Share

Hamil

Author: Pendosa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Silahkan dipilih, ini menunya." Nurmala menyerahkan menu makanan pada pengunjung restoran.

 

"Saya pesan Rice Bowl Beef Teriyaki, untuk minumnya Lemonade," pinta tamu restoran usai memilih menu makanannya. 

 

"Apa ada yang mau di pesan lagi, Tuan?" tanya Nurmala dengan ramah setelah menulis menu pesanan.

 

"Tidak, itu saja."

 

"Apa anda mau mencoba Dessert Box Summer Breze. Itu menu baru di restoran kami. Berisi buah-buahan segar, cocok sekali dinikmati setelah memakam makanan berat," Nurmala menawarkan hidangan penutup yang berisi buah-buahan segar.

 

"Boleh."

 

Dua minggu sudah berlalu, kini keadaan Nurmala mulai membaik. Ia tak mau terlalu larut dalam kesedihan. Masih banyak yang harus ia lakukan. Meratap tidak akan mengembalikan kesuciannya, meski hati masih terasa hancur, tapi masih banyak yang harus Nurmala lakukan daripada terus meratapi nasibnya.

 

Nurmala mengganti nomor kontak hp-nya agar Firman tak lagi bisa menghubunginya. Sudah satu minggu Nurmala bekerja di sebuah restoran ternama sebagai waiters. Kini, ia sedang menyajikan hidangan di atas meja untuk tamu elit.

 

Nurmala memasuki dapur, kemudian menyerahkan catatan menu pada salah satu Chef. Pram melambaikan tangan memanggil Nurmala. 

 

Nurmala pun mengangguk, lalu menghampiri Pram yang berdiri di sisi Laras, manajer restoran ini. Pram adalah Chef andalan di restoran tempat Nurmala bekerja.

 

"Nurmala, tolong kamu hidangkan makanan ini di ruang VIP." Laras menunjuk troli yang berisi makanan.

 

"Ingat, jangan sampai melakukan kesalahan sekecil apapun, karena mereka adalah tamu kehormatan dan salah satunya adalah pemilik restoran ini," perintah Laras dengan tegas.

 

"Baik, Bu." Nurmala mengangguk paham walaupun gugup, karena ia tak pernah tahu siapa pemilik restoran ini sebelumnya. Yang ia tahu, pemilik restoran ini memiliki banyak usaha dan salah satunya adalah restoran ini.

 

Nurmala mendorong troli makanan menuju ruang VIP untuk tamu khusus. Di depan pintu ruang VIP, ia menghela napas panjang. Entah kenapa Nurmala merasa gugup. Setelah cukup tenang, Nurmala mulai membuka pintu secara perlahan. Dengan kepala menunduk, Nurmala melangkah sembari mendorong troli makanan dan menggiringnya menuju meja yang di kelilingi oleh 5 pria yang mengenakan balutan blazer.

 

5 pria itu fokus membicarakan masalah bisnis, tak peduli dengan kehadiran Nurmala. 

 

Nurmala berdiri di samping meja, kemudian mulai menyajikan satu-persatu makanan di atas meja tanpa mau melihat wajah tamu yang sedang ia layani.

 

Aroma parfum yang sangat tak asing di indra penciuman Nurmala membuat jantungnya berdegup tak karuan.

 

Nurmala menoleh ke arah samping. Ia dan Alfian sama-sama terkejut saat kedua mata mereka saling beradu. Mata Nurmala mulai berkaca-kaca saat mengingat peristiwa tragis yang menimpa dirinya. Tangannya gemetaran seperti tak memiliki tenaga ketika melihat pria yang duduk di sampingnya. Dia adalah pria jahat yang sudah menghancurkan hidupnya.

 

Mangkuk berisi kuah panas di tangan Nurmala terjatuh di lantai hingga pecahan beling dan kuah berserakan di mana-mana.

 

"Hey, apa yang kau lakukan. Lihat, sepatuku basah karena kau tidak becus bekerja." Rekan bisnis Alfian membentak Nurmala sembari mengangkat kakinya, menunjukkan sepatu mahalnya yang basah akibat tumpahan kuah.

 

Nurmala hanya diam mematung dengan kepala menunduk, kakinya terasa berat untuk melangkah. Air mata menetes deras mewakili isi hati Nurmala. 

 

Alfian bergeming memperhatikan Nurmala dengan seksama. Nurmala sangat menyedihkan di mata Alfian.

