Home / Romansa / Pembantu Rahasia Sang Rektor / 3. Datang Di Tempat Yang Salah

Share

3. Datang Di Tempat Yang Salah

Author: Mkarmila
last update Last Updated: 2022-04-13 15:29:14

“Iya, kamu mau?” tanya balik Bu Niken pada Nia.

“Ehm ...!” gumam Nia, belum memberikan jawaban.

“Kebetulan yang nyari ini sedang butuh banget. Kerjanya gak berat koq. Cuman bersihkan rumah, masak nyuci dan jam kerjanya juga tidak seharian full. Pagi masuk nyuci dan bersih-bersih sampai siang saja,” terang Bu Niken. “Kalau kamu mau, saya bisa infokan sama customernya karena beliau ini sudah lama sekali nyari cuman saya belum menemukan orangnya.”

Nia terlihat agak ragu untuk menerimanya, tapi mengingat batas dia hanya sampai 3 bulan saja akhirnya dia menyetujuinya. “Oke deh, Bu. Saya akan coba.”

Setelah kesepakatan itu, Nia diminta untuk menandatangani surat perjanjiannya. Sebagai rasa tanggung jawab, Nia akan dikenakan denda apabila membatalkan kerjasamanya atau mengundurkan diri.

“Aneh, orang mau kerja dapat uang, ini disuruh bayar denda” gerutu Nia sepanjang jalan menuju perkiran.

Akhirnya, Nia sudah sampai diparkiran. Gadis dengan tubuh tinggi sempai itu dengan cepat mulai duduk di motornya seraya melirik jam tangan di pergelangan tangannya. “Ah, sudah siang ya, aku harus ke kampus ini,” gumamnya setelah berhasil menstater motornya. Kemudian melajukan motor matic tersebut meninggalkan parkirkan biro jasa tersebut.

Nia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi agar sampai lebih cepat ke kampus. Tepat 20 menit gadis itu sudah berada diparkiran kampus.

“Nia ...!”

Nia menoleh pada sumber suara dan mendapati Tina yang barusan berlari dengan mulut berteriak memanggil namanya. “Apaan?” tanyanya pada Tina.

“Gak cuman nanya aja, gimana melamarnya?”

“Eh, kamu tahu baru melamar aku langsung diterima kerja,” ungkap Nia riang dengan mata yang berbinar karena masalah uang kuliah bisa terselesaikan karena dia diterima kerja.

“Hah ... alhamdulillah, deh! Btw, jadi kerja apaan?” tanya Tina antusias bahagia karena melihat sahabatnya itu juga memancarkan kebahagiaan.

“Jadi ... pembantu.” Nia menaikan turunkan alisnya lalu tersenyum.

“Apa! Pembantu?” Mulut Tina mengangga tidak percaya.

***

“Jadi rencana untuk ketemu Rektor batal nih?” tanya Tina pada Nia yang sedang membereskan buku-buku yang dia pakai kuliah tadi. “Kan kamu sudah diterima kerja.”

Perkuliahan sudah selesai 15 menit yang lalu tapi sengaja Nia terakhir meninggalkan kelas karena tadi ada CV yang kurang makanya dia sekarang melengkapinya.

“Jadi dong ... kalau ternyata Rektornya kasih kebijakan sama aku, kan lumayan buat nambah uang jajan,” jawab Nia dengan tersenyum. Berharap sang Rektor berbaik hati dan memberikannya pengecualian padanya. Tanpa dia tahu setelah bertemu nanti, pasti dia akan menyesali perbuatan telah masuk ke dalam ruangan sang Rektor.

“Oke, yuk. Aku anterin sampai depan ruangan saja ya, kamu masuk sendiri.” Tina mengandengan sahabatnya itu menuju ruangan sang Rektor.

Kedua gadis itu melangkahkan kakinya dengan santai menuju ruangan sang Rektor. Ruangan yang berada di pojokkan, dan merupakan ruangan satu-satunya di area itu. Makanya kalau berjalan di sini pasti orang bisa menebak kalau mau menuju ruangan petinggi no 1 di universitas tersebut.

