Hanzo Kalingga merasa bahwa langit tak pernah sekelabu ini. Apalagi di bulan Mei yang sudah masuk musim kemarau semacam ini.
Namun, sekarang berbeda.
Langit seolah bisa memuntahkan air matanya sewaktu-waktu.Hanzo takkan lupa momen dimana ia melihat mobil sedan yang terlempar dengan kekuatan super itu, jatuh ke dalam danau.
Menyisakan seorang anak remaja yang tak sadarkan diri.Sementara dua orang lainnya tewas secara mengenaskan yaitu Hendro dan Sandra.
Di masa lalu, mereka berdua adalah tokoh tersohor akan kekuatan sekaligus sifat rendah hati mereka meskipun berasal dari salah satu dari lima keluarga terpandang di dunia Atrazal ini.
Mereka berdua juga sempat mendirikan padepokan untuk mengajari para muridnya. Hanzo termasuk salah satunya.
Tapi, karena insiden enam belas tahun yang lalu, padepokan itu resmi ditutup dan mereka berdua pindah ke dunia alternatif untuk memulai hidup baru.
Sesekali, Hanzo datang berkunjung menemui mereka di dunia itu.
Namun, meskipun setiap setahun sekali, upacara suci diadakan di Atrazal, kedua orang itu tak pernah hadir. Mereka seolah ingin melepas diri dari tempat ini.Sebuah tanda tanya besar muncul di kepala laki-laki yang baru saja masuk usia tiga puluh tersebut.
Apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat keduanya memutuskan untuk kembali ke tanah kelahiran yang telah mereka tinggalkan sejak lama?Hanzo tahu bahwa ia mungkin tak bisa mendapatkan jawabannya dari anak yang sekarang masih terlelap di ranjang milik rumah sakit terbesar di Atrazal selama dua hari ini.
Dokter mengatakan bahwa anak itu tidak dalam keadaan yang kritis. Namun, karena guncangan mental ditambah dengan shock yang hebat, membuat anak itu belum sadarkan diri.
Seolah-olah mekanisme pertahanan tubuhnya mencegahnya untuk bangun dan menghadapi kenyataan bahwa ia adalah satu-satunya anggota keluarga Mataram yang tersisa.
Kehilangan anggota keluarga saja sudah merupakan musibah yang berat, ditambah lagi bahwa ia masih harus mengemban tugas sebagai kepala keluarga yang berpengaruh. Laki-laki berambut hitam cepak itu tak yakin Arjen mampu melakukannya.
"Dia belum bangun?" Seorang laki-laki dengan penampilan mencolok, masuk ke dalam kamar tersebut. Membuat Hanzo menghela nafas berat.
Laki-laki dengan tinggi 190 senti itu memakai kacamata hitam dengan bingkai merah menyala. Dengan jas warna kuning terang dan celana panjang shocking pink, membuat sosok Galanggal Sebastian mudah dikenali meski ia berada dalam keramaian.
Dia adalah kepala sekolah di Akademi Daemon Hunter yang elit dan berkelas.
Namun, tak banyak orang tahu mengenai identitas aslinya yakni salah satu pangeran kegelapan yang mewakili tujuh dosa terbesar yaitu Belphegor, lambang kerakusan.
Tak jelas apa motif sebenarnya yang ia inginkan. Selama ribuan tahun, pangeran kegelapan itu mampu hidup tenang serta membaur dengan manusia tanpa menyebabkan keributan.
Beberapa iblis menyebutnya pengkhianat karena mau-mau saja membantu manusia membasmi kaumnya sendiri.
Sementara pendapat lainnya, termasuk dari beberapa anggota keluarganya, malah menyetujuinya dengan alasan hiburan semata.
Karena bagaimanapun, manusia takkan bisa hidup lebih lama dari iblis. Dan mereka yang hidup hingga hari akhir butuh sesuatu untuk menghalau kejenuhan mereka.
Belphegor sendiri tak suka berperang. Ia terlalu malas ikut campur dengan pertarungan yang merepotkan.
