Incubus tak pernah merasa sekesal ini. Sudah lama sekali, sejak ada seorang wanita yang berani menyerangnya dengan makhluk-makhluk ilusi tersebut.
Sakit di tubuhnya masih bisa ia tahan. Tapi, harga dirinya sebagai iblis penggoda terluka lebih dalam dari yang ia kira.
Untunglah, Sucubus tak ada disana. Ia tak sanggup membayangkan ejekan dan cemoohannya selama seribu tahun kedepan.
Siapa wanita tua itu? Tanyanya dalam hati. Makhluk ilusi yang dipanggilnya juga cukup kuat. Benar-benar pasangan suami istri yang menyebalkan.
Iblis jantan itu perlahan bangkit dari jalan tol yang sepi. Puluhan harimau putih masih menggigiti tubuhnya hingga ia merasa geli.
Tapi, perasaan itu kembali tercampur dengan hasrat yang menggebu. Bagaimanapun ia ingin menggoda wanita itu jatuh dalam pengaruhnya.
Tapi, bagaimana?
Sementara ia berpikir, mobil sedan itu bergerak semakin cepat dan Sandra terus menggerakkan jarinya dengan tingkat kefokusan yang luar biasa.
Arjen tercengang melihat ekspresi kakeknya yang serius, "Pembasmi iblis?"
"Aku tak bisa ceritakan lebih lengkap. Tidak, sampai kita berlindung ke tempat yang aman. Yang jelas, kau akan menjadi bagian dari kami. Tanpa terkecuali.
Setelah ini, apapun yang terjadi. Jangan pernah menahan diri atau malah meremehkan lawan dalam pertarungan apapun."
"Tu-tunggu dulu, Kek. Aku tidak mengerti. Sebenarnya, apa yang terjadi?"
Hendro melirik kaca spion saat merasakan guncangan tak wajar di mobilnya. Incubus masih belum menyusulnya.
Tapi, retakan aspal semakin membentuk cabang yang dalam, berusaha mengikuti mobilnya.
"Sandra, panggil Griffin." Perintah Hendro sebelum ia berbelok ke tikungan yang cukup tajam.
Wanita itu tidak menjawab dan terus melipat jemarinya dengan kecepatan yang tak dapat diikuti mata manusia.
"KWAAAAK!" Terdengar suara burung diiringi dengan kepakan sayap yang keras.
Dari kejauhan, Arjen melihat sesuatu yang dari jendela mobilnya. Hewan raksasa berkepala elang dan sedangkan perut sampai ekor menyerupai singa, berkoak-koak mengejar mereka.
"Astaga, astaga, ASTAGA!" teriak Arjen begitu tahu bahwa hewan itu mendekati mereka dan mengangkat bagian depan mobil dengan dua cakar depannya. "Kakek! Nenek! KITA AKAN JATUH!"
Arjen segera memeluk kedua kakinya ketika posisi mobil berbalik sembilan puluh derajat. Anak laki-laki itu bahkan lupa bagaimana caranya bernafas. Matanya menatap ngeri dan darah menghilang dari wajahnya.
Alih-alih jalan raya, ia dapat melihat langit biru dan perut Griffin dari jendela mobil depan.
"Arjen, jangan panik." Kata Hendro yang tak terpengaruh karena tubuhnya terlindung dengan sabuk pengaman. "Tenang. Anggap saja ini rollercoaster. Tarik nafas dan hembuskan perlahan."
"Kakek, rasanya aku mau pingsan."
"Nanti saja pingsannya setelah semua aman!" Bentak Hendro dengan kasar.
Laki-laki tua itu kemudian mengeluarkan tasbih dari dasbor mobil dan melemparnya ke udara. Bukannya jatuh, tapi tasbih dengan butiran dari kayu itu mengambang dan tidak bergerak dari sana.
Mata Sandra terbelalak sebelum memuntahkan segumpal darah dari mulutnya. "Sepertinya, aku sudah mencapai batasku. Para Tigris pasti bisa menghambatnya untuk sementara waktu." Katanya sambil mengusap darah dari mulutnya.
