Bara sudah duduk di meja makan ketika Nia datang. Secepatnya ia langsung berlari ke arah dapur untuk menyiapkan sarapan Bara.“Kamu gak ke kampus?” tanya Bara setelah melihat Nia yang belum siap-siap. Ah, dia melupakan kalau istrinya itu sedang membuatkan sarapan untuknya.“Bentar lagi, Mas!” jawab Nia sedikit teriak karena posisinya yang sedikit jauh, jarak antara dapur dengan meja makan.Setelah beberapa saat, Nia telah menyelesaikan masakannya, segera dia menuju meja makan untuk menata menu yang sudah dia buat. “Oke, sudah siap semua,” gumamnya padahal di sebelahnya ada Bara yang sedang menunggunya.“Mas, mau yang mana?” tanya Nia sambil menyiapkan piring dan sendoknya.“Biar aku ambil sendiri saja!” balas Bara yang seketika membuat Nia langsung mendongak menatapi suaminya itu. Merasa aneh saja, giliran pakai dasi saja minta dipasangkan sekarang makan tumben mau ambil sendiri padahal Nia menawari untuk melayani.Tanpa banyak bertanya lagi, Nia membiarkan suaminya itu mengambil send
“Hah, apa? menikah?”Nia langsung menutup mulut Tina saat sahabatnya itu berteriak mengatakan menikah. Ya, setelah ketahuan oleh Tina ketika Bara menyuruhnya untuk mencium tangannya. Sekarang Nia dan Tina berada di bangku-bangku kosong depan ruang laboratorium. Masih ada setengah jam untuk mereka ngobrol.“Kamu kalau ngomong jangan keras-keras bisa gak sih?” keluh Nia dengan kesal pada Tina yang masih memasang tampang tidak percaya dengan ucapan Nia kalau dia dan Bara sudah menikah.“Ups, maaf!” sesal Tina dengan wajah memelas. “Terus, terus gimana ceritanya koq kamu bisa nikah dengan Pak Bara?”Nia mengedarkan pandangan ke sekeliling takut ada yang melihatnya. Seharusnya dia tidak boleh mengatakan pada Tina, namun karena sahabatnya itu dari tadi memaksanya lagian Tina juga sudah terlanjur mengetahui kebersamaannya dengan Bara tadi.“Ceritanya panjang, Tin. Intinya sekarang kita sudah menjadi pasangan tapi aku mohon jangan sebarkan berita ini karena aku gak mau menimbulkan banyak omon
Ya, Bara menyuruh Nia untuk menjelaskan tentang pertanyaan saat di kelas tadi. Terlihat wajah Nia begitu ketakutan. Namun belum juga Nia berkata mendadak Bara menghentikannya.Pria itu mengambil ponsel yang sengaja Nia lempar tadi. Iseng Bara membukanya dengan mengusapnya ke atas dan ternyata bisa terbuka. Lalu membawanya di depan kelas. Tanpa disangka ternyata Bara memperlihatkan aktivitas terakhirnya pada ponsel tersebut.Betapa malunya Nia saat itu karena jelas ada gambar seseorang sedang melakukan CPR dari mulut ke mulut. Sontak semua satu kelas menyoraki dirinya.“Kenapa? Malu?”Bukannya menjawab yang dilakukan Nia adalah segera turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Tadi inginnya dia pulang bareng dengan Tina tetapi Bara tidak mengijinkan pada akhirnya mereka pulang bersama.Hari sudah sore dan tidak biasanya Bara pulang seperti ini. Bukan tanpa alasan dia melakukan itu, demi untuk menemani Nia pulang.Hembusan napas kesal masih dirasa Bara ketika Nia sudah tak terlihat lagi
Usai membereskan dan membersihkan meja makan, Nia segera menaruh semua peralatan makan yang kotor ke dalam tempat wastafel kemudian mencucinya juga.“Alhamdulillah, ternyata sudah selesai. Oke lanjut istirahat,” lirihnya. Sejenak terdiam matanya seperti berkunang-kunang. “Ah, mungkin aku sudah sangat lelah,” batin Nia.Matanya mengitari pandangan di sekitar, mungkin saja ada yang kotor tapi belum ikut dia cuci. Hingga beberapa menit dia meneliti dan ternyata tidak ada semuanya sudah beres.Nia melangkahkan kakinya menuju tangga, bersiap menuju kamar. Tanpa sadar dia terus melangkah dengan tubuhnya yang kegerahan hingga sekarang sudah berada di kamar utama. Terdengar suara di kamar mandi, yang artinya Bara belum selesai mandinya.“Kenapa aku ada di kamar ini, harusnya kan aku di kamar sebelah,” ucapnya pada diri sendiri seraya beranjak menuju pintu untuk keluar.“Nia!” Terdengar suara Bara memanggilnya dan dapat Nia rasakan ada langkah kaki mendekati tempatnya berdiri.“Kamu mau kemana