Keduanya sudah berada di depan ruangan tersebut. Tanpa beban Nia akan masuk. “Jangan lupa baca doa sebelum masuk dan sampaikan semua keluhan kamu kalau bisa dimelas-melasin aja biar beliau iba akhirnya membatalkan keputusannya itu.” Nasehat Tina sembari mencekal tangan Nia agar fokus pada ucapannya.

“Oke ...!” sahut Nia percaya diri seraya membentuk kedua jarinya menjadi huruf O.

Dengan perasaan gugup, Nia mengetuk pintu tersebut dan tidak lama terdengar balasan dari dalam menyuruhnya masuk. Sebelum masuk Nia sempat tersenyum pada sahabatnya yang menunggu di depan pintu tersebut.

“Permisi, Pak,” sapa Nia. Lalu melangkahkan kakinya menuju meja sang Rektor.

“Iya, jawab sang Rektor dengan posisi membelakangi Nia karena sedang mencari file yang berada di bawah kursinya.

Nia sempat menunggu beberapa detik tapi posisi sang Rektor yang tidak mengindahkannya membuatnya sedikit kesal. “Uh, gak sopan banget sih masa aku dikacangin gini,” batin Nia tapi dia masih bersikap sopan dan hormat.

Namun sebuah suara mengagetkannya, “Ada apa? Maaf, saya sambil nyari file ya?” beritahu sang Rektor dengan lugas.

Nia terperangah. “Ih, suaranya lembut banget pasti orangnya ganteng banget,” batin Nia, tidak masih penasaran dengan wajah sang Rektor karena dari tadi belum mengubah posisinya.

“Apa masih di situ?” suara sang Rektor sedikit lebih tinggi.

Nia tersentak dengan ucapan itu. “Sa-saya ... mau ... minta kebijakan tentang ... beasiswa saya, Pak,” ujar Nia dengan ragu dan terbata-bata.

“Memang kenapa dengan beasiswa kamu?” tanya Rektor seraya memutar kursi menghadap Nia.

Mata Nia membelalak dengan mulut yang mengangga, seolah tidak percaya dengan makhluk Tuhan yang ada di hadapannya sekarang ini.

“Kamu ...!” refleks dia menunjuk dengan jari telunjuk di hadapan sang Rektor.

Tak beda jauh dengan Bara, yang terperangah dengan gadis yang pernah menumpahkan minuman di kepalanya. Pria itu tidak mungkin lupa ingatan kalau harus mengingat kejadian kemarin. Namun dia berusaha menyembunyikannya dan bersikap seolah tidak pernah mengenalinya.

Barayudha Al Ghifari, seorang pria yang berhasil menjadi Rektor diusianya yang menginjak diangka 30 tahun. Tentunya bukan hal yang mudah hingga dia sampai di titik tersebut. Kepintarannya sudah tidak bisa diragukan lagi , sebelum menjadi Rektor  dia juga menjadi seorang Dosen.

Dengan santai Bara menyentuh jari itu dan menurunkannya hingga membentur meja seraya berucap, “Apa kamu tidak punya sopan santun, apa kita sedekat itu hingga kamu berani bersikap seperti itu, hah? Saya Rektor di sini, bersikaplah hormat sama saya?” ucapnya dingin disertai seringainya.

“Aduh, mampus aku kalaubeneran dia Rektor yang baru itu,” batin Nia masih menatap pada sang Rektor.

“Oh, maaf Bapak Rektor yang terhormat, mungkin saya salah mengenali seseorang karena kemarin saya bertemu dengan orang yang mirip dengan Bapak tapi ...!” sindir Nia dengan wajah polosnya, tidak ada ketakutan sedikitpun pada sang Rektor. Bahkan dia melupakan tujuannya, harusnya dia bisa bersikap mengambil hatinya agar keinginannya disetujui. Tapi ini yang terjadi malah dia menebarkan permusuhan.

“Tapi?” tanyanya, mengerutkan keningnya.

“Ah, gak penting juga,” balas Nia dengan mengibaskan tangannya seolah hal itu tidak berhubungan dengan pria itu padahal jelas-jelas kemarin itu ulah pria ini.

Bara memundurkan punggungnya untuk bersandar pada kursinya serta melipat kedua tangan di depan dada. Seringai tipis terpancar dari wajahnya yang tampan. “Kamu tadi bilang apa? Beasiswa?” tanya Bara menyambung ucapan Nia di awal tadi.

