Share

Pembantu Cantiknya Tuan Muda
Pembantu Cantiknya Tuan Muda
Penulis: Pendosa

Ternoda

Usai membereskan kamar anak majikannya, Nurmala menyingkap tirai jendela, wajahnya semakin lesu melihat halaman rumah penuh dengan daun berguguran. “Huh, kotor banget halaman itu, kerjaan masih banyak. Dingin banget lagi udaranya.”

Dipandanginya langit yang nampak mendung berkabut. Sudah lebih 3 jam hujan mengguyur kota Jakarta, barulah hujan mulai mereda. Dedaunan pun berguguran mengotori halaman rumah majikannya. Nurmala segera keluar dari kamar anak majikannya untuk membersihkan halaman rumah sebelum hari makin gelap.

"Loh, antingku di mana?" Nurmala baru menyadari antingnya hilang setelah sedetik keluar dari kamar majikannya. Ia gegas berbalik memasuki kamar itu lagi. Nurmala melusuri lantai kamar dan ranjang tapi tidak ada. Padahal tadi waktu membereskan kamar anak majikannya, antingnya masih ada.

"Nah, ketemu." Hati Nurmala lega, setelah 30 menit mencari akhirnya ia bisa melihat kilauan emas di kaki ranjang. "Masih rezekimu, Nurmala." Nurmala bergumam pada diri sendiri dengan riang gembira sembari memungut anting tersebut.

BRAAAAAKKKK

Baru saja Nurmala meraih antingnya, ia dikejutkan dengan suara gebrakan pintu yang membuatnya berjingkat terkejut saat pintu dibanting sangat keras oleh anak majikannya, namanya Alfian.

Nurmala seketika berdiri tegap. Ia takut dan merinding melihat tatapan tajam Alfian. Pria yang selalu bersikap dingin berusia 27 tahun itu menyeringai, ada kilatan birahi di matanya.

DEG

Jantung Nurmala berdegup tak karuan ketika melihat Alfian mengunci pintu kamarnya, kemudian mulai mendekati Nurmala secara perlahan. Hal itu membuat tubuh Nurmala gemetar dengan hebat, sekaligus ketakutan setengah mati.

"Den, sa-saya mau keluar, tolong bu-buka pintunya!" Nurmala memohon sembari memeluk tubuhnya sendiri. Alfian tak menghiraukan permintaan Nurmala, ia terus melangkah semakin dekat meski mata Nurmala sudah berkaca-kaca.

Nurmala bergeser merapatkan tubuhnya ke dinding untuk menjauhi Alfian, lalu berlari secepat kilat. Namun, sebelum berhasil meraih pintu, Alfian sudah berhasil menyergapnya. Dia mencengkram pergelangan tangan Nurmala dengan erat. Matanya gelap penuh dengan kilatan gairah. 

“Tolong lepasin saya, Den!” Teriak Nurmala sembari memberontak menarik-narik tangannya seraya memukuli dada Alfian. Namun pukulan yang Nurmala berikan tak berimbas apapun pada Alfian.

  "Tolooong hemmmm," Nurmala berteriak, tapi Alfian membekap mulutnya dan menyeretnya secara paksa menuju ranjang.

  Pria keji itu mulai menikmati setiap sentuhannya. Tak peduli dengan tangisan pilu Nurmala, mata hatinya sudah tertutup kabut. Nurmala semakin kalut, air matanya semakin deras mengucur.

  Segalanya telah hilang bersamaan dengan jerit kesakitan, kehormatan yang selama ini Nurmala jaga telah hilang direnggut secara paksa oleh laki-laki biadab ini. Masa depan dan semua impiannya sudah hancur. 

Nurmala mengerjapkan mata, perlahan matanya mulai terbuka. Manik matanya memindai setiap sudut kamar. Ia melihat Sarah duduk di sampingnya dengan tatapan sayu. Saat ini, Nurmala sudah berada di dalam kamarnya dengan pakaian baru.

