Tatapan Alfian serius tertuju pada Nurmala, ia tahu jika yang dimaksud istrinya adalah Firman, tapi Alfian memilih bungkam sembari mengetuk meja dengan jemarinya, ia membuang muka ke arah jalanan beraspal. Matanya menyorot ke langit. Awan gelap pekat tanpa taburan bintang, angin malam begitu dingin menusuk kulit. Sepertinya hujan akan turun, beruntung Nurmala mengenakan jas miliknya yang kebesaran.Rintik hujan mulai turun, menciptakan suara gaduh di atap warung. Tak lama kemudian pemilik warung datang meletakkan bakso dan teh hangat di hadapan Nurmala dan Alfian.Setelah membaca doa, Nurmala langsung melahap bakso favoritnya dengan lahap seperti orang yang sudah lama tidak makan."Pelan-pelan kalau makan, takut tersedak.""He'em." Nurmala mengangguk karena mulutnya penuh dengan makanan. Sementara Alfian hanya memperhatikan Nurmala tanpa menyentuh makanannya sedikitpun. Melihat istrinya makan seperti itu, perut Alfian sudah kenyang."Kamu nggak makan?" tanya Nurmala dengan mulut penuh
Di kantor Alfian di sibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk, dia ingin segera menyelesaikan pekerjaannya. Ya, itulah yang ada di pikirannya saat ini.Dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih kurang lima jam lagi baru bisa pulang, itu pun jika pekerjaannya selesai. Senyum di bibir Alfia mengembang tiap ingat Nurmala."Al, kamu gila ya senyum-senyum sendiri?" Roy yang selalu seenaknya sendiri tiba-tiba nyelonong masuk ke ruangan Alfian."Lain kali ketuk pintu kalau mau masuk ke ruanganku!" ucap Alfian dengan nada ketus. Dia tak memperdulikan celotehan Roy.Sahabatnya itu menghela nafas berat dan berbalik untuk keluar dari ruangan Alfian, kemudian menutup pintu."Tuan, boleh saya masuk?""Ck, masuk." Alfian berdecak kesal melihat tingkah konyol sahabatnya yang satu ini. Jiwa humornya terlalu tinggi, hingga mendekati gila."Sudah bener, kan?""Kelewat bener," balas Alfian."Makan yuk, Al. Lapar, nih. Cacing di perutku sudah meronta-ronta sejak tadi." ajak Roy setelah
Nurmala melangkah dengan langkah cepat menjauhi Alfian dan Sarah, kejadian ini sangat memalukan baginya, ingin sekali Nurmala menenggelamkan tubuhnya ke dasar lumpur. Apa yang akan Alfian lakukan padanya barusan? Apakah dia mau menciumnya, tapi kenapa, dan kenapa juga Nurmala harus pasrah diperlakukan seperti itu. Beruntung hal itu tidak benar-benar terjadi karena kepergok oleh Sarah.Nurmala segera masuk ke kamar, baru 5 langkah kakinya berpijak, ia di kejutkan dengan suara derit pintu yang terbuka. Nurmala berbalik untuk melihat siapa yang dating. Tentu saja si pemilik kamar, yaitu Alfian. Dia masuk kamar kemudian menutup pintu dan menguncinya.DEGSeketikan tubuh Nurmala menegang karena nervous, jantungnya serasa mau copot, tubuhnya gemetaran hebat seperti ada aliran listrik yang berdesir menjalar ke sekujur tubuhnya, kedua telapak tangannya terasa dingin. “Dia mau ngapain 'sih? Kenapa pintunya dikunci?” Nurmala menggerutu dalam hati dengan perasaan tak tenang.Nurmala takut tapi