Tapi, dia adalah guru dan pengajar yang kompeten. Malahan, kadang-kadang ia membagi sedikit energinya untuk manusia tertentu yang ia kehendaki secara cuma-cuma.
Layaknya masakan, Belphegor memberikan sedikit bumbu agar mereka terlihat lebih enak dan menarik.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Hanzo sambil menggerutu.
"Begitu caramu memberi salam pada atasan?" Galanggal membuka sebungkus keripik kentang dari saku dalam jasnya. "Lagipula, apa salahnya seorang kakak menjenguk adiknya sendiri?"
Kedua tangan Hanzo terkepal, "Arjen adalah anak manusia, Gal. Tolong, hati-hati kalau bicara."
"Heee. Kau berniat menyembunyikan kebenaran darinya? Hmm, saudara-saudaraku mungkin tak menyukainya. Apalagi ayahku yang--,"
"Di pihak mana sebenarnya kau ini?"
"Tidak ada." Sahut Gal sambil menuang isi dari bungkus keripik tersebut ke dalam mulutnya.
"Kalau begitu, pergilah. Biar aku yang urus anak ini."
"Aku akan merekomendasikan anak ini ke Akademi." Kata Gal sambil mengambil sebungkus keripik kentang lagi dari dalam saku jasnya. "Anak ini akan kujadikan manusia terkuat dan tidak terkalahkan. Selepas umur delapan belas, kita akan tahu ke arah manakah ia condong. Manusia atau malah iblis. Yah, meski bagiku keduanya tetap sama saja. Tak ada untungnya."
"Aku tak setuju."
"Pendapatmu itu tidak penting, Han. Kau tahu, "kan? Hendro sendiri yang menunjukku sebagai wali anak ini."
Kedua alis Hanzo bertautan, "Meski begitu, aku tak menyetujuinya."
"Karena alasan pribadi?" Tanya Gal sambil menyeringai.
"Karena alasan pribadi." Jawab Hanzo tanpa ekspresi.
Keduanya bertukar pandang dalam keheningan. Sampai beberapa menit kemudian, Gal berkata, "Kalau begitu, kau jadi wali kelasnya saja. Bagaimana? Lagipula, keempat keluarga itu pasti akan mencari cara untuk membunuh adik tiriku ini. Meskipun, pada suatu hari nanti ia pasti mati. Tapi, aku ingin dia tidak mati sia-sia."
Hanzo menatapnya tajam, "Setelah sekian lama, kenapa baru sekarang kau bertingkah sebagai kakak yang baik?"
"Untuk apa? Hendro dan Sandra sudah melakukan tugasnya dengan baik. Karena sekarang mereka tidak ada, mau tak mau, aku harus merawatnya, 'kan?"
"Kudengar saudaramu datang berkunjung sesaat sebelum mereka terbunuh. Jangan-jangan ia ada sangkut pautnya dengan kematian Master." Ucapan Hanzo lebih terdengar sebagai tuduhan daripada dugaan.
Gal tersenyum kecil sebelum menghabiskan keripik kentang kelimanya, "Makanan di dunia ini lebih enak dan memiliki beragam jenis daripada di dunia bawah. Aku tak suka jika ada orang atau apapun yang mengganggu atau menghalangi kesenanganku dan aku juga tak suka mempersulit diri sendiri."
Perkataan santai dari mulut Gal seolah-olah menyiratkan kalau ia tak ada hubungannya dengan kunjungan saudaranya itu. Pun juga, ia takkan membiarkan saudaranya atau siapapun mengganggu ketenangan dirinya di dunia yang sudah ia anggap seperti taman bermainnya ini.
"Baiklah. Aku terima tawaranmu." Kata Hanzo sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kalau begitu, aku pergi dulu. Oh, tunggu. Kapan pemakaman mereka akan diadakan?"
"Besok siang. Nanti akan kukirimkan alamat rumah dukanya."
Gal mengangguk samar sebelum wujudnya berubah menjadi asap putih dan menghilang sepenuhnya.
