Usai membereskan kamar anak majikannya, Nurmala menyingkap tirai jendela, wajahnya semakin lesu melihat halaman rumah penuh dengan daun berguguran. “Huh, kotor banget halaman itu, kerjaan masih banyak. Dingin banget lagi udaranya.”
Dipandanginya langit yang nampak mendung berkabut. Sudah lebih 3 jam hujan mengguyur kota Jakarta, barulah hujan mulai mereda. Dedaunan pun berguguran mengotori halaman rumah majikannya. Nurmala segera keluar dari kamar anak majikannya untuk membersihkan halaman rumah sebelum hari makin gelap.
"Loh, antingku di mana?" Nurmala baru menyadari antingnya hilang setelah sedetik keluar dari kamar majikannya. Ia gegas berbalik memasuki kamar itu lagi. Nurmala melusuri lantai kamar dan ranjang tapi tidak ada. Padahal tadi waktu membereskan kamar anak majikannya, antingnya masih ada.
"Nah, ketemu." Hati Nurmala lega, setelah 30 menit mencari akhirnya ia bisa melihat kilauan emas di kaki ranjang. "Masih rezekimu, Nurmala." Nurmala bergumam pada diri sendiri dengan riang gembira sembari memungut anting tersebut.
BRAAAAAKKKK
Baru saja Nurmala meraih antingnya, ia dikejutkan dengan suara gebrakan pintu yang membuatnya berjingkat terkejut saat pintu dibanting sangat keras oleh anak majikannya, namanya Alfian.
Nurmala seketika berdiri tegap. Ia takut dan merinding melihat tatapan tajam Alfian. Pria yang selalu bersikap dingin berusia 27 tahun itu menyeringai, ada kilatan birahi di matanya.
DEG
Jantung Nurmala berdegup tak karuan ketika melihat Alfian mengunci pintu kamarnya, kemudian mulai mendekati Nurmala secara perlahan. Hal itu membuat tubuh Nurmala gemetar dengan hebat, sekaligus ketakutan setengah mati.
"Den, sa-saya mau keluar, tolong bu-buka pintunya!" Nurmala memohon sembari memeluk tubuhnya sendiri. Alfian tak menghiraukan permintaan Nurmala, ia terus melangkah semakin dekat meski mata Nurmala sudah berkaca-kaca.
Nurmala bergeser merapatkan tubuhnya ke dinding untuk menjauhi Alfian, lalu berlari secepat kilat. Namun, sebelum berhasil meraih pintu, Alfian sudah berhasil menyergapnya. Dia mencengkram pergelangan tangan Nurmala dengan erat. Matanya gelap penuh dengan kilatan gairah.
“Tolong lepasin saya, Den!” Teriak Nurmala sembari memberontak menarik-narik tangannya seraya memukuli dada Alfian. Namun pukulan yang Nurmala berikan tak berimbas apapun pada Alfian.
"Tolooong hemmmm," Nurmala berteriak, tapi Alfian membekap mulutnya dan menyeretnya secara paksa menuju ranjang.
Pria keji itu mulai menikmati setiap sentuhannya. Tak peduli dengan tangisan pilu Nurmala, mata hatinya sudah tertutup kabut. Nurmala semakin kalut, air matanya semakin deras mengucur. Segalanya telah hilang bersamaan dengan jerit kesakitan, kehormatan yang selama ini Nurmala jaga telah hilang direnggut secara paksa oleh laki-laki biadab ini. Masa depan dan semua impiannya sudah hancur. Nurmala mengerjapkan mata, perlahan matanya mulai terbuka. Manik matanya memindai setiap sudut kamar. Ia melihat Sarah duduk di sampingnya dengan tatapan sayu. Saat ini, Nurmala sudah berada di dalam kamarnya dengan pakaian baru.Puing-puing ingatan kejadian lalu sebelum Nurmala pingsan mulai bermunculan di ingatannya. Nurmala berharap apa yang ia alami hanyalah mimpi buruk belaka, tapi untuk sebuah mimpi itu terasa begitu nyata.
