“Jadi bagaimana, Dok? Apa ada yang mengkhawatirkan?”Pandangan seorang Dokter muda tertuju pada Bara dengan mengulas senyum.“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Pak Rektor! Benturan itu tidak membuat istri Anda cedera fatal, jadi mungkin sekarang harus banyak-banyak istirahat dan nanti saya kasih obat pereda nyeri kalau memang diperlukan.”“Tuh, kan, Mas. Aku bilang juga apa! Aku baik-baik saja kemarin itu cuman kaget aja,” desis Nia mendekatkan dirinya pada Bara.“Iya, tapi aku cemas, Sayang!” balas Bara seraya mengepalkan tangan kemudian memukul pelan kening Nia.“Ih ... kalau itu sakit,” omel Nia sambil mengerucutkan bibirnya.Bara yang gemas dengan tingkah istrinya itu langsung mencium kening yang ia pukul tadi.Cup.Tanpa mereka sadari masih ada Dokter yang berdiri dengan geleng-geleng kepala melihat keromantisan mereka.“Ehem ... sepertinya dunia sudah milik berdua ya dan yang lain seperti saya ini ngontrak!” goda Dokter sembari memberi senyuman pada kedua orang yang masih sali
“Beneran kalian tidak menjalin hubungan di belakangku?”Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang kesekian kalinya dilontarkan oleh Bara. Suaminya itu seperti tidak akan ada bosannya menanyakan hal itu.“Mas, sudah aku bilang enggak lho tapi kamu masih tanya berulang-ulang. Kan aku jadi kesel tuh,” keluh Nia menatap kesal pasa suaminya itu.Bara sudah melayangkan tatapan tajam. Ingin sekali percaya kalau ucapan istrinya itu benar, akan tetapi rasanya sulit sekali begitu teringat tatapan pria yang bernama Aldo itu. Sungguh Bara meyakini bahwa keduanya telah menyimpan sesuatu di masa lalu.“Kamu pikir aku gak kesel juga lihat kamu yang terang-terangan digoda pria lain di depan suaminya sendiri, hah?” sembur Bara lalu tangannya menarik kasar pinggang Nia. Pria itu melumat dengan kasar bibir istrinya.Nia bisa merasakan cumbuan kasar suaminya ini dilandasi rasa cemburu makanya ia membiarkan Bara melakukan apapun padanya.“Kenapa, sudah gak mau membalas ciumanku, hah?” tanyanya ketika melepas
“Mas, aku langsung ke supermarket ya. Mau beli kebutuhan dapur.” Itulah isi pesan Nia untuk Bara.Bara tersenyum membaca pesan dari sang istri kemudian mengetik untuk balasannya. “Oke, hati-hati di jalan. Misal acaranya sudah selesai, nanti aku jemput!” Tidak lama, Nia kembali mengirim jawabannya. “Iya.” Lalu pria itu memasukkan ponselnya ke dalam saku, merasa kalau pembicaraannya dengan Nia telah selesai.Acara pembukaan pengalangan dana untuk korban bencana alam yang dilakukan kampus membuat Bara tidak bisa menemani Nia untuk berbelanja. Nia sudah biasa kemana-mana sendiri yang buat dia itu tidak masalah kalau tanpa ditemani Bara. Berbeda dengan Bara. Sejak berbaikkan semalam dari situasi kemarahan yang beruntun, pria itu tidak mau lagi menambahnya.“Wah, sepertinya ada yang seru diponselnya, senyum Bapak mengembang sekali!”Bara terkesiap lalu perlahan dia mendongak demi melihat siapa yang telah mengodanya.“Pak Deni,” panggil Bara seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman.Seseo
Belum juga Nia menjawab pertanyaan Aldo. Tiba-tiba ponselnya berdering. Hal itu dipakai kesempatan Nia untuk mengalihkan pembicaraan.“Ehm ... aku angkat telepon dulu ya!” beritahu Nia setelah tahu siapa yang menelponnya. Siapa lagi kalau bukan, Bara.Nia hendak berdiri namun Aldo langsung menghentikannya. “Sudah, angkat di sini saja!”“A-aku ....” Nia tidak dapat menyelesaikan ucapannya melihat tatapan lembut Aldo.“Sudah, Tari. Aku gak papa kalau harus mendengarkan ucapan-ucapan romantis kalian, koq!”Aldo seakan tahu siapa yang menelpon Nia.Akhirnya Nia menjawabnya di hadapan Aldo.“Halo, Mas!” sapa Nia.[Sayang, kamu sudah selesai? Aku jemput ya, kebetulan ini aku sudah on the way ke sana,] balas Bara.“Oh, ya sudah aku tungguin kamu. Nanti biar aku kirimkan posisi aku sekarang.” Nia menjawab seraya memandang ke arah Aldo yang menunduk.Pembicaraan telah berakhir dan sekarang Nia merasakan kecanggungan. Apakah Aldo akan menahan kepergiaannya. Ah, apa sih yang diharapkan Nia dari