“Iya, saya minta sama Bapak agar membatalkan penghapusan beasiswa saya.” Nia mengatakan dengan percaya diri seolah Rektor itu akan mengabulkan keinginannya.

“Tidak bisa, itu sudah jadi keputusan saya dan harus dipatuhi!” tolak Bara dengan penekanan di akhir kalimatnya. “Memangnya kamu siapa berani menyuruh saya, hah.”

Tampak kedua tangan Nia, di bawah sana terkepal dengan erat. Dadanya bergemuruh namun dia tahan gejolak amarahnya. Kalau saja posisinya tidak di dalam ruangan Rektor dia bisa meluapkan emosinya.

Mungkin keputusannya datang di tempat ini salah, dan secepatnya dia harus segera pergi dari sini. Percuma saja dia tidak akan mendapatkan keinginannya.

“Oke, silahkan lakukan sesuai keinginan Bapak. Semoga Bapak bahagia,” ucap Nia sebelum dia balik badan untuk pergi.

“Hey, kamu nyindir saya?” teriak Bara sebelum melihat Nia menutup pintu.

Nia kembali berhenti dan memutar badannya, “Buat apa, atau kalau Bapak memang menyadarinya seperti itu.” Nia tersenyum tipis sebelum benar-benar menutup ruangan tersebut.

“Gimana, disetujui sama Rektor?”

Nia tidak menjawab pertanyaan Tina karena dia berjalan menjauh dari ruangan tersebut. Tina membuntuti sahabatnya itu, berpikir pasti ada hal buruk terlihat dari wajah Nia yang tertekuk itu.

Baru sampai di tempat yang biasa mereka kunjungi Nia mulai bersuara. “Kamu tahu, Rektor itu adalah orang yang sama saat kita makan mie ayam kemarin.”

Tina masih belum bereaksi. Gadis itu binggung yang dimaksud oleh Nia, tapi mengingat wajahnya yang tidak bahagia itu mendadak ingatannya tentang seorang pria yang membuat sahabatnya itu kesal.

“Jangan bilang kalau Rektor itu adalah pria yang kamu guyur pakai minuman kemarin?”

Nia menoleh pada Tina seraya mengangguk dengan mencembikkan bibirnya. Tina spontan menutup mulutnya karena kaget.

“Tin, dia tidak bisa ngasih aku kebijakan dan itu artinya aku harus kerja jadi pembantu,” ujar Nia sembari memeluk Tina.

“Lha, tadi sepertinya bahagia banget bisa dapat kerja, kenapa sekarang jadi sedih begini?” sahut Tina yang masih membalas pelukan Nia.

“Sebenarnya aku hanya ingin membahagiakan hatiku yang bersedih, Tina!”

Tina terbengong dengan pengakuan sahabatnya cantiknya itu.

“Masak gadis cantik kayak aku gini jadi pembantu! Argh ....” setelah mengatakan itu Nia berteriak dengan kencang hingga membuat Tina menutup kedua telingannya.

Bersambung......

Related chapters

  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   4.Three In One

    Nia terbangun karena suara jam weker di kamarnya. Mencari keberadaan benda yang membuatnya terbagun kemudian mematikannya. Kembali ke posisinya tadi, dia pejamkan matanya kembali.30 menit kemudian, Nia membuka matanya. Merasa tidurnya sudah lebih dari cukup, Nia akan terbangun dengan sendirinya. “Aneh, kenapa alarm nya gak bunyi ya?” gumamnya sambil melirik ke samping tempat tidurnya, ada meja kecil dan di situ ada jam wekernya. Tangannya terulur untuk mengambilnya, memastikan jam berapa sekarang.“Hua ....” Nia terlonjak kaget melihat sudah pagi sedangkan dia belum sholat Subuh. Dengan cepat dia menuju kamar mandi yang berada di kamarnya ini untuk melaksanakan sholatnya yang terlambat itu.Selesai menyelesaikan sholatnya Nia melipat mukenanya itu dan kebiasaannya melanjutnya berbaringnya untuk menunggu jam perkuliahannya.Mendadak dia teringat sesuatu, harusnya pagi ini dia mulai bekerja. “Ah, semua ini gara-gara Rektor itu

