Alfian meremas surat di tangannya, lalu membuangnya ke lantai. Ia menyesal kenapa tidak menyelidiki dulu perubahan sikap Nurmala yang mendadak berubah. Bi Puput memberi segelas air putih. Beliau pasti tahu bahwa hati majikannya saat ini sedang kacau balau.Hati Alfian terasa diremas, baru berpisah saja berpisah dengan Nurmala sudah membuatnya sesakit ini. Mengingat video kemesraan Firman dan Nurmala, entah kenapa naluri Alfian mengatakan jika saat ini Nurmala sedang kabur bersama Firman. Kalau itu benar terjadi, maka akan ia takkan segan-segan untuk memb*n*h bajingan itu.Alfian menepis segala prasangka buruk tentang Nurmala, tidak mungkin Nurmala bisa melakukan hal itu. Roy sekarang sedang mencari tahu keberadaan istrinya, sedangkan Alfian segera memantau rekaman CCTV rumahnya.Alfian memutar rekaman CCTV saat dirinya pulang dalam keadaan on akibat obat perangsang. Di ruang tengah, ia melihat Nurmala sedang berdebat dengan Roy. “Sial, lancang sekali Roy menyentuh istrinya,” gerutu A
Satu bulan sudah Nurmala melarikan diri, hidup di perkampungan kecil padat penduduk. Dia menyewa kontrakan kecil selama 2 bulan, jika betah maka akan menambah 1 tahun masa sewanya, itu rencana yang Nurmala pikirkan.Lokasinya tak terlalu jauh dari rumah Alfian, hanya saja kalau mau masuk ke kontrakan, Nurmala harus melewati jalan tikus yang tak bisa dilewati motor. Ini adalah kontrakan Ratna dulu waktu pertama kali pindah ke Jakarta.Nurmala berusaha happy tanpa sosok suami di sampingnya. Sebenarnya Nurmala bingung, setelah ia melahirkan nanti harus bagaimana. Dia harus ada pemasukan untuk membesarkan anaknya nanti. Namun, tidak terlalu memikirkannya. Yang penting tabungan Nurmala masih banyak. Toh, hasil dari membuat novel juga lumayan.Nurmala melangkahkan kaki dengan riang gembira, menuju pasar malam. Sudah 4 hari ada pasar malam dadakan di dekat kontrakan Nurmala. Dia menyembunyikan wajahnya menggunakan masker dan menutup kepalanya dengan jaket hoodie.Nurmala berkeliling menikmat
Setelah berjalan kaki hampir satu jam akhirnya Nurmala sampai di depan pintu rumah Alfian. Ia sangat kelelahan, kakinya terasa lemas dan pegal. Nurmala berdiri dengan posisi ruku', tak lama kemudian kembali berdiri tegak memandangi pintu rumah Alfian dengan bingung.Nurmala menggigit jari telunjuknya, ia sangat ragu untuk mengetuk pintu itu. Bayangan Alfian akan memarahinya membuat nyalinya ciut. Rasa takut, cemas dan malu bercampur menjadi satu. Akhirnya Nurmala hanya bisa mondar-mandir di depan pintu.Nurmala menghela nafas panjang. Sejahat apapun Alfian, dia sangat menyayangi anaknya, jadi tidak mungkin Alfian akan membuang Nurmala jika masih ada anak Alfian di perutnya.Setelah meyakinkan diri sendiri, Nurmala pun mengetuk pintu. Sudah beberapa kali pintu diketuk, tapi tidak ada sahutan dari dalam rumah."Kemana semua orang pergi?" Nurmala mengintip isi rumah dari jendela, tapi sayangnya ia tak dapat melihat apa pun karena jendela tertutup tirai.Nurmala pun duduk di kursi teras k
Nurmala mengerjapkan mata, bau obat menusuk di indra penciumannya. Perlahan matanya mulai terbuka, kepingan-kepingan ingatan semalam mulai bermunculan. Ia memindai seluruh isi ruangan sampai akhirnya mata Nurmala melihat sosok pria yang sangat dirindukannya, yaitu Alfian. Alfian tidur dengan posisi duduk di kursi samping ranjang Nurmala, kepalanya berpangku di atas ranjang. Meski tertidur, tangan Alfian masih setia menggenggam tangan Nurmala, satu tangannya yang lain terpasang selang infus. Perlakuan lembut Alfian selalu berhasil menghangatkan hati Nurmala.Nurmala ingin buang air kecil, ini adalah aktivitas rutin yang selalu ia lakukan di pagi hari tiap bangun tidur. Dengan perlahan Nurmala menarik tangannya dari genggaman Alfian, tapi pergerakan kecil yang dilakukannya malah membangunkan suaminya dari tidur lelapnya."Mmmmm." Alfian menghela napas, dengan perlahan mata tajamnya mulai terbuka. Alfian menegakkan punggungnya, lalu menatap Nurmala sembari tersenyum hangat dengan wajah b
