Pyar!Aldo berlari kencang ketika suara benda jatuh seperti pecahan kaca terdengar pada indera pendengarannya ketika ia baru saja masuk ke dalam kamar. Pikirnya sesuatu telah terjadi pada istri dan anaknya.“Hun …!”Tina menoleh pada suara seseorang yang memanggilnya dengan lembut.“Mas, kamu koq sudah pulang?”Mengabaikan ucapan sang istri, Aldo mendekat dengan wajah panik. Kemudian menatap sekitarnya dan mendapati sang anak sedang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Tetapi mendapati pigura foto istrinya dengan sahabatnya ada di lantai. Dari situ Aldo paham kalau yang jatuh tadi pigura tersebut.“Kamu kenapa?” tanya Aldo setelah menatap sekilas wajah wanita masa lalunya yang sudah tidak ada lagi di hatinya sekarang.Tina tidak paham ucapan Aldo sampai ia melihat manik Aldo yang melirik pigura tersebut.“Oh, tadi aku gak sengaja menjatuhkannya,” jawab Tina. “Ah, maaf ya, kamu khawatir ya?” Wanita itu beranjak berdiri dan hendak memungguti pecahan kaca tersebut.Aldo menahan tangan
“Saya mau menyampaikan kalau beasiswa kamu sudah tidak bisa diperpanjang lagi,” ucap Bu Hermin selaku kepala tata usaha Universitas.Deg. Jantung Nia seolah berhenti berdetak, karena itu merupakan berita buruk buatnya. “Tapi ke-”Belum selesai Nia berkata mendadak Bu Hermin menjulurkan telapak tangannya menyuruh Nia diam dulu.Beliau menghela napas sesaat kemudian bibirnya mulai bergerak lagi. “Keputusan dari Rektor yang baru bahwa penerima beasiswa hanya diberikan selama 2 tahun berturut-turut saja. Karena banyaknya mahasiswa yang juga ingin mendapatkan beasiswa, jadi biar pembagiannya merata,” lanjut Bu Hermin lugas.“Saya berharap bisa mendapatkan kebijakan lain, Bu?” mohon Nia seraya mengerutkan kening. “Terus terang saya kesulitan kalau harus menanggung biaya sendiri tanpa beasiswa itu.”Bu Hermin mengeleng, “Tidak ada, Rektor sudah bilang tidak ada kebijakan lain. Yang masih ma
Nia langsung mendongak dan berdiri untuk memastikan siapa yang bersalah. Amarahnya sudah membuncah, tatapan matanya tajam seolah ingin menerkam seseorang hidup-hidup. Namun mata tajam itu tertuju pada seorang pria yang tersenyum lebar tanpa rasa bersalah. Dan bisa dipastikan semua ini gara-gara dia, bukannya minta maaf malah dia seolah menertawakan Nia. “Shutt ... dia marah kayaknya!” bisik salah satu pria tersebut. “Tapi lucu banget, kayak tikus kecemplung selokan,” sahut temannya pelan sambil menahan tawa. “Gak lucu, tahu!” ucap Nia lalu menyambar minuman yang ada di depannya, entah milik siapa mungkin pelayan tadi memegang 2 minuman tapi yang tumpah hanya satu. Byurr ... minuman yang ada ditangan Nia dia tumpahkan di atas kepala pria yang menertawakannya tadi. Semua pengunjung sontak histeris dengan tindakan Nia, tapi sayangnya semua sudah terjadi dan minuman juga sudah terbuang sia-sia. “Kamu ...!” sentak pria yang bernama Bara tersebut, menatap tajam seraya memberikan telunj
