Di kantor Alfian di sibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk, dia ingin segera menyelesaikan pekerjaannya. Ya, itulah yang ada di pikirannya saat ini.Dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih kurang lima jam lagi baru bisa pulang, itu pun jika pekerjaannya selesai. Senyum di bibir Alfia mengembang tiap ingat Nurmala."Al, kamu gila ya senyum-senyum sendiri?" Roy yang selalu seenaknya sendiri tiba-tiba nyelonong masuk ke ruangan Alfian."Lain kali ketuk pintu kalau mau masuk ke ruanganku!" ucap Alfian dengan nada ketus. Dia tak memperdulikan celotehan Roy.Sahabatnya itu menghela nafas berat dan berbalik untuk keluar dari ruangan Alfian, kemudian menutup pintu."Tuan, boleh saya masuk?""Ck, masuk." Alfian berdecak kesal melihat tingkah konyol sahabatnya yang satu ini. Jiwa humornya terlalu tinggi, hingga mendekati gila."Sudah bener, kan?""Kelewat bener," balas Alfian."Makan yuk, Al. Lapar, nih. Cacing di perutku sudah meronta-ronta sejak tadi." ajak Roy setelah
Nurmala melangkah dengan langkah cepat menjauhi Alfian dan Sarah, kejadian ini sangat memalukan baginya, ingin sekali Nurmala menenggelamkan tubuhnya ke dasar lumpur. Apa yang akan Alfian lakukan padanya barusan? Apakah dia mau menciumnya, tapi kenapa, dan kenapa juga Nurmala harus pasrah diperlakukan seperti itu. Beruntung hal itu tidak benar-benar terjadi karena kepergok oleh Sarah.Nurmala segera masuk ke kamar, baru 5 langkah kakinya berpijak, ia di kejutkan dengan suara derit pintu yang terbuka. Nurmala berbalik untuk melihat siapa yang dating. Tentu saja si pemilik kamar, yaitu Alfian. Dia masuk kamar kemudian menutup pintu dan menguncinya.DEGSeketikan tubuh Nurmala menegang karena nervous, jantungnya serasa mau copot, tubuhnya gemetaran hebat seperti ada aliran listrik yang berdesir menjalar ke sekujur tubuhnya, kedua telapak tangannya terasa dingin. “Dia mau ngapain 'sih? Kenapa pintunya dikunci?” Nurmala menggerutu dalam hati dengan perasaan tak tenang.Nurmala takut tapi
Alfian reflek berlari dan membekap mulut Nurmala sebelum teriakannya yang menggema mengundang kedatangan orang rumah ke kamarnya. Ini benar-benar gila, Nurmala benar-benar menguji kesabaran Alfian.Nurmala memberontak memukuli dada Sang Suami, tubuh keduanya basah kuyup oleh guyuran air shower. Namun, pria itu tetap berusaha mempertahankan kewarasannya supaya tak lepas kendali.Alfian menatap manik mata Nurmala, wanita itu terlihat ketakutan. Alfian dapat merasakan tubuh Nurmala yang gemetaran. Mungkinkah perbuatan bejatnya menyisakan rasa trauma pada Nurmala."Hmmmm ..." Nurmala berusaha berteriak, air matanya mengalir deras tapi tersapu air shower."Jangan teriak, jangan teriak. Aku tidak akan macam-macam. Asal kamu tidak teriak, aku akan melepaskanmu, ok." Alfian berusaha menenangkan Nurmala. Nurmala mulai tenang kemudian mengangguk dengan tatapan sendu.Dengan perlahan Alfian menyingkirkan tangannya dari mulut Nurmala. Ia mematikan air shower, lalu meraih handuk dari gantungan di
Hari ini adalah acara empat bulanan kehamilan Nurmala. Ia jadi teringat ibunya, harusnya dia ada di sini untuk mendoakan cucunya.Malam hari acara dimulai, banyak tamu undangan berdatangan mengisi tempat yang sudah disediakan. Doa-doa dilantunkan untuk kebaikan bayi dalam kandungan Nurmala dan juga untuk keluarganya.Nurmala tidak pernah menyangka, sebentar lagi ia akan menjadi seorang ibu. Entah harus bahagia atau bersedih dengan kenyataan ini. Setelah acara selesai, Nurmala kembali ke kamar. Ia menghubungi ibunya, ia juga ingin ibunya mendoakan anak dalam perutnya.“Assalamu'alaikum.”“Wa'alaikumsalam.”“Ibu, apa kabar?”“Alhamdulillah, ibu sehat. Kamu apa kabar, Nak?”“Alhamdullah, Nur juga sehat, Bu. Bu, Nur mohon doanya ya, Bu. Semoga semua usaha Nur di beri kelancaran dan keberkahan.”"Iya, Nduk. Tidak perlu kamu minta pun, ibu selalu mendoakan kamu sama adikmu." Ya ibu akan selalu menyebut nama Nurmala, adik dan ayahnya dalam doanya.Setelah cukup lama mengobrol dengan ibu, bar