"Mbak, udah bangun?" Sarah berbasa-basi menyapa Nurmala. Gadis cantik itu tersenyum hangat pada Nurmala dengan mata yang sembab. Sarah adalah adik dari Alfian.
Nurmala berusaha duduk dari tidurnya walaupun kesulitan, badannya terasa remuk redam. Ia memegang bagian intinya yang terasa sakit.
"Uugh!" Nurmala melenguh karena nyeri.
Tenyata semua itu bukan mimpi, itu nyata terjadi. Air mata Nurmala seketika tumpah dengan deras, tangisnya kembali pecah. Nurmala tidak menyangka akan mengalami hal senista ini dalam hidupnya, dadanya terasa sesak bagai dihimpit batu besar karena tak sanggup menerima kenyataan pahit yang sangat menyakitkan.
Dari luar kamar, terdengar perdebatan sengit antara anak dan orang tua yang membuat hati Nurmala kian tersayat pilu, kebahagiaannya bagai dicincang dengan belati.
"Kesalahanmu kali ini sangat fatal Alfian. Kamu harus nikahin dia!" suara Lukman terdengar sangat lantang. Pria paruh baya itu adalah ayah dari Alfian Laksmana.
"Aku tidak sudi menikahinya. Cukup beri dia uang sebagai kompensasi, beres,” balas Alfian tanpa rasa bersalah sama sekali.
Dada Nurmala terasa semakin sesak, tega sekali Alfian menyamakannya dengan wanita murahan setelah menodai Nurmala dengan paksa. Setelah apa yang ia lakukan pada Nurmala, tak nampak Alfian memiliki penyesalan walau hanya secuil.
"Alfian, jaga bicaramu!" bentak Lukman dengan penuh emosi."Dia cuma pembantu, Pa. Kenapa kalian membesar-besarkan masalah ini! Dia itu lebih butuh uang daripada pernikahan," hina Alfian dengan suara lantang.
Hati Nurmala semakin terluka saat mendengar hinaan Alfian. Tega sekali mengatakan hal seburuk itu tentang Nurmala. Ia sama sekali tidak membutuhkan tanggungjawab dari Alfian.
"Alfian, cukup. Kamu sudah sangat keterlaluan, Nurmala itu manusia yang punya perasaan. Dia bukan hewan yang sesuka hati bisa kamu hinakan. Mama nggak pernah ngajarin kamu jadi bajingan seperti ini," kali ini Ayu yang berbicara keras lantaran tak bisa menahan kekecewaan terhadap putranya.
"Loh, Mama kok, lebih bela orang lain daripada anak sendiri. Emang bener kan, Ma, dia cuma pembantu. Mau ditaruh mana mukaku kalau aku menikah dengan pembantu. Apa kata orang-orang nanti tentangku? Apa kata keluarga besar kita nanti?" Alfian berucap dengan entengnya seolah hal yang menimpa Nurmala adalah hal yang biasa baginya.
"Alfian, tutup mulutmu. Mau nggak mau, kamu tetap harus menikahi Nurmala." Lukman meraung dengan berang. Ia sangat emosi melihat sikap tak bertanggungjawab Alfian. Sementara Ayu, mengusap dadanya yang terasa sesak melihat tingkah putranya yang sudah diluar batas.
"Kalau Papa mau, Papa saja yang nikah sama dia." Alfian berucap dengan ketus seraya beranjak dari kursinya.
“Alfian!” teriak Lukman sembari bangkit dari kursi, kemudian meninju wajah Alfian dengan sangat keras hingga pria tampan itu ambruk di lantai. Ia sudah tidak dapat menahan emosinya lagi saat melihat kelakuan putra kesayangannya yang semakin kurang ngajar.
“Papa mukul aku hanya karena wanita itu.” Alfian menyeka darah di sudut bibirnya sembari memandangi Lukman dengan tatapan tak percaya. Seumur hidupnya, baru kali ini Lukman berani memukulnya.
"Kamu pantas mendapatkannya, jangan sekali-kali kamu kurang ajar pada orang tua. Selama ini aku sudah cukup sabar menghadapi kelakuan buruk kamu." Lukman menatap Alfian dengan tatapan mengintimidasi. Ia sangat emosi melihat tingkah putranya yang semakin hari semakin menjadi-jadi.