Hanzo lantas memandangi Arjen dengan tatapan sedih.
Memang, di dunia ini banyak sekali anak yang terlahir dari hasil hubungan iblis dan manusia. Kebanyakan dari mereka juga menjadi Daemon Hunter alias Pembasmi Iblis.
Tapi, Arjen berbeda.
Ayahnya adalah penguasa kegelapan yang paling kuat diantara yang terkuat sekaligus salah satu tujuh dosa besar manusia yang paling fatal, Lucifer, lambang dari kesombongan.
Ibu Arjen juga bukan manusia biasa. Dia anak perempuan satu-satunya dari Hendro dan Sandra sekaligus keturunan keluarga Mataram yang mendapat berkah dari malaikat di peperangan besar, ratusan abad silam.
Eksistensi Arjen yang merupakan gabungan dari raja iblis serta manusia dengan berkah malaikat, sudah menjadi kabar buruk bagi dunia Atrazal ini. Entah kekuatan macam apa yang akan ia miliki nanti.
Keempat keluarga lainnya juga pasti takkan tinggal diam. Mereka mungkin takkan keberatan jika harus menumpas anggota keluarga Mataram yang terakhir.
Harapan Hanzo tinggal satu. Yakni Arjen mampu mengendalikan kekuatannya hingga tidak dianggap sebagai sumber bahaya.
Kalau dilihat dari pergerakan energi yang mengalir di dalam perut Arjen, Hanzo yakin kalau kekuatannya belum terbangkitkan. Mungkin masih tersembunyi atau malah disegel di suatu tempat.
Kemudian pandangannya teralihkan pada jari jemari Arjen yang bergerak pelan. Lalu, kedua mata anak itu yang masih tertutup rapat, juga mulai menunjukkan pergerakan.
Segera saja, Hanzo berdiri untuk mengambil gagang telepon yang terhubung ke ruang perawat. Nada suaranya berubah panik saat ia berkata, "Tolong panggilkan dokter, sekarang! Pasien 305 sudah sadar!"
Kedua mata Arjen menatap kosong pada potret kakek dan neneknya. Ia tak bisa mengucapkan salam terakhir karena keduanya sudah di kremasi. Masih terbayang jelas saat-saat terakhir ketika mereka berdua meregang nyawa di depan wajahnya. Tangannya terkepal saat ia teringat seringai Asmodeus yang terlihat senang. Hatinya terbakar dan ia ingin sekali merobek wajah pangeran kegelapan itu agar ia tak dapat menyeringai lagi. "Arjen, setidaknya makanlah sesuatu. Sejak kemarin, kau belum makan, 'kan?" Hanzo bertanya sambil menepuk pundaknya lembut. Tapi, anak laki-laki itu tidak bereaksi dan terus menatap kedua potret milik orang yang paling ia sayangi. Bagi Arjen, mereka berdua seperti orang tua yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Merawatnya sejak kecil dan memberinya kasih sayang yang sama seperti anak-anak lain. Masakan
"Oh? Kakak sudah sadar?" Tanya Sucubus pada saudaranya yang baru terbangun setelah beberapa hari setelah kejadian itu.Incubus mengedarkan pandangannya dan mendapati mereka berada di dalam gua yang agak pengap. Suasana begitu hening hingga ia dapat mendengar bunyi tetesan air dalam irama yang teratur."Ini tempat singgahku." Kata Sucubus sambil duduk di sebuah altar kecil, dekat dengan deretan lilin yang menyala-nyala. "Ada beberapa manusia bodoh yang menggunakan tempat ini untuk melakukan ritual palsu.""Ritual palsu?""Untuk memanggil Yang Mulia Mammon. Jadi, kumakan saja sekalian dia dan pengikutnya." Mammon adalah salah satu pangeran kegelapan, lambang dari dosa keserakahan dan biasa dipanggil untuk melakukan ritual yang dapat memperkaya diri dengan mengorbankan nyawa manusia sebagai gantinya.Incubus menaikkan satu alisnya, "Nampaknya, kau mengalami hal buruk."