 

"Gajimu saja tidak akan bisa mengganti sepatu mahalku. Kupastikan kau dipecat dari restoran ini," pria itu masih belum puas memaki Nurmala.

 

"Dia tidak akan dipecat. Aku yang akan mengganti sepatumu," ujar Alfian sembari menatap rekan bisnisnya dengan tatapan dingin.

 

"Oh, anda tidak perlu menggantinya. Wanita itu yang bersalah, seharusnya dia yang bertanggungjawab, bukan anda," pria itu berbicara dengan sopan pada Alfian, berbanding terbalik jika berbicara dengan Nurmala.

 

"Kontrak kerja kita batal, aku tidak bisa bekerja sama dengan orang sepertimu," keputusan Alfian membuat semua rekan bisnisnya membelalakkan mata karena shock.

 

"Loh, kenapa, apa salah saya?" tanya pria itu yang wajahnya sudah pucat. Ia akan mengalami kerugian besar jika Alfian membatalkan kerja samanya.

 

Nurmala mundur beberapa langkah dengan tubuh gemetaran, mencari kesempatan untuk bebas dari masalah ini.

 

Nurmala tidak menyangka akan bertemu dengan Alfian. Bayang-bayang perbuatan bejat Alfian kembali bergentayangan di ingatannya, membuat dada Nurmala terasa sesak. Padahal Nurmala ingin mengubur dalam-dalam kenangan pahit itu, tapi kenapa takdir kembali mempertemukan mereka. 

 

Nurmala berlari ke toilet setelah keluar dari ruang VIP. Nurmala menangis sejadi-jadinya di dalam toilet. Ia menutup mulut agar isak tangisnya tak terdengar. Nurmala sudah berusaha melupakan kejadian itu, tapi kenangan pahit itu masih terus mengusiknya. Membuat dada Nurmala terasa sesak, ini terlalu menyakitkan.

 

"Kenapa aku harus ketemu dia lagi?" gumam Nurmala sambil menangis tergugu. "Aku nggak mau ketemu dia lagi, Ya Tuhan,"

 

Nurmala menghapus air matanya setelah puas menangis meluapkan emosi. Nurmala keluar dari toilet, tak sengaja ia melihat Alfian yang baru saja keluar dari toilet pria berjalan menjauh.

 

Nurmala menahan langkah teman kerjanya yang baru saja keluar dari toilet. "Maaf, mau tanya. Kamu tahu siapa Alfian?"

 

"Pak Alfian yang baru saja keluar dari toilet ini maksudmu?" Pemuda di depan Nurmala menunjuk toilet pria.

 

"Iya." Nurmala mengangguk.

 

"Oh, dia pemilik restoran ini. Cuma tanya itu doang 'kan?"

 

"Iya." Pemuda itu pergi setelah Nurmala mengangguk.

 

Bahu Nurmala terkulai lemas. Kebetulan macam ini. Kenapa ia harus berputar di lingkaran yang sama. Mencari pekerjaan sangatlah sulit, tapi Nurmala tidak mau bekerja dengan pria yang sudah merusak hidupnya.

 

***

 

Setelah Alfian menyelesaikan masalah dengan rekan bisnisnya, ia pergi mencari keberadaan Nurmala. Matanya memindai setiap tempat, tapi tak kunjung menemukan orang yang ia cari.

 

"Maaf, bapak cari siapa?" Laras  tiba-tiba muncul mengejutkan Alfian, tapi Alfian tetap bersikap tenang.

 

"Nurmala," jawab Alfian singkat.

 

"Oh, dia sudah mengundurkan diri," jawab Laras.

 

"Kenapa?" kening Alfian berkerut saking penasarannya.

 

"Maaf, Pak, tapi dia menolak memberikan alasan. Mungkin saja karena dia sakit. Tadi, saya lihat dia gemetaran dan matanya sembab, seperti habis nangis." 

 

Alfian menghela nafas berat. Pikirannya bertanya-tanya, apakah Nurmala trauma karena perbuatannya? 

 

"Maaf, Pak. Kenapa anda mencari Nurmala?" Laras menatap Alfian dengan heran.

 

"Tidak apa-apa." Alfian pergi begitu saja tanpa memberikan jawaban. Alfian tak menghiraukan Nurmala karena merasa sudah membayar jasanya malam itu. Namun, kenapa Nurmala tak kunjung mencairkan cek yang ia berikan.

 

***

 

Satu bulan sudah berlalu setelah pertemuan Nurmala dengan Alfian. Selama 2 minggu ini, Nurmala bekerja sebagai pramuniaga di toko pakaian. Beruntung Nurmala masih memiliki ijazah SMA.

