Dua bulan sudah berlalu, Nurmala mematut diri di depan cermin sambil mengusap perutnya yang sudah mulai membuncit. Badannya tidak lagi kurus, pipinya juga semakin chubby. “Aku gendutan sekarang,” keluh Nurmala dengan bibir mengerucut.Tanpa Nurmala sadari, sedari tadi Alfian berdiri di bingkai pintu memperhatikan dirinya sembari mengulas senyuman lucu. “ Tetap cantik, kok!” puji Alfian tiba-tiba yang membuat Nurmala seketika menoleh dengan pipi merona malu.“Sejak kapan kamu di situ?”“Lumayan lama.” Alfian menghampiri Nurmala, kemudian memberinya paket yang baru diantar oleh kurir. “Ini untukmu.”“Apa ini?” tanya Nurmala sembari mengocok paket di tangannya.“Buka saja biar kamu nggak penasaran.” Jawab Alfian, kemudian mendaratkan panggulnya ke tepi ranjang.Nurmala segera membuka bingkisan tersebut dan ternyata isinya adalah timbangan berat badan. Nurmala langsung menggunakan timbangan tersebut, matanya seketika membeliak saat berat tubuhnya mencapai 50 kg.“Gendut banget,” batin Nur
"Nggak mau." Nurmala menarik mundur wajahnya menjauh dari Alfian, ekspresi wajahnya semakin menegang. Jangankan bercumbu dengan Alfian, berada di dekat Alfian saja sudah membuat jantungnya berdebar tak karuan. "Aku bercanda, Nur. Jangan dianggap serius. Aku janji tidak akan menyentuhmu lagi." Ujar Alfian sambil terkekeh melihat ekspresi Nurmala. *** Keesokan harinya, Nurmala dibantu Bi Puput menyajikan makanan di atas meja makan. Seperti biasa, Alfian dan Nurmala sarapan bersama. Usai sarapan Alfian masuk ke dalam ruang kerja untuk mengambil tas kerjanya, kemudian kembali ke ruang makan. "Nanti malam aku pulang agak malam. Kamu jangan menungguku. Aku makan malam di luar bersama temanku." Alfian berpamitan sembari mengambil jas yang tersampir di kursi meja makan. "Iya." Nurmala tak pernah berani bertanya apa saja yang dilakukan Alfian di luar sana. Ia cukup tahu diri dan masih menjaga batasannya sebagai istri sementara. Setelah Alfian pergi bekerja, Bi Puput menerima panggilan tel
Ada rasa sakit hati ketika Firman menjelek-jelekkan Alfian di hadapan Nurmala. Walaupun Alfian sudah merusak kehormatannya dan juga merusak hubungannya dengan Firman, tapi Alfian sangat baik pada Nurmala, ada rasa tak rela terselip di hatinya saat seseorang mengatakan Alfian pria bejat, sekalipun yang mengatakan itu adalah Firman.Nurmala terkejut ketika tiba-tiba Firman menggenggam tangannya. Nurmala segera menarik tangannya, tapi Firman semakin mempererat genggamannya. Wanita itu menyadari walau bagaimanapun statusnya saat ini adalah seorang istri dari Alfian, tak peduli apapun yang terjadi kelak, saat ini Nurmala hanya ingin berusaha menjaga marwahnya sebagai seorang istri."Mas, tolong jangan seperti ini. Kita memang nggak berjodoh, kamu nggak perlu membuat perhitungan sama suamiku. Aku sudah menikah. Kalau suamiku lihat kita seperti ini bagaimana?" Nurmala melihat sekitar dengan gusar, karena semua mata para pengunjung restoran sedang memperhatikannya. Dia merasa bersalah dan tak
Tatapan Alfian serius tertuju pada Nurmala, ia tahu jika yang dimaksud istrinya adalah Firman, tapi Alfian memilih bungkam sembari mengetuk meja dengan jemarinya, ia membuang muka ke arah jalanan beraspal. Matanya menyorot ke langit. Awan gelap pekat tanpa taburan bintang, angin malam begitu dingin menusuk kulit. Sepertinya hujan akan turun, beruntung Nurmala mengenakan jas miliknya yang kebesaran.Rintik hujan mulai turun, menciptakan suara gaduh di atap warung. Tak lama kemudian pemilik warung datang meletakkan bakso dan teh hangat di hadapan Nurmala dan Alfian.Setelah membaca doa, Nurmala langsung melahap bakso favoritnya dengan lahap seperti orang yang sudah lama tidak makan."Pelan-pelan kalau makan, takut tersedak.""He'em." Nurmala mengangguk karena mulutnya penuh dengan makanan. Sementara Alfian hanya memperhatikan Nurmala tanpa menyentuh makanannya sedikitpun. Melihat istrinya makan seperti itu, perut Alfian sudah kenyang."Kamu nggak makan?" tanya Nurmala dengan mulut penuh
