Dada Nurmala kembang kempis, napasnya masih memburu. Meskipun ia sudah membalas perbuatan Vanessa lebih kejam, tapi emosi masih mengungkung hatinya. Seumur hidup tidak pernah ada orang yang berlaku kasar padanya kecuali Vanessa dan Alfian.Nurmala dan Alfian duduk di dalam mobil. Dengan telaten Alfian mengeringkan wajah Nurmala dengan tissue, dari mulai kening, mata, pipi dan hidung. Alfian mengambil tissue baru setelah membuang tissue yang sudah kotor. Dia beralih mengusap pakaian Nurmala yang basah di bagian dada."Kenapa tidak kamu siram dengan sambal saja wajahnya biar jera, kan di meja tadi ada semangkok sambal.""Harga cabai mahal, 120. 000 perkilo," jawabnya asal.Alfian malah tersenyum lalu menarik hidung Nurmala, di saat seperti ini bisa-bisanya Nurmala melawak. "Kamu sangat menggemaskan.""Iih, nyebelin. Aku tidak sekejam itu." Nurmala menepuk paha Alfian dengan gemas.Menurut Nurmala, terlalu ekstrim menyiram Vanessa dengan sambal. Bagaimana jika ia di laporkan ke kantor po
Alfian menggenggam tangan Nurmala. Mereka saling pandang, kemudian melempar senyum saling menguatkan. Alfian menarik Nurmala menghampiri Risma yang menatapnya dengan tatapan tajam."Assalamu'alaikum," Nurmala dan Alfian serempak mengucap salam."Wa'alaikumsalam." jawab Azizah lalu masuk ke dalam rumah tanpa mau melihat Nurmala.Nurmala meraih tangan Risma ingin mencium tangan wanita yang sudah melahirkannya, tapi langsung ditepis. Risma bergegas masuk ke dalam rumah dengan hati yang diliputi emosi. Alfian menghela nafas berat melihat istrinya diperlakukan seperti itu. Ia semakin merasa bersalah, karena dirinyalah kehadiran Nurmala ditolak oleh keluarganya."Maafin aku, ya!" Alfian mengecup kening Nurmala, lalu memeluknya berharap pelukan yang ia berikan bisa mengurangi keresahan yang melanda hati istrinya."Nggak apa-apa, kok. Ibuku baik orangnya. Marah paling cuma sebentar." Nurmala memaksakan senyumnya supaya Alfian tak terlalu merasa bersalah.Nurmala menarik diri mundur, lalu mem
Alfian langsung berlutut di hadapan Risma. Keningnya bertumpu di lutut ibu mertuanya dengan ta'dzim."Saya minta maaf, saya mohon maafkan saya. Saya sangat mencintai Nurmala, Bu. Saya akan menerima apapun hukuman yang ibu berikan, asal jangan pisahkan kami. Saya tidak mau kehilangan istri dan anak saya, Bu." Alfian berharap ibu mertuanya mau memaafkan segala kesalahan yang pernah diperbuatnya pada Nurmala."Bu, Nur nggak mau pisah dari Alfian, Nur sayang Alfian. Kasihan bayi di perut Nur kalau tidak punya Ayah." Nurmala berucap disela tangisnya. "Bu, dosa besar menyuruh anak bercerai. Terlebih Mbak Nur sedang hamil. Jangan lupa, jodoh dan maut, Allah yang menentukan. Jangan menentang apa yang sudah ditakdirkan Allah. Kita hanya bisa menjalani." Nurmala menoleh ke belakang. Dia berpikir sejak kapan Azizah berdiri di bingkai pintu.Sejak tadi Azizah menguping pembicaraan Nurmala dan ibunya. Hanya saja rasa kecewa terhadap Nurmala lebih dominan daripada rasa kasihan, hingga membuatnya b
"Kamu bisa tidak sih, tidak ceroboh? Kalau jatuh bagaimana!" sentak Alfian sembari menatap Nurmala yang berada di gendongannya. Jantungnya hampir copot keluar saat melihat Nurmala terlempar dari kursi. Beruntung Alfian masuk kamar tepat waktu karena rasa penasaran melihat sikap aneh Nurmala. Alfian berlari menangkap Nurmala yang hampir terjatuh."Maaf," cuma kata itu yang bisa keluar dari mulut Nurmala, dia terlalu shock. Ibu hamil yang masih ketakutan itu melingkarkan tangannya di leher Alfian, hidungnya menyusup di ceruk leher suaminya, mencoba mencari ketenangan di sana."Lain kali jangan melakukan hal yang membahayakan dirimu dan anak kita," kata Alfian dengan nada tegas, ia berusaha meredam emosinya karena kecerobohan Nurmala."Eh." Nurmala menegakkan kepalanya, dia teringat sesuatu. Matanya melebar saat melihat foto Firman berserakan memenuhi lantai kamar. Alfian ikut menunduk mengikuti arah mata Nurmala."Jangan dilihat." Nurmala langsung menutup seluruh wajah Alfian dengan ked
