjaannya dan mulai menggerakan jemarinya dengan cepat sambil menggumamkan sesuatu.
Lalu sesosok harimau putih dengan mata sehitam arang muncul dan menggigit Incubus itu hingga terlempar ke aspal.
Kedua mata Arjen membulat sambil berseru, "Nenek! Yang barusan itu... apa?"
Sandra tak menjawab dan makin banyak harimau putih muncul dari tangannya untuk menggigit Incubus yang terkapar di jalan.
Hendro menginjak gas dan membuat mobil berlari lebih cepat, "Arjen, nenekmu dan aku adalah bagian dari para pembasmi iblis."
Incubus tak pernah merasa sekesal ini. Sudah lama sekali, sejak ada seorang wanita yang berani menyerangnya dengan makhluk-makhluk ilusi tersebut. Sakit di tubuhnya masih bisa ia tahan. Tapi, harga dirinya sebagai iblis penggoda terluka lebih dalam dari yang ia kira. Untunglah, Sucubus tak ada disana. Ia tak sanggup membayangkan ejekan dan cemoohannya selama seribu tahun kedepan. Siapa wanita tua itu? Tanyanya dalam hati. Makhluk ilusi yang dipanggilnya juga cukup kuat. Benar-benar pasangan suami istri yang menyebalkan. Iblis jantan itu perlahan bangkit dari jalan tol yang sepi. Puluhan harimau putih masih menggigiti tubuhnya hingga ia merasa geli. Tapi, perasaan itu kembali tercampur dengan hasrat yang menggebu. Bagaimanapun ia ingin menggoda wanita itu jatuh dalam pengaruhnya. Tapi, bagaimana? Sementara ia berpikir, mobil sedan itu b
Hanzo Kalingga merasa bahwa langit tak pernah sekelabu ini. Apalagi di bulan Mei yang sudah masuk musim kemarau semacam ini.Namun, sekarang berbeda. Langit seolah bisa memuntahkan air matanya sewaktu-waktu. Hanzo takkan lupa momen dimana ia melihat mobil sedan yang terlempar dengan kekuatan super itu, jatuh ke dalam danau. Menyisakan seorang anak remaja yang tak sadarkan diri. Sementara dua orang lainnya tewas secara mengenaskan yaitu Hendro dan Sandra. Di masa lalu, mereka berdua adalah tokoh tersohor akan kekuatan sekaligus sifat rendah hati mereka meskipun berasal dari salah satu dari lima keluarga terpandang di dunia Atrazal ini. Mereka berdua juga sempat mendirikan padepokan untuk mengajari para muridnya. Hanzo termasuk salah satunya. Tapi, karena insiden enam belas tahun yang lalu, padepokan itu resmi ditutup dan
Kedua mata Arjen menatap kosong pada potret kakek dan neneknya. Ia tak bisa mengucapkan salam terakhir karena keduanya sudah di kremasi. Masih terbayang jelas saat-saat terakhir ketika mereka berdua meregang nyawa di depan wajahnya. Tangannya terkepal saat ia teringat seringai Asmodeus yang terlihat senang. Hatinya terbakar dan ia ingin sekali merobek wajah pangeran kegelapan itu agar ia tak dapat menyeringai lagi. "Arjen, setidaknya makanlah sesuatu. Sejak kemarin, kau belum makan, 'kan?" Hanzo bertanya sambil menepuk pundaknya lembut. Tapi, anak laki-laki itu tidak bereaksi dan terus menatap kedua potret milik orang yang paling ia sayangi. Bagi Arjen, mereka berdua seperti orang tua yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Merawatnya sejak kecil dan memberinya kasih sayang yang sama seperti anak-anak lain. Masakan
"Oh? Kakak sudah sadar?" Tanya Sucubus pada saudaranya yang baru terbangun setelah beberapa hari setelah kejadian itu.Incubus mengedarkan pandangannya dan mendapati mereka berada di dalam gua yang agak pengap. Suasana begitu hening hingga ia dapat mendengar bunyi tetesan air dalam irama yang teratur."Ini tempat singgahku." Kata Sucubus sambil duduk di sebuah altar kecil, dekat dengan deretan lilin yang menyala-nyala. "Ada beberapa manusia bodoh yang menggunakan tempat ini untuk melakukan ritual palsu.""Ritual palsu?""Untuk memanggil Yang Mulia Mammon. Jadi, kumakan saja sekalian dia dan pengikutnya." Mammon adalah salah satu pangeran kegelapan, lambang dari dosa keserakahan dan biasa dipanggil untuk melakukan ritual yang dapat memperkaya diri dengan mengorbankan nyawa manusia sebagai gantinya.Incubus menaikkan satu alisnya, "Nampaknya, kau mengalami hal buruk."