Alfian reflek berlari dan membekap mulut Nurmala sebelum teriakannya yang menggema mengundang kedatangan orang rumah ke kamarnya. Ini benar-benar gila, Nurmala benar-benar menguji kesabaran Alfian.Nurmala memberontak memukuli dada Sang Suami, tubuh keduanya basah kuyup oleh guyuran air shower. Namun, pria itu tetap berusaha mempertahankan kewarasannya supaya tak lepas kendali.Alfian menatap manik mata Nurmala, wanita itu terlihat ketakutan. Alfian dapat merasakan tubuh Nurmala yang gemetaran. Mungkinkah perbuatan bejatnya menyisakan rasa trauma pada Nurmala."Hmmmm ..." Nurmala berusaha berteriak, air matanya mengalir deras tapi tersapu air shower."Jangan teriak, jangan teriak. Aku tidak akan macam-macam. Asal kamu tidak teriak, aku akan melepaskanmu, ok." Alfian berusaha menenangkan Nurmala. Nurmala mulai tenang kemudian mengangguk dengan tatapan sendu.Dengan perlahan Alfian menyingkirkan tangannya dari mulut Nurmala. Ia mematikan air shower, lalu meraih handuk dari gantungan di
Hari ini adalah acara empat bulanan kehamilan Nurmala. Ia jadi teringat ibunya, harusnya dia ada di sini untuk mendoakan cucunya.Malam hari acara dimulai, banyak tamu undangan berdatangan mengisi tempat yang sudah disediakan. Doa-doa dilantunkan untuk kebaikan bayi dalam kandungan Nurmala dan juga untuk keluarganya.Nurmala tidak pernah menyangka, sebentar lagi ia akan menjadi seorang ibu. Entah harus bahagia atau bersedih dengan kenyataan ini. Setelah acara selesai, Nurmala kembali ke kamar. Ia menghubungi ibunya, ia juga ingin ibunya mendoakan anak dalam perutnya.“Assalamu'alaikum.”“Wa'alaikumsalam.”“Ibu, apa kabar?”“Alhamdulillah, ibu sehat. Kamu apa kabar, Nak?”“Alhamdullah, Nur juga sehat, Bu. Bu, Nur mohon doanya ya, Bu. Semoga semua usaha Nur di beri kelancaran dan keberkahan.”"Iya, Nduk. Tidak perlu kamu minta pun, ibu selalu mendoakan kamu sama adikmu." Ya ibu akan selalu menyebut nama Nurmala, adik dan ayahnya dalam doanya.Setelah cukup lama mengobrol dengan ibu, bar
Keesokan paginya, Nurmala terbangun seorang diri di atas ranjang. Ia sudah tak melihat Alfian di sampingnya. Nurmala duduk bersandar di headboart ranjang.Pintu ruang ganti terbuka, Alfian muncul di bingkai pintu. Pria itu tampak menawan dan rapi dengan balutan baju kasual berwarna biru muda."Sudah bangun?" Alfian menatap Nurmala yang baru saja terbangun dengan wajah bantal."Kalau sudah duduk dan membuka mata berarti sudah bangun," sahut Nurmala.Alfian memberikan senyum termanisnya pada Nurmala. "Aku harus berangkat pagi sekali." Alfian menghampiri Nurmala sembari memasang arloji di pergelangan tangannya. "Kamu baik-baik di sini. Nanti kalau sudah sampai, aku akan menghubungimu.""Kamu mau berangkat sekarang?" Nurmala sangat tak rela Alfian meninggalkannya secepat ini."Iya." Alfian duduk di tepi ranjang."Hati-hati di jalan." Nurmala menunduk sambil memainkan jemarinya. Ingin sekali Nurmala menahan Alfian supaya tidak pergi meninggalkannya."Kamu mau kubawakan oleh-oleh apa?" Alf
Alfian melihat tumpukan oleh-oleh di sudut kamar yang dibelinya dalam perjalanan saat melihat toko perlengkapan bayi dan ibu hamil.Alfian membeli banyak mainan untuk anak laki-laki dan perempuan serta perlengkapan bayi. Ia juga pergi ke toko perhiasan dan membeli satu paket perhiasan untuk Nurmala. Alfian juga membeli banyak cemilan untuk Nurmala dan juga orang-orang rumah.Selama di sini Alfian terlalu sibuk, pekerjaannya selalu selesai di jam 11 sampai jam 12 malam. Biasanya Nurmala tidur jam 9 malam. Alfian tak berani menghubungi Nurmala karena takut mengganggu tidurnya.Kantuk mulai menyerang, perlahan Alfian mulai terlelap. Baru saja matanya terpejam, hp-nya tiba-tiba berdering. Dalam posisi berbaring, Alfian meraba meja mencari keberadaan hp dengan mata tertutup.Alfian membuka mata melihat nama yang tertera di layar hp, lalu menggeser simbol hijau. Alfian melirik jam beker yang bertengger di atas nakas. Sudah jam 11 malam."Ada apa?" tanya Alfian tanpa mengucap salam."Ya ampu