“Iya, kamu mau?” tanya balik Bu Niken pada Nia.“Ehm ...!” gumam Nia, belum memberikan jawaban.“Kebetulan yang nyari ini sedang butuh banget. Kerjanya gak berat koq. Cuman bersihkan rumah, masak nyuci dan jam kerjanya juga tidak seharian full. Pagi masuk nyuci dan bersih-bersih sampai siang saja,” terang Bu Niken. “Kalau kamu mau, saya bisa infokan sama customernya karena beliau ini sudah lama sekali nyari cuman saya belum menemukan orangnya.”Nia terlihat agak ragu untuk menerimanya, tapi mengingat batas dia hanya sampai 3 bulan saja akhirnya dia menyetujuinya. “Oke deh, Bu. Saya akan coba.”Setelah kesepakatan itu, Nia diminta untuk menandatangani surat perjanjiannya. Sebagai rasa tanggung jawab, Nia akan dikenakan denda apabila membatalkan kerjasamanya atau mengundurkan diri.“Aneh, orang mau kerja dapat uang, ini disuruh bayar denda” gerutu Nia sepanjang jalan menuju perki
Nia terbangun karena suara jam weker di kamarnya. Mencari keberadaan benda yang membuatnya terbagun kemudian mematikannya. Kembali ke posisinya tadi, dia pejamkan matanya kembali.30 menit kemudian, Nia membuka matanya. Merasa tidurnya sudah lebih dari cukup, Nia akan terbangun dengan sendirinya. “Aneh, kenapa alarm nya gak bunyi ya?” gumamnya sambil melirik ke samping tempat tidurnya, ada meja kecil dan di situ ada jam wekernya. Tangannya terulur untuk mengambilnya, memastikan jam berapa sekarang.“Hua ....” Nia terlonjak kaget melihat sudah pagi sedangkan dia belum sholat Subuh. Dengan cepat dia menuju kamar mandi yang berada di kamarnya ini untuk melaksanakan sholatnya yang terlambat itu.Selesai menyelesaikan sholatnya Nia melipat mukenanya itu dan kebiasaannya melanjutnya berbaringnya untuk menunggu jam perkuliahannya.Mendadak dia teringat sesuatu, harusnya pagi ini dia mulai bekerja. “Ah, semua ini gara-gara Rektor itu
Bara dengan santainya duduk menempati meja makan. Lelaki itu tidak menganggap ada keberadaan Nia yang jelas-jelas dia kenal. “Aku yakin setelah ini kamu pasti tidak akan nyaman berada di tempat ini,” batinnya lalu menyunggingkan senyuman sinis.“Mbok, apa sudah memberitahu apa saja yang harus dia kerjakan?” tanya Bara pada Mbok Ijah tanpa menoleh karena pandangannya sedang fokus dengan makanan di depannya.“Sudah, Tuan Muda,” jawab Mbok Ijah seraya mengangguk meski Bara tidak melihatnya.“Ih, sombongnya gak mau ngomong sama aku sendiri padahal jelas-jelas ada aku di sini. Ah, pria menyebalkan,” cibir Nia yang masih berdiri di belakang Bara. Untung saja tampan kalau jelek-” Nia langsung membekap mulutnya karena tanpa sadar memuji ketampanan Bara. “Oke.” Bara menjawab pernyataan Mbok Ijah barusan.“Oh, iya Tuan. Kalau yang masalah menu apa perlu Nia ini yang menginformasi Tuan setiap harinya?”“Kasih saja no ponsel saya. Biar kalau sewaktu-waktu saya perlu langsung minta dia.”“Idih .