Arjen terbangun di sebuah kamar yang familiar. Dinding bercat putih dengan poster-poster band favoritnya serta ranjangnya yang berkeriut setiap kali ia bergerak. Ini adalah kamarnya yang telah ditinggalinya selama enam belas tahun. Wangi ayam yang baru diangkat dari penggorengan begitu memikat. Memaksanya bangun dan berjalan menuju ruang makan. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati kakeknya yang membaca koran sementara neneknya sedang sibuk di dapur. "Kakek? Nenek? Kalian masih hidup?" Tanya Arjen dengan setengah sadar. "Astaga, Arjen! Cuci tangan dulu sebelum makan!" Seru neneknya ketika ia menaruh ayam goreng di atas piring saji. Dengan gerakan tangkas, Sandra mematikan lampu dan membawa piring putih itu ke atas meja makan. "Suamiku, kau mau tambah kopi lagi?" Tanya Sandra sambil mengangkat sebuah teko dari atas meja. Sebagai jawaban
Pada jaman dahulu kala, sebelum terciptanya kehidupan di dunia ini, Iblis adalah hamba sang pencipta yang setia dan penurut. Selama ribuan tahun, kehidupan di atas langit begitu damai.Hingga pada suatu waktu, Sang Pencipta menciptakan sepasang manusia dari tanah liat. Perasaan iri muncul dalam diri iblis ketika mengetahui bahwa manusia dari tanah liat memiliki posisi yang lebih tinggi dari mereka yang tercipta dari api yang menyala-nyala.Untuk pertama kalinya, mereka membangkang dan sebagai hasilnya, para iblis diusir dari langit. Didorong dengan perasaan dendam, iblis menggoda sepasang manusia hingga mereka juga diusir dari langit.Selama tujuh hari, Sang Pencipta menciptakan dunia beserta isinya agar sepasang manusia tersebut dapat bertaubat dan merefleksikan kesalahannya.Namun, iblis tak ingin melewatkan kesempatan ini. Mereka lantas mengikat diri mereka dengan sumpah bahwa sa
Malam tanpa bintang telah datang di kota Altrazal. Bagi beberapa orang, malam itu sama seperti sebelumnya.Namun, ada yang berbeda pada kuil suci yang terletak di sudut kota itu. Suasana riuh rendah memenuhi aula kuil suci.Ruangan itu akan gelap gulita jika tidak ada lingkaran lilin yang mengelilingi mereka.Ada sekitar lima puluh klerus yang berpakaian serba hitam sedang duduk bersimpuh sambil memanjatkan doa dengan sangat khusyuk.Seorang lelaki tua berpakaian serba putih dengan jubah berhiaskan garis keemasan membentuk gambar burung Phoenix, memimpin doa di barisan paling depan.Mereka semuamenghadap ke sebuah lonceng raksasa bewarna kuning kehitaman karena karat.Dahi Si Pemimpin basah karena keringat. Hal yang janggal mengingat malam ini adalah malam pertama di musim dingin.Tiba-tiba lonceng tua itu berdentang sekali, menimbulkan
"Suamiku, kau mendengarnya?" Tanya seorang wanita kepada pria yang matanya terus menatap layar televisi selama dua jam ini.Si wanita berusia di akhir enam puluhan. Tapi, tubuhnya tetap bergerak lincah dan otaknya juga masih tajam. Ia mengguncang bahu suaminya dua kali sebelum bertanya lagi. Kali ini, nadanya terdengar mendesak, "Kau dengar tidak?"Si lelaki, yang baru saja berusia tujuh puluh, mengangguk. Sama seperti istrinya, kondisi fisik dan mentalnya masih prima. "Sepertinya, waktunya sudah tiba. Kita harus bersiap-siap.""Bagaimana dengan Arjen? Ia takkan pulang sampai sore nanti. Ada acara olahraga di sekolahnya. Perlukah aku menjemputnya?" Tanya istrinya lagi dengan panik."Pastikan saja kalau ia sudah berada di dalam rumah sebelum matahari tenggelam." Jawab si suami sebelum ia mematikan layar televisi dan pergi menuju kamarnya.Wanita tua itu lantas mulai bersia
