Sejak pengakuan Aldo malam itu, Nia merasa harus menghindari Aldo. Meski Nia tidak memberikan jawaban ya atau tidak, akan tetapi buat Nia itu adalah pengkhianatan dalam pernikahan mereka. Sampai saat ini Nia memang belum mencintai, Bara tetapi itu juga bukan alasan untuk menduakan pria itu.Namun Aldo beberapa kali menghubungi Nia ingin bertemu, selalu Nia tolak.“Ayolah, Tar. Kita ngobrol-ngobrol sekalian ngopi gitu. Atau supaya gak kejauhan yang dekat sama kampus kamu aja gimana?” desak Aldo masih belum putus asa untuk merayu Nia agar mau menuruti keinginannya.Nia belum memutuskan, pikirannya tidak tenang tapi kalau tidak dituruti Aldo bakalan menganggunya terus dan itu ia tidak mau.Wanita itu menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan sambil meyakinkan bahwa hubungan mereka hanya untuk menjaga tali silatuhrami saja. Alasan klasik sekali di jaman sekarang, masih ada seorang istri yang menjalin hubungan dengan pria dewasa beralibi silahturahmi.“Oke, kita ketemu d
“Al, mau ngomongin apa sih? Aku buru-buru mau pulang nih,” ucap Nia seakan menyindir pria itu kalau pertemuannya tidak nyaman buatnya.Tentu semua istri akan bersikap seperti Nia. Ketika status yang berbicara. Nia bukan hanya takut kalau saja ketahuan Bara tapi dia juga takut dosa. Namun karena Aldo yang memaksa ingin bertemu akhirnya dia mengalah.“Kenapa? Kamu gak nyaman ketemu sama aku?” tanya Aldo menatapnya dengan intens, mencari kejujuran di sana.Nia membuang muka, menghindari tatapan Aldo. “Ck, ya pastilah. Aku ini seorang wanita bersuami dan sekarang terjebak pertemuan dengan kamu yang seorang pria. Aku juga takut malaikat melaknat perbuatan aku, Al!”“Kamu jauh bener mikirnya, orang kita cuman makan dan ngobrol doang. Salahnya di mana?” Aldo masih tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Nia. Atau dia memang tidak ingin mengerti posisi Nia sekarang.Nia mengusap kasar wajahnya, sepertinya percuma saja bicara panjang lebar dengan pria ini yang ada masalah tambah rumit. Nia memut
“Tidak boleh!” pekik Nia sambil berdiri di depan Bara untuk melindungi pria itu.Sedangkan Bara hanya tersenyum tipis. Pria itu sengaja bergeming hanya ingin tahu reaksi apa yang akan Nia tunjukan di situasi seperti ini. Bukannya selama ini Nia yang selalu ingin menyembunyikan statusnya dari orang lain.“Hey, kamu siapa? Datang-datang langsung menghalangi keinginan saya,” ketus sang Nenek tidak suka dengan kehadiran Nia.Nia binggung harus bagaimana sedangkan Bara sendiri sepertinya tidak akan menolaknya. Enak saja seumur hidup Nia tidak ingin dipoligami meski dia tidak pernah mengatakan mencintai Bara. Nia menoleh ke belakang sambil menaikan alisnya. “Kamu gak mau bilang sesuatu gitu, Mas?”“Nia kamu punya hubungan dengan Pak Bara?” Kali ini Mita yang bertanya karena penasaran dengan sikap temannya ini.“Nenek tidak mau tahu, lelaki itu harus menikah dengan kamu Mita!”Nia semakin binggung ketika Bara mengeser posisinya seraya mengatakan. “Saya terima-”“Enggak! Mas, kamu apa-apaan s
Hari ini Nia bermode sedang merajuk. Setelah semalam Bara merealisasikan ancamannya. Namun di ronde ketiga Nia sudah tidak sanggup lagi. Bara memaksanya dengan marah tapi Nia tetap tidak mau menurutinya. Pada akhirnya Bara yang mendiamkan Nia. Tak mau ambil pusing Nia membalas dengan mendiamkannya juga tanpa mau menyapanya.“Ih, enak saja. Dia yang salah masak aku yang minta maaf duluan. Lagian itu juniornya gak capek-capek juga tetep tegang dan berdiri terus. Aku yang dimasukin ini nyeri banget,” umpat Nia. Padahal kata-katanya kalau didengar orang lain, dia sendiri yang akan malu.Dan sekaranglah Nia berada. Halte bus. Nia akan pulang ke rumah tetapi dia tidak ingin naik mobil bersama Bara. Gadis itu sudah duduk sejak tiga puluh menit yang lalu, tetapi bus yang akan mengantarnya pulang belum juga terlihat.Nia mulai diserang ngantuk. Maklumlah dia semalam hanya tidur tiga jam saja kemudian harus bangun untuk memasak dan setelah itu berangkat ke kampus.“Hei, ngantuk ya?” Seseorang
