Share

Calon Suami Nurmala

"Assalamualaikum,"

"Sibuk, ya?"

"Sayang, jangan lupa makan."

"Jangan lupa sholat, Sayang." 

"Ibu tanyain kamu terus tuh, kapan calon mantunya main ke rumah?"

"Nur, lagi sibuk ya, kok sejak tadi pesanku nggak dibalas?" pesan dikirim oleh Firman pukul 4 sore ketika kejadian na'as menimpa kekasihnya.

"Kalau sudah nggak sibuk, cepat balas pesanku. Biar aku nggak kepikiran."

"Aku kangen."

"Apa kamu sakit, Nur? Sejak tadi perasaanku nggak enak," Firman merasa gelisah tanpa sebab. Sejak tadi ia terus memikirkan Nurmala, takut sesuatu yang buruk menimpanya. Namun, Firman berusaha menepis pikiran buruk itu.

Tetesan demi tetesan air mata kembali mengalir dengan deras ketika Nurmala membaca sederet pesan dari Firman, laki-laki yang sebulan lalu melamarnya. Rencananya minggu depan Firman dan keluarganya akan datang ke rumah Nurmala di kampung untuk meresmikan pertunangan mereka, tapi Nurmala sangat takut dan malu membayangkan Firman akan menikahinya dan di saat malam pertama Firman mendapati Nurmala sudah tidak perawan. Nurmala mulai mengetik pesan di layar hp untuk membalas pesan dari Firman.

"Lebih baik kita akhiri hubungan kita sampai di sini, Mas. Kamu cari saja perempuan lain. Salam buat Ibu dan Bapak. Maaf, kalau aku sudah ngecewain kalian semua."

Nurmala menulis pesan dengan hati yang tersayat perih, berat rasanya memutuskan hubungan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun. Firman adalah cinta pertamanya, dia pria baik yang selalu berjuang untuknya. Mereka berdua saling mencintai.

Di tempat lain, Firman sangat terkejut setelah membaca balasan pesan dari Nurmala. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba Nurmala memutuskan hubungan mereka.

Firman segera membalas pesan Nurmala dengan tangan gemetar. Ia masih berharap jika Nurmala hanya ingin mengajaknya bercanda.

"Bercandamu nggak lucu, Nur."

"Aku serius, Mas. Maaf." Nurmala kembali membalas pesan dari Firman dengan perasaan yang hancur. Firman adalah cinta pertamanya, hatinya sangat sakit harus kehilangan pria yang sangat dicintainya selama bertahun-tahun.

"Tapi, kenapa? Apa salahku? Kalau aku punya salah, aku minta maaf, tapi jangan main putus gini, dong. Aku nggak terima, aku nggak bisa putus dari kamu. Aku sayang kamu, Nur. Sebentar lagi kita akan lamaran, lalu aku mau bilang apa sama orang tuaku?"  Tangan Firman gemetar, matanya sudah merah dan berkaca-kaca. Ia sangat takut kehilangan Nurmala. 

"Maaf, Mas, tapi aku merasa sudah nggak cocok sama hubungan kita." Nurmala mengirim pesan untuk terakhir kalinya pada Firman. 

Dada Firman terasa sesak bagai dihimpit batu ketika melihat kesungguhan Nurmala yang meminta hubungan mereka untuk diakhiri. Berulang kali Firman menghubungi Nurmala, tapi panggilan teleponnya tak kunjung diterima.

Hp Nurmala terus bergetar karena panggilan telepon dari Firman, tapi tak ia hiraukan. Nurmala tidak ingin Firman mendengar suara tangisannya. Nurmala terlalu malu membuka aibnya sendiri pada orang lain. Biarlah luka hati ini ia simpan sendiri sampai mati.

"Nur, angkat teleponku. Ada apa sebenarnya? Tadi pagi kita masih baik-baik saja."  Firman sangat terluka dengan keputusan yang diambil oleh Nurmala. Ia sangat mencintai Nurmala. Bahkan, sebentar lagi mereka akan menikah.

"Hubungan yang kita jalin sudah lama, 6 tahun bukanlah waktu yang singkat dan sekarang kamu bilang nggak cocok. Aku nggak bisa pisah dari kamu, aku sayang kamu, Nurmala." Firman kembali mengirim pesan. Tanpa Nurmala ketahui, Firman menangis dan merasa sangat terpukul atas keputusan Nurmala.

"Nur, aku mohon angkat teleponku."