Pada jaman dahulu kala, sebelum terciptanya kehidupan di dunia ini, Iblis adalah hamba sang pencipta yang setia dan penurut. Selama ribuan tahun, kehidupan di atas langit begitu damai.Hingga pada suatu waktu, Sang Pencipta menciptakan sepasang manusia dari tanah liat. Perasaan iri muncul dalam diri iblis ketika mengetahui bahwa manusia dari tanah liat memiliki posisi yang lebih tinggi dari mereka yang tercipta dari api yang menyala-nyala.Untuk pertama kalinya, mereka membangkang dan sebagai hasilnya, para iblis diusir dari langit. Didorong dengan perasaan dendam, iblis menggoda sepasang manusia hingga mereka juga diusir dari langit.Selama tujuh hari, Sang Pencipta menciptakan dunia beserta isinya agar sepasang manusia tersebut dapat bertaubat dan merefleksikan kesalahannya.Namun, iblis tak ingin melewatkan kesempatan ini. Mereka lantas mengikat diri mereka dengan sumpah bahwa sa
Arjen terbangun di sebuah kamar yang familiar. Dinding bercat putih dengan poster-poster band favoritnya serta ranjangnya yang berkeriut setiap kali ia bergerak. Ini adalah kamarnya yang telah ditinggalinya selama enam belas tahun. Wangi ayam yang baru diangkat dari penggorengan begitu memikat. Memaksanya bangun dan berjalan menuju ruang makan. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati kakeknya yang membaca koran sementara neneknya sedang sibuk di dapur. "Kakek? Nenek? Kalian masih hidup?" Tanya Arjen dengan setengah sadar. "Astaga, Arjen! Cuci tangan dulu sebelum makan!" Seru neneknya ketika ia menaruh ayam goreng di atas piring saji. Dengan gerakan tangkas, Sandra mematikan lampu dan membawa piring putih itu ke atas meja makan. "Suamiku, kau mau tambah kopi lagi?" Tanya Sandra sambil mengangkat sebuah teko dari atas meja. Sebagai jawaban
"Oh? Kakak sudah sadar?" Tanya Sucubus pada saudaranya yang baru terbangun setelah beberapa hari setelah kejadian itu.Incubus mengedarkan pandangannya dan mendapati mereka berada di dalam gua yang agak pengap. Suasana begitu hening hingga ia dapat mendengar bunyi tetesan air dalam irama yang teratur."Ini tempat singgahku." Kata Sucubus sambil duduk di sebuah altar kecil, dekat dengan deretan lilin yang menyala-nyala. "Ada beberapa manusia bodoh yang menggunakan tempat ini untuk melakukan ritual palsu.""Ritual palsu?""Untuk memanggil Yang Mulia Mammon. Jadi, kumakan saja sekalian dia dan pengikutnya." Mammon adalah salah satu pangeran kegelapan, lambang dari dosa keserakahan dan biasa dipanggil untuk melakukan ritual yang dapat memperkaya diri dengan mengorbankan nyawa manusia sebagai gantinya.Incubus menaikkan satu alisnya, "Nampaknya, kau mengalami hal buruk."
Kedua mata Arjen menatap kosong pada potret kakek dan neneknya. Ia tak bisa mengucapkan salam terakhir karena keduanya sudah di kremasi. Masih terbayang jelas saat-saat terakhir ketika mereka berdua meregang nyawa di depan wajahnya. Tangannya terkepal saat ia teringat seringai Asmodeus yang terlihat senang. Hatinya terbakar dan ia ingin sekali merobek wajah pangeran kegelapan itu agar ia tak dapat menyeringai lagi. "Arjen, setidaknya makanlah sesuatu. Sejak kemarin, kau belum makan, 'kan?" Hanzo bertanya sambil menepuk pundaknya lembut. Tapi, anak laki-laki itu tidak bereaksi dan terus menatap kedua potret milik orang yang paling ia sayangi. Bagi Arjen, mereka berdua seperti orang tua yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Merawatnya sejak kecil dan memberinya kasih sayang yang sama seperti anak-anak lain. Masakan
Hanzo Kalingga merasa bahwa langit tak pernah sekelabu ini. Apalagi di bulan Mei yang sudah masuk musim kemarau semacam ini.Namun, sekarang berbeda. Langit seolah bisa memuntahkan air matanya sewaktu-waktu. Hanzo takkan lupa momen dimana ia melihat mobil sedan yang terlempar dengan kekuatan super itu, jatuh ke dalam danau. Menyisakan seorang anak remaja yang tak sadarkan diri. Sementara dua orang lainnya tewas secara mengenaskan yaitu Hendro dan Sandra. Di masa lalu, mereka berdua adalah tokoh tersohor akan kekuatan sekaligus sifat rendah hati mereka meskipun berasal dari salah satu dari lima keluarga terpandang di dunia Atrazal ini. Mereka berdua juga sempat mendirikan padepokan untuk mengajari para muridnya. Hanzo termasuk salah satunya. Tapi, karena insiden enam belas tahun yang lalu, padepokan itu resmi ditutup dan
