“Nia, koq dikunci, sih!” teriak Bara sambil mengedor-ngedor pintu dari luar kamar.Setelah beberapa jam berada di dalam kamar tamu, pada akhirnya Bara kembali ke dalam kamarnya yang ia tempati bersama Nia. Namun, langkahnya terhenti ketika pintu kamarnya terkunci dan siapa lagi kalau bukan Nia pelakunya.“Nia, buka gak? Lihat saja kalau aku bisa membukanya habis kamu sama aku ya!” ancam Bara. Masih tidak ada tanggapan dari Nia karena yang punya nama sedang tertidur pulas.“Koq, dia gak ada takutnya sama aku sih?” kesal Bara kerena belum mendapatkan tanggapan dari istrinya itu.Setelah menunggu beberapa saat, pintu masih belum terbuka. Bara tersenyum menyeringai. Dia lalu mencari sesuatu di laci meja ruang tengah. “Ah, ternyata ketemu juga!” lirihnya kemudian berjalan menuju kamar di sebelah kamar utama, kamar yang ia tempati bersama Nia.Klek. Pintu bisa terbuka dengan mudah dan Bara langsung tersenyum puas. Ya, Bara terpaksa membuka pintu konektor yang menghubungkan kamar utama denga
“Nia ...!” teriak Bara dari dalam kamar.Nia yang berada di dapur seketika tersentak kaget. Kebiasaan suaminya itu kalau pagi-pagi sudah bikin ribut saja. Kegiatan Nia di pagi hari adalah membuat sarapan setelah membersihkan rumah.“Ada apa sih, Mas. Aku lagi masak nih!”Nia balas teriak pada suaminya itu.Dikarenakan jarak kamar dan dapur lumayan jauh sehingga teriakan Nia harus kenceng supaya Bara mendengarnya.Entah mendengar atau tidak, pada akhirnya Bara kembali berteriak memanggil nama istrinya. “Nia ... bentaran sini!”Nia menghela napas sebelum mematikan kompornya. Aktivitas memasak terpaksa ditundu dulu untuk memenuhi panggilan sang Tuan Muda.“Ada apa sih, Mas?” tanya Nia ketika sudah berada di dalam kamar utama sambil mendekati Bara yang sedang berdiri di depan cermin. “Aku lagi masak untuk sarapan kamu itu.”Tatapan Bara mendadak berubah menjadi wajah yang bersalah tapi dia tidak boleh perlihatkan pada Nia. “Ehm ... tolong pasangin dasi aku dong!”Nia langsung menatap denga
Bara sudah duduk di meja makan ketika Nia datang. Secepatnya ia langsung berlari ke arah dapur untuk menyiapkan sarapan Bara.“Kamu gak ke kampus?” tanya Bara setelah melihat Nia yang belum siap-siap. Ah, dia melupakan kalau istrinya itu sedang membuatkan sarapan untuknya.“Bentar lagi, Mas!” jawab Nia sedikit teriak karena posisinya yang sedikit jauh, jarak antara dapur dengan meja makan.Setelah beberapa saat, Nia telah menyelesaikan masakannya, segera dia menuju meja makan untuk menata menu yang sudah dia buat. “Oke, sudah siap semua,” gumamnya padahal di sebelahnya ada Bara yang sedang menunggunya.“Mas, mau yang mana?” tanya Nia sambil menyiapkan piring dan sendoknya.“Biar aku ambil sendiri saja!” balas Bara yang seketika membuat Nia langsung mendongak menatapi suaminya itu. Merasa aneh saja, giliran pakai dasi saja minta dipasangkan sekarang makan tumben mau ambil sendiri padahal Nia menawari untuk melayani.Tanpa banyak bertanya lagi, Nia membiarkan suaminya itu mengambil send
“Hah, apa? menikah?”Nia langsung menutup mulut Tina saat sahabatnya itu berteriak mengatakan menikah. Ya, setelah ketahuan oleh Tina ketika Bara menyuruhnya untuk mencium tangannya. Sekarang Nia dan Tina berada di bangku-bangku kosong depan ruang laboratorium. Masih ada setengah jam untuk mereka ngobrol.“Kamu kalau ngomong jangan keras-keras bisa gak sih?” keluh Nia dengan kesal pada Tina yang masih memasang tampang tidak percaya dengan ucapan Nia kalau dia dan Bara sudah menikah.“Ups, maaf!” sesal Tina dengan wajah memelas. “Terus, terus gimana ceritanya koq kamu bisa nikah dengan Pak Bara?”Nia mengedarkan pandangan ke sekeliling takut ada yang melihatnya. Seharusnya dia tidak boleh mengatakan pada Tina, namun karena sahabatnya itu dari tadi memaksanya lagian Tina juga sudah terlanjur mengetahui kebersamaannya dengan Bara tadi.“Ceritanya panjang, Tin. Intinya sekarang kita sudah menjadi pasangan tapi aku mohon jangan sebarkan berita ini karena aku gak mau menimbulkan banyak omon