"Kerja bagus. Portal sudah dekat jadi kau bisa tenang." Kata Hendro sambil menggenggam tangan istrinya yang berlumuran darah.
Arjen hendak mengatakan sesuatu tapi terdengar suara ledakan yang amat keras dari belakang mobil.
BLAAAMMM!
Incubus berhasil menyusul mereka dan tasbih yang melayang tadi meledak begitu mencium energi dari iblis itu.
Meski begitu, ledakan itu tidak melukainya sama sekali. Karena kali ini, Incubus tidak sendiri.
Asmodeus melindunginya sambil menyeringai."Sial! Arjen, jangan tatap matanya!" Teriak Hendro sebelum melemparkan tasbih lagi ke arah kedua iblis itu.
Tetapi, perbedaan kekuatan mereka sudah terlihat. Ditambah dendam Asmodeus karena disegel oleh Hendro membuat pangeran kegelapan itu semakin tak terkalahkan.
Sandra merasa tubuhnya melemah. Kalau ia tak bisa selamat dari serangan ini, setidaknya Arjen dan Hendro harus bisa keluar hidup-hidup.
Karena itu, ia menempelkan kedua telunjuk dan ibu jari membentuk segitiga sembari mengucapkan sebait kalimat yang merupakan salah satu mantra terkuat, "Datanglah para ksatria cahaya dan bantulah kami melawan para pendosa."
Hendro menelan ludah, "Sa, Sandra..,"
Cahaya putih menyelimuti mobil itu dan muncul sesosok perempuan cantik dengan sepasang sayap keemasan, begitu cahaya itu menghilang.
Griffin terbang semakin cepat dan tinggi, sementara ksatria cahaya itu menghalangi langkah kedua iblis itu.
Asmodeus mendecakkan lidahnya dengan perasaan sebal,"Aduh, mereka memang bukan manusia biasa. Bisa memanggil makhluk merepotkan sepertimu, Brynhyldr."
Sosok suci yang dipanggil Brynhyldr itu mengeluarkan tombak yang berkilau. "Asmodeus dan Incubus. Sungguh sebuah kombinasi yang sempurna. Mari kita selesaikan pertarungan ini."
Incubus tak bergerak. Ia sadar bila iblis selevel dirinya takkan mungkin menyentuh ujung sayap dewi perang itu.
Si pangeran menyadarinya dan mengangkat tangannya. "Biar aku atasi perempuan ini. Kau kejar saja mereka."
"Mana mungkin hal itu kubiarkan." Brynhyldr mengangkat tombaknya lebih cepat, memanggil petir yang menyambar tubuh Incubus. Iblis itu jatuh terkapar di aspal dan tak bergerak.
"Lawanmu adalah aku, Dewi." Asmodeus mengangkat tangannya memangil kumpulan burung-burung neraka untuk mengelilingi sang dewi.
Kumpulan burung gagak hitam itu melempari batu-batu neraka yang asapnya saja dapat melelehkan besi. Serangan itu tentu saja dapat terkalahkan dengan sekali sabetan dari tombak Brynhyldr.
Asmodeus tahu itu. Tapi, ia memang sengaja membeli waktu untuk menyita perhatiannya.
Sembari terus mengirim burung gagak dan menghalangi pandangan sang dewi, Asmodeus sedikit demi sedikit berhasil memotong jarak antara dirinya dan Griffin yang terbang bebas.Semakin dekat dirinya dengan mobil itu, aroma tubuh saudara tirinya itu tercium semakin tajam.
Brynhyldr mengayunkan tombaknya dan memanggil ratusan petir untuk menyerang Asmodeus.
BLAAAR! BLAAAR!
Meski Asmodeus sudah berusaha untuk menghindari serangan itu dengan gerakan yang lincah, namun petir-petir itu berhasil membakar ujung jubahnya.
"Sial! Ini salah satu kesukaanku!" Geramnya sambil terus mengejar Grifin.
Bzzt! Bzzt! Bzzt!
Asmodeus mengerang ketika serangan petir itu malah berubah menjadi kabel listrik yang melilit tubuh dan menyetrumnya dengan tegangan tinggi.
"AAAAAARGHHHH!!" Teriaknya keras-keras.