 

Nurmala tetap tinggal bersama dengan Ratna di kosannya. Untuk biaya sewa, mereka patungan agar bisa menekan biaya pengeluaran mereka. 

 

Entah kenapa beberapa hari ini kepala Nurmala sering pusing, tubuhnya sering meriang seperti orang yang sedang masuk angin. Padahal semalam Ratna sudah mengerok punggungnya.

 

Nurmala bekerja dari jam 10.00 WIB hingga jam 15.00 WIB, meski badannya tidak sehat. Ia tetap melayani pengunjung yang datang untuk membeli pakaian, walaupun kepalanya sering merasa pusing.

 

Nurmala pulang berjalan kaki untuk menghemat uang, jarak tempat kos dan kerjanya tidak terlalu jauh. Sesampainya di kosan, Nurmala langsung merebahkan diri di atas ranjang. Jujur saja, sampai detik ini hatinya masih terasa hampa. Ia masih trauma dengan kejadian itu, terlebih Nurmala harus kehilangan pria yang sangat dicintainya.

 

"Assalamualaikum." Ratna yang baru pulang mengucapkan salam.

 

"Wa alaikumsalam." Nurmala menyambut kedatangan Ratna dengan sebuah senyuman.

 

"Nih, aku bawa oleh-oleh buat kamu." Ratna memberikan satu bungkus makanan pada Nurmala.

 

"Kenapa mesti repot-repot, Na!" protes Nurmala.

 

"Jangan khawatir, ini gratis dari Farel. Kayaknya dia naksir kamu, deh." gadis berkaca mata tebal itu tersenyum jenaka menggoda Nurmala.

 

"Jangan ngawur kamu, Na,"

 

"loh, beneran. Dia minta nomor hp kamu terus, tuh. Kukasih ya?"

 

"Jangan macam-macam. Aku masih ingin sendiri, Na," rasa sakit Nurmala masih belum sembuh, tapi ia berusaha untuk tetap tegar. Meratap tidak akan mengubah segala yang sudah terjadi.

 

"Kok, bukan aku sih, yang cantik dan dikejar banyak cowok," keluh Ratna dengan wajah bersungut-sungut. Nurmala sangat cantik, banyak sekali pemuda di desanya yang memperebutkan cinta Nurmala, tapi Nurmala selalu menolak siapa pun yang datang mendekatinya, karena hatinya sudah terpikat pada Firman.

 

Nurmala hanya mengulas senyum menanggapi candaan Ratna. Ia membuka bungkusan makanan, tiba-tiba perutnya terasa seperti di aduk-aduk, ia langsung berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya.

 

Ratna mengejar Nurmala ke kamar mandi, lalu membantu memijat tengkuk Nurmala untuk meredakan mual yang sedang sahabatnya alami.

 

"Bau makanannya bikin aku mual, Na," keluh Nurmala. Hembusan napasnya sudah ngos-ngosan.

 

"Kok, bisa, sih. Padahal dulu kamu doyan makanan itu."

 

"Nggak tahu." Nurmala menggeleng. "Mungkin karena nggak enak badan," lanjut Nurmala. Keringat sudah membasahi wajah dan lehernya.

 

Nurmala kembali duduk di atas kasur lantai setelah menguras semua isi perutnya. Ratna menjauhkan makanan itu dari Nurmala, takut jika Nurmala kembali mual.

 

"Kamu Sakit, ya?" Ratna memeriksa kening Nurmala. "Tapi, nggak panas."

 

"Paling cuma masuk angin."

 

"Ayo, kita periksa ke dokter," ajak Ratna.

 

"Nggak usah, dikerok biasanya juga sembuh," Nurmala menolak. Untuk periksa ke Dokter, Nurmala harus mengeluarkan uang sebagai biayanya. Daripada uangnya digunakan untuk berobat, lebih baik uangnya ia berikan pada ibunya di kampung untuk tambahan biaya sekolah adiknya. Lagi pula minum obat warung sudah bisa sembuh.

 

"Takut sakitmu tambah parah kalau dibiarin."

 

"Aku cuma nggak biasa pakai AC, Na."

 

"Duh, gimana, ya. Kamu kerjanya ber-AC. Kalau cari kerjaan lain gimana?" usul Ratna.

 

"Sayang, Na. Gajinya lumayan, UMR. Lagian cari kerja 'tuh susah, aku cepat keterima kerja juga karena bantuan dari teman kamu."