“Ah, sudah, lah” Alfian tak peduli, ia bangkit dan beranjak pergi meninggalkan kedua orang tuanya dengan perasaan kesal.
Nurmala menangis tersedu-sedu mendengar perdebatan majikannya. Perkataan yang keluar dari mulut Alfian sangat menyakitkan membuat hati Nurmala kian terluka. kehormatannya sudah hancur tak tersisa. Kejadian tadi benar-benar menghantam hatinya. Hatinya sakit, sakit sekali hingga membuat dadanya terasa sesak. Apalagi setelah mendengar hinaan dari Alfian. Angan-angan tentang masa depan, kini telah sirna hanya tertinggal rasa keputusasaan.
"Mbak jangan khawatir, Mas Alfian pasti akan tanggungjawab dan nikahi kamu, Mbak." Sarah menghapus air mata yang membasahi pipi Nurmala, tapi langsung ditepis.
Perbuatan bej*t Alfian sudah memberikan luka yang begitu dalam. Luka itu kian menganga mendengar penghinaan Alfian. Nurmala segera bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke arah lemari. Ia mengambil tas dari atas lemari dan memasukkan semua pakaiannya dengan asal-asalan ke dalam tas. Semua barang-barangnya juga ia kemasi.
"Loh, mbak Nur mau kemana?" Sarah menarik tangan Nurmala. Namun, tangan Sarah kembali ditepis. Nurmala memasukkan semua pakaiannya ke dalam tas sembari menyeka air mata yang terus mengalir sendiri tiada henti.
"Mbak jangan pergi. Tolong maafin Kak Alfian. Kak Alfian pasti akan tanggungjawab, sekarang dia cuma lagi mabuk," Sarah berucap dengan ekspresi sendu. Ia dapat merasakan luka hati yang Nurmala rasakan, jika berada di posisi Nurmala pasti Sarah juga akan merasakan sakit yang luar biasa ditambah lagi Alfian menghinanya.
"Aku nggak sudi nikah sama pria bejat seperti kakakmu,” balas Nurmala dengan nada sarkas diiringi air mata.
Hatiku terlalu sakit. Ya Tuhan, hatiku sakit sekali! Aku tidak pernah menyangka akan mengalami hal sehina ini.
Sarah menangis dan berusaha memeluk Nurmala, akan tetapi Nurmala menolaknya mendorong bahu Sarah hingga ia menjauh. Kakaknya sudah tega menghancurkan hidup Nurmala, bujuk rayunya tidak akan mampu mengembalikan kesucian Nurmala. Hidup Nurmala sudah hancur karena kakaknya.
Dengan langkah terseok-seok menahan rasa sakit di area inti, Nurmala keluar dari kamar. Ia berjalan melewati pintu samping, karena tak siap untuk bertemu Alfian dan keluarganya.
Sarah menarik tas di genggaman tangan Nurmala, membuat Nurmala menghentikan langkahnya.
"Lepas. Aku tidak sudi hidup bersama bajingan itu di rumah ini." Nurmala menatap Sarah dengan tatapan sinis. Ia tak mau bertahan di rumah terkutuk ini. Kejadian buruk yang menimpanya hanya akan membuat batin Nurmala semakin tersiksa jika masih bertahan di rumah majikannya.