Hari ini pasti adalah hari sialnya. Bisa-bisanya dalam sehari, dua kali ia menghadapi situasi yang membahayakan. Karena ulah manusia pula.
Kekesalan Asmodeus semakin meluap, "HEYAAAAAHHH!" Serunya sambil berusaha melepaskan diri. Dipegangnya kabel itu sebelum menariknya kuat-kuat.
Mata Asmodeus memerah karena amarah ketika ia berhasil melepaskan diri dari benda merepotkan. Ia segera berlari secepat kilat, mendekati mobil itu.
Tangannya terulur di udara dan ia mempersiapkan cakarnya yang setajam pisau untuk menembus jantung Sandra.
Brynhyldr berusaha mengejarnya dan terus menyerang Asmodeus dengan petir serta kabel-kabel itu.
Jarak portal tinggal beberapa meter lagi, Hendro berdoa agar mereka selamat sampai tujuan. Bantuan juga akan segera datang.Tapi, dalam hitungan detik, harapannya telah hancur.
Sandra memuntahkan darah dari mulutnya. Bukan karena kelelahan melainkan tangan kanan Asmodeus berhasil menembus tubuh dan merenggut jantung wanita tua itu.
Darah memercik ke segala arah."Menyebalkan." Keluh si pangeran karena pada saat yang bersamaan serangan Brynhldr mengenai titik vital tubuhnya.
Dengan kekuatannya yang tersisa, ia menarik leher Hendro dan mencabut jantungnya sebelum laki-laki tua itu sempat bereaksi. Tangan Asmodeus terasa kram, karena menyentuh tasbih di saku dada Hendro.
Karena kepergian Sandra, Griffin dan Brynhyldr telah menghilang. Portal menuju Atrazal hanya tinggal satu setengah meter.
Asmodeus hampir merasa kelelahan saat matanya menoleh ke arah Arjen yang membeku. "Ah, adikku yang manis. Sayang sekali kita tak bisa mengobrol." Sapanya saat mobil dalam posisi terjun bebas.
Arjen tak dapat bergerak. Otaknya juga berhenti berpikir. Semuanya terasa seperti mimpi. Apa yang sebenarnya terjadi?
Asmodeus tersenyum sebelum keluar dari mobil dan menendangnya agar kendaraan itu dapat masuk ke dalam portal.
"Sampai saat itu tiba, jangan mati, Adikku." Kata Asmodeus sebelum ia memejamkan matanya.Nampaknya, waktu tidur siangnya sudah datang. Sebelum terlelap, si pangeran berharap agar adiknya bisa lebih kuat dari kedua orang yang menyebalkan itu.
Sehingga ketika mereka berduel, Asmodeus takkan menahan diri dan akan menghancurkan tubuhnya dengan kekuatan penuh.
"Aku tak sabar lagi." Adalah kalimat terakhir Asmodeus sebelum ia tertidur.
Hanzo Kalingga merasa bahwa langit tak pernah sekelabu ini. Apalagi di bulan Mei yang sudah masuk musim kemarau semacam ini.Namun, sekarang berbeda. Langit seolah bisa memuntahkan air matanya sewaktu-waktu. Hanzo takkan lupa momen dimana ia melihat mobil sedan yang terlempar dengan kekuatan super itu, jatuh ke dalam danau. Menyisakan seorang anak remaja yang tak sadarkan diri. Sementara dua orang lainnya tewas secara mengenaskan yaitu Hendro dan Sandra. Di masa lalu, mereka berdua adalah tokoh tersohor akan kekuatan sekaligus sifat rendah hati mereka meskipun berasal dari salah satu dari lima keluarga terpandang di dunia Atrazal ini. Mereka berdua juga sempat mendirikan padepokan untuk mengajari para muridnya. Hanzo termasuk salah satunya. Tapi, karena insiden enam belas tahun yang lalu, padepokan itu resmi ditutup dan