 

"Iya, sih. Eh, tapi 'kok gejala yang kamu alami kayak orang hamil, ya," ujar Ratna dengan kening berkerut.

 

Nurmala membelalakkan mata mendengar pernyataan yang keluar dari bibir Ratna. Tubuhnya seketika gemetar ketakutan memikirkan segala kemungkinan yang ada, tapi Nurmala tetap berusaha tenang. 

 

"Aku melakukannya cuma satu kali, jadi nggak mungkin aku bisa hamil. Iya, aku nggak mungkin hamil. Satu kali begituan nggak mungkin bisa hamil," Nurmala membatin. Ia mengsugesti dirinya sendiri agar tetap tenang.

Related chapters

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Garis Dua

    Keesokan harinya, Alfian dan Sinta pergi jalan-jalan di Mall. Sudah 2 minggu mereka resmi berpacaran. Bukan hubungan yang serius, Alfian hanya menjadikannya sebagai pelarian berharap bisa menghilangkan beban pikiran di kepalanya. Sinta bergelayut manja di lengan Alfian sembari berkeliling dari satu toko ke toko yang lain."Ayo, pulang. Aku sudah bosan." Alfian menurunkan tangan Sinta dari lengannya. Sejujurnya, Alfian merasa risih berdekatan dengan Sinta. Awalnya, ia pikir dengan memiliki kekasih baru bisa mengisi kekosongan di hatinya. Namun, hidup Alfian tetap terasa hambar."Sebentar, Sayang. 30 menit lagi, ya." Sinta merengek manja di lengan Alfian, ia kembali memeluk lengan Alfian dengan agresif, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Alfian."Hemmm," Alfian hanya berdehem.Sinta menarik tangan Alfian, lalu membawanya memasuki toko pakaian. Sinta memilih pakaian sesuka hatinya karena Alfian akan membayar semua belanjaannya.Alfian berdiri dengan santai di samping Sinta yang asyik me

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Aborsi

    Nurmala sangat kebingungan sekaligus frustasi. Apa yang harus dia lakukan, jika ibunya tahu Nurmala hamil, pasti beliau akan marah dan kecewa padanya. Hidup Nurmala sudah susah, apalagi dengan kehamilannya. Belum lagi cemoohan orang-orang tentangnya nanti. Jalan satu-satunya adalah menggugurkannya.Ratna terbangun dari tidurnya saat mendengar tangisan Nurmala. Ratna bergegas ke kamar mandi karena khawatir dengan keadaan Nurmala. Dia terkejut melihat Nurmala duduk di lantai sembari memukuli perutnya, terlebih lagi ada 4 tespek dengan dua garis merah berceceran di lantai."Nurmala." Seru Ratna, kemudian berhambur menarik Nurmala ke dalam pelukannya. Ia tak ingin melihat Nurmala menyakiti diri sendiri."Hidupku hancur, Na, hidupku hancur." Nurmala menangis pilu. Ratna mengusap pungggung Nurmala dengan lembut. Membiarkan Nurmala menangis tersedu-sedu untuk mencurahkan semua rasa sakitnya."Siapa pelakunya Nur, siapa ayah dari bayimu? Dia harus tanggung jawab," pipi Ratna sudah basah deng

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Tanggungjawab

    Tadinya, Alfian hendak keluar dari rumah sakit setelah menjenguk Ayu, tapi malah melihat Nurmala berlari sambil menutup mulutnya menuju ke toilet. Ia pun memutuskan untuk mengikuti Nurmala. Dari luar pintu toilet, Alfian mendengar seseorang muntah-muntah. Ia menyakini jika itu adalah suara Nurmala. Saat pintu toilet mulai terbuka, Alfian buru-buru bersembunyi di balik pilar. Nurmala keluar dari toilet dengan wajah lesu dan pucat, tubuhnya jauh lebih kurus jika dibandingkan dengan Nurmala yang dulu bekerja sebagai art di rumahnya. “Kenapa sekarang dia jadi kurus begini, apa dia terlalu stres gara-gara kejadian itu?” Alfian membatin, kemudian membuntuti Nurmala yang sudah berjalan melewatinya. Dulu, Nurmala memiliki bentuk tubuh ideal yang mampu memanjakan mata para lelaki, apalagi gadis itu memiliki wajah yang cantik alami tanpa polesan make up. Mungkin itulah yang membuat Alfian tidak dapat menahan hasratnya saat melihat Nurmala, apalagi dirinya sedang dalam keadaan mabuk."Kena