Arjen terbangun di sebuah kamar yang familiar. Dinding bercat putih dengan poster-poster band favoritnya serta ranjangnya yang berkeriut setiap kali ia bergerak. Ini adalah kamarnya yang telah ditinggalinya selama enam belas tahun. Wangi ayam yang baru diangkat dari penggorengan begitu memikat. Memaksanya bangun dan berjalan menuju ruang makan. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati kakeknya yang membaca koran sementara neneknya sedang sibuk di dapur. "Kakek? Nenek? Kalian masih hidup?" Tanya Arjen dengan setengah sadar. "Astaga, Arjen! Cuci tangan dulu sebelum makan!" Seru neneknya ketika ia menaruh ayam goreng di atas piring saji. Dengan gerakan tangkas, Sandra mematikan lampu dan membawa piring putih itu ke atas meja makan. "Suamiku, kau mau tambah kopi lagi?" Tanya Sandra sambil mengangkat sebuah teko dari atas meja. Sebagai jawaban
Pada jaman dahulu kala, sebelum terciptanya kehidupan di dunia ini, Iblis adalah hamba sang pencipta yang setia dan penurut. Selama ribuan tahun, kehidupan di atas langit begitu damai.Hingga pada suatu waktu, Sang Pencipta menciptakan sepasang manusia dari tanah liat. Perasaan iri muncul dalam diri iblis ketika mengetahui bahwa manusia dari tanah liat memiliki posisi yang lebih tinggi dari mereka yang tercipta dari api yang menyala-nyala.Untuk pertama kalinya, mereka membangkang dan sebagai hasilnya, para iblis diusir dari langit. Didorong dengan perasaan dendam, iblis menggoda sepasang manusia hingga mereka juga diusir dari langit.Selama tujuh hari, Sang Pencipta menciptakan dunia beserta isinya agar sepasang manusia tersebut dapat bertaubat dan merefleksikan kesalahannya.Namun, iblis tak ingin melewatkan kesempatan ini. Mereka lantas mengikat diri mereka dengan sumpah bahwa sa
Malam tanpa bintang telah datang di kota Altrazal. Bagi beberapa orang, malam itu sama seperti sebelumnya.Namun, ada yang berbeda pada kuil suci yang terletak di sudut kota itu. Suasana riuh rendah memenuhi aula kuil suci.Ruangan itu akan gelap gulita jika tidak ada lingkaran lilin yang mengelilingi mereka.Ada sekitar lima puluh klerus yang berpakaian serba hitam sedang duduk bersimpuh sambil memanjatkan doa dengan sangat khusyuk.Seorang lelaki tua berpakaian serba putih dengan jubah berhiaskan garis keemasan membentuk gambar burung Phoenix, memimpin doa di barisan paling depan.Mereka semuamenghadap ke sebuah lonceng raksasa bewarna kuning kehitaman karena karat.Dahi Si Pemimpin basah karena keringat. Hal yang janggal mengingat malam ini adalah malam pertama di musim dingin.Tiba-tiba lonceng tua itu berdentang sekali, menimbulkan
"Suamiku, kau mendengarnya?" Tanya seorang wanita kepada pria yang matanya terus menatap layar televisi selama dua jam ini.Si wanita berusia di akhir enam puluhan. Tapi, tubuhnya tetap bergerak lincah dan otaknya juga masih tajam. Ia mengguncang bahu suaminya dua kali sebelum bertanya lagi. Kali ini, nadanya terdengar mendesak, "Kau dengar tidak?"Si lelaki, yang baru saja berusia tujuh puluh, mengangguk. Sama seperti istrinya, kondisi fisik dan mentalnya masih prima. "Sepertinya, waktunya sudah tiba. Kita harus bersiap-siap.""Bagaimana dengan Arjen? Ia takkan pulang sampai sore nanti. Ada acara olahraga di sekolahnya. Perlukah aku menjemputnya?" Tanya istrinya lagi dengan panik."Pastikan saja kalau ia sudah berada di dalam rumah sebelum matahari tenggelam." Jawab si suami sebelum ia mematikan layar televisi dan pergi menuju kamarnya.Wanita tua itu lantas mulai bersia