Malam hari pun tiba, Alfian, Roy dan Andra menghadiri pesta pernikahan temannya di masa kuliahnya di sebuah gedung. Banyak teman-temannya yang hadir di acara itu. Mereka bernostalgia, membahas masalah pekerjaan dan biduk rumah tangganya."Di antara kami semua, hanya kalian bertiga yang belum menikah. Jadi, kalian bertiga kapan akan menikah?" pertanyaan ini di tujukan pada Roy, Andra dan Alfian. Rata-rata mereka semua sudah berkeluarga, hanya Roy, Andra dan beberapa temannya yang masih lajang. Mereka mempertanyakan perihal rumah tangga Alfian, tapi dia bungkam."Kalau aku sih, santai. Masih proses mencari cinta sejati," jawab Roy."Doakan saja, orang tuaku merestui hubunganku dan pacarku. Dia gadis yang baik, tapi sayang bukan orang kaya. Aku takut keluargaku menolaknya." Andra bercerita sembari menggoyang gelas berisi jus di tangannya."Kalau kau sendiri bagaimana, Al?" Semua perhatian tertuju pada Alfan. Bukannya menjawab, Alfian hanya mengendikkan bahu.Pengantar minuman datang meng
Ada panggilan video call dari nomor Kanaya, Dimas pun segera menggeser tombol hijau. Wajah Tania yang penuh air mata langsung terpampang memenuhi layar hp.“Papa.” Tania menangis sesenggukan sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya. Dimas sangat cemas saat melihat putri tercintanya menangis. “Kamu kenapa, Sayang?”“Mama mau nikah sama Om Rian. Aku nggak mau punya Papa yang lain, aku maunya cuma Papa.” Tania sedih melihat orang-orang sibuk mempersiapkan acara pernikahan Kanaya dan Rian besok lusa.”Kenapa Papa diam saja, kenapa Papa nggak cegah Mama nikah lagi? Kenapa Papa diam saja, Papa udah nggak sayang Mama lagi?” Omel Tania yang tak henti-hentinya menangis karena Dimas hanya menatapnya dengan mata berkaca-kaca.Dimas menghembuskan napas dengan kasar tidak rela melihat hati putrinya terluka. Sebagai seorang lelaki, Dimas masih memiliki harga diri meski berulang kali mengemis cinta dan hanya mendapat penolakan, Dimas akan tetap berjuang untuk mendapatkan Kanaya dan melakukan
“Kamu nggak apa-apa ‘kan?” tanya Kurnia setelah melepaskan lengan Dimas.“Tidak apa, terima kasih.” Jawab Dimas, kemudian menghampiri Tania yang menatapnya dengan kesal.Kurnia terkejut melihat Rian ada bersama Kanaya. Kurnia tak mempedulikan Rian, dia lebih memilih menyapa Kanaya dan Nurmala dengan mengurai senyuman hangat sebagai salam perkenalan. Kanaya dan Nurmala pun balas tersenyum.“Bu, kenapa anda ada di sini?” tanya Rian dengan sopan saat melihat Bos-nya. Rian merupakan karyawan di perusahaan Manufaktur yang didirikan oleh keluarga Kurnia.“Saya temannya Dimas, kamu sendiri kenapa di sini?” Kurnia balik bertanya.“Oh, Tania adalah anak dari tunangan saya.” Rian melirik Kanaya sebagai isyarat jika Kanaya adalah calon istrinya.“Oh.” Kurnia hanya menganggukkan kepala, hatinya memikirkan kacaunya perasaan Dimas yang ada dalam satu ruangan dengan mantan istri dan calon suaminya.“Kalian saling kenal?” tanya Nurmala.“Iya, beliau anak dari perusahaan Manufaktur tempat saya bekerj
