"Maafin, Kanaya, Buuu." Rindu menangis pilu ketika Sulastri mencengkram tangannya dengan kuat, ia tahu sebentar lagi Sulastri akan menghukumnya. Setelah Ashraf pergi, Sulastri menyeret Rindu ke kamar mandi. Dengan emosi yang meluap-luap, ia mengguyur tubuh mungil Rindu dengan air dari bak mandi. "Ampuuuun, Bu, Ampuuuun." Rindu menangis sambil meraup wajahnya. Ia kesulitan mengambil napas karena Sulastri menyiramnya dengan air tanpa henti. "Uuhuuuk uhuuuk uhuuuk." Rindu terbatuk-batuk disela tangisnya. Napasnya tersengal-sengal, ia kesulitan bernapas karena guyuran air yang tiada henti masuk ke dalam hidung dan membuatnya tersedak. "Biar tahu rasa kamu. Ini hukuman buat kamu. Kecil-kecil sudah gatel. Kamu mirip sekali dengan ibumu, suka menggoda laki-laki." Sulastri berujar dengan suara tinggi. Bahkan, tetangga di sebelahnya bisa mendengar teriakan dan tangisan pilu Rindu. Namun, Sulastri tidak peduli. Hati nuraninya sudah mati tertutup oleh emosi. Sulastri masih menyirami Rindu den
Pagi hari, di kediaman keluarga Alfian gempar dengan kabar Sulastri yang masuk penjara karena kasus KDRT terhadap putrinya. Para pekerja sibuk menggosipkan Darsono dan istrinya. Mereka semua tidak menyangka jika istrinya Darsono sekejam itu. Beberapa pekerja yang lain berharap Sulastri mendapat balasan yang setimpal."Mas, tahu kabar tentang kasus istri dan anaknya Pak Darsono, nggak?" tanya Nurmala sambil meletakkan kopi panas di hadapan Alfian yang duduk di ruang makan bersama dengan anak-anaknya."Nggak, memangnya ada berita apa? Kok, kayaknya heboh gitu." Alfian mengoles roti dengan selai untuk sarapan paginya. Ia menilik ekspresi wajah Nurmala yang tampak serius."Istrinya Pak Darsono masuk penjara," Nurmala mengutarakan kabar yang ia dapat dari asisten rumah tangganya yang bergosib di dapur tadi."APA." Alfian terkejut sampai tangannya berhenti beraktivitas. Alfian pikir ia salah dengar."Kok, bisa, Ma? Emang apa salahnya?" Ashraf menoleh pada Nurmala yang sedang menarik kursi l
"Ashraf, kamu bicara apa? Jangan bicara sembarangan," keluh Nurmala, karena Ashraf sudah tidak sopan pada orang tua."Maaf, Ma, tapi aku masih ingat betul dengan wajah Almarhum Pak Dirga. Dia sangat mirip dengan Almarhum Pak Dirga." Tangan Ashraf terangkat telunjuknya mengacung pada Rindu. "Sedangkan adikku, Rindu lebih mirip dengan istrinya Pak Darsono. Mana ada seorang ibu yang tega menyiksa anaknya sampai masuk rumah sakit. Benar begitu 'kan Pak Darsono?" Ashraf berucap dengan geram, tatapannya semakin tajam tertuju pada Darsono."Ti-tidak. Itu tidak benar." Darsono menggeleng cepat, ia berucap dengan suara terbata-bata, wajahnya sudah penuh dengan keringat. Ia takut jika terbukti bersalah, keluarga Alfian akan memenjarakannya. Harusnya ia tidak pernah tergiur dengan hasutan Sulastri."Lebih baik katakan yang sebenarnya, kalau tidak, saya akan laporkan anda ke kantor polisi, supaya anda dan istri anda mendekam di penjara." Nurmala yang sejak tadi menyimak penjelasan Ashraf, ikut me