1037/5000Dengan langkah terseok-seok menahan rasa sakit di area inti, Nurmala berjalan keluar menuju pintu utama. Nurmala ingin segera keluar dari rumah yang dulunya sangat nyaman untuk ia tinggali, tapi kini berubah seperti neraka yang mengoyak harga dirinya.“Mbak tolong jangan pergi, Mbak. Tunggu Mama sama Papa dulu.” Sarah kebingungan. "Ma, Mama, Mbak Nurmala mau pergi, Ma!” Sarah berteriak memanggil ibunya, sementara tangannya berusaha menahan kepergian Nurmala. Namun, Nurmala acuh dan menulikan telinga pendengarannya. Ia tak ingin menggadaikan harga dirinya dengan bertahan di rumah pria yang sudah tega merenggut kesuciannya.Tak lama kemudian Lukman dan Ayu datang menghampiri Nurmala dengan langkah tergopoh-gopoh hingga tiba di teras rumah. Mereka berusaha mencegah kepergian Nurmala yang terus melangkah."Nak, tolong jangan pergi seperti ini. Alfian pasti akan mempertanggungjawabkan perbuatannya," pinta Lukman dengan setulus hati, meski ia tahu luka hati yang mendera Nurmala tak akan per
"Assalamualaikum,""Sibuk, ya?""Sayang, jangan lupa makan.""Jangan lupa sholat, Sayang." "Ibu tanyain kamu terus tuh, kapan calon mantunya main ke rumah?""Nur, lagi sibuk ya, kok sejak tadi pesanku nggak dibalas?" pesan dikirim oleh Firman pukul 4 sore ketika kejadian na'as menimpa kekasihnya."Kalau sudah nggak sibuk, cepat balas pesanku. Biar aku nggak kepikiran.""Aku kangen.""Apa kamu sakit, Nur? Sejak tadi perasaanku nggak enak," Firman merasa gelisah tanpa sebab. Sejak tadi ia terus memikirkan Nurmala, takut sesuatu yang buruk menimpanya. Namun, Firman berusaha menepis pikiran buruk itu.Tetesan demi tetesan air mata kembali mengalir dengan deras ketika Nurmala membaca sederet pesan dari Firman, laki-laki yang sebulan lalu melamarnya. Rencananya minggu depan Firman dan keluarganya akan datang ke rumah Nurmala di kampung untuk meresmikan pertunangan mereka, tapi Nurmala sangat takut dan malu membayangkan Firman akan menikahinya dan di saat malam pertama Firman mendapati Nurm
Alfian menuruni anak tangga seraya menenteng tas kerja, tak sengaja berpapasan dengan Ayu begitu sampai di lantai dasar. "Ma," Alfian menyapa Ayu. Namun, wanita yang sudah melahirkannya itu malah membuang muka seolah tak melihat Alfian yang berdiri di ujung tangga. Senyuman hangat yang biasa Alfian dapatkan dari Ayu, kini tak lagi ada.Suasana pagi tak sehangat biasanya. Amarah kedua orang tua Alfian masih membara tak kunjung sirna.Alfian akui ia memang bersalah, kesalahan yang ia buat sangat fatal, tapi semua itu ia lakukan di luar kesadarannya karena pengaruh minuman alkohol. Alfian tak pernah memaksa satupun wanita untuk ditiduri kecuali Nurmala.Entah setan apa yang telah merasukinya hingga melakukan perbuatan bejat tersebut. Lebih baik Alfian pergi ke kantor menyibukkan diri dengan pekerjaan, daripada melihat wajah cemberut keluarganya.Alfian bergegas pergi, langkahnya terhenti di ruang tamu, ketika berpapasan dengan asisten rumah tangganya. "Tolong buang sprei yang ada lanta
