“Sudah dong, jangan ngambek lagi ya?”Bukannya suka dengan pertanyaan itu, Nia semakin geram saja dengan suaminya itu. Setelah mandi bersama dan hanya mandi saja, tidak dengan yang lain. Mereka akhirnya menyelesaikan dengan cepat. Bukan Nia sih tapi Bara, ia hanya takut akan tergoda oleh tubuh polos istrinya itu lagi dan pada akhirnya menerkamnya.Saat ini mereka sedang berada di atas kasur. Setelah mandi tadi Nia memang memilih kasur untuk tempat dia mengistirahatkan semuanya. Kebetulan juga hari ini adalah hari minggu jadi dia tidak perlu ke kampus dengan keadaan sakit seperti ini.“Kamu lapar gak?” tanya Bara lagi. Pria ini seolah tidak peduli dengan amarah sang istri. Sikapnya tetap manis dan perhatian meski Nia memarahinya. Bara sadar kekesalan Nia itu karena ulahnya. Jadi dia tidak akan membalas setiap perlakukan buruk Nia.“Sayang, mau makan apa?” Bara mengulangi pertanyaannya.Nia melirik pada Bara. Ingin sekali dia menghajar pria itu karena mengambil keuntungan darinya. “Mau
Seminggu berlalu sejak kejadian penyatuan mereka berdua.Tetapi Nia masih memedam marah pada suaminya itu. Meski begitu Bara masih tetap baik pada istrinya. Tidak peduli bagaimana juteknya, sinisnya dan tidak pedulinya Nia. Pria itu seolah tak menganggapnya beban.Setiap hari Bara yang mengurus rumah dan memasak. Ah, rupanya cinta telah merubah segalanya dari kebiasaan Bara. “Sayang, sarapan yuk!” teriak Bara pada Nia yang masih berada di dalam kamar.Tidak ada jawaban dari Nia, membuat Bara yang mengalah untuk memanggil istrinya di kamar saja. Dengan tergesa Bara melangkah menuju tangga dan berakhir pada pintu kamar yang masih tertutup rapat. Bara sendiri juga tidak tahu kenapa Nia tidak menjawab panggilannya karena setelah peristiwa itu Bara memilih tidur di kamar lain yang artinya mereka tidak satu kamar lagi.“Nia Sayang, sarapan yuk. Kamu gak ke kampus apa?”Dua menit kemudian, pintu tampak terbuka dan menampilkan Nia yang sudah rapi akan berangkat. Tanpa menjawab ucapan Bara, is
Byurr ... klontang ...Sebuah kaleng berisi cat jatuh dari atas kemudian mengenai kepala Nia.“Nia ...!” jerit Tina saat melihat sahabatnya itu terjatuh di lantai dengan berlumuran cat berwarna merah. “Tolong ... tolong ...!”Tidak ada jawaban dari Nia dan dipastikan dia sedang pingsan. Saat bersamaan Rektor sekaligus Dosen sedang berjalan cepat karena sebentar lagi jam perkuliahannya segera dimulai.“Pak Bara, tolong sahabat saya,” pinta Tina dengan wajah yang khawatir mendekati ke arah Bara.Bara tahu kalau Tina adalah sahabat istrinya, hatinya sudah bisa menebak pasti yang Tina maksud adalah Nia.“Tolong minggir!” ucapnya karena sudah banyak beberapa mahasiswa saling mengerumuni dan ternyata dugaannya benar dia adalah Nia, Bara bisa mengenali dari baju yang dikenakan.“Biar saya saja,” tolak Bara ketika ada seorang mahasiswa yang hendak membopong Nia. Dia cuman tidak mau istrinya disentuh orang lain apalagi seorang pria.“Gak papa, Pak. Saya saja, nanti baju Bapak kotor!” sahut ma