“Dimas memang mantan pacarku, tapi hubungan kami sudah lama berakhir jauh sebelum Dimas kenal sama kamu, itu pun karena aku mengkhianati Dimas dan hanya mengincar uang Dimas. Setelah itu, kami nggak pernah punya hubungan apa pun lagi.Setelah bertahun-tahun nggak ketemu, akhirnya aku ketemu Dimas lagi saat Tante Lilis kenalin aku sama kamu dan keluarganya untuk dijodohkan dengan Ardi. Dimas nggak pernah mengkhianati kamu, aku memfitnah Dimas karena Dimas bongkar keburukanku sama Ardi, makanya Ardi nggak mau nikahin aku. Aku juga yang buat laporan palsu ke polisi kalau Dimas itu pengedar narkoba, aku dan Tante Lilis yang sudah bersekongkol karena kami punya dendam pada Dimas. Kami menyuap para penegak hukum supaya Dimas mendekam lama di penjara.”Kejujuran Sonya terasa seperti tamparan keras yang memporak-porandakan hati Kanaya. Ia menatap Sonya dengan tatapan penuh luka bercampur marah, andaikan dirinya lebih percaya pada Dimas, tentu saja Tania tidak akan kehilangan kasih sayang seor
“Padahal sudah minum obat, tapi demamnya nggak turun-turun, Ma.” Kanaya mengadu pada Nurmala sembari mengompres kening Tania dengan handuk basah.Kanaya sangat khawatir karena sudah 7 hari ini Tania sakit, akan tetapi semakin hari kondisinya semakin memburuk. Mata Tania terus terpejam, sementara bibirnya selalu memanggil ‘Papa’.“Nay, sepertinya Tania kangen sama Papanya. Suruh Papanya ke sini siapa tahu Tania bisa cepet sembuh,” Nurmala tidak ingin melihat kesehatan cucunya semakin menurun karena merindukan ayah kandungnya.“Tidak ada ruang untuk pria itu di sini.” Ujar Alfian yang baru tiba di bangsal setelah pulang dari kantor.“Walau bagaimana pun Dimas adalah orang tuanya Tania, dia berhak tahu kondisi putrinya.”“Aku tidak mau pria itu memberi pengaruh buruk pada Tania.” Alfian masih belum bisa memaafkan pengkhianatan Dimas pada Kanaya di masa lalu.“Yang penting kita selalu mengawasi Tania dan mendidiknya. Dengan memisahkan Tania dan Dimas, itu sama saja kamu menyiksa Tania. Ya
Bunyi ketukan pintu membuat Dimas yang sedang menulis terlonjak kegirangan. Ia buru-buru mengambil tongkat kruk dan langkah tertatih-tatih pergi ke pintu utama karena tidak ingin Kanaya menunggunya terlalu lama.“Kamu siapa?” senyum di wajah Dimas mendadak surut saat melihat bukan Kanaya yang datang ke apartemennya.“Saya Reno, Nyonya Kanaya menyuruh saya untuk menjaga dan membantu anda menulis terjemahan bahasa asing.” Reno tak kalah terkejutnya melihat pria yang harus dijaganya adalah mantan suami dari majikannya. Reno ingat betul dulu ketika selesai akad nikah, Dimas melumat ****** Kanaya dengan rakus.“Kenapa bukan Kanaya yang datang kemari?” tanya Dimas dengan kecewa.“Nyonya Kanaya sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Pak Rian.”DEGJantung Dimas sakit serasa disambar petir, dunia terasa berputar, kepalanya tiba-tiba pusing hingga membuat tubuhnya oleng. Beruntung Dimas berpegangan pada bingkai pintu untuk menopang berat tubuhnya.“Pak, anda baik-baik saja?” Reno deng
“Kapan kau akan bayar hutangmu?”“Beri aku waktu, sebentar lagi aku pasti akan mendapatkan uangnya. Aaaaghh...” Rian berteriak kesakitan saat tangannya dipelintir.“2 minggu yang lalu kau juga berkata begitu.” Rentenir itu merampas kontak mobil dan kunci rumah milik Rian. “Sita semua barang-barang di rumah ini.”“Jangan, Pak. Aku mohon jangan sita mobil saya, saya pasti akan melunasi semua hutang-hutang saya.”“Mau bayar pakai apa, hah? Ingat, kalau sampai 2 minggu kau belum membayar hutangmu, maka rumahmu akan aku sita.”Rian hanya bisa pasrah melihat satu-persatu barang dalam rumahnya digotong keluar. Usahanya yang bangkrut membuatnya terlilit hutang pada lintah darat. Satu-satunya harapan adalah dengan menikahi Kanaya dan menguras semua hartanya, akan tetapi wanita itu sangat sulit untuk didekati.***Satu minggu kemudian, Kanaya mengantarkan Dimas ke apartemennya karena Dimas ngotot ingin pulang. Ia takut tagihan rumah sakit akan membengkak dan Dimas tidak bisa membayarnya.Begitu