“Dari mana kamu?” suara dengan intonasi tegas itu tiba-tiba menghampiri telinga Nia.Wanita itu pulang ketika hari sudah malam, tepatnya pukul 8 malam. Berharap tidak bertemu dengan Bara, nyatanya pria itu telah menunggu kedatangannya. Nia melirik tanpa minat sebentar kemudian melanjutkan melepas sepatu dan menaruhnya di rak, sebelahan dengan pintu masuk. Masih mengabaikan ucapan Bara, Nia berjalan melewati tubuh kekar suaminya itu tanpa berucap.Namun, baru dua langkah ketika tubuhnya terhuyung ke belakang. Ya, Bara menarik lengan sikunya hingga punggung wanita itu menabrak dada sang suami.“Nia, kamu anggap apa ucapan aku, hah? Kamu itu seorang istri yang tahu diri sedikit, bisa?”Nia memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Bara. Menghela napas dalam-dalam sembari memejamkan matanya untuk meredam emosinya agar tidak meledak-ledak karena dipicu sikap Bara itu. Kondisi tubuhnya capek, awalnya ingin langsung istirahat tetapi malah diberikan makian seperti itu.“Mas, aku capek mau ist
“Nia, Sayanggg!” panggil Bara dengan sedikit teriak dari dalam kamar.Pria itu sengaja memanggil sang istri lantaran ingin dipasangkan dasinya. Sejak beberapa hari yang lalu, hubungan keduanya membaik, ada saja keinginan Bara yang harus Nia turuti.Termasuk, setiap pagi istrinya itu harus memasangkan dasi dan jasnya, setelah itu harus ada kecupan singkat yang Nia berikan untuk sang suami. Kalau kecupan biasanya pria itu menginginkan pipinya agar dikecup Nia tetapi pada kenyataannya Bara selalu mengodanya sehingga berakhir di bibirnya. Kalau sudah seperti itu Nia akan pasrah sang suami memberikan lumatan padanya.“Sayang ...!” kembali Bara memanggil sang istri karena Nia belum juga menampakan dirinya. “Kemana sih, dia? Awas saja setelah ketemu nanti wanita itu harus dihukum,” gumamnya dengan geram.Bara terpaksa keluar kamar karena dua kali panggilan yang ditujukan pada Nia, tidak mampu membuat wanita itu datang. Langkahnya terburu untuk menuruni anak tangga dan tujuannya yang pertama
Aldo memandangi ponselnya sampai layarnya mengelap. Sudah beberapa menit yang lalu, pesan ia kirimkan kepada Nia namun, ketika pesan tersebut sudah terbaca terlihat dari tanda centang dua yang berwarna biru, wanita itu belum mengirimkan balasan. Tidak kaget juga mengingat sudah satu mingguan wanita yang berstatus istri orang itu tidak pernah membalasnya.“Apa kamu sengaja menghidariku, Ghania Athari?” gumamnya. “Oke, kalau ini memang mau kamu. Sekeras apapun kamu menghindari sekeras itu pula aku akan berjuang mendapatkanmu, tidak peduli dengan status kamu seorang istri.”Aldo tersenyum licik mendadak tersimpan rencana di dalam otaknya. Sudah lama ia menginginkan wanita itu dan ketika ketemu statusnya bukan lagi single melainkan istri orang. Tidak main-main, suami adalah seorang Rektor di salah satu kampus terkenal di kota tempat tinggal mereka.Saat sedang memikirkan rencananya, ponselnya mendadak menyala tanda ada pesan masuk. Tidak menunggu lama, ia pikir pesan itu balasan dari Tari
Nia mengerjapkan matanya sembari memegangi kepalanya yang terasa sedikit pusing. Lalu netranya terhenti pada dinding, ada foto seorang pria yang ia kenali. Jantungnya seolah berhenti berdetak ketika menoleh ke samping, disuguhkan pemandangan tubuh kekar seorang pria dengan bertelanjang dada.Nia refleks menutup mulutnya agar tidak menjerit. Otaknya masih belum sanggup berpikir dengan baik saat ini. Namun yang ingin dia lakukan adalah keluar dari kamar ini dengan cepat.“Kenapa aku bisa tidur di kamar ini dan bagaimana bisa pria itu membawanya ke apartemennya. Harusnya ia mengantarku pulang saja bukan seperti ini. Ah ...!” Nia mengeram tertahan agar pria ini tidak terbangun.Nia beranjak dari tempat tidur dan menyambar tas keluar dari kamar. Tetapi maniknya menatap tajam ketika jam sudah menunjukkan pukul enam. Dia binggung sendiri ini jam enam pagi atau petang, untuk memastikan dia segera keluar dari unit ini.“Mas!”Nia sontak menahan napas. Berdiri membeku di depan pintu yang terbuk