“Ih ... lama-lama nih orang gue timpuk juga ya, ngeselin banget!” jerit Nia dalam hati. Tidak mungkin dia berani dalam dunia nyata.Bara tidak sabar, sudah memutar tubuh untuk meninggalkan Nia. Tapi dengan keberaniaanya Nia langsung menarik lengan Bara, hingga sang pemiliknya terperangah. Mata tajam Bara menatap Nia yang tampak santai dengan mengulas senyuman tipis. “Ups ... maaf!”“Kenapa lagi?”Nia menghela napas kalau bukan karena harus membayar SPP kuliah dia tidak akan mau bersikap seperti ini. Mengabaikan harga dirinya yang masih mungkin bernilai tapi tidak dihadapan pria di depannya ini.“Tuan Muda, yang baik, yang ....” Nia binggung mau ngomong apa. “Pokoknya yang the best deh, jangan pecat saya ya, Bapak kan tahu saya harus bayar kuliah kalau gak bisa bayar orang tua saya di kampung sedih. Mereka sudah senang saya bisa kuliah dan kalau lulus mau jadi perawat yang bisa membantu di puskesmas kampung.”Memang keinginan Nia dan orang tuanya, selepas lulus nanti Nia akan kembali k
Benar saja setelah kepergian Bara, Nia langsung masuk ke dalam rumah melanjutkan pekerjaannya. Mengambil kertas yang diberikan Mbok Ijah tadi, membacanya dengan teliti serta mendudukan dirinya di meja makan.Kerutan di keningnya mendadak terlihat, kemudian mulai mengumpat dalam hati. “Sial, dia mengerjaiku.” Tanpa banyak pertimbangan lagi, Nia segera beranjak untuk menyelesaikan pekerjaannya.“Non, sudah dibaca?” tanya Mbok Ijah yang sekarang sudah berada di depan Nia.“Mbok, panggil Nia saja jangan Non,” pinta Nia tersenyum pada wanita berumur itu. “Aku seperti majikan saja kalau dipanggil seperti itu padahal kita samaan, Mbok. Mungkin masih lebih baik Mbok Ijah karena Bara masih mau menghormatinya daripada diri aku yang sudah mendapat teguran pemecatan.”Alih-alih menjawab keinginan Nia, Mbok Ijah malah menegur gadis itu karena keceplosan memanggil hanya dengan nama saja. “Hush ... tidak sopan itu, panggil Tuan Muda.”“Ah, iya. Aku lupa, Mbok.” Nia langsung menutup mulutnya sendiri
Pyar!Aldo berlari kencang ketika suara benda jatuh seperti pecahan kaca terdengar pada indera pendengarannya ketika ia baru saja masuk ke dalam kamar. Pikirnya sesuatu telah terjadi pada istri dan anaknya.“Hun …!”Tina menoleh pada suara seseorang yang memanggilnya dengan lembut.“Mas, kamu koq sudah pulang?”Mengabaikan ucapan sang istri, Aldo mendekat dengan wajah panik. Kemudian menatap sekitarnya dan mendapati sang anak sedang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Tetapi mendapati pigura foto istrinya dengan sahabatnya ada di lantai. Dari situ Aldo paham kalau yang jatuh tadi pigura tersebut.“Kamu kenapa?” tanya Aldo setelah menatap sekilas wajah wanita masa lalunya yang sudah tidak ada lagi di hatinya sekarang.Tina tidak paham ucapan Aldo sampai ia melihat manik Aldo yang melirik pigura tersebut.“Oh, tadi aku gak sengaja menjatuhkannya,” jawab Tina. “Ah, maaf ya, kamu khawatir ya?” Wanita itu beranjak berdiri dan hendak memungguti pecahan kaca tersebut.Aldo menahan tangan
“Sayang,” sapaan itu masuk berbarengan dengan pintu kamar terbuka dan menampilkan sesosok pria yang selalu Nia rindukan. Siapa lagi kalau bukan Bara, sang suami.Setelah beraktifitas seharian di rumah sakit, ia selalu bersiap untuk pulang ke rumah lebih cepat untuk menemui istri tercintanya.Ya, Nia telah membuat keputusan untuk berhenti bekerja. Nia ingin fokus menjadi ibu rumah tangga daan mengurus bayinya sendiri. Menjadi kebanggaan tersendiri ketika ia bisa mengurus keluarganya sendiri bukan ditangan seorang ART.Toh, uang Bara masih sanggup membiayai hidupnya dengan anak-anak mereka. Jadi untk maasalah keuangan Nia yakin sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan.“Mas …!”Nia merentangkan kedua tangannya, bersiap memeluk suaminya itu. Tanpa ragu pria itu merangkak naik dan ikut berbaring di sebelah Nia. Memeluk wanita itu dari samping dan melabuhkan kecupan-kecupan di keningnya.Sekarang usia kandungan Nia sudah mendekati HPL.“Kenapa gak bangun, hmm?” tanya Bara setelah meng