    Last Updated : 2022-04-17
  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   5. Pemecatan Nia

    Bara dengan santainya duduk menempati meja makan. Lelaki itu tidak menganggap ada keberadaan Nia yang jelas-jelas dia kenal. “Aku yakin setelah ini kamu pasti tidak akan nyaman berada di tempat ini,” batinnya lalu menyunggingkan senyuman sinis.“Mbok, apa sudah memberitahu apa saja yang harus dia kerjakan?” tanya Bara pada Mbok Ijah tanpa menoleh karena pandangannya sedang fokus dengan makanan di depannya.“Sudah, Tuan Muda,” jawab Mbok Ijah seraya mengangguk meski Bara tidak melihatnya.“Ih, sombongnya gak mau ngomong sama aku sendiri padahal jelas-jelas ada aku di sini. Ah, pria menyebalkan,” cibir Nia yang masih berdiri di belakang Bara. Untung saja tampan kalau jelek-” Nia langsung membekap mulutnya karena tanpa sadar memuji ketampanan Bara. “Oke.” Bara menjawab pernyataan Mbok Ijah barusan.“Oh, iya Tuan. Kalau yang masalah menu apa perlu Nia ini yang menginformasi Tuan setiap harinya?”“Kasih saja no ponsel saya. Biar kalau sewaktu-waktu saya perlu langsung minta dia.”“Idih .

    Last Updated : 2022-05-05
  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   6. Syarat Memaafkan

    “Ih ... lama-lama nih orang gue timpuk juga ya, ngeselin banget!” jerit Nia dalam hati. Tidak mungkin dia berani dalam dunia nyata.Bara tidak sabar, sudah memutar tubuh untuk meninggalkan Nia. Tapi dengan keberaniaanya Nia langsung menarik lengan Bara, hingga sang pemiliknya terperangah. Mata tajam Bara menatap Nia yang tampak santai dengan mengulas senyuman tipis. “Ups ... maaf!”“Kenapa lagi?”Nia menghela napas kalau bukan karena harus membayar SPP kuliah dia tidak akan mau bersikap seperti ini. Mengabaikan harga dirinya yang masih mungkin bernilai tapi tidak dihadapan pria di depannya ini.“Tuan Muda, yang baik, yang ....” Nia binggung mau ngomong apa. “Pokoknya yang the best deh, jangan pecat saya ya, Bapak kan tahu saya harus bayar kuliah kalau gak bisa bayar orang tua saya di kampung sedih. Mereka sudah senang saya bisa kuliah dan kalau lulus mau jadi perawat yang bisa membantu di puskesmas kampung.”Memang keinginan Nia dan orang tuanya, selepas lulus nanti Nia akan kembali k

    Last Updated : 2022-05-05
  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   7. Menyelesaikan Pekerjaan

    Benar saja setelah kepergian Bara, Nia langsung masuk ke dalam rumah melanjutkan pekerjaannya. Mengambil kertas yang diberikan Mbok Ijah tadi, membacanya dengan teliti serta mendudukan dirinya di meja makan.Kerutan di keningnya mendadak terlihat, kemudian mulai mengumpat dalam hati. “Sial, dia mengerjaiku.” Tanpa banyak pertimbangan lagi, Nia segera beranjak untuk menyelesaikan pekerjaannya.“Non, sudah dibaca?” tanya Mbok Ijah yang sekarang sudah berada di depan Nia.“Mbok, panggil Nia saja jangan Non,” pinta Nia tersenyum pada wanita berumur itu. “Aku seperti majikan saja kalau dipanggil seperti itu padahal kita samaan, Mbok. Mungkin masih lebih baik Mbok Ijah karena Bara masih mau menghormatinya daripada diri aku yang sudah mendapat teguran pemecatan.”Alih-alih menjawab keinginan Nia, Mbok Ijah malah menegur gadis itu karena keceplosan memanggil hanya dengan nama saja. “Hush ... tidak sopan itu, panggil Tuan Muda.”“Ah, iya. Aku lupa, Mbok.” Nia langsung menutup mulutnya sendiri