Kedua mata Arjen menatap kosong pada potret kakek dan neneknya. Ia tak bisa mengucapkan salam terakhir karena keduanya sudah di kremasi. Masih terbayang jelas saat-saat terakhir ketika mereka berdua meregang nyawa di depan wajahnya. Tangannya terkepal saat ia teringat seringai Asmodeus yang terlihat senang. Hatinya terbakar dan ia ingin sekali merobek wajah pangeran kegelapan itu agar ia tak dapat menyeringai lagi. "Arjen, setidaknya makanlah sesuatu. Sejak kemarin, kau belum makan, 'kan?" Hanzo bertanya sambil menepuk pundaknya lembut. Tapi, anak laki-laki itu tidak bereaksi dan terus menatap kedua potret milik orang yang paling ia sayangi. Bagi Arjen, mereka berdua seperti orang tua yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Merawatnya sejak kecil dan memberinya kasih sayang yang sama seperti anak-anak lain. Masakan
"Oh? Kakak sudah sadar?" Tanya Sucubus pada saudaranya yang baru terbangun setelah beberapa hari setelah kejadian itu.Incubus mengedarkan pandangannya dan mendapati mereka berada di dalam gua yang agak pengap. Suasana begitu hening hingga ia dapat mendengar bunyi tetesan air dalam irama yang teratur."Ini tempat singgahku." Kata Sucubus sambil duduk di sebuah altar kecil, dekat dengan deretan lilin yang menyala-nyala. "Ada beberapa manusia bodoh yang menggunakan tempat ini untuk melakukan ritual palsu.""Ritual palsu?""Untuk memanggil Yang Mulia Mammon. Jadi, kumakan saja sekalian dia dan pengikutnya." Mammon adalah salah satu pangeran kegelapan, lambang dari dosa keserakahan dan biasa dipanggil untuk melakukan ritual yang dapat memperkaya diri dengan mengorbankan nyawa manusia sebagai gantinya.Incubus menaikkan satu alisnya, "Nampaknya, kau mengalami hal buruk."
Arjen terbangun di sebuah kamar yang familiar. Dinding bercat putih dengan poster-poster band favoritnya serta ranjangnya yang berkeriut setiap kali ia bergerak. Ini adalah kamarnya yang telah ditinggalinya selama enam belas tahun. Wangi ayam yang baru diangkat dari penggorengan begitu memikat. Memaksanya bangun dan berjalan menuju ruang makan. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati kakeknya yang membaca koran sementara neneknya sedang sibuk di dapur. "Kakek? Nenek? Kalian masih hidup?" Tanya Arjen dengan setengah sadar. "Astaga, Arjen! Cuci tangan dulu sebelum makan!" Seru neneknya ketika ia menaruh ayam goreng di atas piring saji. Dengan gerakan tangkas, Sandra mematikan lampu dan membawa piring putih itu ke atas meja makan. "Suamiku, kau mau tambah kopi lagi?" Tanya Sandra sambil mengangkat sebuah teko dari atas meja. Sebagai jawaban
Pada jaman dahulu kala, sebelum terciptanya kehidupan di dunia ini, Iblis adalah hamba sang pencipta yang setia dan penurut. Selama ribuan tahun, kehidupan di atas langit begitu damai.Hingga pada suatu waktu, Sang Pencipta menciptakan sepasang manusia dari tanah liat. Perasaan iri muncul dalam diri iblis ketika mengetahui bahwa manusia dari tanah liat memiliki posisi yang lebih tinggi dari mereka yang tercipta dari api yang menyala-nyala.Untuk pertama kalinya, mereka membangkang dan sebagai hasilnya, para iblis diusir dari langit. Didorong dengan perasaan dendam, iblis menggoda sepasang manusia hingga mereka juga diusir dari langit.Selama tujuh hari, Sang Pencipta menciptakan dunia beserta isinya agar sepasang manusia tersebut dapat bertaubat dan merefleksikan kesalahannya.Namun, iblis tak ingin melewatkan kesempatan ini. Mereka lantas mengikat diri mereka dengan sumpah bahwa sa