"Silahkan dipilih, ini menunya." Nurmala menyerahkan menu makanan pada pengunjung restoran."Saya pesan Rice Bowl Beef Teriyaki, untuk minumnya Lemonade," pinta tamu restoran usai memilih menu makanannya. "Apa ada yang mau di pesan lagi, Tuan?" tanya Nurmala dengan ramah setelah menulis menu pesanan."Tidak, itu saja.""Apa anda mau mencoba Dessert Box Summer Breze. Itu menu baru di restoran kami. Berisi buah-buahan segar, cocok sekali dinikmati setelah memakam makanan berat," Nurmala menawarkan hidangan penutup yang berisi buah-buahan segar."Boleh."Dua minggu sudah berlalu, kini keadaan Nurmala mulai membaik. Ia tak mau terlalu larut dalam kesedihan. Masih banyak yang harus ia lakukan. Meratap tidak akan mengembalikan kesuciannya, meski hati masih terasa hancur, tapi masih banyak yang harus Nurmala lakukan daripada terus meratapi nasibnya.Nurmala mengganti nomor kontak hp-nya agar Firman tak lagi bisa menghubunginya. Sudah satu minggu Nurmala bekerja di sebuah restoran ternama se
Keesokan harinya, Alfian dan Sinta pergi jalan-jalan di Mall. Sudah 2 minggu mereka resmi berpacaran. Bukan hubungan yang serius, Alfian hanya menjadikannya sebagai pelarian berharap bisa menghilangkan beban pikiran di kepalanya. Sinta bergelayut manja di lengan Alfian sembari berkeliling dari satu toko ke toko yang lain."Ayo, pulang. Aku sudah bosan." Alfian menurunkan tangan Sinta dari lengannya. Sejujurnya, Alfian merasa risih berdekatan dengan Sinta. Awalnya, ia pikir dengan memiliki kekasih baru bisa mengisi kekosongan di hatinya. Namun, hidup Alfian tetap terasa hambar."Sebentar, Sayang. 30 menit lagi, ya." Sinta merengek manja di lengan Alfian, ia kembali memeluk lengan Alfian dengan agresif, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Alfian."Hemmm," Alfian hanya berdehem.Sinta menarik tangan Alfian, lalu membawanya memasuki toko pakaian. Sinta memilih pakaian sesuka hatinya karena Alfian akan membayar semua belanjaannya.Alfian berdiri dengan santai di samping Sinta yang asyik me
Nurmala sangat kebingungan sekaligus frustasi. Apa yang harus dia lakukan, jika ibunya tahu Nurmala hamil, pasti beliau akan marah dan kecewa padanya. Hidup Nurmala sudah susah, apalagi dengan kehamilannya. Belum lagi cemoohan orang-orang tentangnya nanti. Jalan satu-satunya adalah menggugurkannya.Ratna terbangun dari tidurnya saat mendengar tangisan Nurmala. Ratna bergegas ke kamar mandi karena khawatir dengan keadaan Nurmala. Dia terkejut melihat Nurmala duduk di lantai sembari memukuli perutnya, terlebih lagi ada 4 tespek dengan dua garis merah berceceran di lantai."Nurmala." Seru Ratna, kemudian berhambur menarik Nurmala ke dalam pelukannya. Ia tak ingin melihat Nurmala menyakiti diri sendiri."Hidupku hancur, Na, hidupku hancur." Nurmala menangis pilu. Ratna mengusap pungggung Nurmala dengan lembut. Membiarkan Nurmala menangis tersedu-sedu untuk mencurahkan semua rasa sakitnya."Siapa pelakunya Nur, siapa ayah dari bayimu? Dia harus tanggung jawab," pipi Ratna sudah basah deng
Tadinya, Alfian hendak keluar dari rumah sakit setelah menjenguk Ayu, tapi malah melihat Nurmala berlari sambil menutup mulutnya menuju ke toilet. Ia pun memutuskan untuk mengikuti Nurmala. Dari luar pintu toilet, Alfian mendengar seseorang muntah-muntah. Ia menyakini jika itu adalah suara Nurmala. Saat pintu toilet mulai terbuka, Alfian buru-buru bersembunyi di balik pilar. Nurmala keluar dari toilet dengan wajah lesu dan pucat, tubuhnya jauh lebih kurus jika dibandingkan dengan Nurmala yang dulu bekerja sebagai art di rumahnya. “Kenapa sekarang dia jadi kurus begini, apa dia terlalu stres gara-gara kejadian itu?” Alfian membatin, kemudian membuntuti Nurmala yang sudah berjalan melewatinya. Dulu, Nurmala memiliki bentuk tubuh ideal yang mampu memanjakan mata para lelaki, apalagi gadis itu memiliki wajah yang cantik alami tanpa polesan make up. Mungkin itulah yang membuat Alfian tidak dapat menahan hasratnya saat melihat Nurmala, apalagi dirinya sedang dalam keadaan mabuk."Kena