"Apa yang sebenarnya Nenek rencanakan?" Tanya Arjen saat mereka sedang berjalan kaki dalam perjalanan pulang.Setelah Broto pingsan, semua orang, kecuali Arjen dan Sandra, panik luar biasa. Mereka sibuk menelpon ambulan sebelum memanggil dokter sekolah.Merasa kehadiran mereka tak dibutuhkan lagi, Sandra menarik tangan Arjen dan mengajaknya pulang."Tentu saja memberi pelajaran pada orang-orang sombong itu." Jawab Sandra dengan nada riang.Arjen menghela nafas berat, "Padahal Nenek selalu menyuruhku untuk selalu bersikap rendah hati dan mawas diri. Tapi, sebelumnya aku ingin meminta maaf karena sudah membuat Nenek kerepotan."Senyum Sandra melebar, "Tidak masalah. Manusia memang diciptakan untuk merepotkan satu sama lain. Jadi, jangan sungkan. Lagipula, kau tak mungkin menendangnya tanpa alasan. Menurutmu, kenapa anak itu menyerangmu?""Entahlah. Tim bas
Sucubus, iblis penggoda laki-laki, tersenyum kecil kala ia berdiri di salah satu gedung tertinggi di kota itu.Tubuh moleknya gagal disembunyikan dengan gaun pendek warna merah yang dikenakannya saat ini. Rambut hitam panjangnya menari-nari karena belaian angin. Wajah cantiknya tidak bisa ditandingi oleh manusia manapun. "Kakak, kau lihat itu?"Incubus, saudara kembarnya yang bertugas untuk menggoda para wanita, mengangguk malas. Laki-laki bertubuh kekar itu hanya memakai celana hitam selutut, memamerkan otot perut dan lengannya yang sempurna.Kulitnya putih bersih sama seperti adiknya. Rambutnya dipotong pendek dan ada satu tanduk di dahinya. Raut wajahnya yang maskulin nampak begitu sempurna.Seolah-olah, Tuhan menghabiskan waktu khusus untuk menciptakan dua iblis bersaudara itu."Yah, begitulah. Aku terkejut dengan iman milik laki-laki.""Aah♡! Aku jadi bergairah sekali saat meliha
Pada jaman dahulu kala, sebelum terciptanya kehidupan di dunia ini, Iblis adalah hamba sang pencipta yang setia dan penurut. Selama ribuan tahun, kehidupan di atas langit begitu damai.Hingga pada suatu waktu, Sang Pencipta menciptakan sepasang manusia dari tanah liat. Perasaan iri muncul dalam diri iblis ketika mengetahui bahwa manusia dari tanah liat memiliki posisi yang lebih tinggi dari mereka yang tercipta dari api yang menyala-nyala.Untuk pertama kalinya, mereka membangkang dan sebagai hasilnya, para iblis diusir dari langit. Didorong dengan perasaan dendam, iblis menggoda sepasang manusia hingga mereka juga diusir dari langit.Selama tujuh hari, Sang Pencipta menciptakan dunia beserta isinya agar sepasang manusia tersebut dapat bertaubat dan merefleksikan kesalahannya.Namun, iblis tak ingin melewatkan kesempatan ini. Mereka lantas mengikat diri mereka dengan sumpah bahwa sa