    Last Updated : 2022-05-08
  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   8. Sikap Bara Yang Aneh

    Nia merasa Bara memang ingin mencari masalah dengannya. Jelas-jelas di tangannya jam nya tepat tapi pria itu mengatakan kalau sudah telat 5 menit.“Untung dia majikan aku, kalau tidak pasti sudah aku cincang-cincang kayak daging. Apalagi mulutnya itu luwes banget deh.”“Sudah, sudah. Jangan dimasukkan hati kalau seperti itu, mending kita berpikiran positif aja ya,” bujuk Tina sembari menyesap jus melon yang ada dihadapannya.Ya, mereka berdua telah menyelesaikan perkuliahannya setengah jam yang lalu dan masih ada dua jam lagi sebelum Nia harus kembali ke rumah Bara. Dan sambil menunggu itu Tina membawa Nia ke cafetaria kampus. Sekedar untuk meredam emosinya yang meningkat draktis.“Tin, hidup aku koq jadi seperti ini sih!” keluh Nia menampilkan raut wajah yang sedih. “Apa aku nyerah saja ya kuliah di sini?”“Shutt ... jangan berpikir seperti itu,” hibur Tina. “Percuma kalau kamu tinggalin kuliah tapi tetap kerja juga sama dia, bagaimanapun untuk saat ini kamu tidak bisa lepas darinya

    Last Updated : 2022-05-08
  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   9. Setrika Baju

    “Ah, akhirnya sampai juga,” ujar Nia ketika sudah sampai di depan pagar kost-an. Gadis itu membuka pagar sedikit susah tapi setelahnya bisa berhasil. Memakirkan sepeda motor kemudian melangkah menuju kamarnya.“Nia, baru pulang?” tanya Asti-teman kost di kamar sebelah yang kebetulan berpapasan, dari membeli makanan.“Eh, Ti. Iya nih, capek banget,” sahut Nia tersenyum, berhenti sejenak kemudian berpamitan untuk masuk kamar.Itulah teman-teman kost-nya saling menyapa karena kepedulian mereka sangat tinggi. Tak hanya Asti, kebanyakan yang lain juga seperti itu.Nia langsung merebahkan diri ketika sampai di kamar, sepertinya dia juga harus mengatur waktu supaya tidak kelelahan. “Ah, itu cowok kenapa ya? Koq baik banget.” Mendadak Nia mengingat kebaikan Bara sampai suara ponselnya berdering.“Aduh, siapa sih! Gak tahu apa aku baru saja pulang dan masih capek!” gerutu Nia meski begitu dia tetap mengambil ponselnya dari dalam tasnya.Seketika matanya membelalak tidak percaya. “Ngapain dia t

    Last Updated : 2022-05-11
  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   10. Berdua

    Nia terbangun ketika sebelum adzan Subuh. Alarm yang berada di ponselnya sengaja dia setel pukul 3 pagi. Ya, alasannya supaya tidak datang terlambat ke kampus sehingga tidak harus menjalani hukuman dari Bara.Nia mengeliat dan mencari keberadaan ponselnya karena dia harus matikan supaya suaranya tidak menganggu penghuni kost lain. Lalu dia mulai bangun dan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya sekalian mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat malam.Setelah selesai dengan aktifitasnya, Nia segera merapikan kamar kost dan mempersiapkan kepergiannya ke rumah Bara.Sebenarnya jam kerjanya di rumah itu adalah jam 6 pagi, tapi semalam dia sudah mencoba negosiasi dengan hatinya dan pada akhirnya dia yang harus mengalah. Nia memutuskan pergi ke rumah mewah itu setelah sholat Subuh agar semua pekerjaannya dapat terselesaikan semua dan dia bisa datang tepat waktu di kampus. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi dengan keputusannya ini, namun Nia bukan orang yang hanya bisa diam saja tanpa

    Last Updated : 2022-05-18
  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   11. Kekesalan Nia