Keluarga besar Alfian sedang berkumpul di rumah Alfian. Berita tentang Kanaya dan Rindu sudah diketahui oleh semua keluarga Alfian dan Nurmala, tak terkecuali Risma dan suaminya. Lukman datang bersama Ayu dan Sarah, sedangkan Roy datang bersama Azizah dan anaknya.Tentu saja berita ini mengejutkan semua orang, bahkan menggores hati yang awalnya sudah damai. Semua orang sangat menyayangi Kanaya dan sudah menjadikan Kanaya sebagai bagian dari keluarganya."Kak, Rindu jangan dibalikin ke keluarganya. Berikan saja padaku kalau Mbak Nurmala sama Kak Alfian nggak mau merawatnya." Sarah sangat shock ketika mengetahui rahasia busuk yang Sulastri sembunyikan selama bertahun-tahun. Ia cemas Alfian marah dan menyia-nyiakan Kanaya karena Kanaya adalah anak kandung dari wanita licik itu."Bagaimana aku dan Mas Alfian akan menelantarkan Rindu. Kami sangat menyayangi Rindu dan sudah menganggapnya seperti anak sendiri," sahut Nurmala dengan hati pilu."Apa keputusan kamu, Al?" tanya Lukman pada Alfia
Alfian memesan makanan dari restoran, semua keluarganya berkumpul untuk makan malam di ruang makan. Banyak makanan istimewa yang tersaji di atas meja untuk menyambut kedatangan Rindu.Semua bersemangat mengambil makanan yang tersaji di atas meja makan, sedangkan Rindu hanya memindai makanannya sambil meneguk salivanya. Nurmala mengambil makanan, lalu meletakkan piringnya di hadapan Rindu."Ini buat aku, Tante?" tanya Rindu dengan mata berbinar memandangi makanannya. Sebelumnya, Rindu tidak pernah makan enak."Iya, Nak. Ini buat kamu, kalau kurang boleh kamu ambil lagi," jawab Nurmala sembari tersenyum dengan lembut."Makasih, Tante." Rindu langsung membaca do’a, kemudian melahap makanannya dengan semangat.Semua mata langsung tertuju pada Rindu yang makan seperti orang kelaparan. Rindu tidak pernah makan makanan seenak ini. Rindu masih menjilati tulang ayam di piringnya. Ia juga menjilati jarinya karena bumbunya masih tersisa di sana."Kalau masih kurang, kamu boleh ambil lagi, Nak."
Alfian yang mendengar tangisan Rindu pun akhirnya keluar dari kamarnya. Ia terkejut melihat Rindu yang menangis ketakutan di pelukan Kanaya. “Nak, ada apa ini?”“Dia takut melihatku, Pa,” jawab Ashraf. Kanaya langsung melepaskan pelukannya begitu mendengar suara Alfian. “Dia takut dipukul sama ibunya, Pa.Alfian menggendong Rindu yang masih menangis sesenggukan, kemudian memeluknya dengan erat. “Kamu jangan takut, mulai sekarang tidak akan ada yang berani memukulmu.” Tangannya yang kokok mengusap punggung Rindu dengan lembut.“Iya. Mana ada ibu yang bisa mukul anaknya sendiri. Mamaku saja nggak pernah mukul aku.” Zivanna ikut menghibur Rindu.“Tapi, ibuku suka mukul kalau aku nggak nurut,” sahut Rindu sambil menangis sesenggukan. Alfian dan Ashraf semakin geram sekaligus merasa iba mendengar pengakuan Rindu. Mereka marah karena selama ini Rindu selalu mendapat perlakuan yang buruk dari Sulastri.“Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti kamu, Nak,” ujar Alfian den
Rindu menghela nafas panjang karena merasa nervous menunggu namanya dipanggil sebagai peserta lomba Musabaqah hafalan Al-Qur'an antar santri tingkat Madrasah Aliyah. Rindu memiliki gejala demam panggung. Namun, sejauh ini ia masih bisa mengatasi masalahnya.Setelah lulus Madrasah Ibtidaiyah, Rindu memutuskan untuk memperdalam ilmu pengetahuannya tentang agama islam di pondok pesantren Al-Fitrah, di Bangil Pasuruan Jawa Timur. Alfian sengaja memilih ponpes ternama untuk mendukung Rindu dalam mencari ilmu. Banyak santri berasal dari luar negeri yang menimba ilmu di ponpes tersebut. Awalnya, Rindu menolak karena biaya pendidikan pondok pesantren tersebut terbilang mahal, ia terlalu malu untuk merepotkan Alfian dan Nurmala, apalagi Bangil Jawa Timur sangat jauh dari Jakarta. Pasti Alfian dan Nurmala akan kerepotan untuk menjenguknya di pesantren. Rindu cukup tahu diri meskipun keluarga Alfian merawatnya dengan ketulusan hati sejak ia berusia 5 tahun sampai usia 18 tahun. Rindu mendengar