Arjen terbangun di sebuah kamar yang familiar. Dinding bercat putih dengan poster-poster band favoritnya serta ranjangnya yang berkeriut setiap kali ia bergerak. Ini adalah kamarnya yang telah ditinggalinya selama enam belas tahun. Wangi ayam yang baru diangkat dari penggorengan begitu memikat. Memaksanya bangun dan berjalan menuju ruang makan. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati kakeknya yang membaca koran sementara neneknya sedang sibuk di dapur. "Kakek? Nenek? Kalian masih hidup?" Tanya Arjen dengan setengah sadar. "Astaga, Arjen! Cuci tangan dulu sebelum makan!" Seru neneknya ketika ia menaruh ayam goreng di atas piring saji. Dengan gerakan tangkas, Sandra mematikan lampu dan membawa piring putih itu ke atas meja makan. "Suamiku, kau mau tambah kopi lagi?" Tanya Sandra sambil mengangkat sebuah teko dari atas meja. Sebagai jawaban
"Oh? Kakak sudah sadar?" Tanya Sucubus pada saudaranya yang baru terbangun setelah beberapa hari setelah kejadian itu.Incubus mengedarkan pandangannya dan mendapati mereka berada di dalam gua yang agak pengap. Suasana begitu hening hingga ia dapat mendengar bunyi tetesan air dalam irama yang teratur."Ini tempat singgahku." Kata Sucubus sambil duduk di sebuah altar kecil, dekat dengan deretan lilin yang menyala-nyala. "Ada beberapa manusia bodoh yang menggunakan tempat ini untuk melakukan ritual palsu.""Ritual palsu?""Untuk memanggil Yang Mulia Mammon. Jadi, kumakan saja sekalian dia dan pengikutnya." Mammon adalah salah satu pangeran kegelapan, lambang dari dosa keserakahan dan biasa dipanggil untuk melakukan ritual yang dapat memperkaya diri dengan mengorbankan nyawa manusia sebagai gantinya.Incubus menaikkan satu alisnya, "Nampaknya, kau mengalami hal buruk."
Kedua mata Arjen menatap kosong pada potret kakek dan neneknya. Ia tak bisa mengucapkan salam terakhir karena keduanya sudah di kremasi. Masih terbayang jelas saat-saat terakhir ketika mereka berdua meregang nyawa di depan wajahnya. Tangannya terkepal saat ia teringat seringai Asmodeus yang terlihat senang. Hatinya terbakar dan ia ingin sekali merobek wajah pangeran kegelapan itu agar ia tak dapat menyeringai lagi. "Arjen, setidaknya makanlah sesuatu. Sejak kemarin, kau belum makan, 'kan?" Hanzo bertanya sambil menepuk pundaknya lembut. Tapi, anak laki-laki itu tidak bereaksi dan terus menatap kedua potret milik orang yang paling ia sayangi. Bagi Arjen, mereka berdua seperti orang tua yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Merawatnya sejak kecil dan memberinya kasih sayang yang sama seperti anak-anak lain. Masakan
Hanzo Kalingga merasa bahwa langit tak pernah sekelabu ini. Apalagi di bulan Mei yang sudah masuk musim kemarau semacam ini.Namun, sekarang berbeda. Langit seolah bisa memuntahkan air matanya sewaktu-waktu. Hanzo takkan lupa momen dimana ia melihat mobil sedan yang terlempar dengan kekuatan super itu, jatuh ke dalam danau. Menyisakan seorang anak remaja yang tak sadarkan diri. Sementara dua orang lainnya tewas secara mengenaskan yaitu Hendro dan Sandra. Di masa lalu, mereka berdua adalah tokoh tersohor akan kekuatan sekaligus sifat rendah hati mereka meskipun berasal dari salah satu dari lima keluarga terpandang di dunia Atrazal ini. Mereka berdua juga sempat mendirikan padepokan untuk mengajari para muridnya. Hanzo termasuk salah satunya. Tapi, karena insiden enam belas tahun yang lalu, padepokan itu resmi ditutup dan