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Kesepakatan

    Alfian tak tega melihat Nurmala menangis tersedu-sesu, gadis itu menangis hingga tubuhnya bergetar. Alfian memang pendosa, tapi tidak akan pernah membiarkan Nurmala membunuh darah dagingnya. "Ini. Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu. Percayalah." Alfian berusaha membangun kepercayaan di hati Nurmala. Dia memberikan tissue yang ada di atas dasboard mobil pada Nurmala. Nurmala menangis sembari mengambil beberapa lembar tissue lalu mengusap air mata yang membasahi pipinya. "Ini tuh gara-gara kamu. Gara-gara kamu hidupku berantakan, hidupku jadi hancur gara-gara kamu," cerca Nurmala dengan suara bergetar. "Ok, aku minta maaf. Aku tahu, kesalahanku sangat fatal. Jadi bagaimana?" Alfian memutar punggungnya hingga posisinya menghadap Nurmala. Nurmala menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, kemudian menggelengkan kepala. "Aku bingung.” Suaranya terdengar serak. "Jadi kamu mau melahirkan anak kita?" Alfian merasa aneh akan menjadi seorang ayah dari seorang pembantu. "Oh, shit

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Dikurung

    Setelah selesai makan, Alfian membawa Nurmala keluar dari restoran dan masuk ke dalam mobil. Suasana di dalam mobil terasa canggung karena kedua insan itu sama-sama bungkam. Alfian mengemudikan mobilnya, sesekali melirik Nurmala yang sejak tadi hanya diam memandangi jalanan di depan dengan tatapan kosong."Selama ini kamu tinggal di mana?" Alfian mulai membuka suara untuk mengikis keheningan di antara mereka."Di rumah," jawab Nurmala singkat."Iya, daerah mana?" tanya Alfian lagi. Ia sedikit gemas melihat sikap Nurmala. Andaikan tidak sedang mengambil hatinya, Alfian pasti sudah menyentil kening Nurmala."Nggak tahu." Jawab Nurmala jutek, lalu menyandarkan kepalanya ke kaca jendela mobil.Alfian mengamati Nurmala dengan seksama, gadis itu terlihat begitu pucat dan lesu. "Kamu masih pusing, Nur?"Nurmala hanya mengangguk pelan. Alfian mulai menepikan mobil dan berhenti di tepi jalan, lalu mengambil obat di dashboard mobil yang ia dapat dari Dokter tadi. Alfian mengupas bungkusnya, kem

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   MENDADAK NIKAH

    Alfian bertujuan membawa Nurmala ke supermarket untuk membeli kebutuhan ibu hamil dan pakaian untuk Nurmala, tapi urung ia lakukan karena Nurmala mengeluh sakit kepala, maka Alfian memutuskan untuk membiarkan Nurmala istirahat di rumah, sekaligus mengurungnya karena takut Nurmala melarikan diri.“Aku mau ke butik sebentar, setelah itu aku pulang. Kamu jangan ke mana-mana, tunggu aku di rumah.”“Mana bisa aku pergi kalau kamu mengurungku. Di mana kunci rumahnya, aku mau pulang?” tanya Nurmala disela tangisnya.“Maaf, tapi kuncinya aku bawa.” Ujar Alfian sembari memilih beberapa pakaian wanita.“Cepat pulang, aku takut sendirian.”“Iya, iya. Ya sudah, aku tutup dulu teleponnya.” Alfian menutup pintunya secara sepihak.Nurmala duduk di sudut kamar yang menurutnya merupakan tempat teraman dibanding tempat lainnya. Nurmala menangis tersedu-sedu karena masih belum terbiasa sendirian di tempat asing. Apalagi di rumah pria yang sudah merenggut kehormatannya. Perbuatan Alfian masih menyisakan

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Surat Perjanjian

    "Saya terima nikahnya dan kawinnya Nurmala Angraini Binti Muhammad Faruk dengan mas kawin tersebut, Tunai," ucap Alfian dengan mantap.Para saksi serempak mengucapkan kata, "Sah." Lantunan doa pun menggema memenuhi ruangan rawat Ayu.Nurmala tak kuasa membendung air mata saat para saksi mengucapkan kata 'Sah', berulangkali Nurmala menyeka air mata yang terus mengalir membasahi pipinya. Harusnya Firmansyah Aditama yang duduk di sampingnya untuk melafadzkan kalimat ijab kabul disaksikan oleh keluarganya. Harusnya rasa terharu karena rasa bahagia yang memenuhi hati Nurmala, bukan rasa sesak tersemat di dada yang merajai hatinya. Hatinya sakit setiap mengingat Firman, nama pria itu masih bertahta di hati Nurmala. Kenangan indah bersama Firman masih menguasai pikirannya."Mas Firman, apakah kamu juga sama patah hatinya denganku?" Nurmala memejamkan mata, tangannya memegangi dada yang begitu sesak hingga sulit untuk bernafas. Cinta yang sudah bertahun-tahun mereka rajut, harus kandas karena