Pandangan mata Nurmala terus mengikuti langkah kaki Rindu yang meniti anak tangga, lalu berjalan melewati para santriwati dan wali santriwati yang duduk menonton acara perlombaan."Assalamu'alaikum," Rindu mengucap salam begitu tiba di hadapan Nurmala."Wassalamu'alaikum," jawab Nurmala, Kanaya, Khanza dan Zivanna serempak. Beberapa wali santri juga menjawab salam Rindu.Rindu mencium tangan Nurmala, lalu memeluknya dengan erat. Rindu sangat merindukan pelukan Nurmala, rindu kasih sayang Nurmala, rindu belaian tangan Nurmala ketika Rindu tidur, Rindu merindukan suapan tangan Nurmala. Rindu juga merindukan Papa Alfian, dan saudaranya. Air mata Rindu menetes begitu saja karena luapan rasa rindu."Loh, kok malah nangis?" tanya Nurmala begitu Rindu melepas pelukannya."Kangen, Ma." balas Rindu dengan suara serak, sambil menyapu air matanya."Oh, Mama juga kangen." Nurmala mencium kening Rindu. Sedangkan, Khanza mengusap-usap punggung Rindu. “Sudah-sudah. Umur kamu sudah 18 tahun, masa' su
“Dimas memang mantan pacarku, tapi hubungan kami sudah lama berakhir jauh sebelum Dimas kenal sama kamu, itu pun karena aku mengkhianati Dimas dan hanya mengincar uang Dimas. Setelah itu, kami nggak pernah punya hubungan apa pun lagi.Setelah bertahun-tahun nggak ketemu, akhirnya aku ketemu Dimas lagi saat Tante Lilis kenalin aku sama kamu dan keluarganya untuk dijodohkan dengan Ardi. Dimas nggak pernah mengkhianati kamu, aku memfitnah Dimas karena Dimas bongkar keburukanku sama Ardi, makanya Ardi nggak mau nikahin aku. Aku juga yang buat laporan palsu ke polisi kalau Dimas itu pengedar narkoba, aku dan Tante Lilis yang sudah bersekongkol karena kami punya dendam pada Dimas. Kami menyuap para penegak hukum supaya Dimas mendekam lama di penjara.”Kejujuran Sonya terasa seperti tamparan keras yang memporak-porandakan hati Kanaya. Ia menatap Sonya dengan tatapan penuh luka bercampur marah, andaikan dirinya lebih percaya pada Dimas, tentu saja Tania tidak akan kehilangan kasih sayang seor
“Padahal sudah minum obat, tapi demamnya nggak turun-turun, Ma.” Kanaya mengadu pada Nurmala sembari mengompres kening Tania dengan handuk basah.Kanaya sangat khawatir karena sudah 7 hari ini Tania sakit, akan tetapi semakin hari kondisinya semakin memburuk. Mata Tania terus terpejam, sementara bibirnya selalu memanggil ‘Papa’.“Nay, sepertinya Tania kangen sama Papanya. Suruh Papanya ke sini siapa tahu Tania bisa cepet sembuh,” Nurmala tidak ingin melihat kesehatan cucunya semakin menurun karena merindukan ayah kandungnya.“Tidak ada ruang untuk pria itu di sini.” Ujar Alfian yang baru tiba di bangsal setelah pulang dari kantor.“Walau bagaimana pun Dimas adalah orang tuanya Tania, dia berhak tahu kondisi putrinya.”“Aku tidak mau pria itu memberi pengaruh buruk pada Tania.” Alfian masih belum bisa memaafkan pengkhianatan Dimas pada Kanaya di masa lalu.“Yang penting kita selalu mengawasi Tania dan mendidiknya. Dengan memisahkan Tania dan Dimas, itu sama saja kamu menyiksa Tania. Ya
