“Nia, Sayanggg!” panggil Bara dengan sedikit teriak dari dalam kamar.Pria itu sengaja memanggil sang istri lantaran ingin dipasangkan dasinya. Sejak beberapa hari yang lalu, hubungan keduanya membaik, ada saja keinginan Bara yang harus Nia turuti.Termasuk, setiap pagi istrinya itu harus memasangkan dasi dan jasnya, setelah itu harus ada kecupan singkat yang Nia berikan untuk sang suami. Kalau kecupan biasanya pria itu menginginkan pipinya agar dikecup Nia tetapi pada kenyataannya Bara selalu mengodanya sehingga berakhir di bibirnya. Kalau sudah seperti itu Nia akan pasrah sang suami memberikan lumatan padanya.“Sayang ...!” kembali Bara memanggil sang istri karena Nia belum juga menampakan dirinya. “Kemana sih, dia? Awas saja setelah ketemu nanti wanita itu harus dihukum,” gumamnya dengan geram.Bara terpaksa keluar kamar karena dua kali panggilan yang ditujukan pada Nia, tidak mampu membuat wanita itu datang. Langkahnya terburu untuk menuruni anak tangga dan tujuannya yang pertama
Aldo memandangi ponselnya sampai layarnya mengelap. Sudah beberapa menit yang lalu, pesan ia kirimkan kepada Nia namun, ketika pesan tersebut sudah terbaca terlihat dari tanda centang dua yang berwarna biru, wanita itu belum mengirimkan balasan. Tidak kaget juga mengingat sudah satu mingguan wanita yang berstatus istri orang itu tidak pernah membalasnya.“Apa kamu sengaja menghidariku, Ghania Athari?” gumamnya. “Oke, kalau ini memang mau kamu. Sekeras apapun kamu menghindari sekeras itu pula aku akan berjuang mendapatkanmu, tidak peduli dengan status kamu seorang istri.”Aldo tersenyum licik mendadak tersimpan rencana di dalam otaknya. Sudah lama ia menginginkan wanita itu dan ketika ketemu statusnya bukan lagi single melainkan istri orang. Tidak main-main, suami adalah seorang Rektor di salah satu kampus terkenal di kota tempat tinggal mereka.Saat sedang memikirkan rencananya, ponselnya mendadak menyala tanda ada pesan masuk. Tidak menunggu lama, ia pikir pesan itu balasan dari Tari
Nia mengerjapkan matanya sembari memegangi kepalanya yang terasa sedikit pusing. Lalu netranya terhenti pada dinding, ada foto seorang pria yang ia kenali. Jantungnya seolah berhenti berdetak ketika menoleh ke samping, disuguhkan pemandangan tubuh kekar seorang pria dengan bertelanjang dada.Nia refleks menutup mulutnya agar tidak menjerit. Otaknya masih belum sanggup berpikir dengan baik saat ini. Namun yang ingin dia lakukan adalah keluar dari kamar ini dengan cepat.“Kenapa aku bisa tidur di kamar ini dan bagaimana bisa pria itu membawanya ke apartemennya. Harusnya ia mengantarku pulang saja bukan seperti ini. Ah ...!” Nia mengeram tertahan agar pria ini tidak terbangun.Nia beranjak dari tempat tidur dan menyambar tas keluar dari kamar. Tetapi maniknya menatap tajam ketika jam sudah menunjukkan pukul enam. Dia binggung sendiri ini jam enam pagi atau petang, untuk memastikan dia segera keluar dari unit ini.“Mas!”Nia sontak menahan napas. Berdiri membeku di depan pintu yang terbuk
“Selamat, anda akan menjadi seorang Ayah karena istri anda sedang mengandung lima minggu.”Aldo menganga tidak percaya dengan ucapan sang Dokter, wanita berjas putih itu mengatakan kalau Nia sedang hamil, setelah melalui pemeriksaan panjang.Setelah Nia hilang kesadarannya beberapa menit yang lalu, Aldo membawanya ke rumah sakit dan seorang suster membantunya. Karena Aldo harus mengurus pendaftarannya dulu makanya pria itu tidak tahu suster tersebut membawanya ke mana. Tahu-tahu dia di suruh masuk ruangan Dokter dan diberitahu info tersebut.Sekarang ia tidak tahu harus senang atau sedih, mengetahui Nia akan memiliki anak dari mantan suami yang beberapa saat yang lalu menceraikannya sepihak. Harusnya Nia hanya akan melahirkan anaknya saja bukan dari mantan suaminya itu.“Jadi tolong jaga kandungan istri anda baik-baik ya?” ucapan Dokter tersebut menyadarkan lamunan Aldo. Bagaimanapun Dokter tersebut tidak tahu kalau dia bukan suami Nia jadi yang harus ia lakukan saat ini adalah berpur