"Nur, tolong angkat teleponku. Please," Firman sangat bingung, entah kesalahan apa yang sudah ia perbuat hingga Nurmala tega memutuskan hubungan yang sudah mereka jalin selama bertahun-tahun. Padahal tadi pagi mereka masih berkomunikasi dengan baik. Firman semakin kalut saat hp Nurmala sudah tidak aktif.

Masih banyak lagi pesan dari Firman yang tak Nurmala baca. Nurmala mengaktifkan mode pesawat di Hp-nya agar Firman tak terus menghubunginya.

"Maafkan aku, Mas Firman. Bukan hanya kamu yang sakit hati. Aku pun lebih sakit dan menderita. Aku wanita yang kotor, aku nggak pantas buat kamu. Kamu terlalu baik buat aku, masih banyak wanita suci yang layak untuk jadi istri kamu," Nurmala membatin. Hatinya terasa perih bagai teriris belati. Sakit sekali memutuskan kekasih hatinya di saat masih ada cinta yang begitu besar untuknya.

Nurmala menghapus air mata yang terus mengalir tiada henti. Dadanya terasa begitu sesak. Tak hanya kehilangan kegadisannya, tapi ia juga harus kehilangan cinta pertamanya. Firman adalah pemuda yang baik, dia berhak mendapatkan gadis yang baik, bukan gadis korban pemerkosaan seperti Nurmala. Jika pun Nurmala bercerita, belum tentu Firman mau menerima Nurmala yang sudah kotor. Yang ada malah akan menjadi beban untuk Nurmala.

***

"Pergi, menjijikkan!" Bentak Alfian sembari mendorong kasar pinggang wanita yang tengah menggodanya.

Saat ini Alfian sedang mabuk-mabukan di club malam. Ia ingin melupakan kesalahan terbesarnya. Ia merasa bodoh, kenapa malah memaksa seorang pembantu untuk melayani hasratnya.

Bartender di depan Alfian memberikan isyarat agar wanita penggoda itu pergi tanpa mengganggu Alfian. Dia tahu, Alfian adalah sahabat dari pemilik tempat ini, sekaligus langganan di club ini.

Bayangan Nurmala tadi terus saja berputar-putar di benak Alfian, membuatnya stres dan gelisah setiap saat. Alfian kembali minum, berharap wajah gadis itu hilang dari bayangannya.

"Aaaakkkh, wanita sialan." Alfian membanting botol minuman haram ke lantai hingga pecahan beling berhamburan ke mana-mana. Semua orang memandang Alfian dengan tatapan heran.

"Hah, memangnya dia minta harga berapa?" Alfian mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan tangan Nurmala. Ia sakit hati atas hinaan Nurmala, padahal Alfian sudah berniat baik mengantar Nurmala dengan mobilnya yang mewah dan membayar Nurmala dengan harga mahal atas jasa dan pelayanan Nurmala di atas ranjang. Namun, Apa yang Alfian dapat? Hanya tamparan dan hinaan dari Nurmala.

***

Pukul sebelas malam, Alfian memutuskan pulang. Setelah 45 menit perjalanan, ia sampai di rumah. Alfian membuka pintu, lalu masuk ke dalam rumah yang gelap dengan langkah sempoyongan. Tiba-tiba suasana menjadi terang ketika lampu menyala.

"Mabuk-mabukan lagi kau, Alfian!" bentak Lukman yang berdiri di dekat saklar lampu. Alfian tak menggubris ucapan Lukman. Ia terlalu lelah untuk berdebat dengan orang keras kepala seperti Lukman.

"Alfian!" bentak Lukman lagi, tapi Alfian terus menapaki anak tangga menuju lantai atas dan mengacuhkan dirinya.

"Di mana hati nurani kamu? Apa kamu tidak merasa bersalah sedikitpun setelah merusak anak gadis orang, kamu masih bisa bersenang-senang. Menyesal aku punya anak seperti kamu." Lukman menatap punggung Alfian dengan dingin. Ia sangat marah karena sebagai orang tua, dia merasa gagal mendidik anak dan diabaikan oleh anaknya.

Alfian masih bisa mendengar Lukman yang terus memakinya, tapi ia tak peduli. Alfian membuka pintu kamarnya, kemudian menghela nafas panjang ketika melihat ranjang yang lusuh dan berantakan, ada bercak darah di sana. Bayangan ketika ia memaksa Nurmala tergambar sangat jelas di sana.

"Aaaaakkkhhh, sial!" Alfian berlari memasuki kamar, lalu menarik seprai dan membuangnya ke lantai, karena mabuk ia kehilangan kendali dan menghancurkan masa depan gadis lugu itu. Tidak mungkin Alfian menikahi Nurmala, ia tidak mencintainya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status