Incubus tak pernah merasa sekesal ini. Sudah lama sekali, sejak ada seorang wanita yang berani menyerangnya dengan makhluk-makhluk ilusi tersebut. Sakit di tubuhnya masih bisa ia tahan. Tapi, harga dirinya sebagai iblis penggoda terluka lebih dalam dari yang ia kira. Untunglah, Sucubus tak ada disana. Ia tak sanggup membayangkan ejekan dan cemoohannya selama seribu tahun kedepan. Siapa wanita tua itu? Tanyanya dalam hati. Makhluk ilusi yang dipanggilnya juga cukup kuat. Benar-benar pasangan suami istri yang menyebalkan. Iblis jantan itu perlahan bangkit dari jalan tol yang sepi. Puluhan harimau putih masih menggigiti tubuhnya hingga ia merasa geli. Tapi, perasaan itu kembali tercampur dengan hasrat yang menggebu. Bagaimanapun ia ingin menggoda wanita itu jatuh dalam pengaruhnya. Tapi, bagaimana? Sementara ia berpikir, mobil sedan itu b
Sucubus, iblis penggoda laki-laki, tersenyum kecil kala ia berdiri di salah satu gedung tertinggi di kota itu.Tubuh moleknya gagal disembunyikan dengan gaun pendek warna merah yang dikenakannya saat ini. Rambut hitam panjangnya menari-nari karena belaian angin. Wajah cantiknya tidak bisa ditandingi oleh manusia manapun. "Kakak, kau lihat itu?"Incubus, saudara kembarnya yang bertugas untuk menggoda para wanita, mengangguk malas. Laki-laki bertubuh kekar itu hanya memakai celana hitam selutut, memamerkan otot perut dan lengannya yang sempurna.Kulitnya putih bersih sama seperti adiknya. Rambutnya dipotong pendek dan ada satu tanduk di dahinya. Raut wajahnya yang maskulin nampak begitu sempurna.Seolah-olah, Tuhan menghabiskan waktu khusus untuk menciptakan dua iblis bersaudara itu."Yah, begitulah. Aku terkejut dengan iman milik laki-laki.""Aah♡! Aku jadi bergairah sekali saat meliha
"Apa yang sebenarnya Nenek rencanakan?" Tanya Arjen saat mereka sedang berjalan kaki dalam perjalanan pulang.Setelah Broto pingsan, semua orang, kecuali Arjen dan Sandra, panik luar biasa. Mereka sibuk menelpon ambulan sebelum memanggil dokter sekolah.Merasa kehadiran mereka tak dibutuhkan lagi, Sandra menarik tangan Arjen dan mengajaknya pulang."Tentu saja memberi pelajaran pada orang-orang sombong itu." Jawab Sandra dengan nada riang.Arjen menghela nafas berat, "Padahal Nenek selalu menyuruhku untuk selalu bersikap rendah hati dan mawas diri. Tapi, sebelumnya aku ingin meminta maaf karena sudah membuat Nenek kerepotan."Senyum Sandra melebar, "Tidak masalah. Manusia memang diciptakan untuk merepotkan satu sama lain. Jadi, jangan sungkan. Lagipula, kau tak mungkin menendangnya tanpa alasan. Menurutmu, kenapa anak itu menyerangmu?""Entahlah. Tim bas
"Suamiku, kau mendengarnya?" Tanya seorang wanita kepada pria yang matanya terus menatap layar televisi selama dua jam ini.Si wanita berusia di akhir enam puluhan. Tapi, tubuhnya tetap bergerak lincah dan otaknya juga masih tajam. Ia mengguncang bahu suaminya dua kali sebelum bertanya lagi. Kali ini, nadanya terdengar mendesak, "Kau dengar tidak?"Si lelaki, yang baru saja berusia tujuh puluh, mengangguk. Sama seperti istrinya, kondisi fisik dan mentalnya masih prima. "Sepertinya, waktunya sudah tiba. Kita harus bersiap-siap.""Bagaimana dengan Arjen? Ia takkan pulang sampai sore nanti. Ada acara olahraga di sekolahnya. Perlukah aku menjemputnya?" Tanya istrinya lagi dengan panik."Pastikan saja kalau ia sudah berada di dalam rumah sebelum matahari tenggelam." Jawab si suami sebelum ia mematikan layar televisi dan pergi menuju kamarnya.Wanita tua itu lantas mulai bersia