Alfian tak tega melihat Nurmala menangis tersedu-sesu, gadis itu menangis hingga tubuhnya bergetar. Alfian memang pendosa, tapi tidak akan pernah membiarkan Nurmala membunuh darah dagingnya. "Ini. Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu. Percayalah." Alfian berusaha membangun kepercayaan di hati Nurmala. Dia memberikan tissue yang ada di atas dasboard mobil pada Nurmala. Nurmala menangis sembari mengambil beberapa lembar tissue lalu mengusap air mata yang membasahi pipinya. "Ini tuh gara-gara kamu. Gara-gara kamu hidupku berantakan, hidupku jadi hancur gara-gara kamu," cerca Nurmala dengan suara bergetar. "Ok, aku minta maaf. Aku tahu, kesalahanku sangat fatal. Jadi bagaimana?" Alfian memutar punggungnya hingga posisinya menghadap Nurmala. Nurmala menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, kemudian menggelengkan kepala. "Aku bingung.” Suaranya terdengar serak. "Jadi kamu mau melahirkan anak kita?" Alfian merasa aneh akan menjadi seorang ayah dari seorang pembantu. "Oh, shit
Bunyi ketukan pintu membuat Dimas yang sedang menulis terlonjak kegirangan. Ia buru-buru mengambil tongkat kruk dan langkah tertatih-tatih pergi ke pintu utama karena tidak ingin Kanaya menunggunya terlalu lama.“Kamu siapa?” senyum di wajah Dimas mendadak surut saat melihat bukan Kanaya yang datang ke apartemennya.“Saya Reno, Nyonya Kanaya menyuruh saya untuk menjaga dan membantu anda menulis terjemahan bahasa asing.” Reno tak kalah terkejutnya melihat pria yang harus dijaganya adalah mantan suami dari majikannya. Reno ingat betul dulu ketika selesai akad nikah, Dimas melumat ****** Kanaya dengan rakus.“Kenapa bukan Kanaya yang datang kemari?” tanya Dimas dengan kecewa.“Nyonya Kanaya sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Pak Rian.”DEGJantung Dimas sakit serasa disambar petir, dunia terasa berputar, kepalanya tiba-tiba pusing hingga membuat tubuhnya oleng. Beruntung Dimas berpegangan pada bingkai pintu untuk menopang berat tubuhnya.“Pak, anda baik-baik saja?” Reno deng
“Kapan kau akan bayar hutangmu?”“Beri aku waktu, sebentar lagi aku pasti akan mendapatkan uangnya. Aaaaghh...” Rian berteriak kesakitan saat tangannya dipelintir.“2 minggu yang lalu kau juga berkata begitu.” Rentenir itu merampas kontak mobil dan kunci rumah milik Rian. “Sita semua barang-barang di rumah ini.”“Jangan, Pak. Aku mohon jangan sita mobil saya, saya pasti akan melunasi semua hutang-hutang saya.”“Mau bayar pakai apa, hah? Ingat, kalau sampai 2 minggu kau belum membayar hutangmu, maka rumahmu akan aku sita.”Rian hanya bisa pasrah melihat satu-persatu barang dalam rumahnya digotong keluar. Usahanya yang bangkrut membuatnya terlilit hutang pada lintah darat. Satu-satunya harapan adalah dengan menikahi Kanaya dan menguras semua hartanya, akan tetapi wanita itu sangat sulit untuk didekati.***Satu minggu kemudian, Kanaya mengantarkan Dimas ke apartemennya karena Dimas ngotot ingin pulang. Ia takut tagihan rumah sakit akan membengkak dan Dimas tidak bisa membayarnya.Begitu