“Gak kerja?”Nia mendengus sambil menatap kesal pada sang suami ketika pria itu keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya. Berjalan menuju tempat tidur untuk mendekati istrinya yang duduk bersandar di tepi tempat tidur.Kalau bukan karena kejujuran Bara kemarin mungkin Nia akan dengan senang hati berangkat kerja hari ini. Tetapi saat ini sepertinya ia belum bisa berhadapan langsung dengan penghuni rumah sakit yang pastinya akan memberondong dengan banyak pertanyaan.“Kalau saja kamu gak bil-”Ucapan Nia terhenti karena Bara mencuri kecupan pada bibir wanita itu. “Semalam sudah dibahas jadi gak perlu diulang lagi!”Semalam memang membahas tentang bagaimana Nia akan menjawab seputar hubungannya dengan Bara dan mereka berdua setuju dengan keputusan yang dibuat, cuman Nia merasa tidak yakin dengan itu.“Mas!” hardik Nia sambil memukul keras dada sang suami karena Bara kembali mencuri ciuman saat Nia akan melempar sanggahan. “Kamu tuh, bisa diem gak? Jangan sentuh-sentu
“Dokter Bara, Suster Nia pingsan di cafetaria. Saya binggung harus memberitahu siapa, mungkin Dokter bisa membantu saya karena dulu kan Suster Nia adalah asisten, Dokter.”Bara tersentak kaget mendengar serentetan kata dari salah seorang suster yang bertugas di poli UGD.“Koq bisa?” Pria itu beranjak berdiri dari meja kerjanya kemudian menghampiri Suster tersebut. Sekarang Bara sudah tidak lagi bertugas di poli UGD karena ia sudah pindah ke poli Jantung sesuai dengan spesialisnya, sedangkan Nia masih tetap menghuni poli UGD. “Sekarang masih di cafetaria?”Belum juga mendapat jawaban Dokter spesialis Jantung itu berjalan lebih dulu namun langkahnya terhenti ketika Suster tersebut menyebutkan tempat yang lain dari yang tadi.“Sekarang sudah di UGD, Dok.”Bara pada akhirnya memutar haluan untuk menuju poli UGD, karena poli tersebut berbeda arah dengan jalan yang sudah dilalui tadi.Sampai di poli UGD.Bara langsung masuk begitu saja sembari bertanya pada Dokter yang ada di sana. “Dimana
“Mas, Tina sudah melahirkan. Aku boleh jeguk kan?”Satu pertanyaan Nia berhasil mengusik konsentrasi sang suami. Pria itu sedang serius menatap layar laptop untuk membaca riwayat kesehatan pasien-pasiennya yang hendak dioperasi.“Tanya dulu apa suaminya itu ada atau tidak! Aku gak mau kamu ketemu dengan pria itu.”Bara memang sudah antipati dengan yang namanya Aldo. Ia hanya sedang menjaga miliknya agar tetap berada di batasnya.Nia mendesis kesal, suaminya itu kalau sudah cemburu seperti itu membuatnya tidak bebas. Tetapi paham juga kekhawatiran Bara. Beruntung Bara tidak tahu kalau Aldo saat itu pernah mengatakan kalau masih mencintainya. Kalau tahu, mungkin pria itu sudah melarang sepenuhnya berhubungan dengan Tina.“Ish … terus kalau Aldo di rumah suruh pergi gitu?”“Sekarang sudah di rumah?” tanya Bara memastikan.“Eh, gak tahu ya. Tina cuman bilang kalau dia sudah melahirkan, bayinya perempuan, cantik kayak dirinya,” sahut Nia tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. “Ben