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Penyesalan Nurmala

    Nurmala bersandar di kepala ranjang sembari mengusap perutnya yang masih rata. Sudah ada makhluk kecil yang tak pernah ia inginkan tumbuh di sana. Ia masih tak percaya bisa menikah dengan orang yang sudah merusak hidupnya. Nurmala menghela nafas berat, ia tak mau terus-terusan larut dalam kesedihan."Ini untukmu.” Lamunan Nurmala buyar karena Alfian yang tiba-tiba berdiri di sampingnya menjulurkan sebuah kartu berwarna hitam. “Kamu bisa beli apa pun dengan kartu ini,” lanjut Alfian."Aku nggak butuh itu." Nurmala membuang muka ke samping."Maaf, tapi aku tidak menerima penolakan." Alfian menarik tangan Nurmala, lalu menjejalkan Black Card itu ke tangannya."Kamu nggak apa-apa kan, kutinggalkan kerja?" tanya Alfian."Iya." Itu lebih baik pikir Nurmala. Berada di dekat Alfian hanya membuat Nurmala merasa sesak napas."Kalau butuh sesuatu, kamu bisa minta tolong sama Bi Puput. Aku sudah minta dia untuk menjagamu.""Iya," jawab Nurmala singkat. Ia masih memalingkan muka dari Alfian"Nant

Latest chapter

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Rehab

    “Nay,” Ardi memanggil Kanaya yang baru saja turun dari mobil yang terparkir di parkiran kampus. “Ada apa, Pak?” tanya Kanaya. Kanaya berpikir jika Ardi akan menanyakan alasan kenapa Kanaya pergi dari rumahnya.“Apa kamu udah tahu masalah Dimas?” tanya Ardi.Ardi ragu dengan kejujuran Lilis yang mengatakan jika dia sudah memberitahu Alfian tentang Dimas. “Masalah apa?” tanya Kanaya dengan kening berkerut. Apakah Dimas masih menyimpan banyak rahasia kelam.Ardi melangkah mendekati Kanaya untuk memberitahu Kanaya dengan suara pelan takut ada orang lain yang mendengar, tapi Kanaya malah mundur menjaga jarak dengan waspada sembari memalingkan wajah. “Dimas masuk penjara, Nay.”“Apa?” pekik Kanaya dengan mata terbelalak karena shock. Matanya langsung berkaca-kaca dengan perasaan tak karuan. Sebesar apa pun kebencian Kanaya terhadap Dimas, Kanaya tetap mengkhawatirkannya. “Kok, bisa?” tanya Kanaya dengan suara bergetar.“Dia kena kasus penyalahgunaan narkoba.”“Terus gimana keadaan dia

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Polisi

    Dimas mulai membuka mata saat hari sudah gelap, entah sudah berapa lama Dimas tertidur. Yang pertama kali terbesit di kepala Dimas adalah Kanaya.“Kanaya” Dimas tersentak kaget ketika teringat kata-kata terakhir Kanaya yang ingin menggugat cerai dirinya, Dimas tak ingin kehilangan Kanaya. Ternyata kebersamaannya bersama Kanaya hanya angan-angan semata. Dimas buru-buru menyalakan mesin mobil, kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh saat keluar dari area gedung kosong, berharap cepat sampai tujuan dengan selamat dan menjelaskan segalanya pada Kanaya.Dalam waktu kurang dari 30 menit, mobil Dimas sudah memasuki halaman rumahnya. Dimas memarkir mobilnya sembarangan, kemudian berlari ke dalam rumah menuju kamarnya dengan was-was. “Kanaya.” Dimas memanggil istrinya sembari membuka pintu. Kamarnya kosong, ranjang pun masih tertata rapi. Dimas melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, tapi juga tidak menemukan Kanaya di sana.“Kanaya, di mana kamu?” Dimas berteriak dengan frustasi