“Ini yang namanya musibah membawa berkah.” Dimas sangat ikhlas mendapat musibah seperti ini, jika Kanaya dan Tania bisa kembali padanya.“Maksudnya?” tanya Kanaya dengan kening berkerut.“Kalau bukan karena menambrakku, mungkin kamu tidak akan mau duduk di dekatku.”Kanaya mengedarkan pandangannya, atmosfir ruangan mendadak terasa panas meski AC sudah menyala. Kanaya menggigit bibir bawahnya, rasa canggung tiba-tiba merayap menyelimuti hati Kanaya.Dimas melihat makanan di atas nakas yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk pasien. “Itu makanan untukku?”Kanaya mengikuti arah mata Dimas memandang. “Iya.”“Aku lapar.” Dimas sengaja mengalihkan pembicaraan karena tidak mau melihat Kanaya terus larut dengan rasa bersalahnya. Kanaya mengambil makanan di laci, lalu menyodorkannya pada Dimas.“Bagaimana aku bisa makan kalau kedua tanganku tidak bisa bergerak?”“Bukannya cuma tangan kirimu yang cedera?” Kanaya menatap Dimas dengan tatapan memicing penuh selidik, sebab tangan Dimas yang d
“Pak Dimas, anda sedang apa di sini?” pertanyaan yang terlontar dari sekurity berhasil membuyarkan lamunan Dimas.“Siapa pria yang menggendong Tania?” tanya Dimas to the point.“Oh, dia Pak Rian. Temannya Tuan Ashraf.”“Suaminya Kanaya?” tanya Dimas lagi.“Oh, bukan, Pak. Nyona Tania belum menikah lagi setelah berpisah dari anda.”“Ok.” Perasaan lega seketika menyelimuti hati Dimas. “Jangan katakan pada siapa pun kalau aku datang kemari, aku hanya ingin melihat putriku dari jauh.”Sekurity tidak menanggapi permintaan Dimas, dia lebih setia pada majikan yang menggajinya tiap bulan. Dimas pergi dengan perasaan lega karena memiliki buah hati yang cantik.***“Ma, benar ya tadi itu Papaku?” tanya Tania yang sangat penasaran dengan sosok Dimas karena mengaku sebagai papanya.“Kamu nggak perlu tahu tentang dia. Pokoknya kamu nggak boleh dekat-dekat sama dia.”“Memangnya kenapa, Ma?”“Mama nggak mau dia misahin kita, Sayang.” Kanaya memeluk Tania yang rebahan di atas ranjang dengan erat.“Ma
“Apa maksudmu?” Kanaya pura-pura tidak tahu maksud dari perkataan Dimas.“Jangan membodohiku, aku tahu Tania adalah putriku.”“Dia anakku, bukan anakmu.” Kanaya berdiri, kemudian menyembunyikan Tania di balik tubuhnya.Sikap Kanaya malah membuat Dimas semakin kesal, dia sudah berani merahasiakan kelahiran Tania dan masih ingin menjauhkannya dari Dimas.“Bagaimana jika aku menuntutmu ke pengadilan karena sudah menyembunyikan kelahiran Tania dariku, lalu mengambil hak asuhnya?” Dimas menggertak Kanaya. Ia sama sekali tidak memiliki niat untuk memisahkan Kanaya dari putrinya.Kanaya tersentak kaget takut dengan ancaman Dimas. Raut wajahnya yang tegas berubah menjadi panik hingga membuat Dimas semakin yakin jika Tania adalah putri kandungnya.“Dia memang anak kita ‘kan?” tanya Dimas lagi dengan tatapan mata memicing.Dimas memang marah karena Kanaya sudah merahasiakan kelahiran Tania darinya, tapi ia juga berharap masih memiliki kesempatan untuk kembali pada Kanaya dan bersama-sama membes
"Dia bukan anakmu. Dia anakku," jawab Kanaya dengan tegas.Kanaya sangat mengenal watak Dimas yang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa pun yang dia inginkan, apalagi jika dia tahu Tania adalah darah dagingnya.“Apa kamu sudah menikah?” tanya Dimas dengan rasa sakit yang menusuk di hati. Dadanya sudah kembang kempis menunggu jawaban Kanaya.“I, iya.” Kanaya terpaksa berbohong karena takut Dimas akan merebut putrinya. Ia tidak mau kehilangan harta yang paling berharga dalam hidupnya.Jawaban Kanaya benar-benar melukai hati Dimas. Kanaya terpaksa berbohong karena tidak ingin berurusan lagi dengan Dimas, apalagi jika Dimas sampai merebut putrinya.“Semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu.” Dimas yang patah hati langsung memutus sambungan teleponnya secara sepihak. Dimas menghela napas berat, ini bukan saatnya untuk frustasi, ia harus mencari pekerjaan untuk melanjutkan sisa hidupnya.“Siapa yang telepon, Ma?” tanya Tania.“Teman Mama, Nak.” Jawab Kanaya membari mengusap ra