    Nia menghembuskan napas dalam-dalam kemudian membuangnya perlahan. Hatinya sakit dengan ucapan Bara, namun dia bisa apa. Tentu saja yang dia lakukan adalah hanya diam dan menganggap tidak terjadi apa-apa.“Anda tenang saja,” balas Nia menahan sesak di dadanya. “Saya termasuk orang yang tahu diri koq, bahkan saya tidak berpikir ke arah situ.”Bara langsung menatap remeh ke arah Nia yang masih tersenyum meski hatinya terluka di lecehkan seperti itu.“Bagus kalau seperti itu jadi saya tidak perlu lagi menjelaskan padamu dan tetaplah dibatasmu,” kata Bara. “Kamu masak dulu saja, saya sudah lapar.”“Oke.”“Kenapa dia nurut saja, biasanya bibirnya itu nyerocos untuk membantah,” keluh Bara sambil mengerutkan keningnya. “Atau dia masih kesal soal tadi malam? Ah, kenapa aku yang repot memikirkan itu, terserah maunya dia kayak apa!”Yang dilakukan Nia sekarang adalah berdiri di depan wastafel. Matanya mulai sembab, di depan Bara tadi dia menguatkan hatinya tapi sekarang buliran bening ini tidak

    Last Updated : 2022-05-18

Latest chapter

  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   146. Bhalendra Al Ghifari

    Pyar!Aldo berlari kencang ketika suara benda jatuh seperti pecahan kaca terdengar pada indera pendengarannya ketika ia baru saja masuk ke dalam kamar. Pikirnya sesuatu telah terjadi pada istri dan anaknya.“Hun …!”Tina menoleh pada suara seseorang yang memanggilnya dengan lembut.“Mas, kamu koq sudah pulang?”Mengabaikan ucapan sang istri, Aldo mendekat dengan wajah panik. Kemudian menatap sekitarnya dan mendapati sang anak sedang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Tetapi mendapati pigura foto istrinya dengan sahabatnya ada di lantai. Dari situ Aldo paham kalau yang jatuh tadi pigura tersebut.“Kamu kenapa?” tanya Aldo setelah menatap sekilas wajah wanita masa lalunya yang sudah tidak ada lagi di hatinya sekarang.Tina tidak paham ucapan Aldo sampai ia melihat manik Aldo yang melirik pigura tersebut.“Oh, tadi aku gak sengaja menjatuhkannya,” jawab Tina. “Ah, maaf ya, kamu khawatir ya?” Wanita itu beranjak berdiri dan hendak memungguti pecahan kaca tersebut.Aldo menahan tangan

  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   145. Kontraksi Palsu

    “Sayang,” sapaan itu masuk berbarengan dengan pintu kamar terbuka dan menampilkan sesosok pria yang selalu Nia rindukan. Siapa lagi kalau bukan Bara, sang suami.Setelah beraktifitas seharian di rumah sakit, ia selalu bersiap untuk pulang ke rumah lebih cepat untuk menemui istri tercintanya.Ya, Nia telah membuat keputusan untuk berhenti bekerja. Nia ingin fokus menjadi ibu rumah tangga daan mengurus bayinya sendiri. Menjadi kebanggaan tersendiri ketika ia bisa mengurus keluarganya sendiri bukan ditangan seorang ART.Toh, uang Bara masih sanggup membiayai hidupnya dengan anak-anak mereka. Jadi untk maasalah keuangan Nia yakin sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan.“Mas …!”Nia merentangkan kedua tangannya, bersiap memeluk suaminya itu. Tanpa ragu pria itu merangkak naik dan ikut berbaring di sebelah Nia. Memeluk wanita itu dari samping dan melabuhkan kecupan-kecupan di keningnya.Sekarang usia kandungan Nia sudah mendekati HPL.“Kenapa gak bangun, hmm?” tanya Bara setelah meng

  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   144. Bye, Papa

    “Gak kerja?”Nia mendengus sambil menatap kesal pada sang suami ketika pria itu keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya. Berjalan menuju tempat tidur untuk mendekati istrinya yang duduk bersandar di tepi tempat tidur.Kalau bukan karena kejujuran Bara kemarin mungkin Nia akan dengan senang hati berangkat kerja hari ini. Tetapi saat ini sepertinya ia belum bisa berhadapan langsung dengan penghuni rumah sakit yang pastinya akan memberondong dengan banyak pertanyaan.“Kalau saja kamu gak bil-”Ucapan Nia terhenti karena Bara mencuri kecupan pada bibir wanita itu. “Semalam sudah dibahas jadi gak perlu diulang lagi!”Semalam memang membahas tentang bagaimana Nia akan menjawab seputar hubungannya dengan Bara dan mereka berdua setuju dengan keputusan yang dibuat, cuman Nia merasa tidak yakin dengan itu.“Mas!” hardik Nia sambil memukul keras dada sang suami karena Bara kembali mencuri ciuman saat Nia akan melempar sanggahan. “Kamu tuh, bisa diem gak? Jangan sentuh-sentu