“Mas, kamu ngapain pegang hp aku?” tanya Nia yang tiba-tiba sudah datang dan menatap Bara dengan menyelidik.Bukannya menjawab, yang dilakukan Bara adalah menyerahkan ponsel tersebut dengan tampilan chat dari seseorang.“Apaan sih?” Nia langsung mengambilnya dan melihat apa yang telah terjadi. Seketika matanya melebar, terkejut dengan isi pesan dari seseorang yang ia takuti.“Mas, ini ... a-aku-” Nia binggung harus mengucapkan apa, nyatanya dia telah berbohong mengatakan tidak ada yang membantunya membawakan barang belanjaannya.“Sepertinya aku memang gak ada harganya di mata kamu!” tutur Bara sebelum pergi meninggalkan Nia yang mematung diri.“Aldo, kenapa sih kamu buat masalah denganku. Pakai acara kirim pesan segala,” keluh Nia dalam hati sambil memejamkan mata sebentar.“Mas, bukan gitu maksud aku. A-aku cuman gak mau kamu berpikiran buruk dengan aku cerita kejadian yang sebenarnya,” ungkap Nia jujur. Daripada Bara berpikiran aneh-aneh mending dia tidak usah bilang sekalian saja k
Sejak pengakuan Aldo malam itu, Nia merasa harus menghindari Aldo. Meski Nia tidak memberikan jawaban ya atau tidak, akan tetapi buat Nia itu adalah pengkhianatan dalam pernikahan mereka. Sampai saat ini Nia memang belum mencintai, Bara tetapi itu juga bukan alasan untuk menduakan pria itu.Namun Aldo beberapa kali menghubungi Nia ingin bertemu, selalu Nia tolak.“Ayolah, Tar. Kita ngobrol-ngobrol sekalian ngopi gitu. Atau supaya gak kejauhan yang dekat sama kampus kamu aja gimana?” desak Aldo masih belum putus asa untuk merayu Nia agar mau menuruti keinginannya.Nia belum memutuskan, pikirannya tidak tenang tapi kalau tidak dituruti Aldo bakalan menganggunya terus dan itu ia tidak mau.Wanita itu menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan sambil meyakinkan bahwa hubungan mereka hanya untuk menjaga tali silatuhrami saja. Alasan klasik sekali di jaman sekarang, masih ada seorang istri yang menjalin hubungan dengan pria dewasa beralibi silahturahmi.“Oke, kita ketemu d
“Al, mau ngomongin apa sih? Aku buru-buru mau pulang nih,” ucap Nia seakan menyindir pria itu kalau pertemuannya tidak nyaman buatnya.Tentu semua istri akan bersikap seperti Nia. Ketika status yang berbicara. Nia bukan hanya takut kalau saja ketahuan Bara tapi dia juga takut dosa. Namun karena Aldo yang memaksa ingin bertemu akhirnya dia mengalah.“Kenapa? Kamu gak nyaman ketemu sama aku?” tanya Aldo menatapnya dengan intens, mencari kejujuran di sana.Nia membuang muka, menghindari tatapan Aldo. “Ck, ya pastilah. Aku ini seorang wanita bersuami dan sekarang terjebak pertemuan dengan kamu yang seorang pria. Aku juga takut malaikat melaknat perbuatan aku, Al!”“Kamu jauh bener mikirnya, orang kita cuman makan dan ngobrol doang. Salahnya di mana?” Aldo masih tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Nia. Atau dia memang tidak ingin mengerti posisi Nia sekarang.Nia mengusap kasar wajahnya, sepertinya percuma saja bicara panjang lebar dengan pria ini yang ada masalah tambah rumit. Nia memut
“Tidak boleh!” pekik Nia sambil berdiri di depan Bara untuk melindungi pria itu.Sedangkan Bara hanya tersenyum tipis. Pria itu sengaja bergeming hanya ingin tahu reaksi apa yang akan Nia tunjukan di situasi seperti ini. Bukannya selama ini Nia yang selalu ingin menyembunyikan statusnya dari orang lain.“Hey, kamu siapa? Datang-datang langsung menghalangi keinginan saya,” ketus sang Nenek tidak suka dengan kehadiran Nia.Nia binggung harus bagaimana sedangkan Bara sendiri sepertinya tidak akan menolaknya. Enak saja seumur hidup Nia tidak ingin dipoligami meski dia tidak pernah mengatakan mencintai Bara. Nia menoleh ke belakang sambil menaikan alisnya. “Kamu gak mau bilang sesuatu gitu, Mas?”“Nia kamu punya hubungan dengan Pak Bara?” Kali ini Mita yang bertanya karena penasaran dengan sikap temannya ini.“Nenek tidak mau tahu, lelaki itu harus menikah dengan kamu Mita!”Nia semakin binggung ketika Bara mengeser posisinya seraya mengatakan. “Saya terima-”“Enggak! Mas, kamu apa-apaan s