Keesokan paginya, Nurmala terbangun seorang diri di atas ranjang. Ia sudah tak melihat Alfian di sampingnya. Nurmala duduk bersandar di headboart ranjang.Pintu ruang ganti terbuka, Alfian muncul di bingkai pintu. Pria itu tampak menawan dan rapi dengan balutan baju kasual berwarna biru muda."Sudah bangun?" Alfian menatap Nurmala yang baru saja terbangun dengan wajah bantal."Kalau sudah duduk dan membuka mata berarti sudah bangun," sahut Nurmala.Alfian memberikan senyum termanisnya pada Nurmala. "Aku harus berangkat pagi sekali." Alfian menghampiri Nurmala sembari memasang arloji di pergelangan tangannya. "Kamu baik-baik di sini. Nanti kalau sudah sampai, aku akan menghubungimu.""Kamu mau berangkat sekarang?" Nurmala sangat tak rela Alfian meninggalkannya secepat ini."Iya." Alfian duduk di tepi ranjang."Hati-hati di jalan." Nurmala menunduk sambil memainkan jemarinya. Ingin sekali Nurmala menahan Alfian supaya tidak pergi meninggalkannya."Kamu mau kubawakan oleh-oleh apa?" Alf
Alfian melihat tumpukan oleh-oleh di sudut kamar yang dibelinya dalam perjalanan saat melihat toko perlengkapan bayi dan ibu hamil.Alfian membeli banyak mainan untuk anak laki-laki dan perempuan serta perlengkapan bayi. Ia juga pergi ke toko perhiasan dan membeli satu paket perhiasan untuk Nurmala. Alfian juga membeli banyak cemilan untuk Nurmala dan juga orang-orang rumah.Selama di sini Alfian terlalu sibuk, pekerjaannya selalu selesai di jam 11 sampai jam 12 malam. Biasanya Nurmala tidur jam 9 malam. Alfian tak berani menghubungi Nurmala karena takut mengganggu tidurnya.Kantuk mulai menyerang, perlahan Alfian mulai terlelap. Baru saja matanya terpejam, hp-nya tiba-tiba berdering. Dalam posisi berbaring, Alfian meraba meja mencari keberadaan hp dengan mata tertutup.Alfian membuka mata melihat nama yang tertera di layar hp, lalu menggeser simbol hijau. Alfian melirik jam beker yang bertengger di atas nakas. Sudah jam 11 malam."Ada apa?" tanya Alfian tanpa mengucap salam."Ya ampu
Malam hari pun tiba, Alfian, Roy dan Andra menghadiri pesta pernikahan temannya di masa kuliahnya di sebuah gedung. Banyak teman-temannya yang hadir di acara itu. Mereka bernostalgia, membahas masalah pekerjaan dan biduk rumah tangganya."Di antara kami semua, hanya kalian bertiga yang belum menikah. Jadi, kalian bertiga kapan akan menikah?" pertanyaan ini di tujukan pada Roy, Andra dan Alfian. Rata-rata mereka semua sudah berkeluarga, hanya Roy, Andra dan beberapa temannya yang masih lajang. Mereka mempertanyakan perihal rumah tangga Alfian, tapi dia bungkam."Kalau aku sih, santai. Masih proses mencari cinta sejati," jawab Roy."Doakan saja, orang tuaku merestui hubunganku dan pacarku. Dia gadis yang baik, tapi sayang bukan orang kaya. Aku takut keluargaku menolaknya." Andra bercerita sembari menggoyang gelas berisi jus di tangannya."Kalau kau sendiri bagaimana, Al?" Semua perhatian tertuju pada Alfan. Bukannya menjawab, Alfian hanya mengendikkan bahu.Pengantar minuman datang meng
Istri mana yang rela suaminya tidur dengan wanita lain, apalagi masih berada satu atap dengan Sang Istri."Kenapa masih berdiri di sini? Cepat sana pergi." Roy mendorong punggung Nurmala.Kaki Nurmala tak dapat bergerak, seperti terpaku di tempatnya berdiri. Rasa malu dan takut merayap ke dalam hatinya."Kelamaan." Roy menarik tangan Nurmala, menyeretnya menuju kamar Alfian."Iih, jangan tarik-tarik." Nurmala memberontak berusaha melepaskan tangan Roy yang mengcengkram tangannya dengan erat.Pria itu memasukkan diri Nurmala ke dalam kamar secara paksa kemudian mengunci pintu dari luar. Nurmala berbalik mencoba membuka pintu tapi tak bisa. Ia menggedor-gedor pintu dengan frustasi."Tolooong, buka pintunya." Nurmala berteriak, tapi pria di luar tak menghiraukan teriakannya. Sumpah, Nurmala sangat gugup. Wajahnya sudah merona membayangkan Alfian akan menyentuhnya untuk yang kedua kali. Nurmala mulai pasrah pada keadaan, ia memindai seluruh isi kamar. Namun tak dapat menemukan keberadaan