Malam tanpa bintang telah datang di kota Altrazal. Bagi beberapa orang, malam itu sama seperti sebelumnya.Namun, ada yang berbeda pada kuil suci yang terletak di sudut kota itu. Suasana riuh rendah memenuhi aula kuil suci.Ruangan itu akan gelap gulita jika tidak ada lingkaran lilin yang mengelilingi mereka.Ada sekitar lima puluh klerus yang berpakaian serba hitam sedang duduk bersimpuh sambil memanjatkan doa dengan sangat khusyuk.Seorang lelaki tua berpakaian serba putih dengan jubah berhiaskan garis keemasan membentuk gambar burung Phoenix, memimpin doa di barisan paling depan.Mereka semuamenghadap ke sebuah lonceng raksasa bewarna kuning kehitaman karena karat.Dahi Si Pemimpin basah karena keringat. Hal yang janggal mengingat malam ini adalah malam pertama di musim dingin.Tiba-tiba lonceng tua itu berdentang sekali, menimbulkan
"Suamiku, kau mendengarnya?" Tanya seorang wanita kepada pria yang matanya terus menatap layar televisi selama dua jam ini.Si wanita berusia di akhir enam puluhan. Tapi, tubuhnya tetap bergerak lincah dan otaknya juga masih tajam. Ia mengguncang bahu suaminya dua kali sebelum bertanya lagi. Kali ini, nadanya terdengar mendesak, "Kau dengar tidak?"Si lelaki, yang baru saja berusia tujuh puluh, mengangguk. Sama seperti istrinya, kondisi fisik dan mentalnya masih prima. "Sepertinya, waktunya sudah tiba. Kita harus bersiap-siap.""Bagaimana dengan Arjen? Ia takkan pulang sampai sore nanti. Ada acara olahraga di sekolahnya. Perlukah aku menjemputnya?" Tanya istrinya lagi dengan panik."Pastikan saja kalau ia sudah berada di dalam rumah sebelum matahari tenggelam." Jawab si suami sebelum ia mematikan layar televisi dan pergi menuju kamarnya.Wanita tua itu lantas mulai bersia
"Apa yang sebenarnya Nenek rencanakan?" Tanya Arjen saat mereka sedang berjalan kaki dalam perjalanan pulang.Setelah Broto pingsan, semua orang, kecuali Arjen dan Sandra, panik luar biasa. Mereka sibuk menelpon ambulan sebelum memanggil dokter sekolah.Merasa kehadiran mereka tak dibutuhkan lagi, Sandra menarik tangan Arjen dan mengajaknya pulang."Tentu saja memberi pelajaran pada orang-orang sombong itu." Jawab Sandra dengan nada riang.Arjen menghela nafas berat, "Padahal Nenek selalu menyuruhku untuk selalu bersikap rendah hati dan mawas diri. Tapi, sebelumnya aku ingin meminta maaf karena sudah membuat Nenek kerepotan."Senyum Sandra melebar, "Tidak masalah. Manusia memang diciptakan untuk merepotkan satu sama lain. Jadi, jangan sungkan. Lagipula, kau tak mungkin menendangnya tanpa alasan. Menurutmu, kenapa anak itu menyerangmu?""Entahlah. Tim bas
Pada jaman dahulu kala, sebelum terciptanya kehidupan di dunia ini, Iblis adalah hamba sang pencipta yang setia dan penurut. Selama ribuan tahun, kehidupan di atas langit begitu damai.Hingga pada suatu waktu, Sang Pencipta menciptakan sepasang manusia dari tanah liat. Perasaan iri muncul dalam diri iblis ketika mengetahui bahwa manusia dari tanah liat memiliki posisi yang lebih tinggi dari mereka yang tercipta dari api yang menyala-nyala.Untuk pertama kalinya, mereka membangkang dan sebagai hasilnya, para iblis diusir dari langit. Didorong dengan perasaan dendam, iblis menggoda sepasang manusia hingga mereka juga diusir dari langit.Selama tujuh hari, Sang Pencipta menciptakan dunia beserta isinya agar sepasang manusia tersebut dapat bertaubat dan merefleksikan kesalahannya.Namun, iblis tak ingin melewatkan kesempatan ini. Mereka lantas mengikat diri mereka dengan sumpah bahwa sa