“Ini yang namanya musibah membawa berkah.” Dimas sangat ikhlas mendapat musibah seperti ini, jika Kanaya dan Tania bisa kembali padanya.“Maksudnya?” tanya Kanaya dengan kening berkerut.“Kalau bukan karena menambrakku, mungkin kamu tidak akan mau duduk di dekatku.”Kanaya mengedarkan pandangannya, atmosfir ruangan mendadak terasa panas meski AC sudah menyala. Kanaya menggigit bibir bawahnya, rasa canggung tiba-tiba merayap menyelimuti hati Kanaya.Dimas melihat makanan di atas nakas yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk pasien. “Itu makanan untukku?”Kanaya mengikuti arah mata Dimas memandang. “Iya.”“Aku lapar.” Dimas sengaja mengalihkan pembicaraan karena tidak mau melihat Kanaya terus larut dengan rasa bersalahnya. Kanaya mengambil makanan di laci, lalu menyodorkannya pada Dimas.“Bagaimana aku bisa makan kalau kedua tanganku tidak bisa bergerak?”“Bukannya cuma tangan kirimu yang cedera?” Kanaya menatap Dimas dengan tatapan memicing penuh selidik, sebab tangan Dimas yang d
“Pak Dimas, anda sedang apa di sini?” pertanyaan yang terlontar dari sekurity berhasil membuyarkan lamunan Dimas.“Siapa pria yang menggendong Tania?” tanya Dimas to the point.“Oh, dia Pak Rian. Temannya Tuan Ashraf.”“Suaminya Kanaya?” tanya Dimas lagi.“Oh, bukan, Pak. Nyona Tania belum menikah lagi setelah berpisah dari anda.”“Ok.” Perasaan lega seketika menyelimuti hati Dimas. “Jangan katakan pada siapa pun kalau aku datang kemari, aku hanya ingin melihat putriku dari jauh.”Sekurity tidak menanggapi permintaan Dimas, dia lebih setia pada majikan yang menggajinya tiap bulan. Dimas pergi dengan perasaan lega karena memiliki buah hati yang cantik.***“Ma, benar ya tadi itu Papaku?” tanya Tania yang sangat penasaran dengan sosok Dimas karena mengaku sebagai papanya.“Kamu nggak perlu tahu tentang dia. Pokoknya kamu nggak boleh dekat-dekat sama dia.”“Memangnya kenapa, Ma?”“Mama nggak mau dia misahin kita, Sayang.” Kanaya memeluk Tania yang rebahan di atas ranjang dengan erat.“Ma
“Apa maksudmu?” Kanaya pura-pura tidak tahu maksud dari perkataan Dimas.“Jangan membodohiku, aku tahu Tania adalah putriku.”“Dia anakku, bukan anakmu.” Kanaya berdiri, kemudian menyembunyikan Tania di balik tubuhnya.Sikap Kanaya malah membuat Dimas semakin kesal, dia sudah berani merahasiakan kelahiran Tania dan masih ingin menjauhkannya dari Dimas.“Bagaimana jika aku menuntutmu ke pengadilan karena sudah menyembunyikan kelahiran Tania dariku, lalu mengambil hak asuhnya?” Dimas menggertak Kanaya. Ia sama sekali tidak memiliki niat untuk memisahkan Kanaya dari putrinya.Kanaya tersentak kaget takut dengan ancaman Dimas. Raut wajahnya yang tegas berubah menjadi panik hingga membuat Dimas semakin yakin jika Tania adalah putri kandungnya.“Dia memang anak kita ‘kan?” tanya Dimas lagi dengan tatapan mata memicing.Dimas memang marah karena Kanaya sudah merahasiakan kelahiran Tania darinya, tapi ia juga berharap masih memiliki kesempatan untuk kembali pada Kanaya dan bersama-sama membes