Bara memang tidak membiarkan Nia menyentuh wajahnya tapi dia yang akan mendekat sehingga memberi kecupan sebentar pada bibir Nia. Ada rasa kecewa ketika Bara melepas ciuman itu.“Sudah, tidur yuk!” Bukannya melanjutkan memberikan sentuhan Nia, Bara malah menarik selimut dan menyelimuti tubuh mereka.Nia mulai hilang kesabaran. Otaknya sudah tidak bisa berpikir dengan baik. Yang dia inginkan sekarang adalah Bara menyentuhnya memberi kehangatan untuknya.“Mas!”“Tidur, Nia!”“Gila, apa dia mencampurkan sesuatu pada susu yang aku minum tadi?” Lagi-lagi Nia bertanya dalam hati yang tidak akan pernah mendapatkan jawabannya.Tanpa sadar Nia mengeram. “Argh ...!”“Kenapa, Nia?” tanya Bara dengan khawatir lalu mendekatkan wajahnya untuk memastikan keadaan istrinya itu. Namun pandangan Nia tertuju pada bibir sang suami. Rasanya Nia ingin sekali mengulumnya, mengigitnya dan ah ... otaknya mendadak diliputi fantasi liar.Bara yang tahu arah pandang istrinya itu berniat tambah mengodanya. Bibirny
Nia terbangun karena beban berat di perutnya. Matanya belum terbuka sempurna tapi dia merabanya.“Apa ini,” gumamnya sambil menyentuh lengan Bara. Tangan Nia menyusuri hingga ke bawah dan menyadari itu sebuah tangan, Nia segera membuka matanya.Nia terkesiap saat melihat Bara yang memeluknya erat dari belakang. Saat ingin mengerakkan tubuhnya mendadak merasakan nyeri pada bagian inti tubuhnya. “Kenapa aku?” lirihnya. Sekali lagi dia merasa aneh dengan tubuhnya.“Mungkin karena beban berat pada perutnya sehingga menjalar pada inti tubuhnya,” pikir Nia. Akhirnya perlahan ia mengangkat tangan Bara dan memindahkannya ke samping.Saat akan bangun, Nia menunduk untuk menyikap selimutnya. Namun begitu kagetnya, menyadari bahwa dirinya tidak mengenakan baju. Dengan ketakutannya dia segera mengintip dari balik selimut dan melihat tubuhnya sendiri.“Argh ...!” teriak Nia dengan kencang. Bahkan yang sekarang ia lihat tubuhnya polos, tak ada sehelai benangpun.“Nia, ada apa?” Bara tiba-tiba bang
“Sudah dong, jangan ngambek lagi ya?”Bukannya suka dengan pertanyaan itu, Nia semakin geram saja dengan suaminya itu. Setelah mandi bersama dan hanya mandi saja, tidak dengan yang lain. Mereka akhirnya menyelesaikan dengan cepat. Bukan Nia sih tapi Bara, ia hanya takut akan tergoda oleh tubuh polos istrinya itu lagi dan pada akhirnya menerkamnya.Saat ini mereka sedang berada di atas kasur. Setelah mandi tadi Nia memang memilih kasur untuk tempat dia mengistirahatkan semuanya. Kebetulan juga hari ini adalah hari minggu jadi dia tidak perlu ke kampus dengan keadaan sakit seperti ini.“Kamu lapar gak?” tanya Bara lagi. Pria ini seolah tidak peduli dengan amarah sang istri. Sikapnya tetap manis dan perhatian meski Nia memarahinya. Bara sadar kekesalan Nia itu karena ulahnya. Jadi dia tidak akan membalas setiap perlakukan buruk Nia.“Sayang, mau makan apa?” Bara mengulangi pertanyaannya.Nia melirik pada Bara. Ingin sekali dia menghajar pria itu karena mengambil keuntungan darinya. “Mau
Seminggu berlalu sejak kejadian penyatuan mereka berdua.Tetapi Nia masih memedam marah pada suaminya itu. Meski begitu Bara masih tetap baik pada istrinya. Tidak peduli bagaimana juteknya, sinisnya dan tidak pedulinya Nia. Pria itu seolah tak menganggapnya beban.Setiap hari Bara yang mengurus rumah dan memasak. Ah, rupanya cinta telah merubah segalanya dari kebiasaan Bara. “Sayang, sarapan yuk!” teriak Bara pada Nia yang masih berada di dalam kamar.Tidak ada jawaban dari Nia, membuat Bara yang mengalah untuk memanggil istrinya di kamar saja. Dengan tergesa Bara melangkah menuju tangga dan berakhir pada pintu kamar yang masih tertutup rapat. Bara sendiri juga tidak tahu kenapa Nia tidak menjawab panggilannya karena setelah peristiwa itu Bara memilih tidur di kamar lain yang artinya mereka tidak satu kamar lagi.“Nia Sayang, sarapan yuk. Kamu gak ke kampus apa?”Dua menit kemudian, pintu tampak terbuka dan menampilkan Nia yang sudah rapi akan berangkat. Tanpa menjawab ucapan Bara, is