“Jadi bagaimana, Dok? Apa ada yang mengkhawatirkan?”Pandangan seorang Dokter muda tertuju pada Bara dengan mengulas senyum.“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Pak Rektor! Benturan itu tidak membuat istri Anda cedera fatal, jadi mungkin sekarang harus banyak-banyak istirahat dan nanti saya kasih obat pereda nyeri kalau memang diperlukan.”“Tuh, kan, Mas. Aku bilang juga apa! Aku baik-baik saja kemarin itu cuman kaget aja,” desis Nia mendekatkan dirinya pada Bara.“Iya, tapi aku cemas, Sayang!” balas Bara seraya mengepalkan tangan kemudian memukul pelan kening Nia.“Ih ... kalau itu sakit,” omel Nia sambil mengerucutkan bibirnya.Bara yang gemas dengan tingkah istrinya itu langsung mencium kening yang ia pukul tadi.Cup.Tanpa mereka sadari masih ada Dokter yang berdiri dengan geleng-geleng kepala melihat keromantisan mereka.“Ehem ... sepertinya dunia sudah milik berdua ya dan yang lain seperti saya ini ngontrak!” goda Dokter sembari memberi senyuman pada kedua orang yang masih sali
“Beneran kalian tidak menjalin hubungan di belakangku?”Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang kesekian kalinya dilontarkan oleh Bara. Suaminya itu seperti tidak akan ada bosannya menanyakan hal itu.“Mas, sudah aku bilang enggak lho tapi kamu masih tanya berulang-ulang. Kan aku jadi kesel tuh,” keluh Nia menatap kesal pasa suaminya itu.Bara sudah melayangkan tatapan tajam. Ingin sekali percaya kalau ucapan istrinya itu benar, akan tetapi rasanya sulit sekali begitu teringat tatapan pria yang bernama Aldo itu. Sungguh Bara meyakini bahwa keduanya telah menyimpan sesuatu di masa lalu.“Kamu pikir aku gak kesel juga lihat kamu yang terang-terangan digoda pria lain di depan suaminya sendiri, hah?” sembur Bara lalu tangannya menarik kasar pinggang Nia. Pria itu melumat dengan kasar bibir istrinya.Nia bisa merasakan cumbuan kasar suaminya ini dilandasi rasa cemburu makanya ia membiarkan Bara melakukan apapun padanya.“Kenapa, sudah gak mau membalas ciumanku, hah?” tanyanya ketika melepas
“Mas, aku langsung ke supermarket ya. Mau beli kebutuhan dapur.” Itulah isi pesan Nia untuk Bara.Bara tersenyum membaca pesan dari sang istri kemudian mengetik untuk balasannya. “Oke, hati-hati di jalan. Misal acaranya sudah selesai, nanti aku jemput!” Tidak lama, Nia kembali mengirim jawabannya. “Iya.” Lalu pria itu memasukkan ponselnya ke dalam saku, merasa kalau pembicaraannya dengan Nia telah selesai.Acara pembukaan pengalangan dana untuk korban bencana alam yang dilakukan kampus membuat Bara tidak bisa menemani Nia untuk berbelanja. Nia sudah biasa kemana-mana sendiri yang buat dia itu tidak masalah kalau tanpa ditemani Bara. Berbeda dengan Bara. Sejak berbaikkan semalam dari situasi kemarahan yang beruntun, pria itu tidak mau lagi menambahnya.“Wah, sepertinya ada yang seru diponselnya, senyum Bapak mengembang sekali!”Bara terkesiap lalu perlahan dia mendongak demi melihat siapa yang telah mengodanya.“Pak Deni,” panggil Bara seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman.Seseo
Belum juga Nia menjawab pertanyaan Aldo. Tiba-tiba ponselnya berdering. Hal itu dipakai kesempatan Nia untuk mengalihkan pembicaraan.“Ehm ... aku angkat telepon dulu ya!” beritahu Nia setelah tahu siapa yang menelponnya. Siapa lagi kalau bukan, Bara.Nia hendak berdiri namun Aldo langsung menghentikannya. “Sudah, angkat di sini saja!”“A-aku ....” Nia tidak dapat menyelesaikan ucapannya melihat tatapan lembut Aldo.“Sudah, Tari. Aku gak papa kalau harus mendengarkan ucapan-ucapan romantis kalian, koq!”Aldo seakan tahu siapa yang menelpon Nia.Akhirnya Nia menjawabnya di hadapan Aldo.“Halo, Mas!” sapa Nia.[Sayang, kamu sudah selesai? Aku jemput ya, kebetulan ini aku sudah on the way ke sana,] balas Bara.“Oh, ya sudah aku tungguin kamu. Nanti biar aku kirimkan posisi aku sekarang.” Nia menjawab seraya memandang ke arah Aldo yang menunduk.Pembicaraan telah berakhir dan sekarang Nia merasakan kecanggungan. Apakah Aldo akan menahan kepergiaannya. Ah, apa sih yang diharapkan Nia dari