  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   143. Menjaga Miliknya

    “Dokter Bara, Suster Nia pingsan di cafetaria. Saya binggung harus memberitahu siapa, mungkin Dokter bisa membantu saya karena dulu kan Suster Nia adalah asisten, Dokter.”Bara tersentak kaget mendengar serentetan kata dari salah seorang suster yang bertugas di poli UGD.“Koq bisa?” Pria itu beranjak berdiri dari meja kerjanya kemudian menghampiri Suster tersebut. Sekarang Bara sudah tidak lagi bertugas di poli UGD karena ia sudah pindah ke poli Jantung sesuai dengan spesialisnya, sedangkan Nia masih tetap menghuni poli UGD. “Sekarang masih di cafetaria?”Belum juga mendapat jawaban Dokter spesialis Jantung itu berjalan lebih dulu namun langkahnya terhenti ketika Suster tersebut menyebutkan tempat yang lain dari yang tadi.“Sekarang sudah di UGD, Dok.”Bara pada akhirnya memutar haluan untuk menuju poli UGD, karena poli tersebut berbeda arah dengan jalan yang sudah dilalui tadi.Sampai di poli UGD.Bara langsung masuk begitu saja sembari bertanya pada Dokter yang ada di sana. “Dimana

  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   142. Perlakuan Manis

    “Mas, Tina sudah melahirkan. Aku boleh jeguk kan?”Satu pertanyaan Nia berhasil mengusik konsentrasi sang suami. Pria itu sedang serius menatap layar laptop untuk membaca riwayat kesehatan pasien-pasiennya yang hendak dioperasi.“Tanya dulu apa suaminya itu ada atau tidak! Aku gak mau kamu ketemu dengan pria itu.”Bara memang sudah antipati dengan yang namanya Aldo. Ia hanya sedang menjaga miliknya agar tetap berada di batasnya.Nia mendesis kesal, suaminya itu kalau sudah cemburu seperti itu membuatnya tidak bebas. Tetapi paham juga kekhawatiran Bara. Beruntung Bara tidak tahu kalau Aldo saat itu pernah mengatakan kalau masih mencintainya. Kalau tahu, mungkin pria itu sudah melarang sepenuhnya berhubungan dengan Tina.“Ish … terus kalau Aldo di rumah suruh pergi gitu?”“Sekarang sudah di rumah?” tanya Bara memastikan.“Eh, gak tahu ya. Tina cuman bilang kalau dia sudah melahirkan, bayinya perempuan, cantik kayak dirinya,” sahut Nia tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. “Ben

  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   141. Bantu Aku

    Enam bulan kemudian.Tepat pukul satu siang, Tina melahirkan anak pertamanya. Bayi berjenis kelamin perempuan itu tampak cantik sekali, perpaduan wajah Tina dan Aldo. Suara tangisnya terdengar keras sekali di ruangan persalinan. Wajah Aldo juga terlihat lega setelah menemani sang istri yang masih lemas itu.Aldo mengambil alih untuk mengumandangkan adzan di telinga putri kecilnya itu. Rasa haru dan takjub menyelimuti pria itu. Tidak menyangka ada anak yang akan memanggilnya dengan sebutan Papa di hidupnya.Beberapa menit berlalu. Pria itu menyandarkan bayi mungilnya di dada dan ia dapat merasakan hangat nafas bayi tersebut. Selama ini ia hanya mengenal Bima saja dan ketika melihat putrinya ini Aldo lebih sangat bahagia.Sedangkan, Tina sendiri hanya melihat dengan bibir yang sedikit tertarik antara bahagia dan sedih. Bahagia karena anaknya sudah lahir ke dunia, sedih karena belum ada perubahan yang lebih baik, hubungannya dengan sang suami.Meski cinta belum hadir di hati suaminya itu