"Iya, kamu yang jadi Setan!" ujar Alfian yang tiba-tiba muncul di sisi Nurmala. Bukannya marah di sebut 'Setan', mata Santi dan Bu Nanik malah berbinar melihat Alfian.Parasnya yang rupawan mampu menghipnotis mata ibu dan anak itu untuk tertarik pada pesona yang Alfian tonjolkan. Padahal bangun tidur tanpa cuci muka, wajah Alfian tetap menawan."Welah dalah, Bu. Gantenge." Santi mengguncang lengan ibunya, kemudian berlari kecil menghampiri Nurmala. "Nur, itu siapa? Kenalin, dong," bisik Santi di telinga Nurmala. Matanya sesekali curi pandang memperhatikan Alfian."Nur, itu siapa? Kok, baru lihat!" tanya Bu Nanik sembari tersenyum pada Alfian."Eh," Nurmala terkejut saat tangan Alfian menarik pinggangnya, Hingga tubuh mereka menempel erat. Santi dan Bu Nanik terbelalak melihat kedekatan Alfian dan Nurmala yang begitu mesra."Namaku adalah Alfian Laksmana. Putra sulung dari Lukman Laksmana, pemilik perusahaan Media entertainment. Jika tidak percaya, kalian bisa browsing di internet. Aku
"Maaf ya, udah bikin kamu capek." tutur Alfian sembari mengusap punggung polos Nurmala dengan lembut."Nggak apa-apa, aku suka." Nurmala menyembunyikan wajahnya bergumul ke dalam ke dada Alfian. Mereka sudah beberapa kali melakukan hubungan suami-istri setelah Nurmala pulang dari rumah sakit."Sudah malam, kamu jangan terlalu capek. Ayo tidur!" Alfian mengecupi puncak kepala Nurmala berulang kali. "Kan, kamu Mas yang bikin aku capek," balas Nurmala."Abis kamu enak, sih!" bisik Alfian di telinga Nurmala sambil terkekeh mendengar keluhan Nurmala.Bisikan Alfian membuat tubuh Nurmala terkesiap merinding. Dengan perlahan, Nurmala menyingkirkan tangan Alfian yang tengah membelit pinggangnya. Ia beringsut duduk, lalu menyisir rambutnya yang berantakan dengan jemari tangan, dan menggulungnya. Nurmala memunguti pakaiannya yang tergeletak di mana-mana."Mau kemana? Aku masih kangen." Alfian beringsut dud
"Maaf ya, udah bikin kamu capek." tutur Alfian sembari mengusap punggung polos Nurmala dengan lembut."Nggak apa-apa, aku suka." Nurmala menyembunyikan wajahnya bergumul ke dalam ke dada Alfian. Mereka sudah beberapa kali melakukan hubungan suami-istri setelah Nurmala pulang dari rumah sakit. "Sudah malam, kamu jangan terlalu capek. Ayo tidur!" Alfian mengecupi puncak kepala Nurmala berulang kali. "Kan, kamu Mas yang bikin aku capek," balas Nurmala."Abis kamu enak, sih!" bisik Alfian di telinga Nurmala sambil terkekeh mendengar keluhan Nurmala. Bisikan Alfian membuat tubuh Nurmala terkesiap merinding. Dengan perlahan, Nurmala menyingkirkan tangan Alfian yang tengah membelit pinggangnya. Ia beringsut duduk, lalu menyisir rambutnya yang berantakan dengan jemari tangan, dan menggulungnya. Nurmala memunguti pakaiannya yang tergeletak di mana-mana."Mau kemana? Aku masih kangen." Alfian beringsut
Lima hari sudah berlalu, sepanjang perjalanan pulang menuju kota Jakarta, bibir Nurmala terus mengulas senyum bahagia.Dia sudah tidak sabar untuk bertemu Alfian, dia sudah sangat merindukan suaminya yang manja. Nurmala pulang lebih awal dari hari yang dijanjikannya pada Alfian. Ia sengaja tidak memberitahukan kepulangannya pada Alfian karena ingin memberikan kejutan. Alfian pasti sangat senang saat melihat Nurmala pulang.Dua jam kemudian, Nurmala sudah sampai di rumah Alfian. Dia mengistirahatkan tubuh lelahnya di atas ranjang, rasa lelah membuatnya dengan mudah terlelap.Pukul 3 sore Nurmala terbangun, ia pun melaksanakan sholat ashar, kemudian pergi ke dapur untuk memasak bahan yang tadi dibelinya saat perjalan pulang.Nurmala mulai mengeksekusi bahan dan mengolah lauk pauknya yang akan dimasak. Nurmala ingin membuat makanan yang istimewa untuk Alfian. Setelah 2 jam berkutat di dapur, semua makanan sudah matang. Nurmala mulai menata satu persatu makanan di atas meja makan dengan r