Bunyi ketukan pintu membuat Dimas yang sedang menulis terlonjak kegirangan. Ia buru-buru mengambil tongkat kruk dan langkah tertatih-tatih pergi ke pintu utama karena tidak ingin Kanaya menunggunya terlalu lama.“Kamu siapa?” senyum di wajah Dimas mendadak surut saat melihat bukan Kanaya yang datang ke apartemennya.“Saya Reno, Nyonya Kanaya menyuruh saya untuk menjaga dan membantu anda menulis terjemahan bahasa asing.” Reno tak kalah terkejutnya melihat pria yang harus dijaganya adalah mantan suami dari majikannya. Reno ingat betul dulu ketika selesai akad nikah, Dimas melumat ****** Kanaya dengan rakus.“Kenapa bukan Kanaya yang datang kemari?” tanya Dimas dengan kecewa.“Nyonya Kanaya sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Pak Rian.”DEGJantung Dimas sakit serasa disambar petir, dunia terasa berputar, kepalanya tiba-tiba pusing hingga membuat tubuhnya oleng. Beruntung Dimas berpegangan pada bingkai pintu untuk menopang berat tubuhnya.“Pak, anda baik-baik saja?” Reno deng
“Kapan kau akan bayar hutangmu?”“Beri aku waktu, sebentar lagi aku pasti akan mendapatkan uangnya. Aaaaghh...” Rian berteriak kesakitan saat tangannya dipelintir.“2 minggu yang lalu kau juga berkata begitu.” Rentenir itu merampas kontak mobil dan kunci rumah milik Rian. “Sita semua barang-barang di rumah ini.”“Jangan, Pak. Aku mohon jangan sita mobil saya, saya pasti akan melunasi semua hutang-hutang saya.”“Mau bayar pakai apa, hah? Ingat, kalau sampai 2 minggu kau belum membayar hutangmu, maka rumahmu akan aku sita.”Rian hanya bisa pasrah melihat satu-persatu barang dalam rumahnya digotong keluar. Usahanya yang bangkrut membuatnya terlilit hutang pada lintah darat. Satu-satunya harapan adalah dengan menikahi Kanaya dan menguras semua hartanya, akan tetapi wanita itu sangat sulit untuk didekati.***Satu minggu kemudian, Kanaya mengantarkan Dimas ke apartemennya karena Dimas ngotot ingin pulang. Ia takut tagihan rumah sakit akan membengkak dan Dimas tidak bisa membayarnya.Begitu
“Ini yang namanya musibah membawa berkah.” Dimas sangat ikhlas mendapat musibah seperti ini, jika Kanaya dan Tania bisa kembali padanya.“Maksudnya?” tanya Kanaya dengan kening berkerut.“Kalau bukan karena menambrakku, mungkin kamu tidak akan mau duduk di dekatku.”Kanaya mengedarkan pandangannya, atmosfir ruangan mendadak terasa panas meski AC sudah menyala. Kanaya menggigit bibir bawahnya, rasa canggung tiba-tiba merayap menyelimuti hati Kanaya.Dimas melihat makanan di atas nakas yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk pasien. “Itu makanan untukku?”Kanaya mengikuti arah mata Dimas memandang. “Iya.”“Aku lapar.” Dimas sengaja mengalihkan pembicaraan karena tidak mau melihat Kanaya terus larut dengan rasa bersalahnya. Kanaya mengambil makanan di laci, lalu menyodorkannya pada Dimas.“Bagaimana aku bisa makan kalau kedua tanganku tidak bisa bergerak?”“Bukannya cuma tangan kirimu yang cedera?” Kanaya menatap Dimas dengan tatapan memicing penuh selidik, sebab tangan Dimas yang d
“Pak Dimas, anda sedang apa di sini?” pertanyaan yang terlontar dari sekurity berhasil membuyarkan lamunan Dimas.“Siapa pria yang menggendong Tania?” tanya Dimas to the point.“Oh, dia Pak Rian. Temannya Tuan Ashraf.”“Suaminya Kanaya?” tanya Dimas lagi.“Oh, bukan, Pak. Nyona Tania belum menikah lagi setelah berpisah dari anda.”“Ok.” Perasaan lega seketika menyelimuti hati Dimas. “Jangan katakan pada siapa pun kalau aku datang kemari, aku hanya ingin melihat putriku dari jauh.”Sekurity tidak menanggapi permintaan Dimas, dia lebih setia pada majikan yang menggajinya tiap bulan. Dimas pergi dengan perasaan lega karena memiliki buah hati yang cantik.***“Ma, benar ya tadi itu Papaku?” tanya Tania yang sangat penasaran dengan sosok Dimas karena mengaku sebagai papanya.“Kamu nggak perlu tahu tentang dia. Pokoknya kamu nggak boleh dekat-dekat sama dia.”“Memangnya kenapa, Ma?”“Mama nggak mau dia misahin kita, Sayang.” Kanaya memeluk Tania yang rebahan di atas ranjang dengan erat.“Ma