“Mas, kamu ngapain pegang hp aku?” tanya Nia yang tiba-tiba sudah datang dan menatap Bara dengan menyelidik.Bukannya menjawab, yang dilakukan Bara adalah menyerahkan ponsel tersebut dengan tampilan chat dari seseorang.“Apaan sih?” Nia langsung mengambilnya dan melihat apa yang telah terjadi. Seketika matanya melebar, terkejut dengan isi pesan dari seseorang yang ia takuti.“Mas, ini ... a-aku-” Nia binggung harus mengucapkan apa, nyatanya dia telah berbohong mengatakan tidak ada yang membantunya membawakan barang belanjaannya.“Sepertinya aku memang gak ada harganya di mata kamu!” tutur Bara sebelum pergi meninggalkan Nia yang mematung diri.“Aldo, kenapa sih kamu buat masalah denganku. Pakai acara kirim pesan segala,” keluh Nia dalam hati sambil memejamkan mata sebentar.“Mas, bukan gitu maksud aku. A-aku cuman gak mau kamu berpikiran buruk dengan aku cerita kejadian yang sebenarnya,” ungkap Nia jujur. Daripada Bara berpikiran aneh-aneh mending dia tidak usah bilang sekalian saja k
Pyar!Aldo berlari kencang ketika suara benda jatuh seperti pecahan kaca terdengar pada indera pendengarannya ketika ia baru saja masuk ke dalam kamar. Pikirnya sesuatu telah terjadi pada istri dan anaknya.“Hun …!”Tina menoleh pada suara seseorang yang memanggilnya dengan lembut.“Mas, kamu koq sudah pulang?”Mengabaikan ucapan sang istri, Aldo mendekat dengan wajah panik. Kemudian menatap sekitarnya dan mendapati sang anak sedang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Tetapi mendapati pigura foto istrinya dengan sahabatnya ada di lantai. Dari situ Aldo paham kalau yang jatuh tadi pigura tersebut.“Kamu kenapa?” tanya Aldo setelah menatap sekilas wajah wanita masa lalunya yang sudah tidak ada lagi di hatinya sekarang.Tina tidak paham ucapan Aldo sampai ia melihat manik Aldo yang melirik pigura tersebut.“Oh, tadi aku gak sengaja menjatuhkannya,” jawab Tina. “Ah, maaf ya, kamu khawatir ya?” Wanita itu beranjak berdiri dan hendak memungguti pecahan kaca tersebut.Aldo menahan tangan
“Sayang,” sapaan itu masuk berbarengan dengan pintu kamar terbuka dan menampilkan sesosok pria yang selalu Nia rindukan. Siapa lagi kalau bukan Bara, sang suami.Setelah beraktifitas seharian di rumah sakit, ia selalu bersiap untuk pulang ke rumah lebih cepat untuk menemui istri tercintanya.Ya, Nia telah membuat keputusan untuk berhenti bekerja. Nia ingin fokus menjadi ibu rumah tangga daan mengurus bayinya sendiri. Menjadi kebanggaan tersendiri ketika ia bisa mengurus keluarganya sendiri bukan ditangan seorang ART.Toh, uang Bara masih sanggup membiayai hidupnya dengan anak-anak mereka. Jadi untk maasalah keuangan Nia yakin sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan.“Mas …!”Nia merentangkan kedua tangannya, bersiap memeluk suaminya itu. Tanpa ragu pria itu merangkak naik dan ikut berbaring di sebelah Nia. Memeluk wanita itu dari samping dan melabuhkan kecupan-kecupan di keningnya.Sekarang usia kandungan Nia sudah mendekati HPL.“Kenapa gak bangun, hmm?” tanya Bara setelah meng