  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   140. Memintanya Lagi

    “Wah, cucu Oma sudah pulang ya? Gimana acaranya seru gak?”Suara Maria sudah terdengar ketika Bara membuka pintu dengan mengendong Bima yang sudah tertidur pulas. Kebetulan hari ini akhir Minggu dan waktunya berlibur ke rumah Maria.“Eh, Bima tidur ya?” Maria melanjutkan bertanya.“Iya, Bun,” jawab Bara singkat. Suasana hatinya masih buruk sejak melihat Aldo mengenggam tangan istrinya. “Maaf, Bunda. Bima boleh tidur sama Bunda gak?”Tanpa bertanyapun, Maria setuju saja. Lagian dengan adanya Bima dia jadi tidak sendirian tidurnya.“Boleh dong, ya sudah cepat bawa ke kamar Bunda!” pinta Maria pada Bara.Kaki panjang Bara melangkah menuju kamar sang mertua. Tidak lama Nia datang dan melihat Bara yang berjalan tidak ke kamar mereka.“Lho, Bima mau dibawa ke mana, Mas?” teriaknya. Namun, Bara tidak peduli pertanyaan wanita itu. Sedangkan Maria yang sudah berjalan di depan Bara tidak mendengar ucapan putrinya itu.Kesal, lagi-lagi Bara melakukan tindakan tanpa memberitahukannya. Nia berjala

  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   139. Sekali Kamu Melangkah

    “Om Ayah!”Teriakan bocah yang mengema itu membuat Aldo tersentak kaget. Bukannya tidak suka tapi ia tidak akan menyangka kalau dipertemukan lagi dengan Bima setelah semua masalah diantara dirinya dengan Nia. Bima, bocah yang ia sayangi dan sudah dia anggap seperti anak kandungnya sendiri.Manik Aldo menyiratkan kebahagiaan. Pria itu seketika berjongkok dan merentangkan kedua tangannya ke samping agar bocah tersebut masuk ke dalam dekapannya. Benar saja, begitu melihat yang dilakukan Aldo, Bima langsung berlari kemudian membenamkan wajahnya di leher Aldo. Seolah mereka tidak bertemu puluhan tahun.“Aku kangen sama Om Ayah!” celetuk Bima yang membuat Aldo makin teriris hatinya.Aldo membisu, tidak menjawab ucapan Bima. Membiarkan indera penciumannya untuk beberapa saat menikmati aroma minyak telon yang ada di tubuh Bima.“Kata Mama, aku sudah gak boleh ganggu Om Ayah lagi! Karena Om Ayah mau punya adik bayi.”Aldo semakin menekan tubuhnya pada tubuh Bima. Detak jantungnya berpacu lebi

  • Pembantu Rahasia Sang Rektor   138. Tatapan Penyesalan

    Di ruangan Bara.Baik Nia dan Bara terkesiap menatap isi amplop coklat pemberian Dokter Kalandra.“Mas, sepupu kamu itu ternyata diluarnya saja yang galak ya tapi dalamnya … tidak diragukan lagi,” puji Nia sambil terkikik, masih sulit mempercayai sikap Dokter Kalandra.“Dalamnya?” Bara mengulangi ucapan istrinya itu sambil menatap curiga. “Memang kamu sudah tahu dalamnya dia seperti apa, hah?”“Yee … malah sewot ini orang! Maksud aku itu kan secara yang terlihat diluar itu dia adalah pria galak, buktinya marahin OG tadi seperti punya salah besar banget padahal kan cuman terlambat saja. Itupun beberapa menit saja. Tetapi koq dia bisa-bisanya ngasih kado seperti ini. Sehingga aku mikirnya dia itu pria yang perhatian gitu lho!” Nia menjelaskan dengan panjang lebar agar Bara mengerti maksudnya.Bukannya tidak paham, Bara hanya sedikit tidak suka kata dalamnya yang diucapkan Nia seolah wanita itu tahu seperti apa sosok sang sepupu.“Iya, aku sudah tahu maksudmu!” balas Bara santai. Pria it

DMCA.com Protection Status