"Aku nabrak mobil, Mbak. Kerusakannya sangat parah. Yang punya mobil minta ganti rugi. Kalau nggak, aku bakal dilaporin ke polisi." jawab Azizah diselingi dengan isak tangis."Kok bisa sih, Za?" Nurmala panik, dia juga bisa merasakan ketakutan yang di rasakan oleh adiknya."Tadi aku berangkat sekolah buru-buru, Mbak. Karena takut telat, aku ngebut.""Memangnya orangnya minta ganti rugi berapa?" tanya Nurmala."Ti-tiga puluh juta, Mbak," jawab Azizah terbata. Ia ragu Nurmala bisa membantunya, tapi ia juga takut masuk penjara."APA?" pekik Nurmala, sepertinya dia salah dengar. “Berapa kamu bilang?”"Tiga puluh juta, Mbak." Azizah mengulang jawabannya lebih jelas."Ya ampun, Za. Kok banyak banget, sih!" Nurmala merasa sesak mendengar nominal yang sangat besar untuk ganti rugi, dia bingung harus mencari uang sebanyak itu kemana? Sedangkan mahar pernikahan dari Alfian sudah Nurmala gunakan untuk menutupi hutang orang tuanya. Dia tak memiliki keberanian untuk meminta uang sebanyak itu pada
"Uang 50 juta tidak akan bisa menebus kesalahanku padamu. Maafkan aku, kamu pantas membenciku tapi tolong jangan takut padaku, karena aku tidak akan menyakitimu lagi. Kalau kamu membutuhkan apapun, katakan padaku. Aku akan membantumu, apapun itu," ucap Alfian dengan tulus, sejujurnya ia tak tega melihat Nurmala yang sangat bersedih setelah kehilangan Firman.Mata Nurmala berkaca-kaca, sekuat tenaga menahan titik-titik bening di matanya yang siap meluncur kapan saja. Jujur saja, sejak kejadian itu hidup Nurmala tak pernah bisa hidup dengan tenang. Hatinya terus gelisah, tapi mau bagaimana lagi, meski Alfian sudah meminta maaf tetap tidak akan mengubah segalanya.***1 minggu telah berlalu, Alfian baru saja pulang dari kantornya setelah malam sudah larut, ketika hendak membuka pintu kamarnya, Alfian mendengar suara tawa Nurmala. Setelah sekian lama, baru kali ini Alfian kembali mendengar suara tawa Nurmala. Ia sangat penasaran apa yang bisa membuat wanita itu tertawa.Alfian membuka sed
"Nggak," jawab Nurmala kemudian membuang muka. Kurang buruk apa lagi nasib Nurmala, memiliki suami yang mencintai wanita lain dan akan menceraikan Nurmala setelah menikah, bahkan Nurmala harus kehilangan anak pertamanya."Ow." Alfian tak memberi jawaban, menurutnya apa pun yang Alfian lakukan di luar sana tidak berpengaruh apa pun pada Nurmala.***Malam hari, Alfian yang tiduran di atas sofa merasa gelisah. Sejak tadi dia hanya berguling ke kanan dan ke kiri, penasaran dengan rahasia yang disembunyikan oleh Nurmala. Sejak tadi hatinya tergelitik ingin tahu isi hp Nurmala.Kenapa Nurmala membutuhkan uang sebanyak 50 juta dan kenapa waktu itu Nurmala menangis? Hal itu membuat Alfian terus menerus memikirkannya dan merasa tak tenang. Alfian tidur dengan posisi menyamping, memperhatikan punggung Nurmala yang berangsur naik turun.Alfian beranjak dari sofa lalu mencari keberadaan hp Nurmala, ia membuka laci dan menggeledahnya tapi nihil hp itu tidak ada di sana. Alfian juga mencari ke dal
Dua bulan sudah berlalu, Nurmala mematut diri di depan cermin sambil mengusap perutnya yang sudah mulai membuncit. Badannya tidak lagi kurus, pipinya juga semakin chubby. “Aku gendutan sekarang,” keluh Nurmala dengan bibir mengerucut.Tanpa Nurmala sadari, sedari tadi Alfian berdiri di bingkai pintu memperhatikan dirinya sembari mengulas senyuman lucu. “ Tetap cantik, kok!” puji Alfian tiba-tiba yang membuat Nurmala seketika menoleh dengan pipi merona malu.“Sejak kapan kamu di situ?”“Lumayan lama.” Alfian menghampiri Nurmala, kemudian memberinya paket yang baru diantar oleh kurir. “Ini untukmu.”“Apa ini?” tanya Nurmala sembari mengocok paket di tangannya.“Buka saja biar kamu nggak penasaran.” Jawab Alfian, kemudian mendaratkan panggulnya ke tepi ranjang.Nurmala segera membuka bingkisan tersebut dan ternyata isinya adalah timbangan berat badan. Nurmala langsung menggunakan timbangan tersebut, matanya seketika membeliak saat berat tubuhnya mencapai 50 kg.“Gendut banget,” batin Nur