“Apa maksudmu?” Kanaya pura-pura tidak tahu maksud dari perkataan Dimas.“Jangan membodohiku, aku tahu Tania adalah putriku.”“Dia anakku, bukan anakmu.” Kanaya berdiri, kemudian menyembunyikan Tania di balik tubuhnya.Sikap Kanaya malah membuat Dimas semakin kesal, dia sudah berani merahasiakan kelahiran Tania dan masih ingin menjauhkannya dari Dimas.“Bagaimana jika aku menuntutmu ke pengadilan karena sudah menyembunyikan kelahiran Tania dariku, lalu mengambil hak asuhnya?” Dimas menggertak Kanaya. Ia sama sekali tidak memiliki niat untuk memisahkan Kanaya dari putrinya.Kanaya tersentak kaget takut dengan ancaman Dimas. Raut wajahnya yang tegas berubah menjadi panik hingga membuat Dimas semakin yakin jika Tania adalah putri kandungnya.“Dia memang anak kita ‘kan?” tanya Dimas lagi dengan tatapan mata memicing.Dimas memang marah karena Kanaya sudah merahasiakan kelahiran Tania darinya, tapi ia juga berharap masih memiliki kesempatan untuk kembali pada Kanaya dan bersama-sama membes
"Dia bukan anakmu. Dia anakku," jawab Kanaya dengan tegas.Kanaya sangat mengenal watak Dimas yang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa pun yang dia inginkan, apalagi jika dia tahu Tania adalah darah dagingnya.“Apa kamu sudah menikah?” tanya Dimas dengan rasa sakit yang menusuk di hati. Dadanya sudah kembang kempis menunggu jawaban Kanaya.“I, iya.” Kanaya terpaksa berbohong karena takut Dimas akan merebut putrinya. Ia tidak mau kehilangan harta yang paling berharga dalam hidupnya.Jawaban Kanaya benar-benar melukai hati Dimas. Kanaya terpaksa berbohong karena tidak ingin berurusan lagi dengan Dimas, apalagi jika Dimas sampai merebut putrinya.“Semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu.” Dimas yang patah hati langsung memutus sambungan teleponnya secara sepihak. Dimas menghela napas berat, ini bukan saatnya untuk frustasi, ia harus mencari pekerjaan untuk melanjutkan sisa hidupnya.“Siapa yang telepon, Ma?” tanya Tania.“Teman Mama, Nak.” Jawab Kanaya membari mengusap ra
“Ini dompetmu.” Bagitu duduk di taman komplek perumahan, Ardi menyerahkan dompet yang Dimas minta berserta berkas-berkas penting milik Dimas.“Sebenarnya apa yang terjadi selama aku penjara?” tanya Dimas to the point.“Kamu tahu sendiri kalau aku tidak punya pengalaman di bidang bisnis, sedangkan CEO yang Mama pekerjakan malah menipu Mama, dia bekerja untuk pesaing bisnis keluarga kita. Mama sudah menggadaikan semua harta kita untuk mempertahankan perusahaan, tapi uangnya malah dibawa kabur oleh CEO itu, karena tidak mampu membayar pinjaman, semua barang berharga disita oleh BANK.”“Apa ibumu menjual harta milikku juga?” Dimas mempertanyakan harta yang ia miliki dari hasil jerih payahnya sendiri.“Iya.” Ardi tidak berani membalas tatapan Dimas karena rasa bersalahnya.“Kalian sangat keterlaluan.” Dimas berusaha menahan amarah yang sudah lama ia pendam. Ia sudah berjanji pada Andra untuk hijrah menjadi orang yang baik. Dimas menganggap penjara adalah hukuman atas dosa-dosa yang selama