Arjen terbangun di sebuah kamar yang familiar. Dinding bercat putih dengan poster-poster band favoritnya serta ranjangnya yang berkeriut setiap kali ia bergerak. Ini adalah kamarnya yang telah ditinggalinya selama enam belas tahun. Wangi ayam yang baru diangkat dari penggorengan begitu memikat. Memaksanya bangun dan berjalan menuju ruang makan. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati kakeknya yang membaca koran sementara neneknya sedang sibuk di dapur. "Kakek? Nenek? Kalian masih hidup?" Tanya Arjen dengan setengah sadar. "Astaga, Arjen! Cuci tangan dulu sebelum makan!" Seru neneknya ketika ia menaruh ayam goreng di atas piring saji. Dengan gerakan tangkas, Sandra mematikan lampu dan membawa piring putih itu ke atas meja makan. "Suamiku, kau mau tambah kopi lagi?" Tanya Sandra sambil mengangkat sebuah teko dari atas meja. Sebagai jawaban
"Oh? Kakak sudah sadar?" Tanya Sucubus pada saudaranya yang baru terbangun setelah beberapa hari setelah kejadian itu.Incubus mengedarkan pandangannya dan mendapati mereka berada di dalam gua yang agak pengap. Suasana begitu hening hingga ia dapat mendengar bunyi tetesan air dalam irama yang teratur."Ini tempat singgahku." Kata Sucubus sambil duduk di sebuah altar kecil, dekat dengan deretan lilin yang menyala-nyala. "Ada beberapa manusia bodoh yang menggunakan tempat ini untuk melakukan ritual palsu.""Ritual palsu?""Untuk memanggil Yang Mulia Mammon. Jadi, kumakan saja sekalian dia dan pengikutnya." Mammon adalah salah satu pangeran kegelapan, lambang dari dosa keserakahan dan biasa dipanggil untuk melakukan ritual yang dapat memperkaya diri dengan mengorbankan nyawa manusia sebagai gantinya.Incubus menaikkan satu alisnya, "Nampaknya, kau mengalami hal buruk."
Kedua mata Arjen menatap kosong pada potret kakek dan neneknya. Ia tak bisa mengucapkan salam terakhir karena keduanya sudah di kremasi. Masih terbayang jelas saat-saat terakhir ketika mereka berdua meregang nyawa di depan wajahnya. Tangannya terkepal saat ia teringat seringai Asmodeus yang terlihat senang. Hatinya terbakar dan ia ingin sekali merobek wajah pangeran kegelapan itu agar ia tak dapat menyeringai lagi. "Arjen, setidaknya makanlah sesuatu. Sejak kemarin, kau belum makan, 'kan?" Hanzo bertanya sambil menepuk pundaknya lembut. Tapi, anak laki-laki itu tidak bereaksi dan terus menatap kedua potret milik orang yang paling ia sayangi. Bagi Arjen, mereka berdua seperti orang tua yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Merawatnya sejak kecil dan memberinya kasih sayang yang sama seperti anak-anak lain. Masakan
Hanzo Kalingga merasa bahwa langit tak pernah sekelabu ini. Apalagi di bulan Mei yang sudah masuk musim kemarau semacam ini.Namun, sekarang berbeda. Langit seolah bisa memuntahkan air matanya sewaktu-waktu. Hanzo takkan lupa momen dimana ia melihat mobil sedan yang terlempar dengan kekuatan super itu, jatuh ke dalam danau. Menyisakan seorang anak remaja yang tak sadarkan diri. Sementara dua orang lainnya tewas secara mengenaskan yaitu Hendro dan Sandra. Di masa lalu, mereka berdua adalah tokoh tersohor akan kekuatan sekaligus sifat rendah hati mereka meskipun berasal dari salah satu dari lima keluarga terpandang di dunia Atrazal ini. Mereka berdua juga sempat mendirikan padepokan untuk mengajari para muridnya. Hanzo termasuk salah satunya. Tapi, karena insiden enam belas tahun yang lalu, padepokan itu resmi ditutup dan