Puing-puing ingatan kejadian lalu sebelum Nurmala pingsan mulai bermunculan di ingatannya. Nurmala berharap apa yang ia alami hanyalah mimpi buruk belaka, tapi untuk sebuah mimpi itu terasa begitu nyata.

"Mbak, udah bangun?" Sarah berbasa-basi menyapa Nurmala. Gadis cantik itu tersenyum hangat pada Nurmala dengan mata yang sembab. Sarah adalah adik dari Alfian.

Nurmala berusaha duduk dari tidurnya walaupun kesulitan, badannya terasa remuk redam. Ia memegang bagian intinya yang terasa sakit.

"Uugh!" Nurmala melenguh karena nyeri.

  Tenyata semua itu bukan mimpi, itu nyata terjadi. Air mata Nurmala seketika tumpah dengan deras, tangisnya kembali pecah. Nurmala tidak menyangka akan mengalami hal senista ini dalam hidupnya, dadanya terasa sesak bagai dihimpit batu besar karena tak sanggup menerima kenyataan pahit yang sangat menyakitkan.

  Dari luar kamar, terdengar perdebatan sengit antara anak dan orang tua yang membuat hati Nurmala kian tersayat pilu, kebahagiaannya bagai dicincang dengan belati.

  "Kesalahanmu kali ini sangat fatal Alfian. Kamu harus nikahin dia!" suara Lukman terdengar sangat lantang. Pria paruh baya itu adalah ayah dari Alfian Laksmana.

  "Aku tidak sudi menikahinya. Cukup beri dia uang sebagai kompensasi, beres,” balas Alfian tanpa rasa bersalah sama sekali. 

Dada Nurmala terasa semakin sesak, tega sekali Alfian menyamakannya dengan wanita murahan setelah menodai Nurmala dengan paksa. Setelah apa yang ia lakukan pada Nurmala, tak nampak Alfian memiliki penyesalan walau hanya secuil.

  "Alfian, jaga bicaramu!" bentak Lukman dengan penuh emosi.

  "Dia cuma pembantu, Pa. Kenapa kalian membesar-besarkan masalah ini! Dia itu lebih butuh uang daripada pernikahan," hina Alfian dengan suara lantang.

Hati Nurmala semakin terluka saat mendengar hinaan Alfian. Tega sekali mengatakan hal seburuk itu tentang Nurmala. Ia sama sekali tidak membutuhkan tanggungjawab dari Alfian.

  "Alfian, cukup. Kamu sudah sangat keterlaluan, Nurmala itu manusia yang punya perasaan. Dia bukan hewan yang sesuka hati bisa kamu hinakan. Mama nggak pernah ngajarin kamu jadi bajingan seperti ini," kali ini Ayu yang berbicara keras lantaran tak bisa menahan kekecewaan terhadap putranya.

"Loh, Mama kok, lebih bela orang lain daripada anak sendiri. Emang bener kan, Ma, dia cuma pembantu. Mau ditaruh mana mukaku kalau aku menikah dengan pembantu. Apa kata orang-orang nanti tentangku? Apa kata keluarga besar kita nanti?" Alfian berucap dengan entengnya seolah hal yang menimpa Nurmala adalah hal yang biasa baginya.

"Alfian, tutup mulutmu. Mau nggak mau, kamu tetap harus menikahi Nurmala." Lukman meraung dengan berang. Ia sangat emosi melihat sikap tak bertanggungjawab Alfian. Sementara Ayu, mengusap dadanya yang terasa sesak melihat tingkah putranya yang sudah diluar batas. 

"Kalau Papa mau, Papa saja yang nikah sama dia." Alfian berucap dengan ketus seraya beranjak dari kursinya.

“Alfian!” teriak Lukman sembari bangkit dari kursi, kemudian meninju wajah Alfian dengan sangat keras hingga pria tampan itu ambruk di lantai. Ia sudah tidak dapat menahan emosinya lagi saat melihat kelakuan putra kesayangannya yang semakin kurang ngajar. 