“Ini dompetmu.” Bagitu duduk di taman komplek perumahan, Ardi menyerahkan dompet yang Dimas minta berserta berkas-berkas penting milik Dimas.“Sebenarnya apa yang terjadi selama aku penjara?” tanya Dimas to the point.“Kamu tahu sendiri kalau aku tidak punya pengalaman di bidang bisnis, sedangkan CEO yang Mama pekerjakan malah menipu Mama, dia bekerja untuk pesaing bisnis keluarga kita. Mama sudah menggadaikan semua harta kita untuk mempertahankan perusahaan, tapi uangnya malah dibawa kabur oleh CEO itu, karena tidak mampu membayar pinjaman, semua barang berharga disita oleh BANK.”“Apa ibumu menjual harta milikku juga?” Dimas mempertanyakan harta yang ia miliki dari hasil jerih payahnya sendiri.“Iya.” Ardi tidak berani membalas tatapan Dimas karena rasa bersalahnya.“Kalian sangat keterlaluan.” Dimas berusaha menahan amarah yang sudah lama ia pendam. Ia sudah berjanji pada Andra untuk hijrah menjadi orang yang baik. Dimas menganggap penjara adalah hukuman atas dosa-dosa yang selama
4 tahun sudah berlalu, Dimas akhirnya bisa menghirup udara bebas setelah mendekam di dalam penjara tanpa ada siapa pun yang datang berkunjung. Semua teman-teman yang selalu ia bantu seakan lupa dengan jasa-jasanya, mereka hanya ada di saat Dimas jaya. Polisi, hakim dan pengacaranya juga sudah dibeli oleh Lilis agar Dimas bisa dipenjara dalam waktu yang lama.Dimas berjalan kaki menuju kediaman Almarhum Ayahnya tanpa uang sepeser pun, dompet dan seisinya sudah diambil oleh Lilis saat Dimas mendekam di dalam penjara. Setelah 3 jam berjalan dengan perut lapar dan rasa haus, Dimas akhirnya sampai di depan rumah mendiang ayahnya. Dimas terkejut saat melihat sebuah segel di pagar rumahnya yang bertuliskan ‘RUMAH INI DISITA OLAH BANK’.“Maaf cari siapa?” Sekuriti menghalangi Dimas yang hendak membuka pagar rumahnya.“Cari siapa?” Dimas mengerutkan keningnya sambil mengulang pertanyaan sekuriti. “Ini rumahku, kenapa rumah ini disegel?” tanya Dimas dengan kesal sekaligus penasaran.“Oh, sudah
“Bawa aku pergi dari sini, Nay. Aku benci tempat ini, jangan tinggalkan aku di sini sendirian!” Dimas tiba-tiba berteriak histeris seperti orang kesetanan sambil meremas kepalanya yang terasa sakit seperti ingin pecah.Ashraf dan Kanaya sangat terkejut melihat reaksi Dimas yang tidak pernah mereka prediksi. “Dimas kenapa, Pak?” tanya Kanaya dengan cemas.“Mentalnya masih belum stabil, sebaiknya kalian segera pergi dari sini.”“Tapi, bagaimana dengan Dimas?” tanya Kanaya sambil memperhatikan Dimas yang terus berteriak.“Tenaga medis akan segera menanganinya. Kondisi Dimas belum memungkinkan untuk di temui, tidak seharusnya kalian di sini. Anda lihat ‘kan keberadaan anda di sini hanya membuat pasien semakin tertekan. Sebaiknya anda datang lagi setelah keadaan Dimas mulai membaik.”“Sebaiknya kita pergi dari sini, Nay. Percayakan saja Dimas pada ahlinya!” Ashraf tetap mengajak Kanaya pergi meskipun tahu jika adiknya itu tidak tega meninggalkan Dimas dalam keadaan yang memprihatinkan. Ash