Incubus tak pernah merasa sekesal ini. Sudah lama sekali, sejak ada seorang wanita yang berani menyerangnya dengan makhluk-makhluk ilusi tersebut. Sakit di tubuhnya masih bisa ia tahan. Tapi, harga dirinya sebagai iblis penggoda terluka lebih dalam dari yang ia kira. Untunglah, Sucubus tak ada disana. Ia tak sanggup membayangkan ejekan dan cemoohannya selama seribu tahun kedepan. Siapa wanita tua itu? Tanyanya dalam hati. Makhluk ilusi yang dipanggilnya juga cukup kuat. Benar-benar pasangan suami istri yang menyebalkan. Iblis jantan itu perlahan bangkit dari jalan tol yang sepi. Puluhan harimau putih masih menggigiti tubuhnya hingga ia merasa geli. Tapi, perasaan itu kembali tercampur dengan hasrat yang menggebu. Bagaimanapun ia ingin menggoda wanita itu jatuh dalam pengaruhnya. Tapi, bagaimana? Sementara ia berpikir, mobil sedan itu b
Sucubus, iblis penggoda laki-laki, tersenyum kecil kala ia berdiri di salah satu gedung tertinggi di kota itu.Tubuh moleknya gagal disembunyikan dengan gaun pendek warna merah yang dikenakannya saat ini. Rambut hitam panjangnya menari-nari karena belaian angin. Wajah cantiknya tidak bisa ditandingi oleh manusia manapun. "Kakak, kau lihat itu?"Incubus, saudara kembarnya yang bertugas untuk menggoda para wanita, mengangguk malas. Laki-laki bertubuh kekar itu hanya memakai celana hitam selutut, memamerkan otot perut dan lengannya yang sempurna.Kulitnya putih bersih sama seperti adiknya. Rambutnya dipotong pendek dan ada satu tanduk di dahinya. Raut wajahnya yang maskulin nampak begitu sempurna.Seolah-olah, Tuhan menghabiskan waktu khusus untuk menciptakan dua iblis bersaudara itu."Yah, begitulah. Aku terkejut dengan iman milik laki-laki.""Aah♡! Aku jadi bergairah sekali saat meliha
"Apa yang sebenarnya Nenek rencanakan?" Tanya Arjen saat mereka sedang berjalan kaki dalam perjalanan pulang.Setelah Broto pingsan, semua orang, kecuali Arjen dan Sandra, panik luar biasa. Mereka sibuk menelpon ambulan sebelum memanggil dokter sekolah.Merasa kehadiran mereka tak dibutuhkan lagi, Sandra menarik tangan Arjen dan mengajaknya pulang."Tentu saja memberi pelajaran pada orang-orang sombong itu." Jawab Sandra dengan nada riang.Arjen menghela nafas berat, "Padahal Nenek selalu menyuruhku untuk selalu bersikap rendah hati dan mawas diri. Tapi, sebelumnya aku ingin meminta maaf karena sudah membuat Nenek kerepotan."Senyum Sandra melebar, "Tidak masalah. Manusia memang diciptakan untuk merepotkan satu sama lain. Jadi, jangan sungkan. Lagipula, kau tak mungkin menendangnya tanpa alasan. Menurutmu, kenapa anak itu menyerangmu?""Entahlah. Tim bas
"Suamiku, kau mendengarnya?" Tanya seorang wanita kepada pria yang matanya terus menatap layar televisi selama dua jam ini.Si wanita berusia di akhir enam puluhan. Tapi, tubuhnya tetap bergerak lincah dan otaknya juga masih tajam. Ia mengguncang bahu suaminya dua kali sebelum bertanya lagi. Kali ini, nadanya terdengar mendesak, "Kau dengar tidak?"Si lelaki, yang baru saja berusia tujuh puluh, mengangguk. Sama seperti istrinya, kondisi fisik dan mentalnya masih prima. "Sepertinya, waktunya sudah tiba. Kita harus bersiap-siap.""Bagaimana dengan Arjen? Ia takkan pulang sampai sore nanti. Ada acara olahraga di sekolahnya. Perlukah aku menjemputnya?" Tanya istrinya lagi dengan panik."Pastikan saja kalau ia sudah berada di dalam rumah sebelum matahari tenggelam." Jawab si suami sebelum ia mematikan layar televisi dan pergi menuju kamarnya.Wanita tua itu lantas mulai bersia