"Nggak mau." Nurmala menarik mundur wajahnya menjauh dari Alfian, ekspresi wajahnya semakin menegang. Jangankan bercumbu dengan Alfian, berada di dekat Alfian saja sudah membuat jantungnya berdebar tak karuan. "Aku bercanda, Nur. Jangan dianggap serius. Aku janji tidak akan menyentuhmu lagi." Ujar Alfian sambil terkekeh melihat ekspresi Nurmala. *** Keesokan harinya, Nurmala dibantu Bi Puput menyajikan makanan di atas meja makan. Seperti biasa, Alfian dan Nurmala sarapan bersama. Usai sarapan Alfian masuk ke dalam ruang kerja untuk mengambil tas kerjanya, kemudian kembali ke ruang makan. "Nanti malam aku pulang agak malam. Kamu jangan menungguku. Aku makan malam di luar bersama temanku." Alfian berpamitan sembari mengambil jas yang tersampir di kursi meja makan. "Iya." Nurmala tak pernah berani bertanya apa saja yang dilakukan Alfian di luar sana. Ia cukup tahu diri dan masih menjaga batasannya sebagai istri sementara. Setelah Alfian pergi bekerja, Bi Puput menerima panggilan tel
Ada rasa sakit hati ketika Firman menjelek-jelekkan Alfian di hadapan Nurmala. Walaupun Alfian sudah merusak kehormatannya dan juga merusak hubungannya dengan Firman, tapi Alfian sangat baik pada Nurmala, ada rasa tak rela terselip di hatinya saat seseorang mengatakan Alfian pria bejat, sekalipun yang mengatakan itu adalah Firman.Nurmala terkejut ketika tiba-tiba Firman menggenggam tangannya. Nurmala segera menarik tangannya, tapi Firman semakin mempererat genggamannya. Wanita itu menyadari walau bagaimanapun statusnya saat ini adalah seorang istri dari Alfian, tak peduli apapun yang terjadi kelak, saat ini Nurmala hanya ingin berusaha menjaga marwahnya sebagai seorang istri."Mas, tolong jangan seperti ini. Kita memang nggak berjodoh, kamu nggak perlu membuat perhitungan sama suamiku. Aku sudah menikah. Kalau suamiku lihat kita seperti ini bagaimana?" Nurmala melihat sekitar dengan gusar, karena semua mata para pengunjung restoran sedang memperhatikannya. Dia merasa bersalah dan tak
Tatapan Alfian serius tertuju pada Nurmala, ia tahu jika yang dimaksud istrinya adalah Firman, tapi Alfian memilih bungkam sembari mengetuk meja dengan jemarinya, ia membuang muka ke arah jalanan beraspal. Matanya menyorot ke langit. Awan gelap pekat tanpa taburan bintang, angin malam begitu dingin menusuk kulit. Sepertinya hujan akan turun, beruntung Nurmala mengenakan jas miliknya yang kebesaran.Rintik hujan mulai turun, menciptakan suara gaduh di atap warung. Tak lama kemudian pemilik warung datang meletakkan bakso dan teh hangat di hadapan Nurmala dan Alfian.Setelah membaca doa, Nurmala langsung melahap bakso favoritnya dengan lahap seperti orang yang sudah lama tidak makan."Pelan-pelan kalau makan, takut tersedak.""He'em." Nurmala mengangguk karena mulutnya penuh dengan makanan. Sementara Alfian hanya memperhatikan Nurmala tanpa menyentuh makanannya sedikitpun. Melihat istrinya makan seperti itu, perut Alfian sudah kenyang."Kamu nggak makan?" tanya Nurmala dengan mulut penuh
Di kantor Alfian di sibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk, dia ingin segera menyelesaikan pekerjaannya. Ya, itulah yang ada di pikirannya saat ini.Dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih kurang lima jam lagi baru bisa pulang, itu pun jika pekerjaannya selesai. Senyum di bibir Alfia mengembang tiap ingat Nurmala."Al, kamu gila ya senyum-senyum sendiri?" Roy yang selalu seenaknya sendiri tiba-tiba nyelonong masuk ke ruangan Alfian."Lain kali ketuk pintu kalau mau masuk ke ruanganku!" ucap Alfian dengan nada ketus. Dia tak memperdulikan celotehan Roy.Sahabatnya itu menghela nafas berat dan berbalik untuk keluar dari ruangan Alfian, kemudian menutup pintu."Tuan, boleh saya masuk?""Ck, masuk." Alfian berdecak kesal melihat tingkah konyol sahabatnya yang satu ini. Jiwa humornya terlalu tinggi, hingga mendekati gila."Sudah bener, kan?""Kelewat bener," balas Alfian."Makan yuk, Al. Lapar, nih. Cacing di perutku sudah meronta-ronta sejak tadi." ajak Roy setelah