“Gak kerja?”Nia mendengus sambil menatap kesal pada sang suami ketika pria itu keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya. Berjalan menuju tempat tidur untuk mendekati istrinya yang duduk bersandar di tepi tempat tidur.Kalau bukan karena kejujuran Bara kemarin mungkin Nia akan dengan senang hati berangkat kerja hari ini. Tetapi saat ini sepertinya ia belum bisa berhadapan langsung dengan penghuni rumah sakit yang pastinya akan memberondong dengan banyak pertanyaan.“Kalau saja kamu gak bil-”Ucapan Nia terhenti karena Bara mencuri kecupan pada bibir wanita itu. “Semalam sudah dibahas jadi gak perlu diulang lagi!”Semalam memang membahas tentang bagaimana Nia akan menjawab seputar hubungannya dengan Bara dan mereka berdua setuju dengan keputusan yang dibuat, cuman Nia merasa tidak yakin dengan itu.“Mas!” hardik Nia sambil memukul keras dada sang suami karena Bara kembali mencuri ciuman saat Nia akan melempar sanggahan. “Kamu tuh, bisa diem gak? Jangan sentuh-sentu
“Dokter Bara, Suster Nia pingsan di cafetaria. Saya binggung harus memberitahu siapa, mungkin Dokter bisa membantu saya karena dulu kan Suster Nia adalah asisten, Dokter.”Bara tersentak kaget mendengar serentetan kata dari salah seorang suster yang bertugas di poli UGD.“Koq bisa?” Pria itu beranjak berdiri dari meja kerjanya kemudian menghampiri Suster tersebut. Sekarang Bara sudah tidak lagi bertugas di poli UGD karena ia sudah pindah ke poli Jantung sesuai dengan spesialisnya, sedangkan Nia masih tetap menghuni poli UGD. “Sekarang masih di cafetaria?”Belum juga mendapat jawaban Dokter spesialis Jantung itu berjalan lebih dulu namun langkahnya terhenti ketika Suster tersebut menyebutkan tempat yang lain dari yang tadi.“Sekarang sudah di UGD, Dok.”Bara pada akhirnya memutar haluan untuk menuju poli UGD, karena poli tersebut berbeda arah dengan jalan yang sudah dilalui tadi.Sampai di poli UGD.Bara langsung masuk begitu saja sembari bertanya pada Dokter yang ada di sana. “Dimana
“Mas, Tina sudah melahirkan. Aku boleh jeguk kan?”Satu pertanyaan Nia berhasil mengusik konsentrasi sang suami. Pria itu sedang serius menatap layar laptop untuk membaca riwayat kesehatan pasien-pasiennya yang hendak dioperasi.“Tanya dulu apa suaminya itu ada atau tidak! Aku gak mau kamu ketemu dengan pria itu.”Bara memang sudah antipati dengan yang namanya Aldo. Ia hanya sedang menjaga miliknya agar tetap berada di batasnya.Nia mendesis kesal, suaminya itu kalau sudah cemburu seperti itu membuatnya tidak bebas. Tetapi paham juga kekhawatiran Bara. Beruntung Bara tidak tahu kalau Aldo saat itu pernah mengatakan kalau masih mencintainya. Kalau tahu, mungkin pria itu sudah melarang sepenuhnya berhubungan dengan Tina.“Ish … terus kalau Aldo di rumah suruh pergi gitu?”“Sekarang sudah di rumah?” tanya Bara memastikan.“Eh, gak tahu ya. Tina cuman bilang kalau dia sudah melahirkan, bayinya perempuan, cantik kayak dirinya,” sahut Nia tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. “Ben
Enam bulan kemudian.Tepat pukul satu siang, Tina melahirkan anak pertamanya. Bayi berjenis kelamin perempuan itu tampak cantik sekali, perpaduan wajah Tina dan Aldo. Suara tangisnya terdengar keras sekali di ruangan persalinan. Wajah Aldo juga terlihat lega setelah menemani sang istri yang masih lemas itu.Aldo mengambil alih untuk mengumandangkan adzan di telinga putri kecilnya itu. Rasa haru dan takjub menyelimuti pria itu. Tidak menyangka ada anak yang akan memanggilnya dengan sebutan Papa di hidupnya.Beberapa menit berlalu. Pria itu menyandarkan bayi mungilnya di dada dan ia dapat merasakan hangat nafas bayi tersebut. Selama ini ia hanya mengenal Bima saja dan ketika melihat putrinya ini Aldo lebih sangat bahagia.Sedangkan, Tina sendiri hanya melihat dengan bibir yang sedikit tertarik antara bahagia dan sedih. Bahagia karena anaknya sudah lahir ke dunia, sedih karena belum ada perubahan yang lebih baik, hubungannya dengan sang suami.Meski cinta belum hadir di hati suaminya itu