Incubus tak pernah merasa sekesal ini. Sudah lama sekali, sejak ada seorang wanita yang berani menyerangnya dengan makhluk-makhluk ilusi tersebut. Sakit di tubuhnya masih bisa ia tahan. Tapi, harga dirinya sebagai iblis penggoda terluka lebih dalam dari yang ia kira. Untunglah, Sucubus tak ada disana. Ia tak sanggup membayangkan ejekan dan cemoohannya selama seribu tahun kedepan. Siapa wanita tua itu? Tanyanya dalam hati. Makhluk ilusi yang dipanggilnya juga cukup kuat. Benar-benar pasangan suami istri yang menyebalkan. Iblis jantan itu perlahan bangkit dari jalan tol yang sepi. Puluhan harimau putih masih menggigiti tubuhnya hingga ia merasa geli. Tapi, perasaan itu kembali tercampur dengan hasrat yang menggebu. Bagaimanapun ia ingin menggoda wanita itu jatuh dalam pengaruhnya. Tapi, bagaimana? Sementara ia berpikir, mobil sedan itu b
Sucubus, iblis penggoda laki-laki, tersenyum kecil kala ia berdiri di salah satu gedung tertinggi di kota itu.Tubuh moleknya gagal disembunyikan dengan gaun pendek warna merah yang dikenakannya saat ini. Rambut hitam panjangnya menari-nari karena belaian angin. Wajah cantiknya tidak bisa ditandingi oleh manusia manapun. "Kakak, kau lihat itu?"Incubus, saudara kembarnya yang bertugas untuk menggoda para wanita, mengangguk malas. Laki-laki bertubuh kekar itu hanya memakai celana hitam selutut, memamerkan otot perut dan lengannya yang sempurna.Kulitnya putih bersih sama seperti adiknya. Rambutnya dipotong pendek dan ada satu tanduk di dahinya. Raut wajahnya yang maskulin nampak begitu sempurna.Seolah-olah, Tuhan menghabiskan waktu khusus untuk menciptakan dua iblis bersaudara itu."Yah, begitulah. Aku terkejut dengan iman milik laki-laki.""Aah♡! Aku jadi bergairah sekali saat meliha
"Apa yang sebenarnya Nenek rencanakan?" Tanya Arjen saat mereka sedang berjalan kaki dalam perjalanan pulang.Setelah Broto pingsan, semua orang, kecuali Arjen dan Sandra, panik luar biasa. Mereka sibuk menelpon ambulan sebelum memanggil dokter sekolah.Merasa kehadiran mereka tak dibutuhkan lagi, Sandra menarik tangan Arjen dan mengajaknya pulang."Tentu saja memberi pelajaran pada orang-orang sombong itu." Jawab Sandra dengan nada riang.Arjen menghela nafas berat, "Padahal Nenek selalu menyuruhku untuk selalu bersikap rendah hati dan mawas diri. Tapi, sebelumnya aku ingin meminta maaf karena sudah membuat Nenek kerepotan."Senyum Sandra melebar, "Tidak masalah. Manusia memang diciptakan untuk merepotkan satu sama lain. Jadi, jangan sungkan. Lagipula, kau tak mungkin menendangnya tanpa alasan. Menurutmu, kenapa anak itu menyerangmu?""Entahlah. Tim bas
"Suamiku, kau mendengarnya?" Tanya seorang wanita kepada pria yang matanya terus menatap layar televisi selama dua jam ini.Si wanita berusia di akhir enam puluhan. Tapi, tubuhnya tetap bergerak lincah dan otaknya juga masih tajam. Ia mengguncang bahu suaminya dua kali sebelum bertanya lagi. Kali ini, nadanya terdengar mendesak, "Kau dengar tidak?"Si lelaki, yang baru saja berusia tujuh puluh, mengangguk. Sama seperti istrinya, kondisi fisik dan mentalnya masih prima. "Sepertinya, waktunya sudah tiba. Kita harus bersiap-siap.""Bagaimana dengan Arjen? Ia takkan pulang sampai sore nanti. Ada acara olahraga di sekolahnya. Perlukah aku menjemputnya?" Tanya istrinya lagi dengan panik."Pastikan saja kalau ia sudah berada di dalam rumah sebelum matahari tenggelam." Jawab si suami sebelum ia mematikan layar televisi dan pergi menuju kamarnya.Wanita tua itu lantas mulai bersia