Akhirnya setelah melalui perdebatan panjang, Aldo bersedia untuk membawa Nia ke hotel. Tentunya ia akan sendirian di kamar tersebut. Nia ingin menenangkan dirinya sejenak dari semua permasalahan yang baru saja menimpanya.Sejak mengetahui kalau ada nyawa di rahimnya Nia sudah bertekad untuk melupakan pria itu. Ia akan berusaha membesarkan anak itu dengan kasih sayang dan perhatian yang banyak sehingga tidak akan berpengaruh kalau tanpa kehadiran Bara di sampingnya. Toh, pria itu juga sudah jijik dengannya jadi buat apa mengharapkan orang yang sudah membuang kita.Dan untuk Aldo, Nia hanya menganggap ucapan pria itu tadi hanya sebagai candaan saja. Untuk sekarang ia tidak ingin memikirkan pernikahan lagi karena fokusnya untuk anak yang ada di dalam kandungannya kini.“Yakin akan bermalam di sini?” tanya Aldo yang entah sudah yang keberapa kalinya. Pria itu tidak tega kalau harus membiarkan Nia sendirian dengan kondisi hancur seperti itu meskipun kehancuran itu karena ulahnya sendiri.“
“Mbok, tolong bereskan semua pakaian Nia dan semua barang-barang miliknya karena saya tidak mau melihat ada barang dia di rumah saya!” ucap Bara pada sambungan telepon pada Mbok Ijah, ART di rumah Bara.“Ba-baik, Tuan!” balas Mbok Ijah gugup. Meski ia ingin sekali memburu tanya pada sang Tuannya itu, untuk menanyakan alasannya dari semua ini. Tetapi mengingat hubungan keduanya tidaklah sedekat itu hingga mampu melakukan keinginan itu.“Ya, sudah kerjakan sekarang,” putus Bara kemudian. “Dua jam lagi, Alif akan datang dan mengambil barang-barang itu.”“Baik, Tuan,” balas Mbok lagi. Memangnya Mbok bisa berkata apa selain itu. Argh ... ART itu mengeram tertahan karena tidak bisa mengeluarkan pendapatnya.Dari awal bertemu Nia, wanita tua itu sudah menyukai gadis ceria seperti Nia meski sedikit polos kala itu. Namun, memang sejak awal sang Tuan Mudanya itu selalu bersikap kurang baik pada wanita yang sekarang menjadi istrinya itu. Mbok Ijah lah saksi hidup yang tahu perjalanan kehidupan m
“Nia ...!” seru gadis cantik sambil merentangkan kedua tangannya agar Nia dapat menghampiri dan memeluknya.Dan yang dilakukan Nia adalah berhambur dalam dekapan itu, memeluknya erat dan menyandarkan dagunya pada bahu sang sahabat. Tina, gadis cantik yang menjadi sahabat Nia itu harus pindah kampus karena keinginan kedua orang tuanya. Dan hal itu yang membuat terputusnya hubungan kedua orang itu.“Aku kangen banget sama kamu, Tin!” desis Nia tanpa mau melepas pelukan tersebut. Detik selanjutnya tangisnya pecah dan Tina sampai terharu ternyata kangen sang sahabat sampai diiringin tangisan padahal tangisan Nia itu karena beban berat dalam hidupnya.“Sudah, gak usah nangis begitu,” olok Tina mengurai pelukan dan memandangi wajah cantik seraya menghapus jejak airmata Nia. Gadis itu masih memperlakukan Nia seperti temannya sebayanya meski telah berstatus seorang istri. “Btw, Pak Bara gak ikut?” tanyanya lagi setelah celingukan mencari sosok Rektornya dahulu.Tanpa bersuara, Nia hanya menge
"Oke, biarkan aku cerita yang sebenarnya sama Pak Bara!" putus Tina setelah mendengar cerita lengkapnya dari Nia.Nia mengeleng lemah tidak bersemangat. "Gak perlu, toh dia sudah mengucapkan talak padaku.""Tapi, Nia. Kalian kan masih bisa rujuk. Ingat ada nyawa lain di sini yang butuh pengakuan dari Ayahnya!" Tina mengusap pelan permukaan perut Nia setelah tahu kalau sahabatnya ini sedang hamil."Mas Bara, jijik sama aku, Tina! Tolong jangan paksa aku untuk kembali padanya. Aku akan membesarkan anak ini sendiri dan aku gak butuh dia."Tina bisa melihat manik Nia mulai berembun, wajahnya juga dipenuh dengan kesedihan, amarah dan kecewa.Tidak sanggup melihat sang sahabat bersedih, Tina langsung merengkuh tubuh bergetar Nia sembari mengusap punggungnya untuk menenangkannya. "Iya, iya. Aku tahu kekecewaan kamu. Sekarang aku cuman bisa berkata, kamu yang sabar ya!"Bibir Nia terlalu keluh untuk bisa menjawabnya. Namun, Tina bisa merasakan kalau sahabatnya itu menjawab dengan anggukan kep