Ya, Bara menyuruh Nia untuk menjelaskan tentang pertanyaan saat di kelas tadi. Terlihat wajah Nia begitu ketakutan. Namun belum juga Nia berkata mendadak Bara menghentikannya.Pria itu mengambil ponsel yang sengaja Nia lempar tadi. Iseng Bara membukanya dengan mengusapnya ke atas dan ternyata bisa terbuka. Lalu membawanya di depan kelas. Tanpa disangka ternyata Bara memperlihatkan aktivitas terakhirnya pada ponsel tersebut.Betapa malunya Nia saat itu karena jelas ada gambar seseorang sedang melakukan CPR dari mulut ke mulut. Sontak semua satu kelas menyoraki dirinya.“Kenapa? Malu?”Bukannya menjawab yang dilakukan Nia adalah segera turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Tadi inginnya dia pulang bareng dengan Tina tetapi Bara tidak mengijinkan pada akhirnya mereka pulang bersama.Hari sudah sore dan tidak biasanya Bara pulang seperti ini. Bukan tanpa alasan dia melakukan itu, demi untuk menemani Nia pulang.Hembusan napas kesal masih dirasa Bara ketika Nia sudah tak terlihat lagi
Usai membereskan dan membersihkan meja makan, Nia segera menaruh semua peralatan makan yang kotor ke dalam tempat wastafel kemudian mencucinya juga.“Alhamdulillah, ternyata sudah selesai. Oke lanjut istirahat,” lirihnya. Sejenak terdiam matanya seperti berkunang-kunang. “Ah, mungkin aku sudah sangat lelah,” batin Nia.Matanya mengitari pandangan di sekitar, mungkin saja ada yang kotor tapi belum ikut dia cuci. Hingga beberapa menit dia meneliti dan ternyata tidak ada semuanya sudah beres.Nia melangkahkan kakinya menuju tangga, bersiap menuju kamar. Tanpa sadar dia terus melangkah dengan tubuhnya yang kegerahan hingga sekarang sudah berada di kamar utama. Terdengar suara di kamar mandi, yang artinya Bara belum selesai mandinya.“Kenapa aku ada di kamar ini, harusnya kan aku di kamar sebelah,” ucapnya pada diri sendiri seraya beranjak menuju pintu untuk keluar.“Nia!” Terdengar suara Bara memanggilnya dan dapat Nia rasakan ada langkah kaki mendekati tempatnya berdiri.“Kamu mau kemana
Bara memang tidak membiarkan Nia menyentuh wajahnya tapi dia yang akan mendekat sehingga memberi kecupan sebentar pada bibir Nia. Ada rasa kecewa ketika Bara melepas ciuman itu.“Sudah, tidur yuk!” Bukannya melanjutkan memberikan sentuhan Nia, Bara malah menarik selimut dan menyelimuti tubuh mereka.Nia mulai hilang kesabaran. Otaknya sudah tidak bisa berpikir dengan baik. Yang dia inginkan sekarang adalah Bara menyentuhnya memberi kehangatan untuknya.“Mas!”“Tidur, Nia!”“Gila, apa dia mencampurkan sesuatu pada susu yang aku minum tadi?” Lagi-lagi Nia bertanya dalam hati yang tidak akan pernah mendapatkan jawabannya.Tanpa sadar Nia mengeram. “Argh ...!”“Kenapa, Nia?” tanya Bara dengan khawatir lalu mendekatkan wajahnya untuk memastikan keadaan istrinya itu. Namun pandangan Nia tertuju pada bibir sang suami. Rasanya Nia ingin sekali mengulumnya, mengigitnya dan ah ... otaknya mendadak diliputi fantasi liar.Bara yang tahu arah pandang istrinya itu berniat tambah mengodanya. Bibirny
Nia terbangun karena beban berat di perutnya. Matanya belum terbuka sempurna tapi dia merabanya.“Apa ini,” gumamnya sambil menyentuh lengan Bara. Tangan Nia menyusuri hingga ke bawah dan menyadari itu sebuah tangan, Nia segera membuka matanya.Nia terkesiap saat melihat Bara yang memeluknya erat dari belakang. Saat ingin mengerakkan tubuhnya mendadak merasakan nyeri pada bagian inti tubuhnya. “Kenapa aku?” lirihnya. Sekali lagi dia merasa aneh dengan tubuhnya.“Mungkin karena beban berat pada perutnya sehingga menjalar pada inti tubuhnya,” pikir Nia. Akhirnya perlahan ia mengangkat tangan Bara dan memindahkannya ke samping.Saat akan bangun, Nia menunduk untuk menyikap selimutnya. Namun begitu kagetnya, menyadari bahwa dirinya tidak mengenakan baju. Dengan ketakutannya dia segera mengintip dari balik selimut dan melihat tubuhnya sendiri.“Argh ...!” teriak Nia dengan kencang. Bahkan yang sekarang ia lihat tubuhnya polos, tak ada sehelai benangpun.“Nia, ada apa?” Bara tiba-tiba bang