“Wah, cucu Oma sudah pulang ya? Gimana acaranya seru gak?”Suara Maria sudah terdengar ketika Bara membuka pintu dengan mengendong Bima yang sudah tertidur pulas. Kebetulan hari ini akhir Minggu dan waktunya berlibur ke rumah Maria.“Eh, Bima tidur ya?” Maria melanjutkan bertanya.“Iya, Bun,” jawab Bara singkat. Suasana hatinya masih buruk sejak melihat Aldo mengenggam tangan istrinya. “Maaf, Bunda. Bima boleh tidur sama Bunda gak?”Tanpa bertanyapun, Maria setuju saja. Lagian dengan adanya Bima dia jadi tidak sendirian tidurnya.“Boleh dong, ya sudah cepat bawa ke kamar Bunda!” pinta Maria pada Bara.Kaki panjang Bara melangkah menuju kamar sang mertua. Tidak lama Nia datang dan melihat Bara yang berjalan tidak ke kamar mereka.“Lho, Bima mau dibawa ke mana, Mas?” teriaknya. Namun, Bara tidak peduli pertanyaan wanita itu. Sedangkan Maria yang sudah berjalan di depan Bara tidak mendengar ucapan putrinya itu.Kesal, lagi-lagi Bara melakukan tindakan tanpa memberitahukannya. Nia berjala
“Om Ayah!”Teriakan bocah yang mengema itu membuat Aldo tersentak kaget. Bukannya tidak suka tapi ia tidak akan menyangka kalau dipertemukan lagi dengan Bima setelah semua masalah diantara dirinya dengan Nia. Bima, bocah yang ia sayangi dan sudah dia anggap seperti anak kandungnya sendiri.Manik Aldo menyiratkan kebahagiaan. Pria itu seketika berjongkok dan merentangkan kedua tangannya ke samping agar bocah tersebut masuk ke dalam dekapannya. Benar saja, begitu melihat yang dilakukan Aldo, Bima langsung berlari kemudian membenamkan wajahnya di leher Aldo. Seolah mereka tidak bertemu puluhan tahun.“Aku kangen sama Om Ayah!” celetuk Bima yang membuat Aldo makin teriris hatinya.Aldo membisu, tidak menjawab ucapan Bima. Membiarkan indera penciumannya untuk beberapa saat menikmati aroma minyak telon yang ada di tubuh Bima.“Kata Mama, aku sudah gak boleh ganggu Om Ayah lagi! Karena Om Ayah mau punya adik bayi.”Aldo semakin menekan tubuhnya pada tubuh Bima. Detak jantungnya berpacu lebi
Di ruangan Bara.Baik Nia dan Bara terkesiap menatap isi amplop coklat pemberian Dokter Kalandra.“Mas, sepupu kamu itu ternyata diluarnya saja yang galak ya tapi dalamnya … tidak diragukan lagi,” puji Nia sambil terkikik, masih sulit mempercayai sikap Dokter Kalandra.“Dalamnya?” Bara mengulangi ucapan istrinya itu sambil menatap curiga. “Memang kamu sudah tahu dalamnya dia seperti apa, hah?”“Yee … malah sewot ini orang! Maksud aku itu kan secara yang terlihat diluar itu dia adalah pria galak, buktinya marahin OG tadi seperti punya salah besar banget padahal kan cuman terlambat saja. Itupun beberapa menit saja. Tetapi koq dia bisa-bisanya ngasih kado seperti ini. Sehingga aku mikirnya dia itu pria yang perhatian gitu lho!” Nia menjelaskan dengan panjang lebar agar Bara mengerti maksudnya.Bukannya tidak paham, Bara hanya sedikit tidak suka kata dalamnya yang diucapkan Nia seolah wanita itu tahu seperti apa sosok sang sepupu.“Iya, aku sudah tahu maksudmu!” balas Bara santai. Pria it