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Cerai

    Dimas pulang ke rumahnya dengan keadaan berantakan, sakau membuat tubuhnya sakit seperti dikuliti hidup-hidup. Dimas sangat marah saat melihat pintu ruang kerjanya tidak terkunci apalagi obat-obatan miliknya sudah tidak ada lagi di atas mejanya. Dimas pergi ke kamarnya dan mendapati Kanaya yang menatapnya dengan dingin.“Kamu yang membuka ruang kerjaku?” tanya Dimas sambil menatap Kanaya dengan matanya yang merah.“Ya,” jawab Kanaya singkat.“Di mana obatku?” Dimas segera menghampiri Kanaya dengan hembusan napas yang terengah-engah.“Sudah kubuang.”“Apa?” Dimas menatap Kanaya dengan tatapan dingin, ia berusaha menahan diri agar tidak mengamuk pada wanita yang sangat dicintainya. “Kenapa kau buang?”“Punya hubungan apa kamu dengan Sonya?” tanya Kanaya dengan nada tegas.“Nggak ada,” jawab Dimas dengan nada ketus.“Jangan bohong kamu, Dimas. Aku sudah baca wa kamu.”Dimas mengambil hp-nya yang ada di atas meja, kemudian menghubungi seseorang tanpa mempedulikan tuduhan Kanaya. Saat ini

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Kebohongan

    Pagi hari pun tiba, Kanaya mencemaskan Dimas yang meringkuk di ranjang. Akhir-akhir ini Dimas berubah aneh, pria itu sangat pucat dengan tubuh menggigil seperti orang kedinginan.“Kamu kenapa?” tanya Kanaya dengan khawatir sembari memeriksa kening Dimas.“Nggak apa-apa,” jawab Dimas dengan suara parau.“Nggak apa-apa gimana, wajah kamu pucat begini. Aku panggilin Dokter, ya!”“Nggak usah, aku nggak sakit.”“Badan kamu dingin banget, aku panggilin Dokter, ya! Kalau dibiarin takut tambah parah.”“Kamu nggak ngerti, Nay. Aku nggak sakit!” bentak Dimas karena merasa sakit oleh sentuhan ringan Kanaya.Kanaya terkejut sekaligus kecewa dengan perubahan sikap Dimas yang kasar. “Bisa nggak ngomongnya biasa aja, nggak usah kasar gitu,” keluh Kanaya dengan nada pelan berusaha menahan segala emosi di hatinya.“Mau kamu apa, Nay! Aku udah mau berubah, tapi nggak bisa, sulit.”“Maksud kamu apa? Aku nggak ngerti.” tanya Kanaya dengan bingung. Bukannya menjawab pertanyaan Kanaya, Dimas malah turun d

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Mulai Akur

    Dimas menjadi imam dalam sholat, sedangkan Kanaya yang menjadi makmumnya. Selesai sholat, Dimas dan Kanaya sama-sama berdzikir meminta kebaikan dunia akhirat dan pengampunan dosa.Kanaya terkesima dan tidak percaya Dimas begitu fasih melantunkan bacaan sholat dan dzikir. Waktu kecil Dimas pernah mengaji dan ketika tumbuh dewasa, Andra memasukkan Dimas ke pesantren meski hanya 3 bulan, setelah itu Dimas kabur. Setidaknya, Dimas masih memiliki bekal ilmu agama.Dimas merasa terharu melihat Kanaya tiba-tiba mencium tangannya, ia pun menghadiahi kening Kanaya dengan kecupan yang cukup lama, kemudian memeluk Kanaya dengan erat hingga Kanaya merasa sesak.“Jangan pernah tinggalin aku, Nay!”“Asal kamu baik, aku nggak akan ninggalin kamu. Sekarang bisa lepasin aku, kamu meluknya kekencengan bikin aku susah napas!” Keluh Kanaya sembari menepuk-nepuk punggung Dimas.Dimas terkekeh, kemudian merebahkan kepalanya di pangkuan Kanaya. Ia masih ingin bermanja-manja dengan istrinya untuk mengalihkan