Di kantor Alfian di sibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk, dia ingin segera menyelesaikan pekerjaannya. Ya, itulah yang ada di pikirannya saat ini.Dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih kurang lima jam lagi baru bisa pulang, itu pun jika pekerjaannya selesai. Senyum di bibir Alfia mengembang tiap ingat Nurmala."Al, kamu gila ya senyum-senyum sendiri?" Roy yang selalu seenaknya sendiri tiba-tiba nyelonong masuk ke ruangan Alfian."Lain kali ketuk pintu kalau mau masuk ke ruanganku!" ucap Alfian dengan nada ketus. Dia tak memperdulikan celotehan Roy.Sahabatnya itu menghela nafas berat dan berbalik untuk keluar dari ruangan Alfian, kemudian menutup pintu."Tuan, boleh saya masuk?""Ck, masuk." Alfian berdecak kesal melihat tingkah konyol sahabatnya yang satu ini. Jiwa humornya terlalu tinggi, hingga mendekati gila."Sudah bener, kan?""Kelewat bener," balas Alfian."Makan yuk, Al. Lapar, nih. Cacing di perutku sudah meronta-ronta sejak tadi." ajak Roy setelah
Nurmala melangkah dengan langkah cepat menjauhi Alfian dan Sarah, kejadian ini sangat memalukan baginya, ingin sekali Nurmala menenggelamkan tubuhnya ke dasar lumpur. Apa yang akan Alfian lakukan padanya barusan? Apakah dia mau menciumnya, tapi kenapa, dan kenapa juga Nurmala harus pasrah diperlakukan seperti itu. Beruntung hal itu tidak benar-benar terjadi karena kepergok oleh Sarah.Nurmala segera masuk ke kamar, baru 5 langkah kakinya berpijak, ia di kejutkan dengan suara derit pintu yang terbuka. Nurmala berbalik untuk melihat siapa yang dating. Tentu saja si pemilik kamar, yaitu Alfian. Dia masuk kamar kemudian menutup pintu dan menguncinya.DEGSeketikan tubuh Nurmala menegang karena nervous, jantungnya serasa mau copot, tubuhnya gemetaran hebat seperti ada aliran listrik yang berdesir menjalar ke sekujur tubuhnya, kedua telapak tangannya terasa dingin. “Dia mau ngapain 'sih? Kenapa pintunya dikunci?” Nurmala menggerutu dalam hati dengan perasaan tak tenang.Nurmala takut tapi
Alfian reflek berlari dan membekap mulut Nurmala sebelum teriakannya yang menggema mengundang kedatangan orang rumah ke kamarnya. Ini benar-benar gila, Nurmala benar-benar menguji kesabaran Alfian.Nurmala memberontak memukuli dada Sang Suami, tubuh keduanya basah kuyup oleh guyuran air shower. Namun, pria itu tetap berusaha mempertahankan kewarasannya supaya tak lepas kendali.Alfian menatap manik mata Nurmala, wanita itu terlihat ketakutan. Alfian dapat merasakan tubuh Nurmala yang gemetaran. Mungkinkah perbuatan bejatnya menyisakan rasa trauma pada Nurmala."Hmmmm ..." Nurmala berusaha berteriak, air matanya mengalir deras tapi tersapu air shower."Jangan teriak, jangan teriak. Aku tidak akan macam-macam. Asal kamu tidak teriak, aku akan melepaskanmu, ok." Alfian berusaha menenangkan Nurmala. Nurmala mulai tenang kemudian mengangguk dengan tatapan sendu.Dengan perlahan Alfian menyingkirkan tangannya dari mulut Nurmala. Ia mematikan air shower, lalu meraih handuk dari gantungan di
Hari ini adalah acara empat bulanan kehamilan Nurmala. Ia jadi teringat ibunya, harusnya dia ada di sini untuk mendoakan cucunya.Malam hari acara dimulai, banyak tamu undangan berdatangan mengisi tempat yang sudah disediakan. Doa-doa dilantunkan untuk kebaikan bayi dalam kandungan Nurmala dan juga untuk keluarganya.Nurmala tidak pernah menyangka, sebentar lagi ia akan menjadi seorang ibu. Entah harus bahagia atau bersedih dengan kenyataan ini. Setelah acara selesai, Nurmala kembali ke kamar. Ia menghubungi ibunya, ia juga ingin ibunya mendoakan anak dalam perutnya.“Assalamu'alaikum.”“Wa'alaikumsalam.”“Ibu, apa kabar?”“Alhamdulillah, ibu sehat. Kamu apa kabar, Nak?”“Alhamdullah, Nur juga sehat, Bu. Bu, Nur mohon doanya ya, Bu. Semoga semua usaha Nur di beri kelancaran dan keberkahan.”"Iya, Nduk. Tidak perlu kamu minta pun, ibu selalu mendoakan kamu sama adikmu." Ya ibu akan selalu menyebut nama Nurmala, adik dan ayahnya dalam doanya.Setelah cukup lama mengobrol dengan ibu, bar