"Sudah pergi sana. Belikan kami makanan." Alfian mengusir Roy.Roy berjalan menuju kamar mandi dengan langkah gusar. "Dasar kampret." Roy masih sempat memaki Alfian sebelum hilang dibalik pintu."Mau lanjut lagi?" Alfian tersenyum jenaka."Nggak ah, lanjut di rumah aja. Malu! Kan, di sini masih ada Roy." Nurmala masih malu, berbeda dengan Alfian yang santai dan biasa saja setelah dipergogi bermesraan di hadapan Roy."Mau makan apa?" Roy baru saja keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar setelah mencuci muka, lalu mengambil hp dan dompetnya yang tergeletak di atas meja, tepat di sisi ranjang Nurmala. Roy beranjak duduk di sofa, lalu memasang sepatunya."Kamu mau makan apa, Nur?" Alfian membelai wajah Nurmala."Apa aja yang penting halal," jawab Nurmala."Udah, deh. Nggak usah mesra-mesraan di depanku." Roy mengeluh sembari mengikat tali sepatunya. “Hargai perasaanku yang jomblo ini.”"Makanya nikah," Alfian berusaha menahan tawa. Roy mendengus kesal karena Alfian selalu me
Dada Nurmala kembang kempis, napasnya masih memburu. Meskipun ia sudah membalas perbuatan Vanessa lebih kejam, tapi emosi masih mengungkung hatinya. Seumur hidup tidak pernah ada orang yang berlaku kasar padanya kecuali Vanessa dan Alfian.Nurmala dan Alfian duduk di dalam mobil. Dengan telaten Alfian mengeringkan wajah Nurmala dengan tissue, dari mulai kening, mata, pipi dan hidung. Alfian mengambil tissue baru setelah membuang tissue yang sudah kotor. Dia beralih mengusap pakaian Nurmala yang basah di bagian dada."Kenapa tidak kamu siram dengan sambal saja wajahnya biar jera, kan di meja tadi ada semangkok sambal.""Harga cabai mahal, 120. 000 perkilo," jawabnya asal.Alfian malah tersenyum lalu menarik hidung Nurmala, di saat seperti ini bisa-bisanya Nurmala melawak. "Kamu sangat menggemaskan.""Iih, nyebelin. Aku tidak sekejam itu." Nurmala menepuk paha Alfian dengan gemas.Menurut Nurmala, terlalu ekstrim menyiram Vanessa dengan sambal. Bagaimana jika ia di laporkan ke kantor po
Alfian menggenggam tangan Nurmala. Mereka saling pandang, kemudian melempar senyum saling menguatkan. Alfian menarik Nurmala menghampiri Risma yang menatapnya dengan tatapan tajam."Assalamu'alaikum," Nurmala dan Alfian serempak mengucap salam."Wa'alaikumsalam." jawab Azizah lalu masuk ke dalam rumah tanpa mau melihat Nurmala.Nurmala meraih tangan Risma ingin mencium tangan wanita yang sudah melahirkannya, tapi langsung ditepis. Risma bergegas masuk ke dalam rumah dengan hati yang diliputi emosi. Alfian menghela nafas berat melihat istrinya diperlakukan seperti itu. Ia semakin merasa bersalah, karena dirinyalah kehadiran Nurmala ditolak oleh keluarganya."Maafin aku, ya!" Alfian mengecup kening Nurmala, lalu memeluknya berharap pelukan yang ia berikan bisa mengurangi keresahan yang melanda hati istrinya."Nggak apa-apa, kok. Ibuku baik orangnya. Marah paling cuma sebentar." Nurmala memaksakan senyumnya supaya Alfian tak terlalu merasa bersalah.Nurmala menarik diri mundur, lalu mem
Alfian langsung berlutut di hadapan Risma. Keningnya bertumpu di lutut ibu mertuanya dengan ta'dzim."Saya minta maaf, saya mohon maafkan saya. Saya sangat mencintai Nurmala, Bu. Saya akan menerima apapun hukuman yang ibu berikan, asal jangan pisahkan kami. Saya tidak mau kehilangan istri dan anak saya, Bu." Alfian berharap ibu mertuanya mau memaafkan segala kesalahan yang pernah diperbuatnya pada Nurmala."Bu, Nur nggak mau pisah dari Alfian, Nur sayang Alfian. Kasihan bayi di perut Nur kalau tidak punya Ayah." Nurmala berucap disela tangisnya. "Bu, dosa besar menyuruh anak bercerai. Terlebih Mbak Nur sedang hamil. Jangan lupa, jodoh dan maut, Allah yang menentukan. Jangan menentang apa yang sudah ditakdirkan Allah. Kita hanya bisa menjalani." Nurmala menoleh ke belakang. Dia berpikir sejak kapan Azizah berdiri di bingkai pintu.Sejak tadi Azizah menguping pembicaraan Nurmala dan ibunya. Hanya saja rasa kecewa terhadap Nurmala lebih dominan daripada rasa kasihan, hingga membuatnya b