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Tobat

    Kanaya tidur dengan nyenyak sambil memeluk guling yang terasa hangat. Guling yang ia peluk terasa sangat nyaman membuat Kanaya enggan untuk bangun dari tidurnya. Kanaya masih ingin bermalas-malasan di ranjangnya.Namun ada yang aneh, guling yang Kanaya peluk tiba-tiba bergerak. Sontak saja Kanaya membuka mata dan mendapati wajahnya bergumul di dada suaminya. Rupanya Kanaya sedang memeluk Dimas, bukan memeluk guling.Kanaya beringsut mundur, dilihatnya jarum jam beker di atas meja menunjuk pada angka 04.00 WIB. Kanaya teringat dengan nasehat Rindu, seperti apa pun sifat Dimas, Kanaya tetap harus menjalankan tugasnya sebagai seorang istri."Mas, bangun, bangun, bangun." Kanaya menusuk-nusuk lengan Dimas dengan jari telunjuknya.Dimas menggeliat, kemudian menyipitkan matanya memandang wanita yang sudah mengganggu tidurnya."Ada apa?" tanya Dimas dengan suara parau."Sebentar lagi adzan subuh, kamu nggak mau sholat?""Nggak," tolak Dimas."Kenapa nggak mau sholat?" tanya Kanaya dengan ken

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Khilaf

    Rindu membuka dari mobil karena tidak nyaman menunggu di dalam mobil yang terparkir di depan rumah sakit. Ia dan keluarganya menunggu jenazah Andra dikeluarkan dari ruang jenazah."Mau kemana kamu?" tanya Ashraf ketika melihat Rindu keluar dari mobil."Nggak enak di mobil, aku nunggu di luar aja pengen hirup udara luar." Rindu turun dari mobil, kemudian duduk di bawah pohon rindang. Ashraf pun turut keluar dari mobil menemani istrinya.“Masih lama nggak ‘sih?”“Nggak tahu, mungkin sebentar lagi jenazahnya udah bisa keluar.”“Nggak nyangka ya, Kak. Rasanya baru kemarin ketemu sama Om Andra, eh sekarang dia udah nggak ada.”“Umur manusia nggak ada yang tahu, Sayang. Makanya, kita jangan terlena dengan nikmatnya dunia karena hanya amal kita yang akan dibawa sampai ke alam kubur.”“He’em.” Rindu menyandarkan kepalanya ke bahu kokoh sang suami yang terasa sangat nyaman.***Kanaya memperhatikan Alfian yang duduk bersandar di sandaran mobil. Gurat kesedihan tergambar jelas di wajah Alfian.

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   WAFAT

    Dimas mengambil kontak mobil dan Hp-nya di atas meja dan segera pergi dengan langkah tergesa-gesa tanpa melihat ke arah Kanaya yang sangat terluka dan terpukul karena perbuatannya. Kanaya meringkuk di sudut ranjang sambil menangis mengamati punggung Dimas yang kian menjauh.Setelah meniduri Kanaya, Dimas mencampakkannya begitu saja seperti malam itu. Kanaya merasa jika Dimas hanya mempermainkannya saja dan memperlakukan dirinya bagai wanita penghibur yang setelah dipakai dicampakkan begitu saja.*** “Dimas mana?” tanya Andra pada Kanaya ketika tidak melihat Dimas ikut sarapan di meja makan.“Nggak tahu, Pa.” Jawab Kanaya dengan lesu, ia bersyukur tidak melihat wajah Dimas lagi setelah pria itu berhasil menidurinya semalam. Dimas benar-benar menguras tenaga dan emosi Kanaya, hingga paginya Kanaya merasa sangat lapar dan tidak bersemangat.“Anak itu tetap saja nggak berubah.” Andra menghela napas berat melihat kelakuan Dimas yang tidak berubah meski sudah menikah. “Papa harap kamu mau

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Ranjang

    Kanaya duduk di kursi dekat kolam renang untuk menenangkan t, sebab berada di dalam kamar hanya membuat Kanaya semakin larut dalam kesedihan. Ia ingin menghapus nama Ardi yang masih melekat di hatinya dan membuatnya merasa nelangsa. Kanaya ingin memberi Dimas kesempatan untuk membuka lembaran baru dalam rumah tangganya, karena sadar menyesali pernikahan tidak akan ada gunanya. Kanaya merasa Dimas tidak seburuk yang dia pikirkan, mungkin jika Kanaya bersikap baik, Dimas akan berubah menjadi suami yang baik juga.“Aku biasa duduk di sini setiap punya banyak masalah.”Kanaya mendongak saat mendengar suara yang tidak asing di telinga menyapanya. Manik matanya langsung beradu dengan tatapan mata Ardi yang sendu. Kanaya langsung bangkit dari kursinya hendak pergi dari tempatnya duduknya, tapi Ardi malah menghadang jalannya.“Pak, jangan halangi jalanku. Aku takut ada yang salah paham kalau kita berduaan di sini.” Kanaya semakin gelisah melihat sikap Ardi yang mulai berani.“Di sudut sana

DMCA.com Protection Status