“Papa mukul aku hanya karena wanita itu.” Alfian menyeka darah di sudut bibirnya sembari memandangi Lukman dengan tatapan tak percaya. Seumur hidupnya, baru kali ini Lukman berani memukulnya.

"Kamu pantas mendapatkannya, jangan sekali-kali kamu kurang ajar pada orang tua. Selama ini aku sudah cukup sabar menghadapi kelakuan buruk kamu." Lukman menatap Alfian dengan tatapan mengintimidasi. Ia sangat emosi melihat tingkah putranya yang semakin hari semakin menjadi-jadi. 

“Ah, sudah, lah” Alfian tak peduli, ia bangkit dan beranjak pergi meninggalkan kedua orang tuanya dengan perasaan kesal. 

Nurmala menangis tersedu-sedu mendengar perdebatan majikannya. Perkataan yang keluar dari mulut Alfian sangat menyakitkan membuat hati Nurmala kian terluka. kehormatannya sudah hancur tak tersisa. Kejadian tadi benar-benar menghantam hatinya. Hatinya sakit, sakit sekali hingga membuat dadanya terasa sesak. Apalagi setelah mendengar hinaan dari Alfian. Angan-angan tentang masa depan, kini telah sirna hanya tertinggal rasa keputusasaan.

  "Mbak jangan khawatir, Mas Alfian pasti akan tanggungjawab dan nikahi kamu, Mbak." Sarah menghapus air mata yang membasahi pipi Nurmala, tapi langsung ditepis.

  Perbuatan bej*t Alfian sudah memberikan luka yang begitu dalam. Luka itu kian menganga mendengar penghinaan Alfian. Nurmala segera bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke arah lemari. Ia mengambil tas dari atas lemari dan memasukkan semua pakaiannya dengan asal-asalan ke dalam tas. Semua barang-barangnya juga ia kemasi.

  "Loh, mbak Nur mau kemana?" Sarah menarik tangan Nurmala. Namun, tangan Sarah kembali ditepis. Nurmala memasukkan semua pakaiannya ke dalam tas sembari menyeka air mata yang terus mengalir sendiri tiada henti.

  "Mbak jangan pergi. Tolong maafin Kak Alfian. Kak Alfian pasti akan tanggungjawab, sekarang dia cuma lagi mabuk," Sarah berucap dengan ekspresi sendu. Ia dapat merasakan luka hati yang Nurmala rasakan, jika berada di posisi Nurmala pasti Sarah juga akan merasakan sakit yang luar biasa ditambah lagi Alfian menghinanya.

  "Aku nggak sudi nikah sama pria bejat seperti kakakmu,” balas Nurmala dengan nada sarkas diiringi air mata.

Hatiku terlalu sakit. Ya Tuhan, hatiku sakit sekali! Aku tidak pernah menyangka akan mengalami hal sehina ini.

Sarah menangis dan berusaha memeluk Nurmala, akan tetapi Nurmala menolaknya mendorong bahu Sarah hingga ia menjauh. Kakaknya sudah tega menghancurkan hidup Nurmala, bujuk rayunya tidak akan mampu mengembalikan kesucian Nurmala. Hidup Nurmala sudah hancur karena kakaknya.

Dengan langkah terseok-seok menahan rasa sakit di area inti, Nurmala  keluar dari kamar. Ia berjalan melewati pintu samping, karena tak siap untuk bertemu Alfian dan keluarganya.

Sarah menarik tas di genggaman tangan Nurmala, membuat Nurmala menghentikan langkahnya. 

"Lepas. Aku tidak sudi hidup bersama bajingan itu di rumah ini." Nurmala menatap Sarah dengan tatapan sinis. Ia tak mau bertahan di rumah terkutuk ini. Kejadian buruk yang menimpanya hanya akan membuat batin Nurmala semakin tersiksa jika masih bertahan di rumah majikannya.

1037/5000

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status