Enam bulan kemudian.Tepat pukul satu siang, Tina melahirkan anak pertamanya. Bayi berjenis kelamin perempuan itu tampak cantik sekali, perpaduan wajah Tina dan Aldo. Suara tangisnya terdengar keras sekali di ruangan persalinan. Wajah Aldo juga terlihat lega setelah menemani sang istri yang masih lemas itu.Aldo mengambil alih untuk mengumandangkan adzan di telinga putri kecilnya itu. Rasa haru dan takjub menyelimuti pria itu. Tidak menyangka ada anak yang akan memanggilnya dengan sebutan Papa di hidupnya.Beberapa menit berlalu. Pria itu menyandarkan bayi mungilnya di dada dan ia dapat merasakan hangat nafas bayi tersebut. Selama ini ia hanya mengenal Bima saja dan ketika melihat putrinya ini Aldo lebih sangat bahagia.Sedangkan, Tina sendiri hanya melihat dengan bibir yang sedikit tertarik antara bahagia dan sedih. Bahagia karena anaknya sudah lahir ke dunia, sedih karena belum ada perubahan yang lebih baik, hubungannya dengan sang suami.Meski cinta belum hadir di hati suaminya itu
“Wah, cucu Oma sudah pulang ya? Gimana acaranya seru gak?”Suara Maria sudah terdengar ketika Bara membuka pintu dengan mengendong Bima yang sudah tertidur pulas. Kebetulan hari ini akhir Minggu dan waktunya berlibur ke rumah Maria.“Eh, Bima tidur ya?” Maria melanjutkan bertanya.“Iya, Bun,” jawab Bara singkat. Suasana hatinya masih buruk sejak melihat Aldo mengenggam tangan istrinya. “Maaf, Bunda. Bima boleh tidur sama Bunda gak?”Tanpa bertanyapun, Maria setuju saja. Lagian dengan adanya Bima dia jadi tidak sendirian tidurnya.“Boleh dong, ya sudah cepat bawa ke kamar Bunda!” pinta Maria pada Bara.Kaki panjang Bara melangkah menuju kamar sang mertua. Tidak lama Nia datang dan melihat Bara yang berjalan tidak ke kamar mereka.“Lho, Bima mau dibawa ke mana, Mas?” teriaknya. Namun, Bara tidak peduli pertanyaan wanita itu. Sedangkan Maria yang sudah berjalan di depan Bara tidak mendengar ucapan putrinya itu.Kesal, lagi-lagi Bara melakukan tindakan tanpa memberitahukannya. Nia berjala
“Om Ayah!”Teriakan bocah yang mengema itu membuat Aldo tersentak kaget. Bukannya tidak suka tapi ia tidak akan menyangka kalau dipertemukan lagi dengan Bima setelah semua masalah diantara dirinya dengan Nia. Bima, bocah yang ia sayangi dan sudah dia anggap seperti anak kandungnya sendiri.Manik Aldo menyiratkan kebahagiaan. Pria itu seketika berjongkok dan merentangkan kedua tangannya ke samping agar bocah tersebut masuk ke dalam dekapannya. Benar saja, begitu melihat yang dilakukan Aldo, Bima langsung berlari kemudian membenamkan wajahnya di leher Aldo. Seolah mereka tidak bertemu puluhan tahun.“Aku kangen sama Om Ayah!” celetuk Bima yang membuat Aldo makin teriris hatinya.Aldo membisu, tidak menjawab ucapan Bima. Membiarkan indera penciumannya untuk beberapa saat menikmati aroma minyak telon yang ada di tubuh Bima.“Kata Mama, aku sudah gak boleh ganggu Om Ayah lagi! Karena Om Ayah mau punya adik bayi.”Aldo semakin menekan tubuhnya pada tubuh Bima. Detak jantungnya berpacu lebi
Di ruangan Bara.Baik Nia dan Bara terkesiap menatap isi amplop coklat pemberian Dokter Kalandra.“Mas, sepupu kamu itu ternyata diluarnya saja yang galak ya tapi dalamnya … tidak diragukan lagi,” puji Nia sambil terkikik, masih sulit mempercayai sikap Dokter Kalandra.“Dalamnya?” Bara mengulangi ucapan istrinya itu sambil menatap curiga. “Memang kamu sudah tahu dalamnya dia seperti apa, hah?”“Yee … malah sewot ini orang! Maksud aku itu kan secara yang terlihat diluar itu dia adalah pria galak, buktinya marahin OG tadi seperti punya salah besar banget padahal kan cuman terlambat saja. Itupun beberapa menit saja. Tetapi koq dia bisa-bisanya ngasih kado seperti ini. Sehingga aku mikirnya dia itu pria yang perhatian gitu lho!” Nia menjelaskan dengan panjang lebar agar Bara mengerti maksudnya.Bukannya tidak paham, Bara hanya sedikit tidak suka kata dalamnya yang diucapkan Nia seolah wanita itu tahu seperti apa sosok sang sepupu.“Iya, aku sudah tahu maksudmu!” balas Bara santai. Pria it